Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Sdr. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS ACUTE HAEMATOGENOUS


OSTEOMYELIS FEMUR DEXTRA DI RUANG FLAMBOYAN 8
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Clinical Intructure :
Sukmana AA, S.Kep.,Ns

Preceptee :
Michella Putri Pohaci
523055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2023
A. Konsep Dasar Penyakit :
1. Definisi
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau
kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hemotogen
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh) (Redclift, 2013). Proses ini biasanya melibatkan
korteks dan periosteum, oleh karena itu osteomielitis dapat dinilai sebagai suatu kondisi
inflamasi tulang yang berawal dari ruang medula dan sistem haversianserta meluas
hingga melibatkan periosteum daerah sekitarnya (Nugraheni, 2019).

Jadi pengertian osteomyelitis yang paling mendasar adalah infeksi jaringan tulang yang
mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri piogenik (Yatum,
2016). Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya
awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat.
Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak ditangani dengan
baik (Arif, 2019).

Ada dua macam infeksi tulang menurut Robbins dan Kumar (Smeltzer, 2015), yaitu :
a. Osteomyelitis piogenik hematogen
Biasanya terjadi pada anak-anak, osteomyelitis piogenik hematogen terutama
disebabkan oleh staphylococcus aureus kemudian diikuti oleh bacillus colli. Kecuali
samonela, osteomyelitis hematogen biasanya bermanisfestasi sebagai suatu penyakit
demam sistemik akut yang disertai dengan gejala nyeri setempat, perasaan tak enak,
kemerahan dan pembengkakan.
b. Osteomyelitis tuberkulosis
Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung mengenai rongga sendi. Daerah yang
sering kena adalah tulang-tulang panjang dari ekstremitas dan tulang belakang.
Osteomyelitis tuberkulosis dapat menyebabkan deformitas yang serius (kifosis,
skoliosis) berkaitan dengan destruksi dan perubahan sumbu tulang belakang dari
posisi normalnya.
2. Etiologi
Osteomielitis disebabkan oleh bakteri. Hampir seluruh organisme menjadi bagian dari
gambaran etiologi, namun staphylococci dan streptococci yang paling banyak
teridentifikasi (Brunner, 2021). Osteomielitis akut yang tidak ditangani atau menerima
penanganan yang tidak adekuat dapat berlanjut menjadi osteomielitis kronis. Lokasi
anatomi, status imunitas, status gizi, usia pasien, serta ada atau tidaknya penyakit sistemik
seperti Paget’s diseases, osteoporosis, atau sickle cell disease, merupakan faktor-faktor
yang mendukung terjadinya osteomielitis (Nugraheni, 2019). Identifikasi agen spesifik
yang menjadi penyebab osteomielitis sangat sulit baik dengan mikroskop dan secara
mikrobiologi. Walaupun, agen etiologi seringkali sulit diidentifikasi, banyak peneliti
percaya bahwa bakteri (staphylococci, streptococci, Bacteroides, Actinomyces)
merupakan penyebab utama terjadinya osteomielitis kronis (Toha, 2021). Staphylococcus
aureus merupakan patogen yang paling sering menyebabkan osteomielitis baik pada
osteomielitis akut dan juga kronis. Osteomielitis merupakan suatu infeksi polimikroba
karena banyaknya patogen yang ditemukan berhubungan dengan osteomielitis
(Krakowiak, 2017).

Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Spiegel & Penny, 2020) yaitu:
a. Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) darifokus infeksi
di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigiterinfeksi). Aliran darah
bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuhyang lain ke tulang. Pada anak-anak,
infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada orang
dewasa biasanyaterjadi pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis
akibatpenyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapattrauma.
b. Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui frakturterbuka, cedera
traumatik seperti luka tembak, selama pembedahantulang atau dari benda yang
tercemar yang menembus tulang.
c. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringanlunak Infeksi
pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ketulang setelah beberapa hari
atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisatimbul di daerah yang mengalami kerusakan
karena cedera, terapipenyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh
jeleknyapasokan darah(misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).

Perbedaan mikroorganisme patogen yang bisa menyebabkan osteomielitis


berdasarkan usia serta faktor predisposisi ditunjukkan pada tabel. Mikroorganisme
yang paling sering ditemukan pada osteomielitis berdasarkan usia dan faktor
predisposisi (Spiegel & Penny, 2020).

Usia Etiologi
Bayi S. aureus, Enterobacter spp.,
Streptococcus (group A and B)
Anak S. aureus, Enterobacter spp.,
Streptococcus (group B), Haemophilus
influenzae
Dewasa S. aureus

