Anda di halaman 1dari 201

LAPORAN RESMI

ILMU PENGETAHUAN BAHAN


“TENSILE TEST”

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Ariesa Bio Widya Saputra (0322040017)

Dosen pengampu:

Budi Prasojo,ST.,MT

Hendri Budi Kurniyanto,S.ST.,MT

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERMESINAN KAPAL

JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

I UJI TARIK ( TENSILE TEST )

1.1 Sub Kompetensi


Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi laporan ini
adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu membuat diagram tegangan-regangan teknik dan sebenarnya
berdasarkan diagram beban-pertambahan panjang yang didapat dari hasil
pengujian.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan menganalisa sifat-sifat mekanik material yang
terdiri dari kekuatan tarik maksimum, kekuatan tarik luluh, reduction of area,
elongation dan modulus elastisitas.

1.2 Uraian Materi


Salah satu sifat mekanik yang sangat penting dan dominan dalam suatu perancangan
mesin, konstruksi dan proses manufaktur adalah kekuatan tarik (tensile strength).
Kekuatan tarik adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban atau
tegangan tanpa menyebabkan material tersebut menjadi patah. Kekuatan tarik suatu
bahan didapat dari hasil uji tarik (tensile test) yang dilaksanakan berdasarkan standar
pengujian yang telah baku seperti ASTM, JIS, DIN dan yang lainnya. Untuk
melakukan pengujian tarik, dibuat spesimen dari material yang akan diuji terlebih
dahulu sesuai standar yang digunakan. Bentuk spesimen sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 1.1, sedangkan Gambar 1.2 menunjukkan pengambilan spesimen
untuk pengujian hasil pengelasan.

Gambar 1.1 Macam-macam spesimen tensile test

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 1


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 1.2 Pengambilan spesimen untuk pengujian hasil pengelasan

Gambar 1.3 Sketsa tensile test machine

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 2


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 1.4 Grafik P-  hasil pengujian tarik beberapa logam

Pada pengujian tarik, spesimen diberi beban yang semakin besar secara continue
dengan arah tegak lurus penampang melintangnya, Sebagai akibat pembebanan
tersebut, spesimen mengalami perubahan panjang. Perubahan beban (P) dan
perubahan panjang (𝛥ℓ) akan tercatat pada mesin uji tarik berupa grafik yang
merupakan fungsi beban dan pertambahan atau lebih dikenal sebagai grafik P-𝛥ℓ.
Dari Gambar 1.4 di atas tampak bahwa sampai titik p perpanjangan sebanding
dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke, sedangkan
titik p merupakan batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu titik p disebut
juga batas proporsional. Sedikit di atas titik p terdapat titik e yang merupakan batas
elastis dimana bila beban dihilangkan maka belum terjadi pertambahan panjang
permanen dan spesimen kembali ke panjang semula. Daerah dibawah titik e disebut
daerah elastis. Sedangkan di atasnya disebut daerah plastis. Di atas titik e terdapat
titik y yang merupakan titik yield (luluh) yakni dimana logam mengalami
pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang berarti. Dengan kata lain titik
yield merupakan keadaan dimana spesimen terdeformasi dengan beban minimum.
Deformasi yang dimulai dari titik y ini bersifat permanen sehingga bila beban
dihilangkan masih tersisa deformasi yang berupa pertambahan panjang yang disebut
deformasi plastis. Pada kenyataannya karena perbedaan antara ke tiga titik p, e dan
y sangat kecil maka untuk perhitungan teknik sering kali keberadaan ketiga titik
tersebut cukup diwakili dengan titik y saja. Dalam kurva titik y ditunjukkan pada
bagian kurva yang mendatar atau beban relatif tetap. Penampakan titik y ini tidak

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 3


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA
sama untuk semua logam.PRAKTEK UJI yang
Pada material ulet seperti besiME42043-01
BAHAN murni dan baja karbon
rendah, titik y tampak sangat jelas. Namun pada umumnya penampakan titik y tidak
tampak jelas. Untuk kasus seperti ini cara menentukan titik y dengan menggunakan
metode offset. Metode offset dilakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar
dengan garis miring pada daerah proporsional dengan jarak 0,2% dari regangan
maksimal. Titik y didapat pada perpotongan garis tersebut dengan kurva P- 𝛥ℓ
(Gambar 1.5)

Titik y (luluh)

Unit Strain

Gambar 1.5 Metode offset untuk menentukan titik yield

Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan semakin besar
pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum ditunjukkan dengan puncak
kurva sampai pada beban maksimum ini. Deformasi yang terjadi masih homogen
sepanjang spesimen. Pada material yang ulet (ductile), setelahnya beban maksimum
akan terjadi pengecilan penampang setempat (necking) sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 1.6. Setelah necking, beban turun sampai akhirnya spesimen patah.
Sedangkan pada material yang getas (brittle), spesimen akan patah sesaat setelah
tercapai beban maksimum.

Gambar 1.6 Spesimen yang mengalami necking

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 4


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI ME42043-01
1.2.1 Grafik Tegangan-Regangan Teknik (𝝈BAHAN
𝒕 − 𝜺𝒕 )

Hasil pengujian yang berupa grafik atau kurva 𝑃 − 𝛥ℓ tersebut sebenarnya belum
menunjukkan kekuatan material, tetapi hanya menunjukkan kekuatan spesimen saja.
Untuk mendapatkan kekuatan materialnya maka grafik 𝑃 − 𝛥ℓ tersebut harus
dikonversikan ke dalam tegangan-regangan teknik (grafik 𝜎𝑡 − 𝜀𝑡 ). Grafik 𝜎𝑡 − 𝜀𝑡
dibuat dengan asumsi luas penampang spesimen konstan selama pengujian. Oleh
karena itu penggunaan grafik ini terbatas pada konstruksi atau komponen mesin,
yang mana deformasi permanen tidak diperbolehkan terjadi. Berdasarkan asumsi
luas penampang konstan tersebut maka persamaan yang digunakan adalah :

t =P/Ao…………….…………………...………………………....….....…...(1.1)
𝜺𝒕 = (𝜟𝓵⁄𝓵𝜪 ) × 𝟏𝟎𝟎%………………...………….….………………....…....(1.2)
dimana : 𝜎𝑡 = Tegangan teknik (kN/mm2, MPa, psi)
P = Beban (kN, kg)
Ao = Luas penampang awal spesimen (mm2, in2)
𝜀𝑡 = Regangan teknik (%)
ℓ𝛰 = Panjang awal spesimen (mm, in)
 ' = Panjang spesimen setelah patah (mm, in)

 = Pertambahan panjang (mm, in)

= ℓ′ − ℓ𝛰
Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan kurva 𝑃 − 𝛥ℓ menjadi grafik
𝜎𝑡 − 𝜀𝑡 adalah sebagai berikut:

1. Ubahlah kurva P   menjadi grafik t  t dengan cara menambahkan sumbu

tegak sebagai P dan sumbu mendatar sebagai  .


2. Tentukan skala beban (p) dan skala pertambahan panjang   pada grafik P  
Untuk menentukan skala beban bagilah beban maksimal yang didapat dari mesin
dengan tinggi kurva maksimal, atau bagilah beban yield dengan tinggi yield pada
kurva. Sedangkan untuk menentukan skala pertambahan panjang, bagilah
panjang setelah patah dengan panjang pertambahan panjang plastis pada kurva.
Nilai pertambahan panjang plastis adalah pertambahan panjang total dikurangi
pertambahan panjang elastis.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 5


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
Dari perhitungan tersebut akan didapatkan data skala :
a. Skala beban (P) 1 mm : ........... kN
Contoh :Skala beban 1 mm : 10 kN (baca : 1 mm panjang P pada kurva
𝑃 − 𝛥ℓ senilai dengan beban 10 kN)
b. Skala pertambahan panjang (𝛥ℓ) 1mm : ........... mm
Contoh : Skala pertambahan panjang 1mm : 0,567 mm (baca : 1 mm
pertambahan panjang pada kurva 𝑃 − 𝛥ℓ senilai pertambahan panjang 0,567
mm)
3. Ambillah 3 titik di daerah elastis, 3 titik di sekitar yield ( termasuk y), 3 titik di
sekitar beban maksimal (termasuk titik ultímate) dan satu titik patah (f). Tentukan
besar beban dan pertambahan panjang kesepuluh titik tersebut berdasarkan skala
yang telah dibuat di atas. Untuk membuat tampilan yang baik, terutama pada
daerah elastis, tentukan terlebih dahulu kemiringan garis proporsional (𝛼)
dengan memakai persamaan Hooke di bawah ini:
𝝈 = 𝜠 ⋅ 𝜺..........................................................................................................(1.3)
dimana :  = tegangan / stress (kg/mm2, MPa, psi)
 = modulus elastisitas (kg/mm2, MPa, psi)
ε = regangan /strain (mm/mm, in/in)
dari persamaan 1.3 didapatkan
  

=𝒕𝒈𝜶….……………………...……….….…….........……………............(1.4)
4. Konversikan kesepuluh beban (P) tersebut menjadi tegangan teknik 𝜎𝑡 dengan
menggunakan persamaan 1.1 dan konversikan pertambahan panjangnya (𝛥ℓ)
menjadi regangan teknik (𝜀𝑡 ) dengan memakai persamaan 1.2.
5. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar 𝜀𝑡 dan sumbu tegak 𝜎𝑡 berdasarkan
kesepuluh titik acuan tersebut. Grafik yang terjadi (Gambar 4.7) akan mirip
dengan kurva 𝑃 − 𝛥ℓ, karena pada dasarnya grafik 𝜎𝑡 − 𝜀𝑡 dengan kurva
𝑃 − 𝛥ℓ identik, hanya besaran sumbu-sumbunya yang berbeda.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 6


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 1.7 Grafik t  t hasil konversi grafik P  

1.2.2 Grafik Tegangan - Regangan Sebenarnya (𝝈𝒔 − 𝜺𝒔 )


Grafik tegangan – regangan sebenarnya  s   s  dibuat dengan kondisi luas
penampang yang terjadi selama pengujian. Penggunaan grafik ini khususnya pada
manufaktur dimana deformasi plastis yang terjadi menjadi perhatian untuk proses
pembentukkan. Perbedaan paling menyolok grafik ini dengan grafik 𝜎𝑡 − 𝜀𝑡 terletak
pada keadaan kurva setelah titik ultímate (tegangan ultimate). Pada grafik 𝜎𝑡 − 𝜀𝑡
Setelah titik ultímate, kurva akan turun sampai patah di titik f (fracture), sedangkan
pada grafik 𝜎𝑠 − 𝜀𝑠 kurva akan terus naik sampai patah di titik f. Kenaikan tersebut
disebabkan tegangan yang terjadi diperhitungkan untuk luas penampang sebenarnya
sehingga meskipun beban turun namun karena tingkat pengecilan penampang yang
terjadi lebih besar, maka tegangan yang terjadi juga lebih besar. Hubungan tegangan
teknik (𝜎𝑡 ) dan tegangan sebenarnya (σs) serta regangan teknik (𝜀𝑡 ) dan regangan
sebenarnya (𝜀𝑠 ) dinyatakan pada persamaan 1.5 dan 1.6 :
𝜎𝑠 = 𝜎𝑡 (1 + 𝜀𝑡 )……………………………………….......................................(1.5)
𝜀𝑠 = 𝑙𝑛( 1 + 𝜀𝑡 )...................................................................................................(1.6)

Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan grafik 𝜎𝑡 − 𝜀𝑡 ke dalam grafik


𝜎𝑠 − 𝜀𝑠 adalah sebagai berikut:
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 7
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
1. Akibat adanya beban, maka spesimen akan mengalami deformasi berupa
pertambahan panjang, dengan volume tetap. Sebagai akibat pertambahan panjang
dengan kondisi volumenya tetap tersebut maka luas penampangnya akan
berkurang, sehingga pertambahan panjang yang terjadi sebanding dengan beban
yang bekerja dan berbanding terbalik dengan luasan penampang spesimen.
Korelasi ini berlaku sampai kondisi sesaat sebelum terjadi necking (titik ultímate)
atau sampai titik kedelapan (titik ultímate) saja. Untuk mengonversikannya maka
ambil kembali kedelapan titik tegangan teknik (σt) tersebut dan ubah ke dalam
tegangan sebenarnya (σs) dengan persamaan 1.5 di atas. Sedangkan untuk
mengubah regangan teknik ke regangan sebenarnya dengan persamaan 1.6.
2. Untuk titik 10, konversikan nilai tegangan dan regangan teknik kedua titik
tersebut menjadi tegangan dan regangan sebenarnya dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝜎𝑠 = 𝑃⁄𝐴𝑠 ……...............................................................................................(1.7)
Dimana: AS = Luas penampang sebenarnya.
Untuk titik ke-10, A10 adalah luas penampang setelah patah, sedangkan untuk
titik ke-9, A9 nilainya intra polasi antara A8 dengan A10.

3. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar s dan sumbu tegak s berdasarkan


kesepuluh titik acuan tersebut. Sebagaimana Gambar 1.8.

Gambar 1.8 Grafik tegangan dan regangan sebenarnya  s   s 

1.2.3 Sifat Mekanik yang didapat dari uji tarik


1. Tegangan Tarik Yield (𝜎𝑦 )
𝝈𝒚 = 𝑷𝒚 ⁄𝑨𝜪
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 8
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
Dimana : y = tegangan yield (kN/mm2, MPa)

Py = beban yield (kN, kg)


2. Tegangan Tarik Maksimum / Ultimate(𝜎𝑢 )
𝝈𝒖 = 𝑷𝒖 ⁄𝑨𝜪
Dimana : 𝜎𝑢 = tegangan ultimate (kg/mm2)
Pu = beban ultimate (kg)

3. Regangan maksimum (𝜀𝑚𝑎𝑘𝑠 )

𝜺𝒎𝒂𝒌𝒔 = (𝜟𝓵𝒎𝒂𝒌𝒔 ⁄𝓵𝜪 ) × 𝟏𝟎𝟎%


Dimana :  = regangan (%)
𝛥ℓ = pertambahan panjang (mm)
ℓ𝛰 = panjang awal spesimen (mm)
Nilai regangan menunjukkan nilai keuletan suatu material, semakin tinggi nilai
regangan, semakin ulet material tersebut.
4. Modulus Elastisitas (E)
Kalau regangan menunjukkan keuletan, maka modulus elastisitas menunjukkan
kekakuan suatu material. Semakin besar nilai E, menandakan semakin kakunya
suatu material. Harga E ini diturunkan dari persamaan hukum Hooke sebagai
mana telah diuraikan pada persamaan 1.3 dan 1.4. Dari persamaan tersebut juga
nampak bahwa kekakuan suatu material relatif terhadap yang lain dapat diamati
dari sudut kemiringan (𝛼) pada garis proporsional. Semakin besar 𝛼, semakin
kaku material tersebut.
5. Reduksi Penampang / Reduction of Area (RA )
RA=[(A0-A’)/A0]  100% .........................................................................(1.8)
dimana A’ = luas penampang setelah patah (mm2)
Reduksi penampang dapat juga digunakan untuk menetukan keuletan material.
Semakin tinggi nilai RA, semakin ulet material tersebut.

6. Resilien(Ur)
Resilien didefinisikan banyaknya energi yang diperlukan untuk meregangkan
satu satuan volume bahan hingga sampai batas elastis. Dimana:
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 9
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

keterangan : 𝝈𝒚 = tegangan tarik yield


𝜺𝒚 = regangan tarik yield

1.3 Alat
1. 1 set mesin uji Tarik
2. 1 Kikir
3. 1 Jangka sorong
4. 1 Ragum
5. 1 Penitik
6. 1 Timbangan digital
7. 1 Palu
8. 1 set mesin gerinda

1.4 Bahan
1. 1 spesimen uji tarik plat
2. 1 spesimen uji tarik round bar
3. 1 spesimen uji tarik deformat
4. 1 lembar kertas milimeter

1.5 Prosedur Keselamatan


Sebelum praktikum pengujian bahan dilaksanakan, mahasiswa harus meyakinkan
dahulu telah melengkapi diri dengan APD (Alat Pelindung Diri) sebagai berikut :
1. Pakaian dan celana bengkel.
2. Safety shoes.
3. Kacamata pelindung harus digunakan bila melakukan penggerindaan dengan
gerinda mesin.

1.6 Prosedur Kerja


1. Menyiapkan spesimen
a. Ambil spesimen tensile test plat dan jepit pada ragum.
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 10
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK
b. Ambil kikir, dan kikir UJI BAHAN
bekas machining pada spesimenME42043-01
yang memungkinkan
menyebabkan salah ukur, seperti Gambar 1.9
c. Ulangi langkah di atas untuk spesimen tensile test berbentuk round bar dan
deformat.

Gambar 1.9 Pengikiran bekas machining


2. Pembuatan gauge length
a. Ambil penitik dan tandai spesimen tensile test plat dengan dua titikan sejauh
50 mm, seperti Gambar 1.10
b. Posisikan gauge lenght tepat di tengah-tengah spesimen.
c. Ulangi langkah di atas untuk spesimen tensile test berbentuk round bar.
d. Untuk spesimen deformat, gauge lenght-nya sebesar 100 mm.

