Disusun Oleh :
Kelompok 3
Dosen pengampu:
Budi Prasojo,ST.,MT
2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
Pada pengujian tarik, spesimen diberi beban yang semakin besar secara continue
dengan arah tegak lurus penampang melintangnya, Sebagai akibat pembebanan
tersebut, spesimen mengalami perubahan panjang. Perubahan beban (P) dan
perubahan panjang (𝛥ℓ) akan tercatat pada mesin uji tarik berupa grafik yang
merupakan fungsi beban dan pertambahan atau lebih dikenal sebagai grafik P-𝛥ℓ.
Dari Gambar 1.4 di atas tampak bahwa sampai titik p perpanjangan sebanding
dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke, sedangkan
titik p merupakan batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu titik p disebut
juga batas proporsional. Sedikit di atas titik p terdapat titik e yang merupakan batas
elastis dimana bila beban dihilangkan maka belum terjadi pertambahan panjang
permanen dan spesimen kembali ke panjang semula. Daerah dibawah titik e disebut
daerah elastis. Sedangkan di atasnya disebut daerah plastis. Di atas titik e terdapat
titik y yang merupakan titik yield (luluh) yakni dimana logam mengalami
pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang berarti. Dengan kata lain titik
yield merupakan keadaan dimana spesimen terdeformasi dengan beban minimum.
Deformasi yang dimulai dari titik y ini bersifat permanen sehingga bila beban
dihilangkan masih tersisa deformasi yang berupa pertambahan panjang yang disebut
deformasi plastis. Pada kenyataannya karena perbedaan antara ke tiga titik p, e dan
y sangat kecil maka untuk perhitungan teknik sering kali keberadaan ketiga titik
tersebut cukup diwakili dengan titik y saja. Dalam kurva titik y ditunjukkan pada
bagian kurva yang mendatar atau beban relatif tetap. Penampakan titik y ini tidak
Titik y (luluh)
Unit Strain
Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan semakin besar
pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum ditunjukkan dengan puncak
kurva sampai pada beban maksimum ini. Deformasi yang terjadi masih homogen
sepanjang spesimen. Pada material yang ulet (ductile), setelahnya beban maksimum
akan terjadi pengecilan penampang setempat (necking) sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 1.6. Setelah necking, beban turun sampai akhirnya spesimen patah.
Sedangkan pada material yang getas (brittle), spesimen akan patah sesaat setelah
tercapai beban maksimum.
Hasil pengujian yang berupa grafik atau kurva 𝑃 − 𝛥ℓ tersebut sebenarnya belum
menunjukkan kekuatan material, tetapi hanya menunjukkan kekuatan spesimen saja.
Untuk mendapatkan kekuatan materialnya maka grafik 𝑃 − 𝛥ℓ tersebut harus
dikonversikan ke dalam tegangan-regangan teknik (grafik 𝜎𝑡 − 𝜀𝑡 ). Grafik 𝜎𝑡 − 𝜀𝑡
dibuat dengan asumsi luas penampang spesimen konstan selama pengujian. Oleh
karena itu penggunaan grafik ini terbatas pada konstruksi atau komponen mesin,
yang mana deformasi permanen tidak diperbolehkan terjadi. Berdasarkan asumsi
luas penampang konstan tersebut maka persamaan yang digunakan adalah :
t =P/Ao…………….…………………...………………………....….....…...(1.1)
𝜺𝒕 = (𝜟𝓵⁄𝓵𝜪 ) × 𝟏𝟎𝟎%………………...………….….………………....…....(1.2)
dimana : 𝜎𝑡 = Tegangan teknik (kN/mm2, MPa, psi)
P = Beban (kN, kg)
Ao = Luas penampang awal spesimen (mm2, in2)
𝜀𝑡 = Regangan teknik (%)
ℓ𝛰 = Panjang awal spesimen (mm, in)
' = Panjang spesimen setelah patah (mm, in)
= ℓ′ − ℓ𝛰
Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan kurva 𝑃 − 𝛥ℓ menjadi grafik
𝜎𝑡 − 𝜀𝑡 adalah sebagai berikut:
=𝒕𝒈𝜶….……………………...……….….…….........……………............(1.4)
4. Konversikan kesepuluh beban (P) tersebut menjadi tegangan teknik 𝜎𝑡 dengan
menggunakan persamaan 1.1 dan konversikan pertambahan panjangnya (𝛥ℓ)
menjadi regangan teknik (𝜀𝑡 ) dengan memakai persamaan 1.2.
5. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar 𝜀𝑡 dan sumbu tegak 𝜎𝑡 berdasarkan
kesepuluh titik acuan tersebut. Grafik yang terjadi (Gambar 4.7) akan mirip
dengan kurva 𝑃 − 𝛥ℓ, karena pada dasarnya grafik 𝜎𝑡 − 𝜀𝑡 dengan kurva
𝑃 − 𝛥ℓ identik, hanya besaran sumbu-sumbunya yang berbeda.
6. Resilien(Ur)
Resilien didefinisikan banyaknya energi yang diperlukan untuk meregangkan
satu satuan volume bahan hingga sampai batas elastis. Dimana:
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 9
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
1.3 Alat
1. 1 set mesin uji Tarik
2. 1 Kikir
3. 1 Jangka sorong
4. 1 Ragum
5. 1 Penitik
6. 1 Timbangan digital
7. 1 Palu
8. 1 set mesin gerinda
1.4 Bahan
1. 1 spesimen uji tarik plat
2. 1 spesimen uji tarik round bar
3. 1 spesimen uji tarik deformat
4. 1 lembar kertas milimeter
3. Pengukuran dimensi
a. Ambil spesimen tensile test plat dan ukur dimensinya jangka sorong. Parameter
yang harus diukur meliputi panjang spesimen, panjang gauge length, diameter
(spesimen
ARIESA BIO WIDYAround bar), tebal dan lebar (spesimen plat), seperti Gambar 1.11.11
SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI deformat, ME42043-01
BAHAN timbang terlebih
b. Khusus untuk spesimen berbentuk dahulu beratnya
dengan timbangan digital, seperti Gambar 1.12. Luas penampang deformat
ditentukan dari persamaan berikut :
W = V.ρ
W = (A0.L).ρ
A0 = W/(L.ρ)
Dimana :
W = Berat spesimen (kg)
V = Volume spesimen (mm³)
L = Panjang spesimen (m)
ρ = Berat jenis baja (kg/mm³)
ρ = 7.850 kg/mm³
Diketahui :
W = 0,14276 kg
L = 2940 mm
Ρ = 7.850 kg/mm³
1
A0 = x 3,14 x d2 A0 = W/(L.ρ)
4
1 0,14276kg
56,38 = 4x 3,14 x d2 A0 = (2940 mm x 7.850 kg/m)
d2 = 71,82 mm A0 = 0,05638 m2
d = 8,475 mm A0 =61,76 mm2
f. Pada saat grafik dikertas milimeter menunjukkan yield, yang ditandai dengan
mulai membeloknya grafik dari garis lurus, maka lihat nilai beban saat itu dan
catat pada lembar pengamatan sebagai beban yield.