Faktor predisposisi Etiologi


Penggunaan obat jarum suntik S. aureus, P. aeruginosa, Serratia
marcescens, Candida spp.
Gangguan imunitas S. aureus, Bartonella henselae,
Aspergillus spp., Mycobacterium avium
complex, Candida albicans
Infeksi saluran P. aeruginosa, Enterococcus spp.
Diabetes melitus, insufisiensi vaskular, Polimikroba: S. aureus, Staphylococci
fraktur terbuat yang terkontaminasi koagulase negatif, Streptococcus spp.,
Enterococcus spp., Gram negatif
bacilli, anaerobes
3. Klasifikasi
Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan klinis, yaitu
osteomielitis akut, sub akut, dan kronis (Arif, 2019). Hal tersebut tergantung dari
intensitas proses infeksi dan gejala yang terkait.
a. Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut
yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus
ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan tersebut sering ditemukan
pada anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa.
b. Osteomielitis Hematogen Subakut
Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh karena organisme
penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih resisten. Osteomielitis hematogen
sub akut biasanya disebabkan oleh stafilokokusaureus dan umumnya berlokasi
dibagian distal femur dan proksimal tibia.
c. Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut yang
tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Ostoemielitis kronis juga dapat
terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi pada tulang kronis
terutama oleh stafilokokus aureus (75%), atau E.colli, Proteus atau Pseudomonas
d. Osteomielitis akibat fraktur terbuka
Merupakan osteomielitis yang paling sering ditemukan pada orang dewasa. Terjadi
kerusakan pembuluh darah, edema, dan hubungan antara fraktur dengan dunia luar
sehingga pada fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi. Osteomielitis akibat fraktur
terutaman disebabkan oleh staphylococus aureus, B. Coli, Pseudomonas dan kadang-
kadanag oleh bakteri anaerob seperti Clostridium Streptococus anaerobic, atau
Bacteroides (Yatum, 2016).

Gambaran klinis osteomielitis akibat fraktur terbuka sama dengan osteomielitis


lainnya. Pada fraktur terbuka, sebaiknya dilakukan pencegahan infeksi melalui
pembersihan dan debridemen luka. Luka dibiarkan terbuka dan diberikan antibiotik
yang adekuat. Pada fraktur tebuka perlu dilakukan pemerikasaan biakan kuman guna
menentukan organisme penyebabnya. Osteomielitis jenis ini terjadi setelah operasi
tulang (terutama pada operasi yang menggunakan implan), invasi bakteri disebabkan
oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi dapat timbul segera setelah operasi atau
beberapa bulan kemudian (Redclift, 2013).

e. Osteomielitis pasca operasi


Paling ditakuti adalah osteomielitis setelah operasi antroplasti. Pada keadaan ini,
pencegahan osteomielitis lebih penting daripada pengobatan. Scrub nurse/ perawat
instrumen operasi sangat berperan dalam menjaga kesterilan dan sirkulasi instrumen
operasi.
f. Osteomielitis sclerosing atau osteomielitis
Garre adalah suatu osteomielitis subakut dan terdapat kavitas yang dikelilingi oleh
jaringan sklerotik pada daerah metafisis dan disfisis tulang panjang. Klien biasanya
remaja dan orang-orang dewasa, terdapat nyeri dan mungkin sedikit pembengkakan
pada tulang. Pada foto rontgen terlihat adanya kavitas yang dikelilingi oleh jaringan
sklerotik dan tidak ditemukan adanya kavitas yang sentral, hanya berupa
kavitas yang difus.
4. Pathways
Faktor predisposisi :
Usia, Virulensi kuman, riwayat trauma, nutrisi, dan lokasi infeksi

Invasi mikroorganisme dari tempat lain Prosedur pembedahan Fraktur terbuka


yang beredar melalui sirkulasi darah

Masuk ke juksta epifisis tulang panjang Invasi kuman ke tulang sendi

Osteomielitis

Fagositosis

Proses inflamasi : hiperemia, pembengkakkan, gangguan fungsi organ, pembentukan pus, dan kerusakan integritas
jaringan

Demam Pembentukan pus, dan Peningkatan tekanan Kemampuan tonus otot


nekrosis jaringan jaringan tulang medula menurun

Hipertermia Penyebaran infeksi ke Iskemia dan Nafsu makan


organ penting nekrosis tulang menurun

Resiko infeksi
Pembentukan Kelemahan fisik
abses tulang

Pembentukan tulang Tirah baring lama


Nyeri Akut baru, pengeluaran pus penekanan

Gangguan citra tubuh Gangguan Gangguan integritas


mobilitas fisik kulit dan jaringan

Sumber : (Redclift, 2013); (Krakowiak, 2017); (Brunner, 2021); (Smeltzer, 2015);


(Spiegel & Penny, 2020); (Mutaqqin, 2018)
5. Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organism
patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomilitis meliputi proteus, pseudomonas,
dan escerechia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial,
gram negative dan anaerobic (Smeltzer, 2015). Awitan osteomielitis setelah pembedahan
ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama akut fulminan stadium 1) dan sering
berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi supervisial. Infeksi awitan
lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis
awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau
lebih setelah pembedahan (Nugraheni, 2019).

Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, thrombosis pada pembuluh darah terjadi
pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan
peingkatan tekanan jaringan dan medulla (Toha, 2021). Inveksi kemudian berkembang ke
kavitas medularis dan kebawah poriesteum dan dapat menyeber ke jaringan lunak atau
sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses inveksi dapat dikontrol awal, kemudian akan
terbentuk abses pada tulang (Mutaqqin, 2018).