Gambar 1.10 Pembuatan gauge length

3. Pengukuran dimensi
a. Ambil spesimen tensile test plat dan ukur dimensinya jangka sorong. Parameter
yang harus diukur meliputi panjang spesimen, panjang gauge length, diameter
(spesimen
ARIESA BIO WIDYAround bar), tebal dan lebar (spesimen plat), seperti Gambar 1.11.11
SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI deformat, ME42043-01
BAHAN timbang terlebih
b. Khusus untuk spesimen berbentuk dahulu beratnya
dengan timbangan digital, seperti Gambar 1.12. Luas penampang deformat
ditentukan dari persamaan berikut :
W = V.ρ
W = (A0.L).ρ
A0 = W/(L.ρ)
Dimana :
W = Berat spesimen (kg)
V = Volume spesimen (mm³)
L = Panjang spesimen (m)
ρ = Berat jenis baja (kg/mm³)
ρ = 7.850 kg/mm³
Diketahui :
W = 0,14276 kg
L = 2940 mm
Ρ = 7.850 kg/mm³

1
A0 = x 3,14 x d2 A0 = W/(L.ρ)
4
1 0,14276kg
56,38 = 4x 3,14 x d2 A0 = (2940 mm x 7.850 kg/m)

d2 = 71,82 mm A0 = 0,05638 m2
d = 8,475 mm A0 =61,76 mm2

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 12


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 1.11 Pengukuran pada spesimen plat

Gambar 1.12 Pengukuran berat spesimen deformat

4. Catat hasil pengukuran pada lembar pengamatan yang ada.


5. Pengujian pada mesin uji tarik.
a. Nyalakan mesin uji tarik (Gambar 1.13)
b. Ambil kertas milimeter dan letakkan pada tempatnya.
c. Ambil spesimen tensile test plat pada ragum penarik.
d. Berikan beban secara proporsional.
e. Sambil memperhatikan beban pada display, amati grafik yang terjadi dan
terekam pada kertas milimeter.

f. Pada saat grafik dikertas milimeter menunjukkan yield, yang ditandai dengan
mulai membeloknya grafik dari garis lurus, maka lihat nilai beban saat itu dan
catat pada lembar pengamatan sebagai beban yield.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 13


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK BAHAN puncak danME42043-01
UJImencapai
g. Saat grafik pada kertas milimeter diperkuat dengan nilai
beban yang maksimal pada display beban, catat nilai beban tersebut pada
lembar pengamatan sebagai beban maksimal atau ultímate.
h. Amati terus grafik dan ketika mulai menunjukan tanda-tanda akan turun, amati
terus beban pada display, kemudian catat beban yang tampak pada display pada
saat spesimen patah.
i. Ulangi langkah tersebut untuk spesimen round bar dan spesimen deformat.

Gambar 1.13 Mesin uji Tarik


6. Pengukuran dimensi setelah patah.
a. Ambil spesimen plat yang telah mengalami tensile test, satukan lagi tepat pada
patahannya, kemudian dengan jangka sorong.
b. Ukur lebar dan tebal pada daerah necking. Catat hasilnya pada lembar
pengamatan.
c. Ukur gauge length setelah patah dan catat hasilnya pada lembar pengamatan.
d. Ambil spesimen round bar yang telah menglami tensile test, satukan lagi tepat
pada patahannya, kemudian ukur dengan jangka sorong
e. Ukur diameter pada daerah necking dengan dua kali pengukuran pada lokasi
yang berbeda, rata-rata hasilnya serta catat pada lembar pengamatan.
f. Ukur gauge length setelah patah dan catat hasilnya pada lembar pengamatan.
g. Ambil spesimen deformat yang telah menglami tensile test, satukan lagi tepat
pada patahannya, kemudian ukur dengan jangka sorong.

h. Ukur diameter pada daerah necking dengan dua kali pengukuran pada lokasi
yang berbeda, rata-rata hasilnya serta catat pada lembar pengamatan.(Gambar
1.14)
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA ME42043-01
i. Ukur gauge length PRAKTEK UJI
setelah patah BAHAN
dan catat hasilnya pada lembar pengamatan.

Gambar 1.14 Pengukuran spesimen setelah uji tarik


7. Bersihkan ruangan, kembalikan peralatan pada tempatnya dan asistensikan hasil
pengujian pada dosen pengampu.

1.7 Hasil pengujian dan Analisa

1.7.1 Spesimen plat


Skala beban (y) = Sudah diatur oleh mesin uji tarik sebesar
1 mm ≈ 0,50 kN
𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 panjang 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐩𝐞𝐬𝐢𝐦𝐞𝐧 𝐩𝐚𝐭𝐚𝐡
Skala pertambahan panjang (x) = 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐥𝐚𝐬𝐭𝐢𝐬 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐮𝐫𝐯𝐚 𝐏− 𝚫𝓵
(𝟓𝟎,𝟐−𝟓𝟖,𝟖)𝒎𝒎
= 𝟏𝟗,𝟓 𝒎𝒎

= 0,34 mm 1 mm ≈ 0,34 mm
Tabel 1.1 Data Analisa Spesimen Plat

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 15


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

GRAFIK  - Ɛ PLAT

600,00

500,00

400,00
TEGANGAN (STRESS) MPa

300,00

200,00

100,00 Teg-Reg TEKNIK

Teg-Reg SEBENARNYA

0,00
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25
STRAIN (MM/MM)
REGANGAN (STRAIN) mm/mm

Gambar 1.17 Grafik tegangan – regangan spesimen plat

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 16


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen uji tarik
plat adalah sebagai berikut :
1. Penghitungan di daerah elastis
Py
a. Tegangan tarik yield Teknik(𝒕𝒚 ) = Ao 𝑥1000
19,5 kN
= 92,72 mm2 𝑥1000

= 𝟐𝟏𝟎, 𝟑𝟏 𝐌𝐏𝐚
Δℓy
b. Regangan yield teknik(𝜺𝒕𝒚 ) = x 100
Lo
3,44 mm
= 50,2 mm x 100 %

=𝟕%
c. Tegangan tarik yield sebenarnya(𝒔𝒚 ) = 𝑡𝑦 (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= 210,31 (1 + 0,07)
= 224,72 MPa
d. Regangan yield sebenarnya(𝜺𝒔𝒚 ) = In (1 + 𝜀𝑡𝑦 ) x 100 %
= In (1 + 0,07) x 100 %
=𝟕%
𝑡𝑦
e. Modulus elastisitas(𝐄) = 𝜺𝒕𝒚

𝟐𝟏𝟎,𝟑𝟏 𝐌𝐏𝐚
= 𝐦𝐦
𝟎,𝟎𝟕
𝐦𝐦

= 𝟑𝟎𝟔𝟗, 𝟎𝟕 𝐌𝐏𝐚
2. Penghitungan di daerah plastis
𝐏𝐮
a. Tegangan tarik ultimate Teknik(𝒕𝒖 ) = 𝐀𝐨 𝑥1000
32 kN
=92,72 mm2 𝑋1000

= 𝟑𝟒𝟓, 𝟏𝟑 𝐌𝐏𝐚
Ao−A′
b. Reduksi penampang(𝐑 𝐀 ) = x 100%
Ao
(92,72−40,08 )mm2
= 92,72 mm2
x 100%

= 56,70 %

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 17


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
𝚫𝓵𝐦𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐮𝐦
c. Regangan tarik maksimum teknik(𝜺𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = x 100%
𝐋𝐨
12,04 mm
= x 100%
50,2 mm

= 𝟐𝟒 %
𝑷
d. Tegangan maksimum sebenarnya(𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = 𝑨′𝒇 𝑥1000
𝒇

25 kN
= 40,08 𝑥1000
mm2

= 𝟔𝟐𝟑, 𝟕𝟏 𝐌𝐏𝐚

1.7.2 Spesimen Round Bar


Skala beban (y) = Sudah diatur oleh mesin uji tarik sebesar
1 mm ≈ 0,50 kN
𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐩𝐞𝐬𝐢𝐦𝐞𝐧 𝐩𝐚𝐭𝐚𝐡
Skala pertambahan panjang (x) = 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐥𝐚𝐬𝐭𝐢𝐬 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐮𝐫𝐯𝐚 𝐏− 𝚫𝓵
𝟔𝟏,𝟗 𝒎𝒎−𝟓𝟎,𝟔𝟔 𝒎𝒎
= 𝟔𝟐,𝟓𝟎 𝒎𝒎

= 0,29 mm 1 mm ≈ 0,29 mm

Tabel 1.2 Data Analisa Spesimen Round Bar

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 18


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

GRAFIK  - Ɛ SPESIMEN ROUNDBAR


1000,00

950,00

900,00

850,00

800,00

750,00

700,00
yield

650,00
MPa

600,00
(STRESS) MPA
TEGANGAN (STRESS)

550,00 yield

500,00
TEGANGAN

450,00

400,00

350,00

300,00

250,00

200,00

150,00

100,00

50,00
Teg-Reg TEKNIK Teg-Reg SEBENARNYA
0,00
0,00 0,10 0,20 0,30 0,40
REGANGAN
REGANGAN (STRAIN) MM/MM
(STRAIN) mm/mm

Gambar 1.18 Grafik tegangan – regangan spesimen Round Bar

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 19


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen uji Tarik
Round Bar adalah sebagai berikut :
1. Penghitungan di daerah elastis
Py
a. Tegangan tarik yield teknik(𝒕𝒚 ) = 𝑥100
Ao
62,5 kN
= 125,82 mm2 𝑋1000

= 𝟒𝟗𝟔, 𝟕𝟔 𝐌𝐏𝐚
Δℓy
b. Regangan yield teknik(𝜺𝒕𝒚 ) = x 100%
Lo
8,93 mm
= 50,66 mm x 100%

= 𝟏𝟖%
c. Tegangan tarik yield sebenarnya(𝒔𝒚 ) = 𝑡𝑦 (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= 496,76 (1 + 0,18)
= 584,36 MPa
d. Regangan yield sebenarnya(𝜺𝒔𝒚 ) = In (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= In (1 + 0,18)x 100%
= 𝟏𝟖 %
𝑡𝑦
e. Modulus elastisitas(𝐄) = 𝜺𝒕𝒚

𝟒𝟗𝟔,𝟕𝟔 𝐌𝐏𝐚
= 𝟎,𝟏𝟖

= 𝟐𝟖𝟏𝟔, 𝟕𝟑 𝐌𝐏𝐚
2. Penghitungan di daerah plastis
𝐏𝐮
a. Tegangan tarik ultimate teknik(𝒕𝒖 ) = 𝐀𝐨 𝑥1000
84 kN
= 125,82 mm2 𝑥1000

= 𝟔𝟔𝟕, 𝟔𝟒 𝐌𝐏𝐚
𝐀𝐨−𝐀′
b. Reduksi penampang(𝐑 𝐀 ) = x 100%
𝐀𝐨
(125,82−68,63)mm2
= x 100%
125,82 mm2

= 𝟒𝟓, 𝟒𝟓%
𝚫𝓵𝐦𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐮𝐦
c. Regangan tarik maksimum teknik(𝜺𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = x 100%
𝐋𝐨
20,17 mm
= 50,66 mm
x 100%

= 𝟒𝟎%

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 20


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
𝑷
d. Tegangan maksimum sebenarnya(𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = 𝑨′𝒇 𝑥1000
𝒇

63,50 kN
= 68,63 mm2 𝑥1000

= 𝟗𝟐𝟓, 𝟑𝟎 𝐌𝐏𝐚

1.7.3 Spesimen Deformat


Skala beban (y) = Sudah ditentukan oleh mesin uji tarik sebesar
1 mm ≈ 0,50 kN
𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 panjang 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐩𝐞𝐬𝐢𝐦𝐞𝐧 𝐩𝐚𝐭𝐚𝐡
Skala pertambahan panjang (x) = 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐥𝐚𝐬𝐭𝐢𝐬 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐮𝐫𝐯𝐚 𝐏− 𝚫𝓵
𝟕𝟖,𝟖𝟎 𝒎𝒎−𝟕𝟏,𝟏𝟎 𝒎𝒎
= 𝟐𝟐 𝒎𝒎

= 0,20 mm 1 mm ≈ 0,20 mm
Tabel 1.2 Data Analisa Spesimen Deformat

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 21


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Grafik σ - ɛ Spesimen deformat

800,00

750,00

700,00

650,00

600,00

550,00
yield

500,00
yield
TEGANGAN (STRESS) MPa

450,00

400,00

350,00

300,00

250,00

200,00

150,00

100,00

50,00

0,00
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20
REGANGAN (STRAIN) mm/mm

Teg-Reg TEKNIK Teg-Reg SEBENARNYA

Gambar 1.19 Grafik tegangan – regangan spesimen deformat

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 22


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen uji Tarik
deformat adalah sebagai berikut :
1. Penghitungan di daerah elastis
𝐏𝐲
a. Tegangan tarik yield teknik(𝒕𝒚 ) = 𝑥1000
𝐀𝐨
22 kN
= 61,76 mm2 𝑋1000

= 𝟑𝟓𝟔, 𝟐𝟏 𝐌𝐏𝐚
𝚫𝓵 𝐲
b. Regangan yield teknik(𝜺𝒕𝒚 ) = x 100%
𝐋𝐨
2,43 mm
= 71,1 mm x 100%

= 𝟑%
c. Regangan yield sebenarnya(𝜺𝒔𝒚 ) = In (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= In (1 + 0,03)x 100%
= 𝟑%
d. Tegangan tarik yield sebenarnya(𝒕𝒚 ) = 𝑡𝑦 (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= 356,21 (1 + 0,03)
= 370,42 MPa
𝒕𝒚
e. Modulus elastisitas(𝐄) =𝜺
𝒕𝒚

𝟑𝟓𝟔,𝟐𝟏 𝐌𝐏𝐚
= 𝐦𝐦
𝟎,𝟎𝟑
𝐦𝐦

= 𝟏𝟎𝟒𝟏𝟓, 𝟔𝟕 𝐌𝐏𝐚
2. Penghitungan di daerah plastis
𝐏𝐮
a. Tegangan tarik ultimate teknik(𝒕𝒖 ) = 𝐀𝐨 𝑥1000
32,5 kN
= 61,76 mm 𝑥1000

= 𝟓𝟐𝟔, 𝟐𝟐 𝐌𝐏𝐚
Ao−A′
b. Reduksi penampang(𝐑 𝐀 ) = x 100%
Ao
(61,76−41,26) mm2
= x 100%
61,76 mm2

= 𝟑𝟑, 𝟏𝟗%

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 23


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Δℓmaksimum
c. Regangan tarik maksimum teknik(𝜺𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = x 100%
Lo
12,16 𝑚𝑚
= x 100%
71,1 mm

= 𝟏𝟕 %
𝑷
d. Tegangan maksimum sebenarnya(𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = 𝑨′𝒇 𝑥1000
𝒇

29,50 kN
= 41,26 mm2 𝑥1000

= 𝟕𝟏𝟒, 𝟗𝟓 𝐌𝐏𝐚

1.8 Kesimpulan
Dari hasil pengujian diatas, maka diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1.3 Sifat Mekanik
No Spesimen σty(MPa) σtu(MPa) E (MPa) εmaks (%) RA (%)
1 Plat 210,31 345,13 3069,07 24 56,70
2 Round bar 496,76 667,64 2816,73 40 45,45
3 Deformat 356,21 526,22 10415,67 17 33,19

Dari data yang diperoleh diatas dapat disimpulkan bahwa spesimen roundbar
mempunyai keuletan paling besar, karena mempunyai regangan paling besar.
Spesimen yang mempunyai kekakuan paling tinggi adalah specimen deformat,
karena mempunyai nilai modulus elastisitas paling tinggi. Spesimen yang
mempunyai kekuatan paling besar adalah spesimen roundbar, karena mempunyai
nilai ultimate paling tinggi.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 24


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

DAFTAR PUSTAKA

 Prasojo Budi, ST.,MT. 2012. Modul Ajar Ilmu Pengetahuan Bahan, Jurusan
Teknik Perpipaan. PPNS
 Prasojo Budi, ST. 2002. Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal. PPNS
 Dosen Metalurgi. 1986. Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin
FTI. ITS
 Ferdinand L.Singer.1985. Kekuatan Bahan (Teori Kokoh-Strength of
Material).Jakarta: Erlangga
 Harsono, Dr, Ir &T.Okamura, Dr. 1991. Teknologi Pengelasan Logam.
Jakarta: PT. PradyaParamita
 M.M. Munir. 2000. Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik
Bangunan Kapal. PPNS
 SNI, 07-2052-2002, Baja Tulangan Beton
 SNI, 07-0408-1989, Cara Uji Tarik Logam
 SNI, 07-0371-1998, Batang Uji Tarik Untuk Logam

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 25


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

LEMBAR KERJA

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 26


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

GRAFIK P- L

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 27


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 28


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 29


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 30


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 31


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 32


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 33


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 34


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 35


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 36


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 37


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 38


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 39


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 40


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 41


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 42


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 43


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 44


LAPORAN RESMI
ILMU PENGETAHUAN BAHAN
“LIQUID PENETRANT TEST”

Disusun Oleh :
Kelompok 4

Ariesa Bio Widya Saputra (0322040017)

Dosen pengampu:

Budi Prasojo,ST.,MT

Hendri Budi Kurniyanto,S.ST.,MT

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERMESINAN KAPAL

JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

II . LIQUID PENETRANT
TEST

2.1 Sub Kompetensi

Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi laporan ini
adalah sebagai berikut :
1) Mahasiswa mampu menjelaskan syarat-syarat suatu komponen dapat diuji dengan
Liquid Penetrant.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis cacat yang mampu dideteksi dengan
Liquid Penetrant.