h. Ukur diameter pada daerah necking dengan dua kali pengukuran pada lokasi
yang berbeda, rata-rata hasilnya serta catat pada lembar pengamatan.(Gambar
1.14)
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 14
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA ME42043-01
i. Ukur gauge length PRAKTEK UJI
setelah patah BAHAN
dan catat hasilnya pada lembar pengamatan.
= 0,34 mm 1 mm ≈ 0,34 mm
Tabel 1.1 Data Analisa Spesimen Plat
GRAFIK - Ɛ PLAT
600,00
500,00
400,00
TEGANGAN (STRESS) MPa
300,00
200,00
Teg-Reg SEBENARNYA
0,00
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25
STRAIN (MM/MM)
REGANGAN (STRAIN) mm/mm
Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen uji tarik
plat adalah sebagai berikut :
1. Penghitungan di daerah elastis
Py
a. Tegangan tarik yield Teknik(𝒕𝒚 ) = Ao 𝑥1000
19,5 kN
= 92,72 mm2 𝑥1000
= 𝟐𝟏𝟎, 𝟑𝟏 𝐌𝐏𝐚
Δℓy
b. Regangan yield teknik(𝜺𝒕𝒚 ) = x 100
Lo
3,44 mm
= 50,2 mm x 100 %
=𝟕%
c. Tegangan tarik yield sebenarnya(𝒔𝒚 ) = 𝑡𝑦 (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= 210,31 (1 + 0,07)
= 224,72 MPa
d. Regangan yield sebenarnya(𝜺𝒔𝒚 ) = In (1 + 𝜀𝑡𝑦 ) x 100 %
= In (1 + 0,07) x 100 %
=𝟕%
𝑡𝑦
e. Modulus elastisitas(𝐄) = 𝜺𝒕𝒚
𝟐𝟏𝟎,𝟑𝟏 𝐌𝐏𝐚
= 𝐦𝐦
𝟎,𝟎𝟕
𝐦𝐦
= 𝟑𝟎𝟔𝟗, 𝟎𝟕 𝐌𝐏𝐚
2. Penghitungan di daerah plastis
𝐏𝐮
a. Tegangan tarik ultimate Teknik(𝒕𝒖 ) = 𝐀𝐨 𝑥1000
32 kN
=92,72 mm2 𝑋1000
= 𝟑𝟒𝟓, 𝟏𝟑 𝐌𝐏𝐚
Ao−A′
b. Reduksi penampang(𝐑 𝐀 ) = x 100%
Ao
(92,72−40,08 )mm2
= 92,72 mm2
x 100%
= 56,70 %
= 𝟐𝟒 %
𝑷
d. Tegangan maksimum sebenarnya(𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = 𝑨′𝒇 𝑥1000
𝒇
25 kN
= 40,08 𝑥1000
mm2
= 𝟔𝟐𝟑, 𝟕𝟏 𝐌𝐏𝐚
= 0,29 mm 1 mm ≈ 0,29 mm
950,00
900,00
850,00
800,00
750,00
700,00
yield
650,00
MPa
600,00
(STRESS) MPA
TEGANGAN (STRESS)
550,00 yield
500,00
TEGANGAN
450,00
400,00
350,00
300,00
250,00
200,00
150,00
100,00
50,00
Teg-Reg TEKNIK Teg-Reg SEBENARNYA
0,00
0,00 0,10 0,20 0,30 0,40
REGANGAN
REGANGAN (STRAIN) MM/MM
(STRAIN) mm/mm
Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen uji Tarik
Round Bar adalah sebagai berikut :
1. Penghitungan di daerah elastis
Py
a. Tegangan tarik yield teknik(𝒕𝒚 ) = 𝑥100
Ao
62,5 kN
= 125,82 mm2 𝑋1000
= 𝟒𝟗𝟔, 𝟕𝟔 𝐌𝐏𝐚
Δℓy
b. Regangan yield teknik(𝜺𝒕𝒚 ) = x 100%
Lo
8,93 mm
= 50,66 mm x 100%
= 𝟏𝟖%
c. Tegangan tarik yield sebenarnya(𝒔𝒚 ) = 𝑡𝑦 (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= 496,76 (1 + 0,18)
= 584,36 MPa
d. Regangan yield sebenarnya(𝜺𝒔𝒚 ) = In (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= In (1 + 0,18)x 100%
= 𝟏𝟖 %
𝑡𝑦
e. Modulus elastisitas(𝐄) = 𝜺𝒕𝒚
𝟒𝟗𝟔,𝟕𝟔 𝐌𝐏𝐚
= 𝟎,𝟏𝟖
= 𝟐𝟖𝟏𝟔, 𝟕𝟑 𝐌𝐏𝐚
2. Penghitungan di daerah plastis
𝐏𝐮
a. Tegangan tarik ultimate teknik(𝒕𝒖 ) = 𝐀𝐨 𝑥1000
84 kN
= 125,82 mm2 𝑥1000
= 𝟔𝟔𝟕, 𝟔𝟒 𝐌𝐏𝐚
𝐀𝐨−𝐀′
b. Reduksi penampang(𝐑 𝐀 ) = x 100%
𝐀𝐨
(125,82−68,63)mm2
= x 100%
125,82 mm2
= 𝟒𝟓, 𝟒𝟓%
𝚫𝓵𝐦𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐮𝐦
c. Regangan tarik maksimum teknik(𝜺𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = x 100%
𝐋𝐨
20,17 mm
= 50,66 mm
x 100%
= 𝟒𝟎%
63,50 kN
= 68,63 mm2 𝑥1000
= 𝟗𝟐𝟓, 𝟑𝟎 𝐌𝐏𝐚
= 0,20 mm 1 mm ≈ 0,20 mm
Tabel 1.2 Data Analisa Spesimen Deformat
800,00
750,00
700,00
650,00
600,00
550,00
yield
500,00
yield
TEGANGAN (STRESS) MPa
450,00
400,00
350,00
300,00
250,00
200,00
150,00
100,00
50,00
0,00
0,00 0,05 0,10 0,15 0,20
REGANGAN (STRAIN) mm/mm
Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada spesimen uji Tarik
deformat adalah sebagai berikut :
1. Penghitungan di daerah elastis
𝐏𝐲
a. Tegangan tarik yield teknik(𝒕𝒚 ) = 𝑥1000
𝐀𝐨
22 kN
= 61,76 mm2 𝑋1000
= 𝟑𝟓𝟔, 𝟐𝟏 𝐌𝐏𝐚
𝚫𝓵 𝐲
b. Regangan yield teknik(𝜺𝒕𝒚 ) = x 100%
𝐋𝐨
2,43 mm
= 71,1 mm x 100%
= 𝟑%
c. Regangan yield sebenarnya(𝜺𝒔𝒚 ) = In (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= In (1 + 0,03)x 100%
