Rita CCP Piscopo1, Ronney V Guimarães1, Joji Ueno1,2, Fabio Ikeda1,2, Zsuzsanna IK Jarmy-Di Bella 3,
Brazil
This study was presented as a poster at the ESHRE Annual Meeting 2018, held in Barcelona – Spain on July
01-04, 2018
Abstrak
Tujuan: Kebanyakan wanita yang menderita infertilitas yang disebabkan oleh faktor tuba
tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul (PRP), melainkan memiliki infeksi
saluran genital atas yang asimtomatik. Menyelidiki dampak infeksi tersebut, bahkan tanpa
adanya gejala penyakit radang panggul yang dikonfirmasi secara klinis, sangat penting
untuk memahami infertilitas karena faktor tuba. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menyelidiki apakah keberadaan bakteri endoserviks berkaitan dengan faktor tuba pada
Metode: Studi cross-sectional retrospektif ini melibatkan 245 wanita yang menjalani
sebagai bagian dari investigasi rutin pada wanita yang mengeluhkan infertilitas diantara
urealiticum, Mycoplasma hominis dan bakteri lain berhubungan dengan 3,7%, 9,0%; 5,7%
dan 9,8%, pada masing-masing bakteri. Tidak didapatkan adanya kolonisasi oleh
Neisseria gonorrhea. Prevalensi faktor tuba secara signifikan lebih tinggi pada pasien
dengan hasil kolonisasi bakteri di endoserviks yang positif, terlepas dari apapun spesies
bakterinya. Ketika mengevaluasi spesies bakteri secara individual, wanita yang positif
faktor tuba yang lebih tinggi secara signifikan. Hubungan antara kolonisasi bakteri
endoserviks dan infertilitas faktor tuba dikonfirmasi dengan analisis regresi ganda yang
Kesimpulan: Selain tingginya prevalensi Mycoplasma dan agen infeksi Ureplasma temuan
tidak hanya Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhea, tetapi juga spesies
PENDAHULUAN
infeksi saluran genital secara keseluruhan masih sering dibahas, kerusakan tuba-
wanita. Kolonisasi mikroorganisme patogen yang menjajah saluran genital wanita bagian
bawah dapat naik ke saluran genital bagian atas, menyebabkan penyakit radang panggul
(PRP) yang berhubungan dengan kerusakan tuba, dan akhirnya menjadi infertilitas.
Dengan adanya infeksi, kerusakan tuba dapat terjadi sebagai respons terhadap
perlengketan, kerusakan mukosa tuba, atau oklusi tuba yang mengganggu transportasi
barat, dan satu dari setiap empat pasangan di negara berkembang, dengan presentase
hingga 30% di beberapa wilayah Afrika (Vander Borght & Wyns, 2018). Meskipun
sekunder adalah bentuk paling umum dari infertilitas wanita di seluruh dunia, dan
seringkali disebabkan oleh infeksi saluran genital dengan akibat kerusakan tuba.(Inhorn &
Patrizio, 2015). Risiko infertilitas berbanding lurus dengan jumlah episode PRP, dengan
kerusakan tuba terjadi pada sekitar 15% kasus. Namun, kebanyakan wanita yang
menderita infertilitas faktor tuba tidak memiliki riwayat PRP, melainkan mengalami
infeksi saluran genital bagian atas yang tidak menimbulkan gejala. Oleh karena itu,
menyelidiki dampak dari infeksi tersebut, terutama dengan tidak adanya bukti secara
klinis yang dikonfirmasi, sangat penting untuk memahami hubungan antara infeksi saluran
genital dan infertilitas faktor tuba yang disebabkan PRP (Tsevat et al., 2017).
lebih umum terjadi pada wanita tidak subur dan wanita dengan infertilitas faktor tuba (van
Oostrum et al., 2013). Prevalensi vaginosis asimtomatik yang lebih tinggi pada wanita
tidak subur dibandingkan dengan wanita sehat juga telah dilaporkan baru-baru ini (Babu et
al., 2017), dan mikrobioma vagina ini dianggap berkaitan dengan hasil luaran fertilisasi in
vitro (IVF); dan juga dengan hasil luaran kehamilan (Hyman et al., 2012).
masyarakat global yang signifikan, sangat terkait dengan infertilitas faktor tuba dan
penyebab morbiditas terkait PID (yaitu, infertilitas dan kehamilan ektopik) (Sirota et al.,
2014). Neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae) juga diketahui menyebabkan PID, tetapi
kedua infeksi (C. trachomatis dan N. gonorrhoeae) mungkin asimtomatik pada beberapa
wanita, dan banyak pasien tidak terdiagnosis dan tidak diobati (Kreisel et al., 2017).