2.2 Uraian Materi


Inspeksi cacat perlu dilakukan terhadap konstruksi maupun komponen mesin secara
terus menerus. Dengan mengetahui terjadinya cacat sejak dini selain akanmengurangi
resiko terjadinya kecelakaan kerja juga akan memudahkan perawatan yang imbasnya
pada penekanan nilai ekonomi akibat kerusakan alat. Dengan mengetahui kerusakan
suatu komponen sejak awal akan mengurangi dampak yang merusak terhadap
komponen lain. Untuk keperluan inspeksi cacat tersebut diperlukan suatu pengujian
yang mampu mendeteksi keberadaan suatu cacat. Uji liquid penetrant merupakan salah
satu jenis NDT (Non Destructive Test) yang relatif mudah dan cepat pelaksanaannya
serta murah biayanya dibandingkan dengan uji NDT yang lain. Pengujian ini adalah
cara yang paling peka untuk menentukan adanya cacat halus pada permukaan seperti
retak, lubang halus atau kebocoran. Pada dasarnya pengujian ini adalah pemakaian
cairan penembus (liquid penetrant) berwarna yang mampu menembus cacat. Setelah
cairan yang ada di permukaan dibersihkan maka cacat akan kelihatan jelas karena cairan
yang berada di dalam cacat ditarik oleh cairan pengembang (developer) yang warna
kontras dengan warna liquid penetrant sebagaimana ditunjukkan pada Gambar2.1

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 1


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

Gambar2.1 Dasar Pengujian dengan Liquid Penetrant

Cacat yang mampu dideteksi dengan uji ini adalah keretakan yang bersifat mikro. Yaitu
keretakan yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang. Deteksi keretakan dengan
cara ini tidak tergantung pada ukuran, bentuk, arah keretakan, struktur bahan maupun
komposisinya. Liquid penetrant dapat meresap ke dalam celah retakan yang sangat kecil
bahkan ke dalam keretakan yang hanya sedalam 4 mikron (4x10-6 m). Penyerapan liquid
penetrant ke dalam celah retakan terjadi karena daya kapiler. Proses ini banyak
digunakan untuk menyelidiki keretakan permukaan (surface cracks), kekeroposan
(porosity), lapisan-lapisan bahan, dll. Sedangkan seberapa dalam keretakan tersebut
tidak mampu dideteksi dengan uji ini. Penggunaan uji liquid penetrant tidak terbatas
pada logam ferrous dan nonferrous saja, tetapi juga pada keramik, plastik, gelas, dan
benda-benda hasil powder metallurgy.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 2


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

2.2.1 Lingkup pemakaian uji liquid penetrant

Penggunaan uji liquid penetrant ini sangat terbatas yakni :

1) Keretakan atau kekeroposan yang diselidiki dapat dideteksi apabila keretakan


tersebut terjadi sampai ke permukaan benda. Keretakan di bawah permukaan
(subsurface cracks) tidak dapat dideteksi dengan cara ini.
2) Permukaan yang terlalu kasar atau berpori-pori juga dapat mengakibatkan indikasi
yang palsu.
3) Tidak dianjurkan menyelidiki benda-benda hasil powder metallurgy karena kurang
padat (berpori-pori).
2.2.2 Klasifikasi liquid penetrant sesuai cara pembersihannya
Ada tiga macam sistem liquid penetrant yang dapat digunakan ketiganya memiliki
perbedaan yang mencolok. Pemilihan salah satu system bergantung pada faktor- faktor
:

1) Kondisi permukaan benda kerja yang diselidiki


2) Karakteristik umum keretakan logam
3) Waktu dan tempat penyelidikan
4) Ukuran benda kerja
Ketiga sistem liquid penetrant yang dapat digunakan adalah :

a. The Water Washable Penetrant System


Merupakan liquid penetrant yang cara pembersihannya dapat langsung dibasuh
dengan air. Sistem ini dapat berupa fluorescent atau visible dye. Prosesnya cepat
dan efisien. Pembasuhan harus dilakukan secara hati-hati, karena liquid penetrant
dapat terhapus habis dari permukaan yang retak. Derajat dan kecepatan pembasuh
untuk proses ini tergantung pada karakteristik dari spray nozzle, tekanan,
temperatur air selama pembasuhan, kondisi permukaan benda kerja, dan
karakteristik liquid penetrant sendiri.

b. The Post Emulsifiable System


Untuk menyelidiki keretakan yang sangat kecil, digunakan penetrant yang tidak
dapat dibasuh dengan air (not water washable). Hal ini penting agar tidakada
kemungkinan penetran terbasuh oleh air. Penetrant jenis ini membutuhkan langkah
tambahan yaitu pembubuhan emulsifier dibiarkan pada permukaan benda kerja,

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 3


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

tujuannya agar penetran non water washable


berubah menjadi water

washable, namun harus dibatasi waktunya agar penetrant yang berada di dalam
keretakan tidak menjadi water washable agar tidak ikut terbasuh.

c. The Solvent Removable System


Kadang-kadang dibutuhkan penyelidikan pada daerah yang sempit pada
permukaan benda kerja yang penyelidikannya dilakukan di lapangan. Biasanya
benda kerjanya besar atau ongkos pemindahan benda kerja ini dari lapangan ke
tempat penyelidikan adalah relative mahal. Untuk situasi seperti ini solvent
removable system digunakan pada saat pembersihan pendahuluan (pre cleaning),
pembasuhan penetrant dan post cleaning. Proses seperti ini sesuai dan sangat luas
digunakan untuk inspeksi lapangan. Pembersihan pelarut secara optimum dapat
dicapai dengan cara mengelap permukaan benda kerja dari penetrant dengan lap
yang dibasuhi solvent. Tahap akhir dari pengelapan dilakukan dengan kain kering.
Penetrant dapat pula dibasuh dengan cara membanjiri permukaan benda kerja
dengan solvent. Cara ini diterapkan pada benda kerja yang besar. Tetapi
pelaksanaannya harus berada dalam keretakan tidak ikut tebasuh. Proses seperti ini
biasanya dilakukan untuk aplikasi yang khusus, karena prosesnya memakan tenaga
yang relatif banyak dan tidak praktis untuk diterapkan sebagai inspeksi pada hasil
produksi. Proses ini merupakan proses liquid penetrant inspection yang paling
sensitive bila dilakukan dengan cara yang baik.

2.2.3 Klasifikasi liquid penetrant berdasarkan pengamatannya


Berdasarkan pengamatannya ada tiga jenis liquid penetrant, yaitu :

1) Visible Penetrant
Merupakan metode liquid penetrant yang pengamatannya cukup diamati dengan
mata telanjang. Padaumumnya visible penetrant berwarna merah dan
penampilannya yang kontras terhadap latar belakang warna developernya. Proses
ini membutuhkan cahaya putih yang cukup untuk pengamatan. Walaupun
sensitivitas penetrant jenis ini tidak setinggi jenis fluorescent, tetapi cukup
memadai untuk berbagai kegunaan.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 4


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

2) Fluorescent Penetrant
Liquid penetrant jenis ini adalah liquid penetrant yang dapat berkilau bila
terkena sinar ultraviolet. Fluorescent penetrant bergantung pada kemampuannya
untuk menampilkan diri terhadap cahaya ultraviolet dan infra red yang lemah
pada ruangan gelap. Pemilihan penggunaan sensitivitas penetran bergantung pada
kekritisan inspeksi, kondisi permukaan yang diselidiki, jenis proses (system), dan
tingkat sensitivitas yang diinginkan.

3) Dual Sensitivity Penetrant


Merupakan liquid penetrant yang benda kerjanya mengalami 1 kali pengujian,
namun metode pengamatan yang digunakan menggunakan gabungan dari visible
penetrant dan fluorescent penetrant, sehingga dengan dual sensitivity dapat
diperoleh hasil yang lebih teliti dan akurat.

2.2.4 Evaluasi indikasi menurut ASME (American Society of Mechanical Engineers)


Section VIII Division 1 edisi 2021.
Sebuah indikasi adalah bukti suatu ketidaksempurnaan mekanik. Hanya indikasi
yang mempunyai bentuk linier dan rounded dengan ukuran (dimensi) lebih besar dari
1/16 inchi (1,5 mm) yang akan dipertimbangkan.
2.2.5 Evaluasi Indikasi menurut standard ASME VIII Division 1 berdasarkan ukuran
2) Indikasi relevan, yaitu indikasi linier maupun rounded yang memiliki ukuran lebih
dari 1/16 inchi atau 1,5 mm.
2) Indikasi non Relevan, yaitu indikasi linier maupun rounded yang memiliki ukuran
kurang dari 1/16 inchi atau 1,5 mm.
2.2.6 Evaluasi Indikasi menurut standard ASME VIII division 1 berdasarkan bentuk
2) Indikasi Linier, jika kerusakan memiliki panjang lebih besar dari tiga kali
lebarnya.
2) Indikasi Rounded, jika bentuk keretakan melingkar atau menyerupai elips dan
memiliki panjang kurang dari atau sama dengan tiga kali lebarnya.
2) Indikasi-indikasi lain yang masih diragukan/dipertanyakan akan diuji kembali
untuk menentukan apakah diterima atau tidak.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 5


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

2.2.7 Kriteria penerimaan pengujian menurut


standard ASME
Penerimaan standard ini akan berlaku jika tidak ada standard lain yang lebih
spesifik lagi dalam hal penerimaan material yang spesifik. Pada proses pengujian,
permukaan material harus terbebas dari hal-hal berikut :
1) Indikasi linier yang relevan
2) Indikasi rounded yang relevan dengan panjang lebih besar dari 3/16 inchi (5 mm).
3) Memiliki empat atau lebih indikasi rounded yang relevan dalam satu garis dengan
jarak antar tepi 1/16 inchi (1,5 mm) atau kurang (dari tepi ke tepi).
2.3 Bahan
1) Cleaner (Magnalux SKC-S) berwarna bening
2) Penetrant (Magnalux SKL-SP1) berwarna merah
3) Developer (Magnalux SKD-S2) berwarna putih
2.4 Objek yang diuji
1) Plat Weld B3
2.5 Peralatan
1) Kain
2) Tissue
3) Lampu LED 25 watt
4) Light meter
5) Stopwatch
6) Digital camera
7) Penggaris
2.6 Prosedur Keselamatan

Sebelum praktikum pengujian bahan dilaksanakan, mahasiswa harus meyakikan


dahulu telah melengkapi diri dengan APD (Alat Pelindung Diri) sebagai berikut:

1) Pakaian dan celana bengkel


2) Safety shoes
3) Masker
4) Google (kaca mata bening)

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 6


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

2.7 Langkah Kerja

1) Penentuan Metode dan type penetrant


Type Penetrant yang digunakan adalah visible penetrant karena pengamatan yang
diamati cukup dengan mata telanjang dengan membutuhkan cahaya lampu yang cukup
untuk proses pengamatannya. Metode yang digunakan adalah solvent removable system
karena digunakan pada saat pembersihan pendahuluan (pre- cleaning) dan pembasuhan
penetrant yaitu cleaner.

Tabel 2.1 Minimum dwell times penetration

Dwell Times
Material Form Type of Penetrant
Discontinuity (minute)
Alumunium, Casting and weld Cold shuts, porocity
magnesium , lack of fusion, 5
cracks (all forms)
Stell, brass, bronze, Wought material, Laps, cracks
titanium, high extrusions, (all forms) 10
temperature alloys Forgings, plate
Lack of fusion,
Carbide-lipped tools Brazed of welded porocity 5
cracks
Plastic All forms Cracks 5
Glass All forms Cracks 5
Ceramics All forms Cracks 5

Material yang digunakan adalah steel dan formnya welds maka dwell
timespenetrant minimum yang digunakan adalah 5 menit.

2) Pembersihan Permukaan (Pre Cleaning)


Pada dasarnya seluruh permukaan benda kerja yang akan diuji harus bersih. Langkah
awal adalah membersihkan permukaan benda kerja dari kotoran yang berupa karat,
lemak, cat, dll. Selanjutnya benda uji disemprot dengan cleaner untuk membersihkan
kotoran-kotoran yang masih tersisa pada pembersihan sebelumnya dan ditunggu selama
5 menit berdasarkan ASME Section V article 6. Ambil foto benda kerja sebelum
pengujian dengan kamera.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 7


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

a. Pembersihan benda b. Penyemprotan benda c. Pembersihan


uji oleh sikat baja uji menggunakan benda uji dengan
cleaner majun

Gambar2.2 Pembersihan Permukaan (Pre Cleaning)

3) Aplikasi Penetrant
Semprotkan liquid penetrant pada daerah yang akan diselidiki dan
membiarkannya selama 10 menit berdasarkan ASME Section V article 6 untuk
memberikan kesempatan liquid penetrant memasuki celah-celah retakan.

Gambar2.3 Aplikasi penetran

4) Pembersihan
Bersihkan liquid penetrant dari permukaan benda kerja dengan kain kering atau
tisu kemudian dengan kain atau tisu yang dilembabkan dengan cleaner. Berhati-
hatilah dan jagalah jangan sampai liquid penetrant yang telah masuk ke dalam celah

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 8


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

Gambar2.4 Pembersihan Liquid Penetrant


5) Aplikasi Developer
Semprotkan developer pada permukaan benda kerja dan membiarkannya selama
10 menit berdasarkan ASME Section V article 6 agar liquid penetrant yang sudah
berada di dalam celah-celah retakan keluar sehingga tampak retakan sesuai dengan
pola warna merah liquid penetrant yang timbul pada developer yang berwarna putih.

Gambar2.5 Proses Penyemprotan Developer


6) Interpretasi dan Evaluasi
Letakkan benda uji pada bidang yang datar, lalu berikan pencahayaan dengan
lampu. Ukur pencahayaan dengan light meter. Pencahayaan pada saat pengujian
tersebut adalah 1725 lux (sesuai dengan standar minimal 1000 lux). Amati
permukaan benda kerja yang telah disemprot dengan developer tersebutapakah
timbul bercak-bercak merah yang berupa garis-garis merah, atau bentukyang lain.
Bila tidak ada berarti pada benda kerja tidak terdapat retak yang timbul sampai
permukaan. Bila terdapat garis merah atau bentuk yang lain maka berarti terdapat
indikasi cacat sebagaimana bentuk yang tampak. Gambarkan dan fotobenda kerja
tersebut. Ukur dan catat hasil pengamatan yang telah diperoleh padalembar kerja
sesuai dengan ukuran dimensi dan letak kerusakan yang terjadi pada

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 9


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

benda kerja. Kemudian kelompokkan indikasi


tersebut berdasarkan bentuk danukuran indikasi dengan standard kriteria penerimaan
menurut ASME VIII Division 1 serta tentukan kriteria penerimaan.

Gambar2.6 Pengukuran jarak lampu dengan material


7) Pembersihan Akhir
Bersihkan kembali benda kerja yang telah diuji dengan sikat baja dan
menyemprotkan cleaner ke seluruh permukaan benda kerja untuk menghilangkan
developer dan sisa-sisa liquid penetrant. Setelah bersih, keringkan dengan kain dan
letakkan kembali pada tempat semula.

a. Penyemprotan benda b. Pembersihan


uji menggunakan cleaner benda uji dengan
majun

Gambar2.7 Proses Pembersihan Akhir

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 10


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01
2.8 Hasil Pengujian
Liquid penetrant test merupakan salah satu uji NDT (Non Destructive Test) yang
dapat mendeteksi cacat yang ada di permukaan pada benda uji. Berdasarkan
pengujian yang telah dilakukan terhadap benda hasil uji pengelasan terdapat 5
indikasi yaitu indikasi rounded .

a. Material sebelum pengujian b. Material setelah pengujian

Gambar2.8 Material sebelum dan setelah pengujian

1. Type of Penetrant : Visible

2. Method : Solvent Removable

3. Time : Precleaning 5 menit, Penetration & Developing 10 menit

4. Surface Condition : Weld

5. Range : Weld Part (A2)

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 11


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

Indikasi cacat

Part/item : L1
Size : 12 x 1
Type of defect : linear
Result : rejected
Remark : tidak memenuhi Kriteria ASME VIII

2.8.1 Pembahasan

 L1, Rejected karena terdapat indikasi linear yang relevan yang memiliki ukuran lebih
besar dari 1/16 inchi atau 1,5 mm. Sehingga tidak memenuhi kriteria penerimaan
pengujian menurut standard ASME Section VIII Division 1 edisi 2021.

2.9 Kesimpulan

1) Liquid penetrant test merupakan salah satu uji NDT (Non Destructive Test) yang dapat
mendeteksi cacat yang ada di permukaan pada benda uji. Berdasarkan pengujian yang
telah dilakukan terhadap benda hasil uji pengelasan, disimpulkan bahwa benda uji
tidak diterima (Reject) karena tidak memenuhi kriteria penerimaan ASME Section VIII
Division 1 edisi 2021.
2) Hasil pengelasan tidak lolos uji liquid penetrant.Berdasarkan data hasil liquid penetrant
test didapatkan 1 indikasi linear yang tidak memenuhi kriteria penerimaan ASME
Section VIII Division 1 edisi 2021. Sehingga hasil pengelasan pada spesimen ini tidak
dapat diterima dan harus mengalami perbaikan

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 12


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

DAFTAR PUSTAKA
 ASME Section V Article 6. Liquid Penetrant Examination, 2021 Edition.