= 𝟑%
d. Tegangan tarik yield sebenarnya(𝒕𝒚 ) = 𝑡𝑦 (1 + 𝜀𝑡𝑦 )
= 356,21 (1 + 0,03)
= 370,42 MPa
𝒕𝒚
e. Modulus elastisitas(𝐄) =𝜺
𝒕𝒚
𝟑𝟓𝟔,𝟐𝟏 𝐌𝐏𝐚
= 𝐦𝐦
𝟎,𝟎𝟑
𝐦𝐦
= 𝟏𝟎𝟒𝟏𝟓, 𝟔𝟕 𝐌𝐏𝐚
2. Penghitungan di daerah plastis
𝐏𝐮
a. Tegangan tarik ultimate teknik(𝒕𝒖 ) = 𝐀𝐨 𝑥1000
32,5 kN
= 61,76 mm 𝑥1000
= 𝟓𝟐𝟔, 𝟐𝟐 𝐌𝐏𝐚
Ao−A′
b. Reduksi penampang(𝐑 𝐀 ) = x 100%
Ao
(61,76−41,26) mm2
= x 100%
61,76 mm2
= 𝟑𝟑, 𝟏𝟗%
Δℓmaksimum
c. Regangan tarik maksimum teknik(𝜺𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = x 100%
Lo
12,16 𝑚𝑚
= x 100%
71,1 mm
= 𝟏𝟕 %
𝑷
d. Tegangan maksimum sebenarnya(𝒎𝒂𝒌𝒔 ) = 𝑨′𝒇 𝑥1000
𝒇
29,50 kN
= 41,26 mm2 𝑥1000
= 𝟕𝟏𝟒, 𝟗𝟓 𝐌𝐏𝐚
1.8 Kesimpulan
Dari hasil pengujian diatas, maka diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1.3 Sifat Mekanik
No Spesimen σty(MPa) σtu(MPa) E (MPa) εmaks (%) RA (%)
1 Plat 210,31 345,13 3069,07 24 56,70
2 Round bar 496,76 667,64 2816,73 40 45,45
3 Deformat 356,21 526,22 10415,67 17 33,19
Dari data yang diperoleh diatas dapat disimpulkan bahwa spesimen roundbar
mempunyai keuletan paling besar, karena mempunyai regangan paling besar.
Spesimen yang mempunyai kekakuan paling tinggi adalah specimen deformat,
karena mempunyai nilai modulus elastisitas paling tinggi. Spesimen yang
mempunyai kekuatan paling besar adalah spesimen roundbar, karena mempunyai
nilai ultimate paling tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Prasojo Budi, ST.,MT. 2012. Modul Ajar Ilmu Pengetahuan Bahan, Jurusan
Teknik Perpipaan. PPNS
Prasojo Budi, ST. 2002. Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal. PPNS
Dosen Metalurgi. 1986. Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin
FTI. ITS
Ferdinand L.Singer.1985. Kekuatan Bahan (Teori Kokoh-Strength of
Material).Jakarta: Erlangga
Harsono, Dr, Ir &T.Okamura, Dr. 1991. Teknologi Pengelasan Logam.
Jakarta: PT. PradyaParamita
M.M. Munir. 2000. Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik
Bangunan Kapal. PPNS
SNI, 07-2052-2002, Baja Tulangan Beton
SNI, 07-0408-1989, Cara Uji Tarik Logam
SNI, 07-0371-1998, Batang Uji Tarik Untuk Logam
LEMBAR KERJA
GRAFIK P- L
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Dosen pengampu:
Budi Prasojo,ST.,MT
2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN
NEGERI
PERMESINAN KAPAL
PRAKTEK UJI BAHAN
SURABAYA ME42043-01
II . LIQUID PENETRANT
TEST
Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi laporan ini
adalah sebagai berikut :
1) Mahasiswa mampu menjelaskan syarat-syarat suatu komponen dapat diuji dengan
Liquid Penetrant.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis cacat yang mampu dideteksi dengan
Liquid Penetrant.
Cacat yang mampu dideteksi dengan uji ini adalah keretakan yang bersifat mikro. Yaitu
keretakan yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang. Deteksi keretakan dengan
cara ini tidak tergantung pada ukuran, bentuk, arah keretakan, struktur bahan maupun
komposisinya. Liquid penetrant dapat meresap ke dalam celah retakan yang sangat kecil
bahkan ke dalam keretakan yang hanya sedalam 4 mikron (4x10-6 m). Penyerapan liquid
penetrant ke dalam celah retakan terjadi karena daya kapiler. Proses ini banyak
digunakan untuk menyelidiki keretakan permukaan (surface cracks), kekeroposan
(porosity), lapisan-lapisan bahan, dll. Sedangkan seberapa dalam keretakan tersebut
tidak mampu dideteksi dengan uji ini. Penggunaan uji liquid penetrant tidak terbatas
pada logam ferrous dan nonferrous saja, tetapi juga pada keramik, plastik, gelas, dan
benda-benda hasil powder metallurgy.
washable, namun harus dibatasi waktunya agar penetrant yang berada di dalam
keretakan tidak menjadi water washable agar tidak ikut terbasuh.