(U. urealyticum) dianggap sebagai patogen oportunistik pada manusia, dan sering
ditemukan di saluran genitourinari wanita sehat. Namun, kedua spesies telah dikaitkan
dengan peningkatan risiko kondisi patologis tertentu, termasuk vaginosis bakterial (Keane
faktor tuba. Penelitian ini berangkat untuk menyelidiki hubungan antara kolonisasi bakteri
Desain studi
swasta di São Paulo, Brazil. Prosedur dalam penelitian ini merupakan bagian dari
perawatan rutin di pusat tersebut. Semua peserta menandatangani formulir persetujuan dan
mengizinkan data retrospektif mereka digunakan untuk tujuan publikasi ilmiah, dengan
syarat kerahasiaan dihormati. Oleh karena itu, studi tersebut telah disetujui Badan
Reprodutiva diantara tahun 2016 dan 2017 (n = 369) ditinjau, dan mereka yang menjalani
245) dimasukkan dalam penelitian. 124 wanita yang tersisa tidak menjalani HSG karena
indikasi klasik lainnya untuk perawatan IVF, seperti parahnya infertilitas faktor pria,
abortus berulang, riwayat salpingektomi atau cadangan ovarium yang sangat rendah, dan
Prosedur
Pasien yang terpilih adalah yang telah menjalani pemeriksaan awal infertilitas.
U. urealiticum dan M. hominis diminta pada kunjungan pertama dan dilakukan dengan
lainnya diidentifikasi dengan kultur rutin sekret endoserviks. Semua pasien adalah
asimtomatik untuk infeksi saluran genital dan hasil PCR dan kultur bakteri
Sebanyak 245 wanita yang termasuk dalam sampel menjalani pemeriksaan HSG
oleh spesialis kedokteran reproduksi dan diklasifikasikan memiliki saluran tuba normal
atau abnormal. Temuan abnormal pada tuba yang menentukan infertilitas faktor tuba
termasuk adhesi peritubal dan / atau periovarian, oklusi proksimal atau distal atau adhesi
Analisis statistik
faktor tuba. Proporsi disajikan dalam data kategorikal dan dibandingkan dengan
menggunakan Chi-square atau uji Fisher, yang sesuai. Variabel kontinu dinyatakan
sebagai rerata
dan standar deviasi (SD) dan dibandingkan dengan menggunakan Student uji-t. Kami membua
HASIL
Para wanita dalam sampel ini memiliki usia antara 22 dan 48 tahun (36,3 ± 4,6).
Karakteristik demografis lainnya adalah sebagai berikut: durasi rata-rata infertilitas, 4,2
tahun; rata-rata nilai FSH dasar, 10,2±16,6 IU/ml dan rata-rata kadar anti-mullerian
18,2% dan infertilitas faktor tuba terdeteksi pada 55,5%. Gambar 1 menggambarkan jenis
(Gambar 2) adalah bakteri yang paling umum ditemukan di antara mikro-organisme lain
bakteri endoserviks sebagai negatif (n = 199) atau positif (n = 46). Karakteristik demografi
antar kelompok serupa dan dijelaskan pada Tabel 1. Infertilitas faktor tuba lebih umum
pada wanita dengan kolonisasi bakteri endoserviks, terlepas dari spesies bakteri,
menunjukkan adanya hubungan antara bakteri endoserviks dan faktor tuba (Gambar 3).
Analisis per bakteri juga mengungkapkan lebih tinggi persentase infertilitas faktor
tuba yang terdapat kolonisasi bakteri pada bagian endoserviksnya. Namun, hasil yang
signifikan terbatas pada Mycoplasma hominis (Gambar 4). Menariknya, di antara pasien
yang positif Mycoplasma hominis, hanya satu yang memiliki saluran tuba normal.