 ASME Section VIII Division 1. Mandatory Appendix 8 Methods for Liquid Penetrant
Examination (PT), 2021 Edition.

 Budi Prasojo, ST [2012], Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS

 Harsono, Dr, Ir & T.Okamura, Dr, [1991], Teknologi Pengelasan Logam, PT. Pradya
Paramita, Jakarta

 M.M. Munir, [2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan
Kapal, PPNS

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 13


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14


LAPORAN RESMI UJI TUMBUK
(IMPACT TEST)

Disusun Oleh :

Kelompok 3
Ariesa Bio Widya Saputra (0322040017)

Dosen pengampu:

Budi Prasojo,ST., MT
Hendri Budi Kurniyanto,S.ST., MT

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERMESINAN KAPAL


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2022
POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

III UJI TUMBUK (IMPACT TEST)

3.1 Sub Kompetensi


Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi modul ini
adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu menganalisa pengaruh takikan (notch) terhadap kekuatan
material.
2. Mahasiswa mampu menganalisa energi dan kekuatan impact dari hasil pengujian
suatu material.
3. Mahasiswa mampu menganalisa pengaruh temperatur terhadap kekuatan
material.
4. Mahasiswa mampu menganalisa temperatur transisi suatu material.
5. Mahasiswa mampu menganalisa jenis patahan suatu material.

3.2 Uraian Materi


Beberapa peralatan pada otomotif dan transmisi serta bagian-bagian pada kereta api,
akan mengalami suatu beban kejutan dalam operasinya. Maka dari itu ketahanan
suatu material terhadap beban mendadak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
sifat material tersebut perlu diketahui dan diperhatikan. Pengujian ini berguna untuk
melihat efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan,
temperatur, dan faktor-faktor lainnya. Impact test bisa diartikan sebagai suatu tes
yang mengukur kemampuan suatu bahan dalam menerima beban tumbuk yang
diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen
dengan ayunan sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 3.1).

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 1


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Penunjuk

Gambar 3.1 Mesin Uji Impact


Bandul yang mempunyai ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen.
Berkurangnya energi potensial dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji
merupakan energi yang diserap oleh spesimen, seperti yang ditunjukkan pada
(gambar 3.2).

Gambar 3.2 Sketsa Perhitungan Energi Impact Teoritis


Keterangan :
ho = Ketinggian bandul sebelum dilepas (m)
h1 = Ketinggian bandul setelah dilepas (m)
ℓ = panjang lengan bandul (m)

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 2


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

α = sudut awal (o)


β = sudut akhir (o)
Besarnya energi impact (joule) dapat dilihat pada skala mesin penguji. Sedangkan
besarnya energi impact dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Eo = W.ho ........................................................................................................ (3.1)
E1 = W.h1 ......................................................................................................... (3.2)
∆E = Eo - E1
= W(ho- h1) ................................................................................................. (3.3)
dari (gambar 3.2) didapatkan
ho = ℓ - ℓcos α
= ℓ(1 - cos α) ............................................................................................... (3.4)
h1 = ℓ - ℓcos β
= ℓ (1 - cos β) .............................................................................................. (3.5)
Dengan substitusi persamaan 3.4 dan 3.5 pada 3.3 didapatkan :
∆E = Wℓ(cosβ - cosα) ....................................................................................... (3.6)
dimana Eo = Energi awal (J)
E1 = Energi akhir (J)
W = Berat bandul (N)
ho = Ketinggian bandul sebelum dilepas (m)
h1 = Ketinggian bandul setelah dilepas (m)
ℓ = panjang lengan bandul (m)
α = sudut awal (o)
β = sudut akhir (o)
Untuk mengetahui kekuatan impact atau impact strength (Is) maka energy impact
tersebut harus dibagi dengan luas penampang efektif spesimen (A) sehingga :
Is = ∆E/A
= Wℓ(cosβ-cosα)/A ..................................................................................... (3.7)
Pada suatu konstruksi, keberadaan takikan atau nocth memegang peranan yang amat
berpengaruh terhadap kekuatan impact. Adanya takikkan pada kerja yang salah
seperti diskontinuitas pada pengelasan, atau korosi lokal bisa bersifat sebagai
pemusat tegangan (stress concentration). Adanya pusat tegangan ini dapat
menyebabkan material brittle (getas), sehingga patah pada beban di bawah yield

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 3


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

strength. Ada tiga macam bentuk takikan pada pengujian impact yakni takikan V, U
dan key hole sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 3.3) di bawah ini.

Gambar 3.3 Jenis Takikan pada Spesimen Uji Impact


Fracture atau kepatahan pada suatu material dapat digolongkan sebagai brittle
(getas) atau ductile (ulet). Suatu material yang mengalami kepatahan tanpa
mengalami deformasi plastis dikatakan patah secara brittle. Sedangkan apabila
kepatahan didahului dengan suatu deformasi plastis dikatakan mengalami ductile
fracture. Material yang mengalami brittle fracture hanya mampu menahan energi
yang kecil saja sebelum mengalami kepatahan. Perbedaan permukaan kedua jenis
patahan sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 3.4).

Gambar 3.4 Pola Patahan Pada Penampang Spesimen Uji Impact


3.2.1 Metode Pengujian Impact
Metode pengujian impact dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Metode Charpy
Pada metode sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 3.5 a), spesimen diletakkan
mendatar dan kedua ujung spesimen ditumpu pada suatu landasan. Letak takikan
(notch) tepat di tengah dengan arah pemukulan dari belakang takikan. Biasanya

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 4


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

metode ini digunakan di Amerika dan banyak negara yang lain termasuk
Indonesia.
2. Metode Izod
Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 3.5 b), spesimen dijepit
pada salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah pemukulan dari depan
takikan. Biasanya metode ini digunakan di Inggris.

Gambar 3.5 Metode Pengujian a. Charpy dan b. Izod


3.2.2 Temperatur Transisi
Kemampuan suatu material untuk menahan energi impact sangat dipengaruhi oleh
temperatur kerja. Pengaruh temperatur terhadap kekuatan impact setiap jenis
material berbeda-beda. Baja karbon merupakan salah satu contoh logam yang
kekuatan impact-nya turun drastis bila berada pada temperatur yang sangat dingin
(-1000 C). Sebaliknya aluminium adalah contoh logam yang masih mempunyai
kekuatan impact yang cukup tinggi pada temperatur yang sangat dingin tersebut.
Pada umumnya kenaikan temperatur akan meningkatkan kekuatan impact logam,
sedangkan untuk penurunan temperatur akan menurunkan kekuatan impact-nya. Di
antara kedua kekuatan impact yang ekstrim tersebut ada suatu titik temperatur yang
merupakan transisi dari kedua titik ekstrim tersebut yakni suatu temperatur yang
menunjukkan perubahan sifat material dari ductile menjadi brittle. Titik temperatur
tersebut disebut “temperatur transisi” (gambar 3.6).

Gambar 3.6 Temperatur Transisi


ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 5
POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Apabila temperatur operasi dari suatu peralatan berada di bawah temperatur transisi
dari material yang digunakan, maka adanya crack pada material fracture akan
menyebabkan kerusakan pada peralatan, sedangkan apabila temperatur operasi
terendah masih di atas temperatur transisi dari material, maka brittle fracture bukan
merupakan masalah.

3.3 Alat
1. Mesin Uji Impact
2. Thermo couple
3. Kompor listrik dan panci
4. HP (stopwatch)
5. Jangka sorong
6. Kikir
7. Stamping
8. Ragum
9. Tang
10. Palu
11. Sarung tangan
12. Thermos
13. Hand Grinding

3.4 Bahan
1. Spesimen uji impact untuk temperatur panas (1 buah)
2. Spesimen uji impact untuk temperatur kamar (1 buah)
3. Spesimen uji impact untuk temperatur dingin (1 buah)
4. Es batu

3.5 Prosedur Keselamatan


Sebelum praktikum pengujian bahan dilaksanakan, mahasiswa harus meyakinkan
dahulu telah melengkapi diri dengan APD (Alat Pelindung Diri) sebagai berikut:
1. Pakaian dan celana bengkel.
2. Safety shoes.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 6


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

3. Kacamata pelindung harus digunakan bila melakukan penggerindaan dengan


gerinda mesin.
4. Sarung tangan.

3.6 Langkah Kerja


1. Menyiapkan Spesimen
a. Bersihkan permukaan benda kerja dengan hand grinder.
b. Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
2. Kodifikasi
a. Ambil stamping dan tandai tiap spesimen dengan kode 1 digit
b. Digit menunjukkan temperatur kerja :
D = Temperatur Dingin (0.2°C)
P = Temperatur Panas (150°C)
R = Temperatur Ruangan (28.2oC)
3. Pengukuran Dimensi
a. Ambil spesimen, kemudian ukur dimensinya.
b. Catat kode spesimen dan data pengukurannya pada lembar kerja.
c. Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
4. Pengkondisian Spesimen Pada Temperatur Kerja
Temperatur dingin (0.2°C)
a. Siapkan es batu dan masukkan ke dalam termos.
b. Masukan spesimen yang berkode 1 ke dalam termos.
c. Tunggu ± 10 menit kemudian ukur temperatur spesimen dalam termos.
d. Catat pada lembar kerja, temperatur sesaat sebelum spesimen diambil untuk
diuji impact.
Temperatur panas (150oC)
a. Nyalakan oven listrik dan atur suhu menjadi 150°C
b. Tunggu sampai oven panas dan masukkan spesimen berkode P ke dalam
oven dan tunggu ±5 menit.
c. Ukur temperatur oven sesaat sebelum spesimen diambil untuk diuji
impact.
d. Catat pada lembar kerja.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 7


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Temperatur ruangan (28.2°C)


a. Untuk temperatur kamar, spesimen berkode R bisa langsung diuji.
Pengujian pada Mesin Uji Impact
a. Catat data mesin pada lembar kerja.
b. Tempatkan bandul pada posisi awal untuk pengujian.
c. Atur jarum penunjuk pada posisi 0.
d. Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat dan cepat,
terutama untuk kondisi panas dan dingin.
e. Letakkan tangan kiri pada pen pengunci beban dan tangan kanan pada rem.
f. Tekan pen pengaman dan pen pengunci beban, sehingga bandul meluncur
menumbuk spesimen.
g. Tekan rem dengan tangan kanan ketika bandul hendak mengayun untuk yang
kedua kalinya.
h. Amati dan catat besarnya sudut dan besarnya energi yang ditunjukkan oleh
jarum penunjuk.
i. Ambil foto / gambar pada jarum penunjuk
j. Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
5. Menentukan panjang lengan bandul
a. Angkat bandul sehingga membentuk sudut 10o dari garis tegak.
b. Lepaskan bandul sehingga berayun.
c. Ukur dengan stopwatch waktu yang dibutuhkan untuk 50 ayunan (T50).
d. Hitung lengan bandul dengan menggunakan persamaan berikut :
T=2√(𝓵/𝒈) ........................................................................................... (3.8)
Dimana : T = periode (detik) = T50 / 50
ℓ = panjang lengan bandul (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)

3.4 Hasil dan Analisis

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 8


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

3.4.1 Hasil
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Impact Test

α : 160,43⁰ Weight of Head: 96,5 Length of Arm: 0,797 m

No. Specimen Length l Weight w Overall Thick t Thick.at Notch Cross Section An
Stamp (mm) (mm) (mm) tn(mm) (mm2)
1. D 54,8 9,9 10,2 8,4 83,16

2. P 55,5 9,9 10,1 8,4 83,16

3. R 55,1 9,9 10 8,4 83,16

No. Specime Type of Location Temp Angle E E Strength Lateral


n Stamp Notch of Notch Impact Theori (J/mm2) Expansi
(⁰C) β(⁰) Type of
(J) c (J) on (mm)
Fracture

1. D V Center 0,2⁰ 92⁰ 70 69,7 0,83 0,8 Campuran

2. P V Center 150⁰ 71⁰ 99 97,5 1,13 1,7 Brittle

3. R V Center 28,2⁰ 85⁰ 80 79,1 0,95 1,4 Campuran

3.4.2 Analisis
1. Perhitungan kekuatan Impact (J/mm2) sesuai pengujian
a. Spesimen “D” (dingin) temperatur 0,2oC
Diketahui:
Eimpact = 70 joule
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = E/An
= 70 joule/83,16 mm2
= 0,841 joule/mm2

b. Spesimen “P” (panas) temperatur 150oC

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 9


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Diketahui:
Eimpact = 99 joule
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = E/An
= 99 joule/83,16 mm2
= 1,190 joule/mm2
c. Spesimen “R” (ruangan) temperatur 28,2⁰C
Diketahui:
Eimpact = 80 joule
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = E/An
= 80 joule/83,16 mm2
= 0,962 joule/mm2
2. Perhitungan Kekuatan Impact (J/mm2) sesuai Teori
Mencari panjang lengan (L)
Waktu 50 periode (T50) = 89,55 detik
Periode 1/50 = 1,79 detik
𝐿
T = 2 𝜋 √𝑔

𝐿
1,79 = 2𝜋√9,81

𝐿
(1,79)2 = 42. 9.81

L = 0,797 m
Berat bandul (W) = 96,5 N
Sudut Awal (α) = 160,43o
a. Spesimen “D” (dingin) temperatur 0.2oC
Diketahui:
Sudut akhir (β) = 92o
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = W.ℓ(cosβ-cosα)/An
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 10
POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

=96,5 N.0,797 m(cos0.2o – cos160,34o)/83.16 mm2


= 0,839 joule/mm2
b. Spesimen “P” (panas) temperatur 150oC
Diketahui:
Sudut akhir (β) = 71o
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = W. ℓ (cosβ-cosα)/An
= 96,5 N.0,797 m (cos 71o – cos 160,34o)/83.16 mm2
= 1,172 joule/ mm2
c. Spesimen “R” (ruangan) temperatur 28.2oC
Diketahui:
Sudut akhir (β) = 85o
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = W.ℓ (cosβ – cosα)/An
= 96,5 N.0,797 m (cos85o – cos160,34o)/83.16 mm2
= 0,952 joule/ mm2

Tabel 3.2 Perbandingan Kekuatan Impact Hasil Pengujian dan Hasil Perhitungan
Selisih Impact
Impact Impact strength
strength hasil
Temperatur strength hasil hasil
Spesimen pengujian dan hasil
(o C) pengujian perhitungan
perhitungan
(J/mm2) (J/mm2)
(J/mm2)
1 0,2 o 0,841 0,839 0,002
2 150 o 1,190 1,172 0,018
3 28,2 o 0,962 0,952 0,01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 11


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 3.7 Grafik Impact Strength


Berdasarkan kurva impact strength hasil perhitungan pada spesimen dingin (D)
bertemperatur 0,2ºC nilai impact strength sebesar 0,839 J/𝑚𝑚2 . Spesimen berkode
(R) yang berada diruangan bertemperatur 28,2ºC dan mengalami kenaikan nilai
impact strength sebesar 0,113 J/𝑚𝑚2 . Kemudian spesimen berkode (P) dipanaskan
hingga temperatur 150ºC dan mengalami kenaikan sebesar 0,22 J/𝑚𝑚2 . Begitu juga
pada kurva impact strength hasil pengujian pada spesimen dingin (D) bertemperatur
0,2ºC memiliki nilai impact strength sebesar 0,841 J/𝑚𝑚2 .Spesimen yang berada
diruangan bertemperatur 28,2ºC (R) dan mengalami penurunan nilai impact strength
sebesar 0,121 J/𝑚𝑚2 . Kemudian spesimen dipanaskan hingga temperatur 150ºC (P)
dan mengalami kenaikan sebesar 0,228 J/𝑚𝑚2 . Pada hasil perhitungan dan
pengujian memiliki perbedaan nilai impact strength yang disebabkan ketidaktepatan
data hasil pengujian dan hasil perhitungan dikarenakan kesalahan perhitungan
mencari panjang lengan. Hal ini terjadi dalam pencatatan waktu 50 periode, sehingga
berpengaruh pada perhitungan dalam menentukan periode. Selain itu,
ketidakakuratan pada saat membaca nilai impact dan sudut akhir pada alat ukur
berpengaruh pada nilai kekuatan impact dari hasil pengujian dan perhitungan.
Jika dibandingkan gambar 3.6 grafik memiliki kesamaan dikarenakan semakin tinggi
temperatur semakin tinggi nilai impact strength nya. Karena pada umumnya
kenaikan temperatur akan meningkatkan kekuatan impact logam. Semakin tinggi
temperatur maka internal stress menurun menyebabkan kerapatan molekul semakin
renggang maka impact strenght nya semakin naik sebaliknya semakin turun

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 12


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

temperatur maka internal stress naik menyebabkan kerapatan molekul semakin rapat
maka impact strenght nya semakin turun.