1) Visible Penetrant
Merupakan metode liquid penetrant yang pengamatannya cukup diamati dengan
mata telanjang. Padaumumnya visible penetrant berwarna merah dan
penampilannya yang kontras terhadap latar belakang warna developernya. Proses
ini membutuhkan cahaya putih yang cukup untuk pengamatan. Walaupun
sensitivitas penetrant jenis ini tidak setinggi jenis fluorescent, tetapi cukup
memadai untuk berbagai kegunaan.
2) Fluorescent Penetrant
Liquid penetrant jenis ini adalah liquid penetrant yang dapat berkilau bila
terkena sinar ultraviolet. Fluorescent penetrant bergantung pada kemampuannya
untuk menampilkan diri terhadap cahaya ultraviolet dan infra red yang lemah
pada ruangan gelap. Pemilihan penggunaan sensitivitas penetran bergantung pada
kekritisan inspeksi, kondisi permukaan yang diselidiki, jenis proses (system), dan
tingkat sensitivitas yang diinginkan.
Dwell Times
Material Form Type of Penetrant
Discontinuity (minute)
Alumunium, Casting and weld Cold shuts, porocity
magnesium , lack of fusion, 5
cracks (all forms)
Stell, brass, bronze, Wought material, Laps, cracks
titanium, high extrusions, (all forms) 10
temperature alloys Forgings, plate
Lack of fusion,
Carbide-lipped tools Brazed of welded porocity 5
cracks
Plastic All forms Cracks 5
Glass All forms Cracks 5
Ceramics All forms Cracks 5
Material yang digunakan adalah steel dan formnya welds maka dwell
timespenetrant minimum yang digunakan adalah 5 menit.
3) Aplikasi Penetrant
Semprotkan liquid penetrant pada daerah yang akan diselidiki dan
membiarkannya selama 10 menit berdasarkan ASME Section V article 6 untuk
memberikan kesempatan liquid penetrant memasuki celah-celah retakan.
4) Pembersihan
Bersihkan liquid penetrant dari permukaan benda kerja dengan kain kering atau
tisu kemudian dengan kain atau tisu yang dilembabkan dengan cleaner. Berhati-
hatilah dan jagalah jangan sampai liquid penetrant yang telah masuk ke dalam celah
Indikasi cacat
Part/item : L1
Size : 12 x 1
Type of defect : linear
Result : rejected
Remark : tidak memenuhi Kriteria ASME VIII
2.8.1 Pembahasan
L1, Rejected karena terdapat indikasi linear yang relevan yang memiliki ukuran lebih
besar dari 1/16 inchi atau 1,5 mm. Sehingga tidak memenuhi kriteria penerimaan
pengujian menurut standard ASME Section VIII Division 1 edisi 2021.
2.9 Kesimpulan
1) Liquid penetrant test merupakan salah satu uji NDT (Non Destructive Test) yang dapat
mendeteksi cacat yang ada di permukaan pada benda uji. Berdasarkan pengujian yang
telah dilakukan terhadap benda hasil uji pengelasan, disimpulkan bahwa benda uji
tidak diterima (Reject) karena tidak memenuhi kriteria penerimaan ASME Section VIII
Division 1 edisi 2021.
2) Hasil pengelasan tidak lolos uji liquid penetrant.Berdasarkan data hasil liquid penetrant
test didapatkan 1 indikasi linear yang tidak memenuhi kriteria penerimaan ASME
Section VIII Division 1 edisi 2021. Sehingga hasil pengelasan pada spesimen ini tidak
dapat diterima dan harus mengalami perbaikan
DAFTAR PUSTAKA
ASME Section V Article 6. Liquid Penetrant Examination, 2021 Edition.
ASME Section VIII Division 1. Mandatory Appendix 8 Methods for Liquid Penetrant
Examination (PT), 2021 Edition.
Budi Prasojo, ST [2012], Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS
Harsono, Dr, Ir & T.Okamura, Dr, [1991], Teknologi Pengelasan Logam, PT. Pradya
Paramita, Jakarta
M.M. Munir, [2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan
Kapal, PPNS
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Ariesa Bio Widya Saputra (0322040017)
Dosen pengampu:
Budi Prasojo,ST., MT
Hendri Budi Kurniyanto,S.ST., MT
Penunjuk
strength. Ada tiga macam bentuk takikan pada pengujian impact yakni takikan V, U
dan key hole sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 3.3) di bawah ini.
metode ini digunakan di Amerika dan banyak negara yang lain termasuk
Indonesia.
2. Metode Izod
Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 3.5 b), spesimen dijepit
pada salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah pemukulan dari depan
takikan. Biasanya metode ini digunakan di Inggris.
Apabila temperatur operasi dari suatu peralatan berada di bawah temperatur transisi
dari material yang digunakan, maka adanya crack pada material fracture akan
menyebabkan kerusakan pada peralatan, sedangkan apabila temperatur operasi
terendah masih di atas temperatur transisi dari material, maka brittle fracture bukan
merupakan masalah.