Model regresi logistik ganda yang disesuaikan dengan usia dan durasi infertilitas
infertilitas faktor tuba dalam penelitian ini. Kolonisasi bakteri endoserviks dikaitkan
dengan peningkatan 2,2 kali lipat kemungkinan terjadi infertilitas faktor tuba (OR: 2,2; p =
PEMBAHASAN
Kami menyaring wanita dalam penelitian ini untuk mengetahui kolonisasi bakteri
di endoserviks sebagai bagian dari penyelidikan infertilitas, dan 18,2% pasien dinyatakan
menemukan hubungan yang signifikan antara infertilitas faktor tuba dan kolonisasi bakteri
endoserviks. Namun, hanya Mycoplasma hominis yang secara signifikan dikaitkan dengan
angka infertilitas faktor tuba yang secara numerik lebih tinggi dari infertilitas faktor tuba
dengan adanya Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum dan bakteri lain yang
yang lebih tinggi dari agen ini (6,3% dan 4,0%; C. trachomatis, dan N. gonorrhoeae,
masing-masing) (Rodrigues et al., 2011) daripada yang kami temukan dalam sampel kami.
Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis adalah bakteri yang paling umum
dalam sampel ini. Temuan- temuan ini sejalan dengan Rodrigues et al. (2011) (masing-
persentase yang lebih tinggi dilaporkan dalam penelitian itu. Dalam penelitian Brazil
lainnya, prevalensi C. trachomatis adalah 10,9% dan hanya dua kasus infeksi N.
gonorrhea yang terdeteksi pada populasi wanita tidak subur (Fernandes et al., 2014).
dan 6,5% prevalensi U. urealyticum dan M. hominis pada wanita infertil, dan berkaitan
dengan hasil kerusakan tuba pada sekelompok kecil pasien (Hernández-Marín et al.,
2016). Sebuah penelitian di Ceko melaporkan 39,6% dan 8,1% prevalensi U. urealyticum
dan M. hominis yang positif pada swab endoserviks pada wanita yang menjalani tes
kesuburan awal. (Sleha et al., 2016). Sebaliknya, sebuah penelitian di Amerika Utara yang
urealyticum dan M. hominis di endoserviks pada saat pengumpulan oosit pada wanita yang
menjalani IVF (Witkin et al., 1995) . Tingkat prevalensi 9,0% dan 8,6% (U. urealyticum
dan M. hominis, masing-masing) dilaporkan pada wanita usia reproduksi dalam sebuah
penelitian di Italia (Leli et al., 2018) dan, seperti dalam penelitian ini, U. urealyticum
adalah bakteri yang paling umum ditemukan pada sampel serviks wanita infertil di Jerman
perbedaan lokasi geografis, perawatan medis (misalnya, publik atau swasta), populasi
dekade, dengan penekanan khusus pada diagnosis infeksi saluran genital bawah. Wanita
yang terinfeksi N. gonorrhoeae dan C. trachomatis secara signifikan lebih rentan terhadap
oklusi tuba bilateral, meskipun tidak ada gejala penyakit radang panggul(WHO, 1995).
Mengenai bakteri lain, sebuah studi yang menyaring pasangan untuk diperiksakan adanya
Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum, menemukan 48% pria yang tidak
subur dan 40% wanita tidak subur positif terhadap Ureaplasma urealyticum, dengan
tingkat kecocokkan yang tinggi antara hasil tes positif pada pria dan wanita. Selain itu,
motilitas sperma yang lebih rendah dan vitalitas pada pria yang positif terhadap
Ureaplasma urealyticum menunjukkan dampak negatif pada kesuburan pria (Lee et al.,
urealyticum dan infertilitas pria telah dilaporkan di tempat lain (Huang et al., 2015).
kolonisasi bakteri lain tersebut dan infertilitas faktor tuba belum dikonfirmasi. Namun,
vagina dan mungkin menjadi kofaktor pada infeksi lain yang lebih signifikan. Induksi
sitokin proinflamasi oleh flora vagina abnormal telah dikaitkan dengan vaginosis
bakterialis. Selain itu, flora vagina yang abnormal dapat menyerang rongga rahim,
obstruksi tuba, abortus dan kelahiran prematur (Viniker, 1999; Spandorfer et al.,2001).