3.8 Kesimpulan
Uji kekuatan tumbuk (impact test) merupakan salah satu cara untuk
mengukurkekuatan material terhadap beban mendadak. Pengujian ini dilakukan pada
tiga temperatur yang berbeda yakni pada temperatur 0.2oC, 28.2oC, dan 150oC. Dari
analisa perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan temperatur
mempengaruhi impact strength.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 13


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

DAFTAR PUSTAKA

 Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin FTI,
ITS
 Harsono, Dr, Ir & T.Okamura, Dr, [1991], Teknologi Pengelasan Logam, PT.
Pradya Paramita, Jakarta
 M.M. Munir, [2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan
Kapal, PPNS
 Prasojo, Budi ST [2012], Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS
 Wachid Suherman, Ir, [1987], Diktat Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik Mesin
FTI, ITS

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

LEMBAR KERJA

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 15


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 16


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 17


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 18


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 19


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 20


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 21


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 22


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 23


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 24


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 25


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 26


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 27


POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 28


LAPORAN RESMI
ILMU PENGETAHUAN BAHAN
“MAGNETIC PARTICLE TEST”

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Ariesa Bio Widya Saputra(0322040017)

Dosen pengampu:

Budi Prasojo, ST., MT

Hendri Budi Kurniyanto, S.ST., MT

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERMESINAN KAPAL

JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

IV MAGNETIC PARTICLE TEST

4.1 Sub Kompetensi


Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi laporan ini
adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan syarat-syarat suatu komponen dapat diuji
dengan Magnetic Particle Test.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis indikasi yang mampu dideteksi
dengan Magnetic Particle Test.

4.2 Uraian Materi


Magnet merupakan suatu logam yang dapat menarik besi, dan selalu memiliki dua
kutub yaitu kutub utara dan kutub selatan. Dimana arah medan magnet disetiap titik
bersumber dari kutub utara menuju ke selatan dan mengarah dari kutub selatan ke
utara di dalam magnet. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Garis Gaya


Magnet
Prinsip dasar pengujian Magnetik Partikel yaitu spesimen atau benda uji tersebut
dimagnetisasi dengan cara memberikan medan magnet. Karena perlakuan yang
seperti itu, maka pada benda uji akan timbul medan magnet sebagai akibat dari
adanya beda potensial (arus listrik mengalir dari tegangan tinggi ke tegangan
rendah). Pada daerah tersebut ditaburkan serbuk ferromagnetik. Selanjutnya serbuk
ferromagnetik tersebut akan mengikuti bagian yang cacat dari benda uji tersebut.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 1


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
4.2.1 Metode Magnetisasi
Pada medan magnet yang terjadi sangat tergantung dengan metode magnetisasi yang
digunakan.Beberapa jenis metode magnetisasi dan medan magnet yang timbul
adalah sebagai berikut:
1. Magnetisasi Sirkular
Arah medan magnet sirkular berbentuk melingkar, yakni melingkari penghantar
arus / kawat yang digunakan sesuai dengan kaidah tangan kanan sebagaimana
ditunjukkan gambar 4.2.

Gambar 4.2 Kaidah Tangan Kanan

Dari gambar 4.2 tersebut, tampak arah ibu jari menunjuk arah aliran arus listrik,
sedangkan arah 4 jari yang lain menunjuk arah garis-garis magnet atau disebut
juga medan magnet. Beberapa perlatan MPT yang mengguna-kan prinsip kerja
ini antara lain :
a. Magnetisasi tak langsung
Pada magnetisasi tak langsun ini, arus listrik dialirkan ke konduktor sentraI.
Medan magnet mengenai bahan dan benda yang dilingkupinya dengan arah
melingkar. Metode ini lebih dikenal dengan istilah central konduktor
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.3.

Current Circular
Deffect Field

Gambar 4.3 Central Conductor

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 2


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

b. Magnetisasi langsung, arus listrik dialirkan pada bahan yang akan


dimagnetisasi, sebagaimana di tunjukkan pada gambar 4.4.

Arah medan magnet Deffect


arah arus

Gambar 4.4 Magnetisasi langsung

c. Magnetisasi Prod, magnetisasi dengan cara material ferromagnetik dililiti


dengan logam tembaga kemudian dialiri arus listrik, sebagaimana di tunjukkan
pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Magnetisasi Prod

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 3


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

2. Magnetisasi Longitudinal
Dihasilkan dari arus listrik yang dialirkan dalam koil, sebagaimana di tunjukkan
pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Magnetisasi Longitudinal


3. Magnetisasi Yoke
Magnetisasi dengan menggunakan yoke. Dengan cara ujung kaki yoke ditempelkan
pada material yang akan dimagnetisasi, sebagaimana di tunjukkan pada gambar
4.7.

Gambar 4.7 Magnetisasi Yoke

4.2.2 Jenis – jenis Magnet


1. Magnet permanen
Merupakan bahan – bahan logam tertentu yang jika dimagnetisasi maka bahan
logam tertentu akan mampu mempertahankan sifat magnetnya dalam jangka
waktu yang lama (permanen).

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 4


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

2. Elektromagnet
Merupakan magnet yang terbuat dari bahan ferromagnetik yang jika diberikan
arus listrik maka bahan tersebut akan menjadi magnet tetapi jika pemberian
arus listrik dihentikan, maka sifat magnet pada bahan tersebut akan hilang.

4.2.3 Metode Pengerjaan Berdasarkan Waktu Magnetisasi


Berdasarkan waktu terjadinya magnet dan aplikasi ferro serbuk magnet pada saat
timbulnya medan magnet, dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Medan Magnet Kontinyu :
Magnetisasi berlangsung secara terus menerus bersamaan dengan pemberian
serbuk ferromagnetik basah (suspensi) atau yang kering.
2. Medan Magnet sisa (residual) :
Partikel ferromagnetik kering diberikan setelah proses magnetisasi berakhir.

4.2.4 Metode Pengaplikasian Partikel Ferromagnetik


Adapun berdasarkan jenis partikel ferromagnetik yang digunakan untuk inspeksi
ada 2 metode yaitu :
1. Metode Kering
Partikel magnetik yang digunakan berupa bubuk kering. Metode ini digunakan
pada permukaan benda uji yang kasar. Suhu kerja yang baik yaitu pada suhu
kamar 10oC hingga 55oC, metode ini juga masih dapat dilakukan pada suhu
tinggi asalkan benda uji masih berwujud padat. Metode ini tidak cocok
dilakukan pada suhu dingin karena serbuk ferromagnetik akan lengket terkena
embun. Warna partikel ferromagnetik yang dipilih harus kontras terhadap
benda uji. Bubuk diarahkan pada lokasi yang diinginkan secara perlahan-lahan,
sisa partikel yang berlebih dihilangkan dengan air

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 5


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

2. Metode Basah
Partikel magnetik yang digunakan dalam bentuk suspensi. Metode ini bisa
digunakan pada metode kontinyu maupun residual. Metode basah biasa
digunakan pada permukaan benda uji yang halus. Metode ini cocok digunakan
pada suhu dingin dan batas maksimalnya adalah tidak boleh lebih dari batas
akhir temperatur kamar, yaitu 55oC karena suspensi akan mengalami
penguapan jika suhu terlalu panas.

4.2.5 Teknik Inspeksi


Pemilihan teknik inspeksi partikel magnetik didasarkan pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Kondisi Permukan Benda Uji :
Kasar : Metode Kering
Halus : Metode Basah
2. Partikelnya:
Kering : Serbuk Kering
Basah : Suspensi
3. Warna serbuk partikelnya harus kontras

4.2.6 Evaluasi Indikasi berdasarkan standart ASME (American Society of


Mechanical Engineers) :
1. Evaluasi Indikasi Menurut ASME (American Society of Mechanical Engineers)
Section VIII Division I edisi 2021 Mandatory Appendix 6. Suatu indikasi
adalah bukti suatu cacat/ketidaksempurnaan mekanik. Hanya indikasi yang
mempunyai ukuran (dimensi) lebih besar dari 1/16 inchi (1,5 mm) yang akan
dipertimbangkan. Dengan demikian, berdasarkan ukurannya, indikasi yang
muncul ada 2 macam yaitu:
a. Indikasi relevan
Yaitu indikasi yang mempunyai ukuran lebih besar dari 1/16” (1,5 mm).

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 6


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

b. Indikasi non relevan


Yaitu indikasi yang mempunyai ukuran lebih kecil atau sama dengan
1/16” (1,5 mm).
Klasifikasi lain yang mempunyai ukuran lebih kecil atau sama dengan
pengujian adalah klasifikasi berdasarkan bentuknya. Berdasarkan bentuknya
indikasi dapat dipilih sebagai berikut :
a. Indikasi Linier jika indikasi berbentuk garis yang memiliki panjang lebih
besar dari tiga kali lebarnya.
b. Indikasi Rounded jika bentuk indikasi melingkar atau menyerupai elips
dengan panjang kurang atau sama dengan tiga kali lebarnya.
c. Indikasi–indikasi lain yang masih muncul kala indikasi muncul tidak
jelas, apakah linier atau rounded, maka akan diuji lagi untuk memastikan.
Indikasi palsu adalah indikasi yang muncul akibat kurang bersihnya
permukaan.
2. Kriteria penerimaan pada pengujian Magnetic Particle Test menurut standard
ASME (American Society of Mechanical Engineers) Section VIII Division I
edisi 2021 Mandatory Appendix 6 adalah bahwa pada proses pengujian,
permukaan material harus terbebas dri hal-hal sebagai berikut :
a. Indikasi linier yang relevan.
b. Indikasi rounded yang relevan dengan ukuran lebih besar dari 3/16 inchi
(5 mm).
c. Memiliki empat atau lebih indikasi rounded yang relevan dalam satu garis
dengan jarak 1/16 inchi (1,5 mm) atau kurang dari tepi ke tepi.
4.3 Alat
1. Sikat baja
2. Light Meter (Lux meter)
3. Magnet Yoke
4. Gauss Meter
5. Lampu 28 watt
6. Penggaris

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 7


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
4.4 Bahan
1. Cleaner
2. White Contrast Paint
3. Wet Particel (THF)
4. Kain Majun

4.5 Prosedur Keselamatan


Sebelum praktikum pengujian bahan dilaksanakan, mahasiswa harus meyakinkan
dahulu telah melengkapi diri dengan APD (Alat Pelindung Diri) sebagai berikut :
1. Safety shoes
2. Masker
3. Sarung tangan

4.6 Prosedur Kerja


1. Persiapan Alat (Surface Preparation)
Menguji kekuatan yoke terlebih dahulu (Power Lifting of Yoke) berdasarkan
ASME section V Article 7 (T-773, 2), yaitu untuk arus AC yoke harus mampu
mengangkat beban seberat 4,5 kg (10 lb) pada maximum pole spacing-nya.
Apabila yoke masih dapat mengangkat beban yang disyaratkan, maka yoke
tersebut masih layak untuk digunakan. Pengujian lifting power ini biasanya
dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sekali. Dan lakukan pengukuran
intensitas cahaya terlebih dahulu sebagaimana pada gambar 4.8

Gambar 4.8 Pengukuran intensitas cahaya dengan Light Meter

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 8


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

2. Pre Cleaning
Hasil penngelasan dibersihkan permukaannya dari oli dan kotoran lain yang
berupa karat, lemak, cat dan kotoran lainnya dengan menggunakan cleaner,
sebagaimana di tunjukkan pada gambar 4.9.

Gambar 4.9 Persiapan Permukaan (Pre Cleaning)


3. Penyemprotan White Contrast Paint
Material uji disemprot dengan White Contrast Paint (WCP 2) secara merata,
tunggu hingga White Contrast Paint kering. Setelah kering, atur yoke dengan
arah membentuk huruf X (menyilang) sehingga dapat memagnetisasi material
uji dengan baik dan pada saat proses memagnetisasi material uji yoke
ditempatkan pada posisi yang berbeda-beda sehingga tampak semua
discontinuity yang ada pada material uji tersebut baik crack yang ada di
permukaan maupun yang sub-surface, sebagaimana di tunjukkan pada gambar
4.10.

Gambar 4.10 Penyemprotan White Contrast Paint

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 9


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

4. Magnetisasi Material Uji


Saat yoke memagnetisasi material uji, material uji disemprotkan wet particle
hingga tampak indikasi yang ada pada material uji tersebut, sebagaimana di
tunjukkan pada gambar 4.11.

Gambar 4.11 Magnetisasi Material Uji


5. Interpretasi dan Evaluasi
Nyalakan lampu dan light meter minimal 1000 lux (100 fc) lalu ukur indikasi
yang muncul dan dicatat, berikan penilaian kriteria indikasi dan menentukan
apakah spesimen harus diperbaiki atau tidak dengan cara membandingkan
indikasi benda uji dengan standart penerimaan.
6. Demagnetisasi
Bertujuan untuk menghilangkan sisa sifat magnet yang terdapat pada benda uji
agar benda uji tersebut tidak menarik serbuk-serbuk besi yang nantinya akan
menyulitkan saat proses pembersihan. Demagnetisasi dapat dilakukan dengan
menjauhkan yoke dari benda uji dengan perlahan sambil memutar 180˚ ke arah
kiri dan kanan secara berulang. Ukur kembali sisa magnet yang masih ada
dengan Gauss meter.
7. Post Cleaning/pembersihan akhir.
Post Cleaning/pembersihan akhir ini dimaksudkan untuk membersihkan benda
uji dari sisa-sisa pemberian serbuk magnetik pada saat pengujian dengan
menggunakan cleaner dan kain.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 10


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

4.7 Hasil Pengujian & Pembahasan


4.7.1 Hasil Pengujian
Berikut gambar akhir benda yang didapatkan setelah dilakukan pengujian,
sebagaimana di tunjukkan pada gambar 4.12 dan di gambarkan dengan sketsa
seperti pada gambar 4.13.

Indikasi
Non-relevan I₃
I₅

I₁
I₆ I₄ I₂

Gambar 4.13 Sketsa Indikasi (dalam satuan (mm))

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 11


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

4.7.2 Pembahasan
Dari praktikum dan data hasil pengujian magnetic particle test pada specimen terdapat
8 indikasi, setelah dilakukan proses evaluasi, indikasi pada spesimen sebagaimana di
tunjukkan pada table 4.1.
Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengukuran Indikasi
Result
Size Type of
NO Part/ Item Remark
(mm) Defect Accepted Reject
B3
1 8x1 Linear  
B3
2 6x1 Linear  
B3
3 5x1 Linear  
B3
4 5x1 Linear  
B3
5 8x1 Linear  
B3
6 6x1 Linear  

Lighting Equipment : Lampu 13 Watt LED lamp


Light Intensity : 1349 Lux
Dari data hasil pengujian magnetic particle test pada specimen terdapat 8 indikasi, setelah
dilakukan proses evaluasi, indikasi pada spesimen termasuk linear indication relevan dan
semua indikasi yang terdapat pada specimen ditolak (rejected) karena telah memenuhi syarat
sebagai linear indication yang relevan. Hal tersebut sesuai dengan kriteria penerimaan
pengujian menurut standar ASME Section VIII Division 1 edisi 2021.
Keterangan penolakan :
1. Indikasi 1 memiliki ukuran 8 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected)
2. Indikasi 2 memiliki ukuran 6 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected)

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 12


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

3. Indikasi 3 memiliki ukuran 5 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected)

4. Indikasi 4 memiliki ukuran 5 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected).

5. Indikasi 5 memiliki ukuran 8 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected).

6. Indikasi 6 memiliki ukuran 6 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected).

4.8 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Magnetic Particle Test ada 6 indikasi yang didapatkan. Dilihat dari data
hasil Magnetic Particle Test pada tabel 4.1, berdasarkan bentuknya semua indikasi berupa
linear dengan ukuran lebih dari 1,5 mm (1/16”) yang tidak sesuai dengan standar
penerimaan, sehingga benda uji ditolak (rejected).

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 13


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

DAFTAR PUSTAKA

ASME Section V Article 7. Magnetic Particle Examination, 2010 Edition.


ASME Section VIII Division 1. Mandatory Appendix 6 Methods for Magnetic Particle
Examination (MT), 2010 Edition.
Prasojo, ST.,MT., Budi. 2012. Modul Ajar Ilmu Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik Perpipaan.
PPNS.
Dosen Metalurgi, (1986), Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin FTI ITS.
Harsono, Dr. Ir. & T. Okumura, dr. (1991), Teknologi Pengelasan Logam, PT Pradya Paramita,
Jakarta.
Hendroprasetyo, M.Eng., Wing. Magnetic Particle Testing General, ITS, Surabaya.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Lembar Kerja

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 15


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 16


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 17


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 18


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 19


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 20


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 21


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 22


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 23


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 24


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4-ME1A 25


LAPORAN RESMI
ILMU PENGETAHUAN BAHAN
“HARDNESS TEST”

Disusun Oleh :
Kelompok 1

Ariesa Bio Widya Saputra (0322040012)

Dosen pengampu:

Budi Prasojo, ST., MT

Hendri Budi Kurniyanto, S.ST., MT

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERMESINAN KAPAL

JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

V UJI KEKERASAN (HARDNESS TEST)

5.1 Sub Kompetensi


Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi laporan ini
adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test) terhadap
suatu material dengan metode Vickers.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test) terhadap
suatu material dengan metode Brinell.
3. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kekerasan (hardness test) terhadap
suatu material dengan metode Rockwell.