3.3 Alat
1. Mesin Uji Impact
2. Thermo couple
3. Kompor listrik dan panci
4. HP (stopwatch)
5. Jangka sorong
6. Kikir
7. Stamping
8. Ragum
9. Tang
10. Palu
11. Sarung tangan
12. Thermos
13. Hand Grinding
3.4 Bahan
1. Spesimen uji impact untuk temperatur panas (1 buah)
2. Spesimen uji impact untuk temperatur kamar (1 buah)
3. Spesimen uji impact untuk temperatur dingin (1 buah)
4. Es batu
3.4.1 Hasil
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Impact Test
No. Specimen Length l Weight w Overall Thick t Thick.at Notch Cross Section An
Stamp (mm) (mm) (mm) tn(mm) (mm2)
1. D 54,8 9,9 10,2 8,4 83,16
3.4.2 Analisis
1. Perhitungan kekuatan Impact (J/mm2) sesuai pengujian
a. Spesimen “D” (dingin) temperatur 0,2oC
Diketahui:
Eimpact = 70 joule
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = E/An
= 70 joule/83,16 mm2
= 0,841 joule/mm2
Diketahui:
Eimpact = 99 joule
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = E/An
= 99 joule/83,16 mm2
= 1,190 joule/mm2
c. Spesimen “R” (ruangan) temperatur 28,2⁰C
Diketahui:
Eimpact = 80 joule
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = E/An
= 80 joule/83,16 mm2
= 0,962 joule/mm2
2. Perhitungan Kekuatan Impact (J/mm2) sesuai Teori
Mencari panjang lengan (L)
Waktu 50 periode (T50) = 89,55 detik
Periode 1/50 = 1,79 detik
𝐿
T = 2 𝜋 √𝑔
𝐿
1,79 = 2𝜋√9,81
𝐿
(1,79)2 = 42. 9.81
L = 0,797 m
Berat bandul (W) = 96,5 N
Sudut Awal (α) = 160,43o
a. Spesimen “D” (dingin) temperatur 0.2oC
Diketahui:
Sudut akhir (β) = 92o
Luas Penampang (An) = 83,16 mm2
Maka Impact strength :
Is = W.ℓ(cosβ-cosα)/An
ARIESA BIO WIDYA SAPUTRA/0322040017/D4-ME1A 10
POLITEKNI D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
Tabel 3.2 Perbandingan Kekuatan Impact Hasil Pengujian dan Hasil Perhitungan
Selisih Impact
Impact Impact strength
strength hasil
Temperatur strength hasil hasil
Spesimen pengujian dan hasil
(o C) pengujian perhitungan
perhitungan
(J/mm2) (J/mm2)
(J/mm2)
1 0,2 o 0,841 0,839 0,002
2 150 o 1,190 1,172 0,018
3 28,2 o 0,962 0,952 0,01
temperatur maka internal stress naik menyebabkan kerapatan molekul semakin rapat
maka impact strenght nya semakin turun.
3.8 Kesimpulan
Uji kekuatan tumbuk (impact test) merupakan salah satu cara untuk
mengukurkekuatan material terhadap beban mendadak. Pengujian ini dilakukan pada
tiga temperatur yang berbeda yakni pada temperatur 0.2oC, 28.2oC, dan 150oC. Dari
analisa perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan temperatur
mempengaruhi impact strength.
DAFTAR PUSTAKA
Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin FTI,
ITS
Harsono, Dr, Ir & T.Okamura, Dr, [1991], Teknologi Pengelasan Logam, PT.
Pradya Paramita, Jakarta
M.M. Munir, [2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik Bangunan
Kapal, PPNS
Prasojo, Budi ST [2012], Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS
Wachid Suherman, Ir, [1987], Diktat Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik Mesin
FTI, ITS
LEMBAR KERJA
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Dosen pengampu:
2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
Dari gambar 4.2 tersebut, tampak arah ibu jari menunjuk arah aliran arus listrik,
sedangkan arah 4 jari yang lain menunjuk arah garis-garis magnet atau disebut
juga medan magnet. Beberapa perlatan MPT yang mengguna-kan prinsip kerja
ini antara lain :
a. Magnetisasi tak langsung
Pada magnetisasi tak langsun ini, arus listrik dialirkan ke konduktor sentraI.
Medan magnet mengenai bahan dan benda yang dilingkupinya dengan arah
melingkar. Metode ini lebih dikenal dengan istilah central konduktor
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.3.
Current Circular
Deffect Field
2. Magnetisasi Longitudinal
Dihasilkan dari arus listrik yang dialirkan dalam koil, sebagaimana di tunjukkan
pada gambar 4.6.
2. Elektromagnet
Merupakan magnet yang terbuat dari bahan ferromagnetik yang jika diberikan
arus listrik maka bahan tersebut akan menjadi magnet tetapi jika pemberian
arus listrik dihentikan, maka sifat magnet pada bahan tersebut akan hilang.
2. Metode Basah
Partikel magnetik yang digunakan dalam bentuk suspensi. Metode ini bisa
digunakan pada metode kontinyu maupun residual. Metode basah biasa
digunakan pada permukaan benda uji yang halus. Metode ini cocok digunakan
pada suhu dingin dan batas maksimalnya adalah tidak boleh lebih dari batas
akhir temperatur kamar, yaitu 55oC karena suspensi akan mengalami
penguapan jika suhu terlalu panas.
2. Pre Cleaning
Hasil penngelasan dibersihkan permukaannya dari oli dan kotoran lain yang
berupa karat, lemak, cat dan kotoran lainnya dengan menggunakan cleaner,
sebagaimana di tunjukkan pada gambar 4.9.
Indikasi
Non-relevan I₃
I₅
I₁
I₆ I₄ I₂
4.7.2 Pembahasan
Dari praktikum dan data hasil pengujian magnetic particle test pada specimen terdapat
8 indikasi, setelah dilakukan proses evaluasi, indikasi pada spesimen sebagaimana di
tunjukkan pada table 4.1.
Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengukuran Indikasi
Result
Size Type of
NO Part/ Item Remark
(mm) Defect Accepted Reject
B3
1 8x1 Linear
B3
2 6x1 Linear
B3
3 5x1 Linear
B3
4 5x1 Linear
B3
5 8x1 Linear
B3
6 6x1 Linear
3. Indikasi 3 memiliki ukuran 5 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected)
4. Indikasi 4 memiliki ukuran 5 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected).
5. Indikasi 5 memiliki ukuran 8 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected).
6. Indikasi 6 memiliki ukuran 6 x 1 mm, sehingga termasuk indikasi linier yang relevan.
Karena syarat penerimaannya permukaan material harus terbebas (tidak boleh ada)
indikasi linier yang relevan dan tidak lebih dari 1,5 mm maka benda kerja ditolak
(rejected).
4.8 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Magnetic Particle Test ada 6 indikasi yang didapatkan. Dilihat dari data
hasil Magnetic Particle Test pada tabel 4.1, berdasarkan bentuknya semua indikasi berupa
linear dengan ukuran lebih dari 1,5 mm (1/16”) yang tidak sesuai dengan standar
penerimaan, sehingga benda uji ditolak (rejected).