Pertumbuhan bakteri telah dicatat pada pasien dengan patologi uterus seperti endometritis,
meskipun tidak ada tanda-tanda infeksi (Cicinelli et al., 2008). Selain itu, hasil IVF
diperkirakan dipengaruhi oleh mikrobioma pada vagina pada hari transfer embrio (Hyman
et al., 2012), dan perkembangan endometrium menuju status reseptif yang tepat, termasuk
pembentukan lingkungan imun lokal yang memadai, dipengaruhi oleh mikrobiota uterus
reproduksi wanita dimana bakteri membentuk kolonisasi bakteri yang berbeda yang
berkelanjutan dari vagina ke ovarium. Studi yang sama juga mengungkapkan korelasi
antara bakteri yang terdeteksi dalam cairan peritoneum dan serviks, menunjukkan
pengambilan sampel mukosa serviks dapat digunakan untuk menilai status endometrium
reproduksi atas dan bawah dan kemudian menyimpulkan fungsi mikroba serviks pada
penyakit terkait uterus, sejalan dengan hubungan infeksi serviks dan infertilitas faktor tuba
Sebagian besar kasus infertilitas tuba sebenarnya disebabkan oleh salpingitis, yang
sering kali diakibatkan oleh infeksi sebelumnya atau terus-menerus. Bakteri dapat naik
dari mukosa serviks ke endometrium dan tuba falopi, menyebabkan gejala klinis PID,
yang pada akhirnya sangat terkait dengan infertilitas tuba (Ross et al., 2018). Namun,
sejumlah wanita yang mengalami infertilitas tuba cenderung mengalami infeksi saluran
genital tanpa gejala, dan oleh karena itu tidak memiliki riwayat PID (Wiesenfeld et al.,
2012). Kemudian, vaginosis bakterial dianggap sebagai faktor kunci dalam penyakit
saluran genital bagian atas; Namun, hubungan antara infeksi dan gejala sisa yang terkait,
terjadi pada wanita infertil (van Oostrum et al., 2013). Temuan dari penelitian kami
Ureaplasma urealyticum, dikaitkan dengan infertilitas faktor tuba pada wanita infertil
kemungkinan adanya risiko dua kali lipat lebih tinggi dari faktor tuba pada wanita yang
penelitian kami memiliki keterbatasan. Pertama, ini adalah studi cross-sectional dan
kemudian kami dapat menyatakan bahwa ada kemungkinan hubungan antara kolonisasi
bakteri dan infertilitas faktor tuba, tetapi hubungan sebab-akibat mungkin tidak
dikonfirmasi. Selain itu, wanita infertil dengan indikasi HSG dimasukkan dalam sampel
penelitian kami dan mereka yang memiliki faktor infertilitas lain seperti infertilitas pria,
endometriosis, kegagalan ovarium, dll., tidak menjalani HSG dan tidak dimasukkan.
Dalam hal ini, prevalensi abnormalitas tuba (55%) lebih tinggi dibandingkan dengan data
Terlepas dari bukti hubungan antara infeksi Mycoplasma dan Ureaplasma dengan
infertilitas (Sleha et al., 2016; Witkin et al., 1995; Lee et al., 2013; van Oostrum et al.,
2013; Graspeuntner et al., 2018 ) dan kelahiran prematur spontan akibat peradangan yang
diinduksi (Murtha & Edwards, 2014), Pedoman IMS Eropa tidak merekomendasikan
pengujian atau pengobatan rutin untuk pasien pria dan wanita asimtomatik atau
Konsensus mengenai apakah infeksi semacam itu harus selalu diobati masih kurang dan
ada kontroversi mengenai klasifikasi spesies Mycoplasma sebagai patogen dan layak
untuk diobati atau bagian dari flora bakteri non-patogen (Patel & Nyirjesy, 2010).