5.2 Uraian Materi


Kekerasan (Hardness) suatu bahan boleh jadi merupakan sifat mekanik yang paling
penting, karena pengujian ini dapat digunakan untuk menguji homogenitas suatu
material. Selain itu kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik
yang lain. Bahkan nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu material dapat dikonversi
dari kekerasannya tabel 5.1. Beberapa sifat bahan yang berhubungan dengan
kekerasan ditunjukkan pada gambar 5.1. Semakin keras suatu material, maka
semakin tinggi kekuatan tariknya (tensile strength), semakin tinggi pula tingkat
kegetasannya (brittleness) dan semakin rendah keuletannya (ductility). Sebaliknya,
semakin lunak suatu material, makin semakin rendah pula tensile strength-nya,
semakin turun kegetasaanya dan semakin naik keuletannya. Atau dengan kata lain
hardness suatu material berbanding lurus dengan strength dan brittleness serta
berbanding terbalik dengan ductility.

Strength

Hardness Brittleness
s
Ductility

Gambar 5.1 Hubungan Hardness dengan sifat bahan yang lain.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 1


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Tabel 5.1 Konversi hardness ke tensile strength

Tensile Brinell Vickers Rockwell Rockwell


Strenght (MPa) Hardness Hardness Hardness Hardness
(BHN) (DPH) (HRB) (HRC)
285 86 90
320 95 100 56.2
350 105 110 62.3
385 114 120 66.7
415 124 130 71.2
450 133 140 75.0
480 143 150 78.7
510 152 160 81.7
545 162 170 85.0
575 171 180 87.1
610 181 190 89.5
640 190 200 91.5
675 199 210 93.5
705 209 220 95.0
740 219 230 96.7
770 228 240 98.1
800 238 250 99.5
820 242 255 23.1
850 252 265 24.8
880 261 275 26.4
900 266 280 27.1
930 276 290 28.5
950 280 295 29.2
995 295 310 31.0
1030 304 320 32.2
1060 314 330 33.3
1095 323 340 34.4
1125 333 350 35.5
1155 342 360 36.6

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 2


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Lanjutan Tabel 5.1 Konversi hardness ke tensile strength

Tensile Brinell Vickers Rockwell Rockwell


Strenght (MPa) Hardness Hardness Hardness Hardness
(BHN) (DPH) (HRB) (HRC)
1190 352 370 37.7
1220 361 380 38.8
1255 371 390 39.8
1290 380 400 40.8
1320 390 410 41.8
1350 399 420 42.7
1385 409 430 43.6
1420 418 440 44.5
1455 428 450 45.3
1485 437 460 46.1
1520 447 470 46.9
1555 456 480 47.7
1595 466 490 48.4
1630 475 500 49.1
1665 485 510 49.8
1700 494 520 50.5
1740 504 530 51.1
1775 513 540 51.7
1810 523 550 52.3
1845 532 560 53.0
1880 542 570 53.6
1920 551 580 54.1
1955 561 590 54.7
1995 570 600 55.2
2030 580 610 55.7
2070 589 620 56.3
2105 599 630 56.8
2145 608 640 57.3
2180 618 650 57.8
(Applies for plain carbon and low-alloy steels and cast steel and to a limited extent for
high-alloy and/or work hardened steel)

Istilah kekerasan (hardness) sebenarnya sangat sulit untuk didefinisikan secara


tepat, karena setiap bidang ilmu memberikan definisinya sendiri-sendiri sesuai
persepsi dan keperluan yang melatarbelakangi. Meskipun demikian dalam tinjauan
teknik (engineering) yang menyangkut logam, satu definisi yang cukup mewakili
menyatakan bahwa kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk tahan terhadap
indentasi/penetrasi atau abrasi.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 3


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Pengujian hardness dilakukan dengan mesin uji hardness yang sketsanya


sebagaimana ditunjukkan pada gambar 5.2. Ada beberapa metode pengujian
kekerasan yang digunakan untuk menguji kekerasan logam, yaitu :
1. Metode Pengujian Kekerasan Brinell
2. Metode Pengujian Kekerasan Vickers
3. Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
4. Metode Pengujian Kekerasan Rockwell Superficial
5. Metode Pengujian Kekerasan Knoop
6. Metode Pengujian Kekerasan Shore Scleroscope
7. Metode Pengujian Kekerasan Sonodur
8. Metode Pengujian Kekerasan Moh
9. Metode Pengujian Kekerasan File
Dari kesembilan metode tersebut, hanya tiga saja yang akan dibahas, yaitu Brinell,
Vickers dan Rockwell.
5.2.1 Metode Pengujian Kekerasan Brinell
Brinell merupakan metode pengujian kekerasan yang paling tua, meskipun demikian
masih banyak digunakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metode
pengujian kekerasan Brinell adalah sebagai berikut :
1. Spesimen harus memenuhi persyaratan :
a. rata dan halus
b. ketebalan minimal 6 mm
c. dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horizontal.
2. Indentor yang digunakan adalah bola baja yang telah dikeraskan, namun untuk
bahan yang sangat keras (sampai 650 BHN) digunakan bola dari karbida tungsten.
Jarak antara titik pengujian minimal dua kali diameter tapak indentasi

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 4


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 5.2 Sketsa Mesin Uji Hardness

3. Pemakaian beban (P) dan diameter indentor (D) harus memenuhi syarat
perbandingan :
P/D2 = k…………………………………………………………….( 5.1 )
Dimana :
k =30 untuk baja
k =10 untuk tembaga dan paduannya
k =5 untuk aluminium dan paduannya.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 5


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menekankan


indentor pada permukaan spesimen selama 10 – 30 detik (gambar 5.3. a-c).

d1

d2

b. Saat indentasi
a. Sebelum indentasi c. Setelah indentasi d. Pengukuran diameter
indentasi pada layar

Gambar 5.3 Metode Pengujian Kekerasan Brinell

5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan BHN (Brinell Hardness
Number) yang dihitung berdasarkan diameter indentasi dengan persamaan
sebagai berikut :
BHN = 2P/[(D){D – (D2 – d2)1/2}].......................................................( 5.2 )
Dimana :
P = gaya tekan (kg)
D = diameter bola indentor (mm)
d = diameter indentasi ([d1+d2]/2) dalam mm
6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 BHN 2,5/150 – 10
Dimana :
150 = nilai kekerasan
BHN = metode pengujian Brinell
2,5 = diameter indentor (mm)
150 = gaya pembebanan (kg)
10 = waktu pembebanan (detik)
7. Karena pengukuran dilakukan secara manual, maka memberi peluang untuk
terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu dimungkinkan terutama pada saat
pemfokusan obyek pada layar, peletakan alat ukur pada obyek dan pembacaan
pengukurannya.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 6


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

5.2.2 Metode Pengujian Kekerasan Vickers


Pada dasarnya metode pengujian kekerasan Vickers hampir sama dengan Brinell,
hanya indentornya saja yang berbeda. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
metode pengujian kekerasan Vickers adalah sebagai berikut :
1. Spesimen harus memenuhi persyaratan :
a. Rata dan halus (sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan)
b. Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horizontal.
2. Indentor yang digunakan adalah intan yang berbentuk piramida beralas bujur
sangkar dengan sudut puncak antra dua sisi yang berhadapan 136° (gambar
5.4).

136
0 d1
d1
d2
d2

136
a. Indentor0piramida intan b. Tapak indentasi c. Pengukuran
diagonal indentasi
pada layar

Gambar 5.4 Metode Pengujian Hardness Vickers


3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk plat yang tipis harus
digunakan beban yang ringan sehingga tidak terjadi anvile effect. Anvile effect
ini terjadi kalau spesimen uji hardness terlalu tipis, sementara beban pengujian
cukup besar sehingga indentor seakan mengindetasi anvile-nya.
4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menekan
indentor pada permukaan spesimen selama 10 – 30 detik.
5. Selain dengan HVN atau HV, nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan juga
dengan satuan DPH (Vickers Diamond Pyramidal Hardness) yang dihitung
berdasarkan panjang diagonal indentasi dengan persamaan sebagai berikut :
DPH=[2Psin (/2)]/d2 ....................................................................................(5.3)
Untuk = 136˚
DPH=1,854P/d2 ..............................................................................................(5.4)

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 7


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Dimana:
P = gaya tekan (kg)
d = diagonal indentasi (mm)
= (d1+d2)/2
6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 DPH 150/10
Dimana :
150 = Nilai kekerasan
DPH = Metode pengujian Vickers
150 = Gaya pembebanan (kg)
10 = Waktu pembebanan (detik)
7. Sama dengan metode Brinell, karena pengukuran dilakukan dengan cara manual,
maka memberi peluang untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu
dimungkinkan terutama pada saat pemfokusan obyek pada layar, peletakan alat
ukur pada obyek dan pembacaan pengukurannya.
5.2.3 Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers yang masih menggunakan pengukuran
manual, dengan metode Rockwell nilai kekerasan langsung dapat dibaca pada skala
yang terdapat pada mesin. Dengan metode ini nilai kekerasan spesimen langsung
dapat dibaca dari skala yang terdapat pada mesin. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada metode pengujian kekerasan Rockwell adalah sebagai berikut:
1. Spesimen harus memenuhi persyaratan :
a. Rata dan halus.
b. Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horizontal.
2. Metode Rockwell mempunyai beberapa skala pengukuran, dimana pemakaiannya
tergantung pada kombinasi jenis indentor dan beban utama yang digunakan. Ada
tiga jenis indentor dengan tiga jenis beban utama, sehingga terdapat sembilan
kombinasi sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 5.5). Sedangkan jenis skala
dan kombinasi jenis indentor dengan beban utama ditunjukkan pada (tabel 5.2).

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 8


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

DC 1/16 1/8 150


100
60
a. 3 jenis indentor b. 3 jenis beban utama

150 150 150


100 100 100
60 60 60
DC DC 1/16 1/16 1/16 1/8 1/8 1/8
DC

c. 9 kombinasi jenis indentor dengan jenis beban utama

Gambar 5.5. Jenis Indentor Dan Jenis Beban Utama Serta Kombinasinya Pada Metode
Rockwell

Tabel 5.2. Jenis –Jenis Skala Pada Pengujian Kekerasan Rockwell


Skala Rockwell Indentor Beban Satuan
(kg)
C Piramida Intan (DC) 150 RC
D Piramida Intan (DC) 100 RD
A Piramida Intan (DC) 60 RA
G bola 1/16 “ 150 RG
B bola 1/16 “ 100 RB
F bola 1/16 “ 60 RF
K bola 1/8“ 150 RK
E bola 1/8“ 100 RE
H bola 1/8“ 60 RH

3. Pada pelaksanaan metode ini, mula-mula spesimen diberi indentasi awal dengan
beban minor 10 kg, setelah itu baru diberi beban utama (60 kg, 100 kg atau 150
kg) selama 10 – 30 detik.
4. Setelah spesimen dibebaskan dari kedua beban tersebut maka jarum skala akan
menunjukkan berapa nilai kekerasan dari spesimen tersebut.
5. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 73 RC, dimana 73 nilai
kekerasannya, sedangkan RC adalah skala yang digunakan.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 9


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

150 150 150 150

DC DC DC DC

b. Indentasi beban c. Indentasi beban


minor mayor
a. Sebelum d. Setelah
indentasi indentasi

Gambar 5.6 Metode Pengujian Rockwell Skala C

6. Selain tergantung kombinasi jenis indentor dan jenis beban, maka pemakaian
skala dalam Rockwell juga tergantung pada jenis material yang akan diuji.
Sebagai contoh, Rockwell B untuk logam secara umum, Rockwell C untuk logam
yang keras dan Rockwell A untuk logam yang sangat keras. Kesalahan pemakaian
kombinasi indentor dan beban dengan jenis material yang diuji akan
menyebabkan tidak akuratnya hasil pengujian.

5.3 Alat
1. Mesin uji kekerasan
2. Satu set indentor uji kekerasan
3. Hand grinding
4. Stopwatch
5. Obeng
6. Kertas gosok dengan grid 60 dan 120
7. Tissue

5.4 Bahan
Spesimen kekerasan baja

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 10


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

5.5 Prosedur Keselamatan


Sebelum praktikum pengujian bahan dilaksanakan, mahasiswa harus meyakikan
dahulu telah melengkapi diri dengan APD (Alat Pelindung Diri) sebagai berikut:
1. Pakaian dan celana bengkel
2. Safety shoes
3. Sarung tangan pada saat mengasah

5.6 Langkah Kerja


1. Meratakan dan menghaluskan spesimen
a. Mengambil kertas gosok paling kasar (grid 60) yang telah digunting sesuai
bentuk piringan hand grinder dan dipasang pada hand grinder.
b. Menyalakan motor hand grinder, kemudian membuka katup sehingga air
mengalir pada kertas gosok yang berputar pada hand grinder.
c. Mengambil spesimen, ditelungkupkan dengan sedikit tekanan di atas kertas
gosok tersebut dan ditahan + 2 menit.
d. Mengangkat spesimen dan mengamati permukaan yang digosok. Apabila
masih ada goresan yang tidak searah dengan orientasi gosokan, digosok lagi
sampai tidak ada lagi goresan yang tidak searah.
e. Apabila goresan sudah searah, mematikan motor dan aliran air, kemudian
mengganti kertas gosok dengan grid yang lebih halus (120) dan digosok lagi
seperti langkah sebelumnya.
f. Apabila proses grinding telah selesai, mematikan motor dan aliran air hand
grinder serta mencuci spesimen dengan air dan dikeringkan dengan tissue.
2. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers
a. Mengatur handle pada posisi Vickers.
b. Mengambil indentor untuk Vickers dan memasang indentor pada tempatnya
dengan menggunakan obeng.
c. Menekan pen beban sebesar 10 kg dan kemudian dicatat pada lembar kerja.
d. Meletakkan spesimen pada anvile dan mengatur tepat pada titik penetrasi.
e. Menggeser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk
penetrasi.
f. Memutar handwheel dengan tangan kiri sehingga permukaan spesimen tepat
menyentuh ujung indentor.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 11


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

g. Mengambil stopwatch dengan tangan kiri dan menyalakan ketika tangan kanan
melepaskan handle beban. Setelah 15 detik, menarik handle beban dan
mengunci pada tempatnya. Menyalakan lampu dan mengatur posisi spesimen
serta fokus lensa sehingga bekas indentasi tampak pada layar.
h. Mengukur diagonal indentasi pada posisi datar dan tegak serta menghitung
rata-ratanya. Setelah itu mencatat pada lembar kerja.
i. Mengulangi lagi untuk titik kedua dan ketiga.
j. Apabila sudah selesai, melepas kembali indentor dan meletakkan pada
tempatnya.
3. Pengujian kekerasan dengan metode Brinell
a. Pastikan anda memahami semua operasi dan kontrol pada mesin.
b. Pastikan pelindung dan peralatan pendukung berfungsi dengan baik.
c. Periksa area kerja tidak ada bahaya terpeleset/tersandung.
d. Putar turret dan pasang indentor.
e. Nyalakan saklar tenaga, tunggu hingga home page muncul.
f. Tekan tombol “TAB-A”, pilih beban pengujian dan indentor yang sesuai.
g. Tekan “OK” untuk kembali ke homepage.
h. Tekan “CLR-F” untuk membuat beban uji menjadi nol.
i. Letakkan benda uji di testing table dan putar rotating wheel searah jarum jam
hingga benda uji menyentuh indentor dan beban awal tercapai serta mesin uji
mengeluarkan bunyi bip, hentikan putaran.
j. Tunggu pembebanan otomatis selesai dan waktu tunggu menunjukkan 0
k. Putar rotating wheel berlawanan searah jarum jam untuk menjauhkan benda
uji dari indentor. Buat jarak sekitar 10 mm.
l. Putar turret untuk mengganti posisi indentor dengan lensa.
m.Putar rotating wheel sambil mengamati di eyepiece untuk mendapatkan
gambar yang fokus/tajam.
n. Putar roda kiri eyepiece hingga garis ukur kiri memotong secara tangensial
tepi kiri indentasi, lalu putar roda kanan sampai garis ukur kanan memotong
secara tangensial tepi kanan indetasi. Tekan measuring button.
o. Putar eyepiece 90˚ searah jarum jam lalu ulangi untuk tepi atas dan bawah
tapak indentasi.
p. Catat nilai kekerasan yang ditampilkan di layar

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 12


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

q. Ulangi langkah f hingga p untuk lokasi yang lain.


r. Selesai pengujian lepas indentor dan matikan saklar tenaga.
4. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell B
Pengujian yang dilakukan menggunakan metode Rockwell B karena material yang
dipakai untuk pengujian ini adalah baja, sehingga tergolong pada skala Rockwell
B.
a. Mengatur handle pada posisi Rockwell.
b. Mengambil indentor untuk Rockwell B (bola baja (1/16) ), dan memasang
indentor pada tempatnya dengan obeng.
c. Menekan pen beban 100 kg, kemudian mencatat pada lembar kerja.
d. Meletakkan spesimen pada anvile dan mengatur tepat pada titik penetrasi.
e. Memutar handwheel sehingga permukaan spesimen menyentuh ujung indentor
dan melanjutkan memutar handwheel untuk pembebanan minor hingga jarum
kecil menunjuk angka 3.
f. Mengatur skala Rockwell B pada mesin uji hardness sehingga jarum penunjuk
tepat pada angka nol.
g. Mengambil stopwatch dengan tangan kiri dan menyalakan ketika tangan kanan
melepaskan handle beban.
h. Setelah 15 detik, menarik handle beban dan mengunci pada tempatnya.
i. Mencatat pada lembar kerja nilai kekerasan yang ditunjukkan jarum.
j. Mengulangi lagi untuk titik kedua dan ketiga.
k. Apabila sudah selesai, melepas kembali indentor dan meletakkan pada
tempatnya.