DAFTAR PUSTAKA
Lembar Kerja
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Dosen pengampu:
2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
Strength
Hardness Brittleness
s
Ductility
3. Pemakaian beban (P) dan diameter indentor (D) harus memenuhi syarat
perbandingan :
P/D2 = k…………………………………………………………….( 5.1 )
Dimana :
k =30 untuk baja
k =10 untuk tembaga dan paduannya
k =5 untuk aluminium dan paduannya.
d1
d2
b. Saat indentasi
a. Sebelum indentasi c. Setelah indentasi d. Pengukuran diameter
indentasi pada layar
5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan BHN (Brinell Hardness
Number) yang dihitung berdasarkan diameter indentasi dengan persamaan
sebagai berikut :
BHN = 2P/[(D){D – (D2 – d2)1/2}].......................................................( 5.2 )
Dimana :
P = gaya tekan (kg)
D = diameter bola indentor (mm)
d = diameter indentasi ([d1+d2]/2) dalam mm
6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 BHN 2,5/150 – 10
Dimana :
150 = nilai kekerasan
BHN = metode pengujian Brinell
2,5 = diameter indentor (mm)
150 = gaya pembebanan (kg)
10 = waktu pembebanan (detik)
7. Karena pengukuran dilakukan secara manual, maka memberi peluang untuk
terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu dimungkinkan terutama pada saat
pemfokusan obyek pada layar, peletakan alat ukur pada obyek dan pembacaan
pengukurannya.
136
0 d1
d1
d2
d2
136
a. Indentor0piramida intan b. Tapak indentasi c. Pengukuran
diagonal indentasi
pada layar
Dimana:
P = gaya tekan (kg)
d = diagonal indentasi (mm)
= (d1+d2)/2
6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 DPH 150/10
Dimana :
150 = Nilai kekerasan
DPH = Metode pengujian Vickers
150 = Gaya pembebanan (kg)
10 = Waktu pembebanan (detik)
7. Sama dengan metode Brinell, karena pengukuran dilakukan dengan cara manual,
maka memberi peluang untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu
dimungkinkan terutama pada saat pemfokusan obyek pada layar, peletakan alat
ukur pada obyek dan pembacaan pengukurannya.
5.2.3 Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers yang masih menggunakan pengukuran
manual, dengan metode Rockwell nilai kekerasan langsung dapat dibaca pada skala
yang terdapat pada mesin. Dengan metode ini nilai kekerasan spesimen langsung
dapat dibaca dari skala yang terdapat pada mesin. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada metode pengujian kekerasan Rockwell adalah sebagai berikut:
1. Spesimen harus memenuhi persyaratan :
a. Rata dan halus.
b. Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horizontal.
2. Metode Rockwell mempunyai beberapa skala pengukuran, dimana pemakaiannya
tergantung pada kombinasi jenis indentor dan beban utama yang digunakan. Ada
tiga jenis indentor dengan tiga jenis beban utama, sehingga terdapat sembilan
kombinasi sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 5.5). Sedangkan jenis skala
dan kombinasi jenis indentor dengan beban utama ditunjukkan pada (tabel 5.2).
Gambar 5.5. Jenis Indentor Dan Jenis Beban Utama Serta Kombinasinya Pada Metode
Rockwell
3. Pada pelaksanaan metode ini, mula-mula spesimen diberi indentasi awal dengan
beban minor 10 kg, setelah itu baru diberi beban utama (60 kg, 100 kg atau 150
kg) selama 10 – 30 detik.
4. Setelah spesimen dibebaskan dari kedua beban tersebut maka jarum skala akan
menunjukkan berapa nilai kekerasan dari spesimen tersebut.
5. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 73 RC, dimana 73 nilai
kekerasannya, sedangkan RC adalah skala yang digunakan.
DC DC DC DC
6. Selain tergantung kombinasi jenis indentor dan jenis beban, maka pemakaian
skala dalam Rockwell juga tergantung pada jenis material yang akan diuji.
Sebagai contoh, Rockwell B untuk logam secara umum, Rockwell C untuk logam
yang keras dan Rockwell A untuk logam yang sangat keras. Kesalahan pemakaian
kombinasi indentor dan beban dengan jenis material yang diuji akan
menyebabkan tidak akuratnya hasil pengujian.
5.3 Alat
1. Mesin uji kekerasan
2. Satu set indentor uji kekerasan
3. Hand grinding
4. Stopwatch
5. Obeng
6. Kertas gosok dengan grid 60 dan 120
7. Tissue
5.4 Bahan
Spesimen kekerasan baja
g. Mengambil stopwatch dengan tangan kiri dan menyalakan ketika tangan kanan
melepaskan handle beban. Setelah 15 detik, menarik handle beban dan
mengunci pada tempatnya. Menyalakan lampu dan mengatur posisi spesimen
serta fokus lensa sehingga bekas indentasi tampak pada layar.
h. Mengukur diagonal indentasi pada posisi datar dan tegak serta menghitung
rata-ratanya. Setelah itu mencatat pada lembar kerja.
i. Mengulangi lagi untuk titik kedua dan ketiga.
j. Apabila sudah selesai, melepas kembali indentor dan meletakkan pada
tempatnya.
3. Pengujian kekerasan dengan metode Brinell
a. Pastikan anda memahami semua operasi dan kontrol pada mesin.
b. Pastikan pelindung dan peralatan pendukung berfungsi dengan baik.
c. Periksa area kerja tidak ada bahaya terpeleset/tersandung.
d. Putar turret dan pasang indentor.
e. Nyalakan saklar tenaga, tunggu hingga home page muncul.
f. Tekan tombol “TAB-A”, pilih beban pengujian dan indentor yang sesuai.
g. Tekan “OK” untuk kembali ke homepage.
h. Tekan “CLR-F” untuk membuat beban uji menjadi nol.
i. Letakkan benda uji di testing table dan putar rotating wheel searah jarum jam
hingga benda uji menyentuh indentor dan beban awal tercapai serta mesin uji
mengeluarkan bunyi bip, hentikan putaran.
j. Tunggu pembebanan otomatis selesai dan waktu tunggu menunjukkan 0
k. Putar rotating wheel berlawanan searah jarum jam untuk menjauhkan benda
uji dari indentor. Buat jarak sekitar 10 mm.
l. Putar turret untuk mengganti posisi indentor dengan lensa.
m.Putar rotating wheel sambil mengamati di eyepiece untuk mendapatkan
gambar yang fokus/tajam.
n. Putar roda kiri eyepiece hingga garis ukur kiri memotong secara tangensial
tepi kiri indentasi, lalu putar roda kanan sampai garis ukur kanan memotong
secara tangensial tepi kanan indetasi. Tekan measuring button.
o. Putar eyepiece 90˚ searah jarum jam lalu ulangi untuk tepi atas dan bawah
tapak indentasi.