Sepengetahuan penulis, penelitian ini adalah yang pertama untuk menyelidiki prevalensi
hominis yang dievaluasi dengan PCR, pada sampel endoserviks wanita infertil dan kaitan
potensial mereka dengan temuan HSG. Alur kerja diagnostik saat ini untuk infertilitas
wanita terdiri dari analisis riwayat klinis dan serologis skrining untuk infeksi menular
tidak hanya untuk Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhea, tetapi juga untuk
dengan fungsi tuba. Organisme yang terakhir tidak menjadi fokus penyelidikan di klinik
infertilitas rutin, tetapi penelitian kami dan penelitian lain menunjukkan prevalensi yang
tinggi dan telah dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih tinggi dari penyebab infertilitas
faktor tuba. Penelitian lain harus dikembangkan untuk mengkonfirmasi hubungan sebab-
akibat antara infeksi endoserviks oleh Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua anggota tim GERA Instituto de
Medicina Reprodutiva atas dukungan mereka yang tak ternilai terhadap pasien dan
prosedur penelitian. Kami juga berterima kasih kepada Tatiana CS Bonetti, PhD, atas
among Healthy Women and in Women with Infertility Problems of Reproductive Age. J
10.7860/JCDR/2017/28296.10417
Benner M, Ferwerda G, Joosten I, van der Molen RG. How uterine microbiota might be
responsible for a receptive, fertile endometrium. Hum Reprod Update. 2018;24:393- 415.
continuum along the female reproductive tract and its relation to uterine-related diseases.
findings in a prospective trial with 2190 consecutive office hysteroscopies. Fertil Steril.
10.1016/S0140-6736(02)09417-5
Fernandes LB, Arruda JT, Approbato MS, Garcia-Zapata MT. Chlamydia trachomatis
and Neisseria gonorrhoeae infection: factors associated with infertility in women treated at
a human reproduction public service. Rev Bras Ginecol Obstet. 2014;368:353-8. PMID:
Lettau R, Griesinger G, Konig IR, Baines JF, Rupp J. Microbiota-based analysis reveals
specific bacterial traits and a novel strategy for the diagnosis of infectious infertility. PLoS
One. 2018;13:e0191047. PMID: 29315330 DOI: 10.1371/journal.pone.0191047
men and women? - a position statement from the European STI Guidelines Editorial
10.1111/jdv.15146
Huang C, Zhu HL, Xu KR, Wang SY, Fan LQ, Zhu WB. Mycoplasma and ureaplasma
Hyman RW, Herndon CN, Jiang H, Palm C, Fukushima M, Bernstein D, Vo KC, Zelenko
Z, Davis RW, Giudice LC. The dynamics of the vaginal microbiome during infertility
Inhorn MC, Patrizio P. Infertility around the globe: new thinking on gender, reproductive
technologies and global movements in the 21st century. Hum Reprod Update.
Keane FE, Thomas BJ, Gilroy CB, Renton A, Taylor-Robinson D. The association of
vaginosis: observations on heterosexual women and their male partners. Int J STD AIDS.
States, 2013- 2014. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2017;66:80-3. PMID: 28125569
DOI: 10.15585/mmwr.mm6603a3
Lee JS, Kim KT, Lee HS, Yang KM, Seo JT, Choe JH. Concordance of Ureaplasma
Murtha AP, Edwards JM. The role of Mycoplasma and Ureaplasma in adverse
lower genital tract infections. Curr Infect Dis Rep. 2010;12:417-22. PMID:
Rodrigues MM, Fernandes PÁ, Haddad JP, Paiva MC, Souza Mdo C, Andrade
10.3109/01443615.2010.548880
in defining the microbial cause of pelvic inflammatory disease. Int J STD AIDS.
Tsevat DG, Wiesenfeld HC, Parks C, Peipert JF. Sexually transmitted diseases
10.1016/j. ajog.2016.08.008
10.1016/j.clinbiochem.2018.03.012
Viniker DA. Hypothesis on the role of sub-clinical bacteria of the endometrium
Wiesenfeld HC, Hillier SL, Meyn LA, Amortegui AJ, Sweet RL. Subclinical
past chlamydial and gonococcal infection. World Health Organization Task Force
DOI: 10.1097/00007435-199503000-00001