5.7 Hasil Pengujian dan Pembahasan


5.7.1 Metode Pengujian Kekerasan Brinell
1. Menentukan nilai kekerasan
Nilai kekerasan dinyatakan dalam satuan BHN (Brinell Hardness Number)
a. Pengujian Pertama
Diketahui : Indentor : Bola Baja
Time : 15 detik
Beban : 30 kgf
Ø Ball : 1,00 mm

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 13


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Spesimen : Baja
d1 : 0,590 mm
d2 : 0,589 mm
d (rata-rata) : 0,5895 mm
BHN = 2P / [(π D) (D-(D2 -d2 ) ½ )]
= 2 . 30,00 / [(3,14 . 1,00) (1,00 – (1,002 –0,5895 2)1/2]
= 99,402 BHN
b. Pengujian kedua
Diketahui : Indentor : Bola Baja
Time :15 detik
Ø Ball : 1,00 mm
Beban : 30 kgf
Spesimen : Baja
d1 : 0,591 mm
d2 : 0,589 mm
d (rata-rata) : 0,590 mm
BHN = 2P / [(π D) (D-(D2 -d2 ) ½ )]
= 2 . 30,00 / [(3,14 . 1,00) (1,00 – (1,002–0,5902)1/2]
= 99,214 BHN
c. Pengujian ketiga
Diketahui : Indentor : Bola Baja
Time : 15 detik
Ø Ball : 2,50 mm
Beban :187,5 kgf
Spesimen : Baja
d1 : 1,467 mm
d2 : 1,467 mm
d (rata-rata) : 1,4670 mm
BHN = 2P / [(π D) (D-(D2 -d2 ) ½ )]
= 2 . 187,5/ [(3,14 . 2,50) (2,50 – (2,502–1,46702)1/2]
= 100,428 BHN

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

d. Pengujian keempat
Diketahui : Indentor : Bola Baja
Time : 15 detik
Ø Ball : 2,50 mm
Beban :187,5 kgf
Spesimen : Baja
d1 : 1,466 mm
d2 : 1,468 mm
d (rata-rata) : 1,4670 mm
BHN = 2P / [(π D) (D-(D2 -d2 ) ½ )]
= 2 . 187,5/ [(3,14 . 2,50) (2,50 – (2,502–1,46702)1/2]
= 100,428 BHN
2. Penulisan Nilai Kekerasan Brinell
a. Pengujian Pertama
99,402 BHN 1/30-15
99,402 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
BHN = metode pengujian brinell
1 = diameter indentor (mm)
30 = gaya pembebanan (kg/f)
15 = waktu pembebanan (detik)
b. Pengujian Kedua
99,214 BHN 1/30-15
99,214 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
BHN = metode pengujian brinell
1 = diameter indentor (mm)
30 = gaya pembebanan (kg/f)
15 = waktu pembebanan (detik)
c. Pengujian Ketiga
100,428 BHN 2,5/187,5-15
100,428 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
BHN = metode pengujian brinell
2,5 = diameter indentor
187,5 = gaya pembebanan (kg/f)

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 15


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

15 = waktu pembebanan (detik)


d. Pengujian Keempat
100,428 BHN 2,5/187,5-15
100,428 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
BHN = metode pengujian brinell
2,5 = diameter indentor
187,5 = gaya pembebanan (kg/f)
15 = waktu pembebanan (detik)
3. Hasil konversi nilai kekerasan Brinell ke Vickers
Tabel 5.6 Interpolasi Brinell ke Vickers
BRINELL VICKERS BRINELL VICKERS BRINELL VICKERS BRINELL VICKERS
1 (BHN) 1 (DPH) 2 (BHN) 2 (DPH) 3 (BHN) 3 (DPH) 4 (BHN) 4 (DPH)
95 100 95 100 95 100 95 100
99,402 X 99,214 X 100,428 X 100,428 X
105 110 105 110 105 110 105 110

a. Lokasi uji pertama menggunakan interpolasi


95 BHN → 100 DPH
99,402 BHN → X DPH
105 BHN → 110 DPH
105−99,402 110−𝑥
=
105−95 110−100
5,598 110−𝑥
=
10 10
55,98 = 1100-10x
-1044,02 = -10𝑥
𝑥 = 104,40 DPH
b. Lokasi uji kedua menggunakan interpolasi
95 BHN → 100 DPH
99,214 BHN → X DPH
105 BHN → 110DPH
105−99,214 110−𝑥
=
105−95 110−100
5,786 110−𝑥
=
10 10
57,86 = 1100-10x
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 16
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

-1042,14 = -10x
𝑥 = 104,21 DPH
c. Lokasi uji kedua menggunakan interpolasi
95 BHN → 100 DPH
100,428 BHN → X DPH
105 BHN → 110 DPH
105−100,425 110−𝑥
=
105−95 110−100
4,572 110−𝑥
=
10 10
45,72 = 1100-10x
-1054,28 = -10x
𝑥 = 105,43 DPH
d. Lokasi uji kedua menggunakan interpolasi
95 BHN → 100 DPH
100,428 BHN → X DPH
110 BHN → 105 DPH
105−100,425 110−𝑥
=
105−95 110−100
4,572 110−𝑥
=
10 110−100
45,72 = 1100-10x
-1054,28 = -10x
𝑥 = 105,43 DPH

Rata-rata hasil pengujian metode kekerasan


Brinell ke Vickers
Lokasi Pertama = 104,40
Lokasi Kedua = 104,21
Lokasi Ketiga = 105,43
Lokasi Keempat = 105,43
Total = 419,47
Rata-rata = 419,47 : 4
= 104,86 BHN
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 17
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

5.7.2 Metode Pengujian Kekerasan Vickers


1. Menentukan Pemakaian Beban
Pada dasarnya semua beban dapat digunakan , kecuali pada plat yang tipis, harus
menggunakan beban yang ringan sehingga tidak terjadi anvile effect.
Gaya tekan (P) yang digunakan adalah 5 kg/f.
2. Menentukan Nilai Kekerasan
Nilai kekerasan dinyatakan dengan satuan DPH (Vickers Diamond Pyramidal
Hardness)
a. Pengujian Pertama
Diketahui:
d1 = 0,2732 mm
d2 = 0,2974 mm

(𝑑1 + 𝑑2 )
d (rata-rata) =
2
(0,2732+0,2974)
=
2
= 0,2853 mm
1,854 𝑃
DPH =
𝑑2

1,854𝑥5
=
2
0,2853
= 113,33 DPH 5/15
b. Pengujian Kedua
Diketahui:
d1 = 0,3001 mm
d2 = 0,3001 mm
(𝑑1 + 𝑑2 )
d (rata-rata) =
2
(0,3001 +0,3001)
=
2
= 0,3001 mm
1,854 𝑃
DPH =
𝑑2

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 18


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

1,854𝑥5
=
2
0,3001
= 102,93 DPH 5/15
c. Pengujian Ketiga
Diketahui:
d1 = 0,2955 mm
d2 = 0,2984 mm
(𝑑1 + 𝑑2 )
d (rata-rata) =
2
(0,2955+0,2984)
=
2
= 0,2969 mm
1,854 𝑃
DPH =
𝑑2
1,854𝑥5
=
2
0,2969
= 105,16 DPH 5/15
4. Penulisan Nilai Kekerasan
a. Pengujian Pertama
113,33 DPH 5/15
113,33 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
DPH = metode pengujian vickers
5 = gaya pembebanan (kg/f)
15 = waktu pembebanan (detik)
b. Pengujian Kedua
102,93 DPH 5/15
102,93 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
DPH = metode pengujian vickers
5 = gaya pembebanan (kg/f)
15 = waktu pembebanan (detik)
c. Pengujian Ketiga
105,16 DPH 5/15
105,16 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
DPH = metode pengujian vickers

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 19


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

5 = gaya pembebanan (kg/f)


15 = waktu pembebanan (detik)
Rata-rata hasil pengujian metode kekerasan
Vickers
Lokasi Pertama = 113,33
Lokasi Kedua = 102,93
Lokasi Ketiga = 105,16
Total = 321,42
Rata-rata = 321,42 : 3
= 107,14 DPH 5/15

5.7.3 Metode Pengujian Kekerasan Rockwell B


1. Menentukan Pemakaian Beban
Metode Rockwell mempunyai beberapa skala pengukuran tergantung pada
kombinasi jenis indentor dan beban utama yang dipakai. Dari metode vickers
yang telah dilakukan didapat beban (P) sebesar 5 kg dengan indentor intan
berbentuk piramida beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antara 2 sisi yang
berhadapan 136º. Kemudian dengan melihat tabel konversi Hardness ke Tensile
Strength (tabel 5.1) dapat dihitung dengan cara interpolasi. Sedangkan untuk
benda kerja yang diuji, menggunakan material jenis baja sehingga didapatkan
skala rockwell yaitu tipe RB dan dapat diketahui jenis indentornya yaitu bola baja
1/16 inchi dengan gaya pembebanan (P) 100 kg/f.
2. Menentukan Nilai Kekerasan
Pengujian pada Base Metal
a. Lokasi Uji 1
Nilai kekerasan = 117,86 RB
b. Lokasi Uji 2
Nilai kekerasan = 118,44 RB
c. Lokasi Uji 3
Nilai kekerasan = 120.26 RB
d. Rata – rata nilai kekerasan :
(117,86+118,44+120,26)
= 118,85 RB
3

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 20


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Untuk mengecek ketepatan metode Rockwell dan metode Brinell dapat dilakukan
dengan cara mengkonversikan kedua nilai tersebut kedalam Vickers, karena yang
dikalibrasi hanyalah untuk metode Vickers. Pengecekan nilai ini dilakukan
dengan melihat tabel konversi Hardness ke Tensile Strength (tabel 5.1) dan
metode Interpolasi.
Hasil konversi nilai kekerasan Rockwell B ke Vickers
1. Lokasi uji ketiga menggunakan ekstrapolasi
Tabel 5.7 Ekstrapolasi Rockwell B dengan Vickers
ROCKWELL VICKERS
B (RB) (DPH)
98,10 240
99,50 250
117,86 X

98,10 RB 240 DPH


99,50 RB 250 DPH
117,86 RB X DPH

117,86 − 99,50 X – 250


=
99,50 − 98,10 250 – 240
X = 250 + 131,14
X = 381,14 DPH
2. Lokasi uji ketiga menggunakan ekstrapolasi
Tabel 5.8 Ekstrapolasi Rockwell B dengan Vickers
ROCKWELL VICKERS
B (RB) (DPH)
98,10 240
99,50 250
118,44 X

98,10 RB 240 DPH


99,50 RB 250 DPH
118,44 RB X DPH

118,44 − 99,50 X−250


=
99,50 − 98,10 250 − 240
X = 250 + 135,29
X = 385,29 DPH

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 21


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

3. Lokasi uji ketiga menggunakan ekstrapolasi


Tabel 5.9 Ekstrapolasi Rockwell B dengan Vickers
ROCKWELL VICKERS
B (RB) (DPH)
98,10 240
99,50 250
120,26 X

98,10 RB 240 DPH


99,50 RB 250 DPH
120,76 RB X DPH

120,76 − 99,50 X − 240


=
99,50 – 98,10 240 − 230
X = 250 + 148,28
X = 398,28 DPH

Rata-rata hasil konversi Rockwell B ke Vickers


Lokasi Pertama = 381,14
Lokasi Kedua = 385,29
Lokasi Ketiga = 398,28
Total = 1.164,71 +

Rata-rata = 1.164,71 : 3
= 388,24 DPH

Sebelum melakukan pengujian menggunakan metode Brinell dan Rockwell,


mahasiswa harus menentukan beban yang digunakan. Untuk metode Brinell cara
menentukan beban menggunakan rumus P/D2 = K. Untuk metode Rockwell
menggunakan kombinasi beban dan indentor, karena menggunakan metode
Rockwell B maka indentor yang digunakan merupakan bola baja 1/16 inchi
dengan beban yang dipakai adalah 100 kgf. Sedangkan untuk Vickers beban yang
digunakan adalah 5 kgf. Dan untuk mengetahui nilai kekerasan Brinell
mengunakan rumus DPH=[2Psin (/2)]/d2, sedangkan untuk nilai kekerasan Vickers
dan Rockwell B tertera di mesin Tabel 5.10 disajikan nilai kekerasan material
sebelum dan sesudah dikonversi dalam satuan DPH.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 22


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Tabel 5.10 Rata-rata nilai konversi kekerasan ke Vickers (DPH)

METODE NILAI ASAL NILAI KONVERSI

METODE 99,40 104,40


BRINELL
99,21 104,21
BASE METAL
(BESI) 100,43 105,43

100,43 105,43

RATA-RATA NILAI KONVERSI 104,86 DPH

METODE 113,33
VICKERS
102,93
BASE METAL
(BESI) 105,16

RATA-RATA NILAI 107,14 DPH

METODE 117,86 381,14


ROCKWELL B
118,44 385,29
BASE METAL
(BESI) 120,76 398,28

RATA-RATA NILAI KONVERSI 388,24 DPH

5.8 Kesimpulan
1. Rockwell B
Hasil pengujian metode Rockwell merupakan pengujian yang paling mudah
diamati, karena penguji cukup membaca skala pada mesin untuk mendapatkan
nilai kekerasan. Tetapi jika terjadi kesalahan dalam mengkombinasikan beban
dan indentor, maka hasil pengujian pun salah.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 23


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

2. Vickers
Pengujian dengan metode Vickers sama mudahnya dengan metode Brinell tetapi
waktu yang dibutuhkan lebih cepat karena tidak ada penentuan beban terlebih
dahulu. Bekas indentasi yang relatif kecil menuntut penguji lebih teliti dalam
membaca hasil pengujian. Dari data yang diperoleh rata-rata nilai kekerasan
Vickers setelah dikonversikan, hasil pengujian Vickers dengan material
aluminium sebesar 107,14 DPH dan untuk hasil pengujian Rockwell B dengan
material kuningan sebesar 388,24 DPH serta untuk hasil pengujian Brinell
dengan material besi sebesar 105,41 DPH. Jadi hasil besar kecilnya kekerasan
yang muncul akibat pengujian tergantung pada jenis pengujian dan pembebanan
yang diberikan.
3. Brinell
Hasil pengujian dengan metode Brinell lebih mudah diamati karena bekas
indentasinya cukup besar. Namun metode ini membutuhkan waktu yang lebih
lama dibandingkan metode Vickers, sebab metode ini membutuhkan perhitungan
terlebih dahulu untuk menentukan beban yang digunakan. Pengujian secara
manual mengakibatkan penguji harus lebih teliti dalam membaca hasil
pengamatan.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 24


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

DAFTAR PUSTAKA

 Modul praktikum DT NDT. 2019. PPNS


 ASTM E 10 – 14, Standart Test Method For Brinell Hardness Of Metalic
Materials, 2003 Edition
 ASTM E 18 – 15, Standart Test Method For Rockwell Hardness Of Metalic
Materials, 2003 Edition
 ASTM E 92 – 82, Standart Test Method For Vickers Hardness Of Metalic
Materials, 2003 Edition
 Budi Prasojo, ST. 2012. Jobsheet Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS
 Daniel, A. Brandt. 1985. Metallurgy Fundamental, The Goodheart – Willcox.
Inc,USA
 Dosen Metallurgi. 1986. Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin
FTI.ITS
 M.M. Munir. 2000. Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan
Kapal. PPNS
 Suherman Wachid, Ir .1987. Diktat pengetahuan Bahan. Jurusan Teknik Mesin
FTI. ITS

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 25


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

LEMBAR KERJA

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 26


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 27


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 28


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 29


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 30


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 31


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 32


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 33


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 34


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 35


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 36


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 37


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 38


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 39


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 40


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 41


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 42


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 43


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 44


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/ 0322040017/ D4ME1A 45


LAPORAN RESMI
ILMU PENGETAHUAN BAHAN
“ULTRASONIC TEST”

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Ariesa Bio Widya Saputra (0322040017)

Dosen pengampu:

Budi Prasojo, ST., MT

Hendri Budi Kurniyanto, SST., MT

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERMESINAN KAPAL

JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
VI ULTRASONIC TEST
6.1 Sub Kompetensi
Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi laporan ini
adalah sebagai berikut:
1) Mahasiswa mampu menjelaskan syarat-syarat suatu komponen dapat diuji
dengan Ultrasonic test.
2) Mahasiswa mampu menentukan bentuk dan lokasi cacat pada suatu material atau
komponen mesin.