p. Catat nilai kekerasan yang ditampilkan di layar
Spesimen : Baja
d1 : 0,590 mm
d2 : 0,589 mm
d (rata-rata) : 0,5895 mm
BHN = 2P / [(π D) (D-(D2 -d2 ) ½ )]
= 2 . 30,00 / [(3,14 . 1,00) (1,00 – (1,002 –0,5895 2)1/2]
= 99,402 BHN
b. Pengujian kedua
Diketahui : Indentor : Bola Baja
Time :15 detik
Ø Ball : 1,00 mm
Beban : 30 kgf
Spesimen : Baja
d1 : 0,591 mm
d2 : 0,589 mm
d (rata-rata) : 0,590 mm
BHN = 2P / [(π D) (D-(D2 -d2 ) ½ )]
= 2 . 30,00 / [(3,14 . 1,00) (1,00 – (1,002–0,5902)1/2]
= 99,214 BHN
c. Pengujian ketiga
Diketahui : Indentor : Bola Baja
Time : 15 detik
Ø Ball : 2,50 mm
Beban :187,5 kgf
Spesimen : Baja
d1 : 1,467 mm
d2 : 1,467 mm
d (rata-rata) : 1,4670 mm
BHN = 2P / [(π D) (D-(D2 -d2 ) ½ )]
= 2 . 187,5/ [(3,14 . 2,50) (2,50 – (2,502–1,46702)1/2]
= 100,428 BHN
d. Pengujian keempat
Diketahui : Indentor : Bola Baja
Time : 15 detik
Ø Ball : 2,50 mm
Beban :187,5 kgf
Spesimen : Baja
d1 : 1,466 mm
d2 : 1,468 mm
d (rata-rata) : 1,4670 mm
BHN = 2P / [(π D) (D-(D2 -d2 ) ½ )]
= 2 . 187,5/ [(3,14 . 2,50) (2,50 – (2,502–1,46702)1/2]
= 100,428 BHN
2. Penulisan Nilai Kekerasan Brinell
a. Pengujian Pertama
99,402 BHN 1/30-15
99,402 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
BHN = metode pengujian brinell
1 = diameter indentor (mm)
30 = gaya pembebanan (kg/f)
15 = waktu pembebanan (detik)
b. Pengujian Kedua
99,214 BHN 1/30-15
99,214 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
BHN = metode pengujian brinell
1 = diameter indentor (mm)
30 = gaya pembebanan (kg/f)
15 = waktu pembebanan (detik)
c. Pengujian Ketiga
100,428 BHN 2,5/187,5-15
100,428 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
BHN = metode pengujian brinell
2,5 = diameter indentor
187,5 = gaya pembebanan (kg/f)
-1042,14 = -10x
𝑥 = 104,21 DPH
c. Lokasi uji kedua menggunakan interpolasi
95 BHN → 100 DPH
100,428 BHN → X DPH
105 BHN → 110 DPH
105−100,425 110−𝑥
=
105−95 110−100
4,572 110−𝑥
=
10 10
45,72 = 1100-10x
-1054,28 = -10x
𝑥 = 105,43 DPH
d. Lokasi uji kedua menggunakan interpolasi
95 BHN → 100 DPH
100,428 BHN → X DPH
110 BHN → 105 DPH
105−100,425 110−𝑥
=
105−95 110−100
4,572 110−𝑥
=
10 110−100
45,72 = 1100-10x
-1054,28 = -10x
𝑥 = 105,43 DPH
(𝑑1 + 𝑑2 )
d (rata-rata) =
2
(0,2732+0,2974)
=
2
= 0,2853 mm
1,854 𝑃
DPH =
𝑑2
1,854𝑥5
=
2
0,2853
= 113,33 DPH 5/15
b. Pengujian Kedua
Diketahui:
d1 = 0,3001 mm
d2 = 0,3001 mm
(𝑑1 + 𝑑2 )
d (rata-rata) =
2
(0,3001 +0,3001)
=
2
= 0,3001 mm
1,854 𝑃
DPH =
𝑑2
1,854𝑥5
=
2
0,3001
= 102,93 DPH 5/15
c. Pengujian Ketiga
Diketahui:
d1 = 0,2955 mm
d2 = 0,2984 mm
(𝑑1 + 𝑑2 )
d (rata-rata) =
2
(0,2955+0,2984)
=
2
= 0,2969 mm
1,854 𝑃
DPH =
𝑑2
1,854𝑥5
=
2
0,2969
= 105,16 DPH 5/15
4. Penulisan Nilai Kekerasan
a. Pengujian Pertama
113,33 DPH 5/15
113,33 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
DPH = metode pengujian vickers
5 = gaya pembebanan (kg/f)
15 = waktu pembebanan (detik)
b. Pengujian Kedua
102,93 DPH 5/15
102,93 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
DPH = metode pengujian vickers
5 = gaya pembebanan (kg/f)
15 = waktu pembebanan (detik)
c. Pengujian Ketiga
105,16 DPH 5/15
105,16 = nilai kekerasan (kgf/mm2)
DPH = metode pengujian vickers
Untuk mengecek ketepatan metode Rockwell dan metode Brinell dapat dilakukan
dengan cara mengkonversikan kedua nilai tersebut kedalam Vickers, karena yang
dikalibrasi hanyalah untuk metode Vickers. Pengecekan nilai ini dilakukan
dengan melihat tabel konversi Hardness ke Tensile Strength (tabel 5.1) dan
metode Interpolasi.
Hasil konversi nilai kekerasan Rockwell B ke Vickers
1. Lokasi uji ketiga menggunakan ekstrapolasi
Tabel 5.7 Ekstrapolasi Rockwell B dengan Vickers
ROCKWELL VICKERS
B (RB) (DPH)
98,10 240
99,50 250
117,86 X
Rata-rata = 1.164,71 : 3
= 388,24 DPH
100,43 105,43
METODE 113,33
VICKERS
102,93
BASE METAL
(BESI) 105,16
5.8 Kesimpulan
1. Rockwell B
Hasil pengujian metode Rockwell merupakan pengujian yang paling mudah
diamati, karena penguji cukup membaca skala pada mesin untuk mendapatkan
nilai kekerasan. Tetapi jika terjadi kesalahan dalam mengkombinasikan beban
dan indentor, maka hasil pengujian pun salah.
2. Vickers
Pengujian dengan metode Vickers sama mudahnya dengan metode Brinell tetapi
waktu yang dibutuhkan lebih cepat karena tidak ada penentuan beban terlebih
dahulu. Bekas indentasi yang relatif kecil menuntut penguji lebih teliti dalam
membaca hasil pengujian. Dari data yang diperoleh rata-rata nilai kekerasan
Vickers setelah dikonversikan, hasil pengujian Vickers dengan material
aluminium sebesar 107,14 DPH dan untuk hasil pengujian Rockwell B dengan
material kuningan sebesar 388,24 DPH serta untuk hasil pengujian Brinell
dengan material besi sebesar 105,41 DPH. Jadi hasil besar kecilnya kekerasan
yang muncul akibat pengujian tergantung pada jenis pengujian dan pembebanan
yang diberikan.
3. Brinell
Hasil pengujian dengan metode Brinell lebih mudah diamati karena bekas
indentasinya cukup besar. Namun metode ini membutuhkan waktu yang lebih
lama dibandingkan metode Vickers, sebab metode ini membutuhkan perhitungan
terlebih dahulu untuk menentukan beban yang digunakan. Pengujian secara
manual mengakibatkan penguji harus lebih teliti dalam membaca hasil
pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR KERJA
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Dosen pengampu:
2022
POLITEKNIK D4 TEKNIK
PERKAPALAN PERMESINAN KAPAL
NEGERI
SURABAYA PRAKTEK UJI BAHAN ME42043-01
VI ULTRASONIC TEST
6.1 Sub Kompetensi
Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi laporan ini
adalah sebagai berikut:
1) Mahasiswa mampu menjelaskan syarat-syarat suatu komponen dapat diuji
dengan Ultrasonic test.
2) Mahasiswa mampu menentukan bentuk dan lokasi cacat pada suatu material atau
komponen mesin.
Timer
Amplifier osiloskop
Penguat/
Pembangkit pulsa
probe
Benda
uji
2) Gelombang Ultrasonic.
Gelombang ultrasonic adalah gelombang mekanik seperti suara, yang
frekuensinya lebih besar dari pada 20 kHz. Gelombang ini mempunyai besaran
fisis seperti pada suara yakni panjang gelombang ( ), kecepatan rambat (v),
waktu getar (T), amplitudo (A), frekuensi (f), fasa ( ) dan sebagainya. Formula
yang berlaku bagi gelombang suara berlaku pula pada gelombang ultrasonic,
misal:
v
f .................................................................................................(6.1)
s v.t .................................................................................................(6.2)
sin v1
sin v2 (snellius)…………………………………..…….…….......…. (6.3)
I1 r22
I 2 r12 (least aquare law)…………...……….……….………………... (6.4)
If t
= I 0 e (attenuation)………………………..……………………….….(6.5)
c) Mode Permukaan
Mode transversal terjadi bila gelombang transversal merambat pada
permukaan. Gerakan atom yang bergetar berbentuk elips. Sesuai dengan
namanya gelombang permukaan hanya merambat pada permukaan padat
dengan kedalaman maksimum satu panjang gelombang
4) Perubahan Mode
Gelombang ultrasonic yang merambat dalam suatu bahan dapat merubah mode
dari satu mode ke mode lainnya. Perubahan mode ini terjadi misalnya karena
pantulan atau pembiasan. Bila mode berubah maka kecepatan rambatnya
berubah, sedangkan frekuensinya tetap, akibatnya panjang gelombangnya juga
akan berubah.
5) Kemampuan Deteksi
Cacat kecil dapat memantulkan kembali gelombang ultrasonic bila
permukaannya cukup luas. Cacat terkecil yang dapat dideteksi oleh gelombang
ultrasonic adalah bila:
minimum= 1 2 ………..………………………………………………..(6.6)
W2 W1
R ..……………………………………………….…………… (6.7)
W2 W1
D= 1-R ……………………………………… ………………...………….(6.8)
W1 1V1 ...…………………………………………………….…………...(6.9)
300m
25m
m
30
85m 100m
mm
m m
100m 91m
m m
35m
m
4) Jika kalibrasi sudah dilakukan dengan benar setelah itu ambil specimen dan
probe diletakkan pada sisi yang akan diuji. Lihat skala pada layar kemudian
lakukan pengukuran tebal spesimen :
𝐷 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎
=
𝑟𝑎𝑛𝑔𝑒 10
𝐷 3
=
100 10
D = 30 mm
Dari perhitungan di atas, ditemukan tebal spesimen sebesar 30 mm. Setelah itu
baru mencari indikasi pada spesimen.
5) Catat pada titik berapa indikasi yang muncul pada layar pesawat ultrasonic
setelah probe diletakkan pada spesimen, dan gambarkan ukuran serta posisi
cacat pada spesimen.
Gambar 6.11 Gambar 3D Hasil Pengujian Ultrasonic Test dengan Probe Normal
Gambar 6.12 Perspektif Hasil Pengujian Ultrasonic Test dengan Probe Normal
1) Indikasi 1
Pada indikasi 1 memiliki kedalaman 28,10 mm dari permukaan. Dengan
panjang 47,8 mm dan lebar 29 mm.
2) Indikasi 2
Pada indikasi 2 memiliki kedalaman 28,86 mm dari permukaan. Dengan
diameter 34 mm
3) Indikasi 3
Pada indikasi 3 memiliki kedalaman 23,30 mm dari permukaan. Dengan
panjang 63 mm dan lebar 24 mm.
6.8 Kesimpulan
Ultrasonic Test merupakan salah satu uji NDT (Non Destructive Test) yang
menggunakan gelombang ultrasonic untuk mengetahui indikasi pada bagian dalam
benda uji. Untuk dapat mengetahui letak dari indikasi pada bagian dalam benda uji
dapat dilakukan dengan cara scaning dengan menggunakan probe. Kelebihan
ultrasonic test dibanding dengan pengujian yang lain adalah dapat mendeteksi
discontinuity yang berada di dalam material, dan juga dapat mengetahui dimensi dan
posisi discontinuity. Temuan scanning yaitu terdapat deffect pertama berbentuk
persegi panjang dengan kedalaman 28,10 mm dari permukaan, panjang 47,8 mm,
dan lebar 29 mm. Deffect kedua berbentuk lingkaran memiliki kedalaman 28,86 mm
dari permukaan dan berdiameter 34 mm. Deffect ketiga berbentuk persegi panjang
memiliki kedalaman 23,30 mm dari permukaan, panjang 63 mm, dan lebar 24 mm
DAFTAR PUSTAKA