6.2 Uraian Materi


Gelombang Ultrasonic adalah gelombang mekanik seperti gelombang suara yang
frekuensinya lebih besar dari 20 kHz. Gelombang ini dapat dihasilkan dari probe
yang berdasarkan perubahan energi listrik menjadi energi mekanik. Sebaliknya
probe juga dapat mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Selama
perambatannya di dalam material, gelombang ini dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan
yang dilalui, misalnya masa jenis, homogenitas, besar butiran, kekerasan dan
sebagainya. Sehingga gelombang ini dapat dipakai untuk mengetahui jenis bahan,
tebal dan ada tidaknya cacat di dalam bahan tersebut. Gelombang ultrasonic dapat
dipantulkan dan dibiaskan oleh permukaan batas antara dua bahan yang berbeda.
Berdasarkan sifat pantulan tersebut dapat ditentukan tebal bahan, lokasi cacat serta
ukuran cacat.
1) Prinsip Dasar Ultrasonic
Pemeriksaan tebal bahan atau adanya cacat dalam bahan dengan gelombang
ultrasonic dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : teknik resonansi, teknik
transmisi dan teknik gema. Dari ketiga teknik tersebut, teknik gema kontak
langsung paling sering digunakan terutama pada pemeriksaan di lapangan.
Pantulan/Gema :
Pada teknik ini, probe secara bergantian mengeluarkan dan menerima getaran.
Tebal bahan dan letak cacat ditentukan dari letak getaran/gema pada layar
osiloskop, sedangkan besarnya ditentukan dari simpangan tinggi getaran yang
diterima kembali.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 1


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Timer

Amplifier osiloskop
Penguat/
Pembangkit pulsa
probe

Benda
uji

Gambar 6.1 Rangkaian Pesawat Ultrasonic

2) Gelombang Ultrasonic.
Gelombang ultrasonic adalah gelombang mekanik seperti suara, yang
frekuensinya lebih besar dari pada 20 kHz. Gelombang ini mempunyai besaran
fisis seperti pada suara yakni panjang gelombang (  ), kecepatan rambat (v),

waktu getar (T), amplitudo (A), frekuensi (f), fasa (  ) dan sebagainya. Formula
yang berlaku bagi gelombang suara berlaku pula pada gelombang ultrasonic,
misal:
v

f .................................................................................................(6.1)

s  v.t .................................................................................................(6.2)

sin  v1

sin  v2 (snellius)…………………………………..…….…….......…. (6.3)

I1 r22

I 2 r12 (least aquare law)…………...……….……….………………... (6.4)

If  t
= I 0 e (attenuation)………………………..……………………….….(6.5)

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 2


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Hukum seperti hamburan, difraksi, disfersi, disperse dan hukum gelombang


ultrasonic. Tetapi dalam bahasan selanjutnya diutamakan perhitungan tentang
jarak, panjang gelombang, pantulan dan pembiasan. Dalam perambatannya pada
bahan yang sama, kecepatan dan frekuensi dianggap tetap. Dalam
perambatannya dalam berbagai bahan, frekuensi gelombang selalu dianggap
tetap, sedangkan kecepatan rambat bergantung pada jenis bahan dan mode
gelombang. Frekuensi yang sering digunakan untuk uji tanpa rusak umumnya
antara 250 kHz-15 MHz, sedangkan pada pemeriksaan las digunakan frekuensi
2 MHz-6 MHz.
3) Mode
Dari cara bergetar dan perambatannya maka gelombang ultrasonic dapat
menjalar di dalam bahan dalam berbagai mode:
a) Mode Longitudinal
Mode longitudinal terjadi bila gelombang ultrasonic merambat pada suatu
arah sejajar dengan arah gerakan atom yang digetarkan, misal atom
digerakkan ke kanan dan ke kiri sedangkan gelombang bergerak merambat
ke kiri atau kanan. Gelombang longitudinal dapat merambat pada semua
bahan, baik gas, cair maupun padat.
b) Mode Transversal
Mode transversal terjadi bila gelombang ultrasonic merambat pada suatu
arah tegak lurus pada arah gerakan atom yang di getarkan , missal atom
digetarkan ke atas dan ke bawah, sedangkan gelombang merambat ke arah
kanan dan kiri. Gelombang transversal hanya bisa merambat pada benda
padat.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 3


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 6.2 Mode Gelombang Transversal dan Longitudinal

c) Mode Permukaan
Mode transversal terjadi bila gelombang transversal merambat pada
permukaan. Gerakan atom yang bergetar berbentuk elips. Sesuai dengan
namanya gelombang permukaan hanya merambat pada permukaan padat
dengan kedalaman maksimum satu panjang gelombang

Gambar 6.3 Mode Permukaan


d) Mode Plat
Mode plat terjadi pada bila gelombang transversal merambat pada bahan plat
tipis yang tebalnya kurang dari setengah panjang gelombang. Gerakan atom
yang bergetar berbentuk elips. Gelombang plat merambat pada seluruh benda
uji tipis tersebut, baik dalam bentuk gelombang simetris atau gelombang
asimetris.
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 4
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 6.4 Mode Plat

4) Perubahan Mode
Gelombang ultrasonic yang merambat dalam suatu bahan dapat merubah mode
dari satu mode ke mode lainnya. Perubahan mode ini terjadi misalnya karena
pantulan atau pembiasan. Bila mode berubah maka kecepatan rambatnya
berubah, sedangkan frekuensinya tetap, akibatnya panjang gelombangnya juga
akan berubah.
5) Kemampuan Deteksi
Cacat kecil dapat memantulkan kembali gelombang ultrasonic bila
permukaannya cukup luas. Cacat terkecil yang dapat dideteksi oleh gelombang
ultrasonic adalah bila:

 minimum= 1 2  ………..………………………………………………..(6.6)

Kecepatan rambat dan panjang gelombang


Kecepatan rambat (v) gelombang ultrasonic dalam suatu bahan tergantung pada
jenis bahan yang dilalui oleh mode gelombang tersebut.
6) Transmisi
Bila gelombang ultrasonic menjalar dari bahan yang satu ke bahan dua tegak
lurus pada permukaan batas pada kedua bahan tersebut, maka sebagian bahan
akan diteruskan sedangkan sebagian lagi dipantulkan. Intensitas yang diteruskan
atau dipantulkan tergantung pada koefisien transmisi atau refleksinya.

W2  W1
R ..……………………………………………….…………… (6.7)
W2  W1
D= 1-R ……………………………………… ………………...………….(6.8)
W1  1V1 ...…………………………………………………….…………...(6.9)

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 5


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

dimana : R = Koefisien refleksi


D = Koefisien transmisi
W = Impedansi akustik
 = Massa jenis (kg/m3)
V = Kecepatan rambat. (m/s2).
7) Probe (Transducer)
Dalam suatu probe dapat berisi suatu kristal yang disebut probe tunggal, tetapi
dapat pula berisi dua kristal yang identik (probe kembar). Bila bidang
permukaan kristal sejajar dengan bidang permukaan probe, maka disebut probe
normal. Dalam probe normal gelombang yang keluar dari probe adalah
gelombang longitudinal dan arah tegak lurus terhadap permukaan probe. Bila
bidang permukaan tidak sejajar dengan probe maka disebut probe sudut.
Gelombang yang masuk ke benda uji adalah gelombang transversal dan
membentuk sudut tertentu terhadap garis normal permukaan probe. Jadi ada
empat macam probe yakni : probe normal tunggal, probe normal kembar, probe
sudut tunggal, dan probe sudut kembar.
Selain empat macam probe di atas terdapat satu jenis probe tunggal lainnya
yaitu probe universal dimana kristal dapat diputar dari luar probe sehingga
dapat berfungsi sebagai probe normal maupun probe sudut.
Probe Normal
Probe normal digunakan untuk mengukur tebal bahan, menentukan lokasi cacat
yang sejajar dengan permukaan benda uji dan menetukan ukuran cacat tersebut.
 Pengukuran tebal bahan
Untuk mengukur tebal bahan, range harus dipilh berdasarkan perkiraan tebal
benda uji. Setelah kalibrasi dengan range yang sesuai, probe diletakkan pada
benda uji untuk memperoleh indikasi.
Tebal bahan ditentukan dari:

D= (Sk/10)x range .………………..………..…………………………(6.10)

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 6


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
 Penentuan lokasi cacat
Perhitungan jarak dapat dilakukan seperti pada pengukuran tebal, bila
indikasi yang muncul banyak maka indikasi harus dianalisa satu-persatu,
dimulai dari indikasi pertama.
 Kalibrasi Probe Normal
Setiap kali digunakan, pesawat ultrasonic harus dikalibrasi dengan bantuan
blok kalibrasi, misal blok kalibrasi V1 stepwedge dan sebagainya.

300m

25m
m

30
85m 100m
mm
m m
100m 91m
m m
35m
m

Gambar 6.5 Block Kalibrasi

Kalibrasi dimaksudkan untuk menyesuaikan skala 0-10 pada layar dengan


jangkauan dari gelombang ultrasonic dalam benda uji/blok kalibrasi. Jarak
yang dikalibrasi adalah jarak tempuh yakni jarak yang dilalui oleh
gelombang-gelombang dalam benda uji/blok kalibrasi. Untuk mengkalibrasi
range 100 mm maka mula mula pulsa harus timbul pada skala 0. Tombol
range kasar di set pada 100 mm dan probe diletakkan pada ketebalan 25 mm
dari blok kalibrasi V1. Indikasi yang timbul pada layar harus berjumlah
100/25 = 4 buah dan terletak pada skala :
25
Indikasi I : x10,0  2,5mm
100
2 x 25
Indikasi II : x10,0  5,0mm
100
3x 25
Indikasi III : x10,0  7,5mm
100
4 x 25
Indikasi IV : x10,0  10,0mm
100

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 7


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Agar indikasi menempati skala yang seharusnya,tombol range halus dan


tombol penggeser pulsa harus diputar secara bergantian. Bila seluruh indikasi
menempati skala-skala tersebut secara tepat, maka kalibrasi telah selesai dan
pesawat siap digunakan untuk pengukuran. Kalibrasi harus diulang bila
terjadi pergantian probe, kabel probe maupun bila alat dinyalakan kembali.
Perlu diperhatikan bahwa untuk kalibrasi jarak diperlukan timbulnya
minimum 2 buah indikasi tidak termasuk pula awal. Karena jarak yang sesuai
dengan ketebalan bahan adalah jarak antara dua indikasi, bukan jarak antara
dua buah pulsa awal dan indikasi pertama.
 Pengukuran tebal bahan
Untuk mengukur tebal bahan, range harus dipilh berdasarkan perkiraan tebal
benda uji. Setelah kalibrasi dengan range yang sesuai, probe diletakkan pada
benda uji untuk memperoleh indikasi.
Tebal bahan ditentukan dari :
D= (Skala/10) x range.………….………………..…………………….(6.11)
 Penentuan lokasi cacat
Perhitungan jarak dapat dilakukan seperti pada pengukuran tebal, bila
indikasi yang muncul banyak maka indikasi harus dianalisa satu-persatu,
dimulai dari indikasi pertama.

6.3 Peralatan dan Bahan


Alat
1) Pesawat Ultrasonic
2) Probe normal
3) Blok Kalibrasi V1
4) Spesimen
5) Jangka sorong
6) Penggaris
Bahan
1) Couplant atau Oli
2) Tissue

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 8


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

6.4 Prosedur Keselamatan


Sebelum praktikum pengujian bahan dilaksanakan, mahasiswa harus meyakinkan
dahulu telah melengkapi diri dengan APD (Alat Pelindung Diri) sebagai berikut :
1) Pakaian dan celana bengkel.
2) Safety shoes.
3) Kaca mata pelindung harus digunakan bila melakukan penggerindaan dengan
gerinda mesin.
6.5 Prosedur Pengujian
Pada pelaksanaan pengujian Ultrasonic ini, terdapat beberapa prosedur yang harus
dilakukan. Prosedur tersebut adalah sebagai berikut :
1) Mempersiapkan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan.

Gambar 6.6 Persiapan alat dan bahan

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 9


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

2) Menentukan Range, sesuai dengan ketebalan material yang akan di inspeksi


kemudian melakukan kalibrasi mnggunakan block kalibrasi V1 pada ketebalan
range
25 sehingga didapat indikasi (  indikasi  )
tebal ..blok

Gambar 6.7 Blok kalibrasi V1

3) Mengoleskan oli pada block, kemudian menempelkan probe yaitu probe


Normal pada bidang tersebut sehingga muncul indikasi pada layar pesawat
ultrasonic. Indikasi yang timbul pada layar berjumlah 4 buah sesuai
perhitungan sebelumnya dan terletak pada skala :
1𝑥25
Indikasi I : 𝑥10,0 = 2,5𝑚𝑚
100
2𝑥25
Indikasi II : 𝑥10,0 = 5,0𝑚𝑚
100
3𝑥25
Indikasi III : 𝑥10,0 = 7,5𝑚𝑚
100
4𝑥25
Indikasi IV : 𝑥10,0 = 10,0𝑚𝑚
100

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 10


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 6.8 Kalibrasi dengan blok kalibrasi V1

4) Jika kalibrasi sudah dilakukan dengan benar setelah itu ambil specimen dan
probe diletakkan pada sisi yang akan diuji. Lihat skala pada layar kemudian
lakukan pengukuran tebal spesimen :
𝐷 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎
=
𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒 10
𝐷 3
=
100 10
D = 30 mm
Dari perhitungan di atas, ditemukan tebal spesimen sebesar 30 mm. Setelah itu
baru mencari indikasi pada spesimen.

Gambar 6.9 Mencari indikasi dengan probe Normal

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 11


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

5) Catat pada titik berapa indikasi yang muncul pada layar pesawat ultrasonic
setelah probe diletakkan pada spesimen, dan gambarkan ukuran serta posisi
cacat pada spesimen.

Gambar 6.10 Menandai dan mencatat indikasi yang muncul

6.6 Hasil Pengujian

Gambar 6.11 Gambar 3D Hasil Pengujian Ultrasonic Test dengan Probe Normal

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 12


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

Gambar 6.12 Perspektif Hasil Pengujian Ultrasonic Test dengan Probe Normal

Tabel 6.1 Hasil Pengukuran Spesimen


No. Bentuk Panjang Lebar Diameter Kedalaman Tebal Panjang
Indikasi (mm) (mm) (mm) Indikasi dari Spesimen Spesimen
Permukaan (mm) (mm)
(mm)
1. Persegi 47,8 mm 29 mm - 28,10 mm 35 mm 149 mm
Panjang
2. Lingkaran - - 34 mm 28,86 mm 35 mm 149 mm
3. Persegi 63 mm 24 mm - 23,30 mm 35 mm 149 mm
Panjang

6.7 Analisis Hasil Pengujian


Pengujian ultrasonic yang telah dilakukan bertujuan untuk mencari ketebalan serta
cacat yang berada pada bagian dalam suatu spesimen dengan menggunakan teknik
gema.
Penetuan tebal indikasi :
Pada pengujian digunakan range 100 dan pulsa muncul pada divisi 35 dari initial
pulse awal sehingga diketahui tebal benda uji adalah 35 mm.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 13


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

1) Indikasi 1
Pada indikasi 1 memiliki kedalaman 28,10 mm dari permukaan. Dengan
panjang 47,8 mm dan lebar 29 mm.
2) Indikasi 2
Pada indikasi 2 memiliki kedalaman 28,86 mm dari permukaan. Dengan
diameter 34 mm
3) Indikasi 3
Pada indikasi 3 memiliki kedalaman 23,30 mm dari permukaan. Dengan
panjang 63 mm dan lebar 24 mm.

6.8 Kesimpulan
Ultrasonic Test merupakan salah satu uji NDT (Non Destructive Test) yang
menggunakan gelombang ultrasonic untuk mengetahui indikasi pada bagian dalam
benda uji. Untuk dapat mengetahui letak dari indikasi pada bagian dalam benda uji
dapat dilakukan dengan cara scaning dengan menggunakan probe. Kelebihan
ultrasonic test dibanding dengan pengujian yang lain adalah dapat mendeteksi
discontinuity yang berada di dalam material, dan juga dapat mengetahui dimensi dan
posisi discontinuity. Temuan scanning yaitu terdapat deffect pertama berbentuk
persegi panjang dengan kedalaman 28,10 mm dari permukaan, panjang 47,8 mm,
dan lebar 29 mm. Deffect kedua berbentuk lingkaran memiliki kedalaman 28,86 mm
dari permukaan dan berdiameter 34 mm. Deffect ketiga berbentuk persegi panjang
memiliki kedalaman 23,30 mm dari permukaan, panjang 63 mm, dan lebar 24 mm

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 14


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

DAFTAR PUSTAKA

 ASME Section V Article 5. Ultrasonic Examination Methods for Materials, 2021


Edition.
 ASME Section VIII Division 1. Mandatory Appendix 12 Ultrasonic Examination of
Welds (UT), 2021 Edition.
 Budi Prasojo, ST. 2012. Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS
 Harsono, Dr, Ir & T. Okamura, Dr. 1991. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT.
Pradya Paramita
 Metode Ultrasonic, 1997, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
 Widharto,Sri. 2004. Inspeksi Teknik Buku 5. Jakarta: PT Padnya Paramita.

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 15


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 16


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 17


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 18


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 19


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 20


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 21


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 22


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 23


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 24


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 25


POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01

ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA / 0322040017/ D4ME1A 26

Anda mungkin juga menyukai