Pada perjalan alamiahnya, abses dapat keluar secara spontan; namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada
umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar
(Smeltzer, 2015). Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi
pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi
sequestrum.jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang
hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik (Brunner, 2021).
6. Manifestasi klinik
a. Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan
malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara
lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan
mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi
nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan
berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan berhubungan dengan tekanan pus
yang terkumpul.
b. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak,
hangat, nyeri dan nyeri tekan.
c. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar
dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan
pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat
kurangnya asupan darah.

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan darah: Sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai peningkatan
laju endap darah pemeriksaan titer antibody anti- stafilo- kokus; pemeriksaan kultur
darah untuk menentukan jenis bakterinya (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas. Selain itu, harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang
merupakan jenis osteomielitis yang jarang terjadi.
b. Pemeriksaan feses: Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan bila terdapat kecurigaan
infeksi oleh bakteri Salmonela.
c. Pemeriksaan biopsy : Pemeriksaan ini dilakukan pada tempat yang dicurigai.
d. Pemeriksaan ultrasound : Pemeriksaan ini memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
e. Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak ditemukan kelainan
radiologis yang berarti, dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan
lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah 10 hari (2 minggu).
Pemeriksaan radioisotope akan memperlihatkan penangkapan isotop
pada daerah lesi.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pasien dengan diagnosa medis osteomielitis menurut Brunner :
a. Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri. Sesuai kepekaan
penderita dan reaksi alergi penderita
b. Penicillin cair 500.000 milion unit IV setiap 4 jam.
c. Erithromisin 1-2gr IV setiap 6 jam.
d. Cephazolin 2 gr IV setiap 6 jam
e. Gentamicin 5 mg/kg BB IV selama 1 bulan.
f. Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
g. Drainase bedah apabila tidak ada perubahan setelah 24 jam pengobatan antibiotik
tidak menunjukkan perubahan yang berarti, mengeluarkan jaringan nekrotik,
mengeluarkan nanah, dan menstabilkan tulang serta ruang kososng yang ditinggalkan
dengan cara mengisinya menggunakan tulang, otot, atau kulit sehat.
h. Istirahat di tempat tidur untuk menghemat energi dan mengurangi
i. hambatan aliran pembuluh balik.
j. Asupan nutrisi tinggi protein, vit. A, B, C, D dan K.
1) Vitamin K: Diperlukan untuk pengerasan tulang karena vitamin K dapat mengikat
kalsium. Karena tulang itu bentuknya berongga, vitamin K membantu mengikat
kalsium dan menempatkannya ditempat yang tepat.
2) Vitamin A, B dan C: untuk dapat membantu pembentukan tulang.
3) Vitamin D: Untuk membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur untuk kalsium
dan fosfor pada tubuh agar ada di dalam darah yang kemudian diendapkan pada
proses pengerasan tulang.
4) Salah satu cara pengerasan tulang ini adalah pada tulang kalsitriol dan hormon
paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari permukaan tulang masuk ke dalam
darah.

9. Penatalaksanaan keperawatan
Beberapa prinsip penataalaksanaan klien osteomielitis yang perlu diketahui perawat
dalam melaksanakan asuhan keperwatan agar mampu melaksanakan tindakan kolaboratif
adalah sebagai berikut ;
a. Istirahat dan memberikan analgesic untuk menghilangkan nyeri
b. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah
c. Istirahat local dengan bidai dan traksi
d. Pemberian antibiotic secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu staphylococcus
aureus sambil menunggu biakan kuman. Antibiotik diberikan selama 3-6 minggu
dengan melihat keadaan umum dan endap darah klien.Antibiotik tetap diberikan
hingga 2 minggu setelah endap darah normal.
e. Drainase bedah, apabila setelah 24 jam pengobatan local dan sistemik antibiotic gagal
(tidak ada perbaikan keadaan umum), dapat dipertimbangkan drainasebedah.Pada
draenase bedah, pus periosteal di evakuasi untuk mengurangi tekanan intra-useus.
Disamping itu, pus jg di gunakan untuk biakan kuman. Drainase dilakukan selama
beberapa hari dan menggunakan NaCL dan antibiotic.

10. Komplikasi
Komplikasi osteomielitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak terkendali
dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri penyebab. Komplikasi
osteomielitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah tulang
yangterkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar bahkan
ke aliran darah sistemik. Secara umum komplikasi osteomielitis adalah sebagai berikut:
a. Dini :
- Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
- Abses Tulang yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang
mendasarinya sembuh
- Atritis septik
- Bakteremia
b. Lanjut :
- Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, danpenurunan fungsi
tubuh yang terkena
- Fraktur patologis
- Kontraktur sendi
- Gangguan pertumbuhan
- Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic)
- Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.

B. KONSEP KEPERAWATAN :
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi.
b. Keluhan utama
Adanya nyeri, pembengkakkan, kekakuan otot dan sendi.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Apakah klien terdapat pembengkakan,adanya nyeri dan demam
d. Riwayat kesehatan dahulu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,atau infeksi lainnya (bakteri
pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih) pada masa
lalu. Tanyakan mengenai riwayat pembedahan tulang.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit keluarga dikaji untuk mengetahui data mengenai penyakit yang
pernah dialami oleh anggota keluarga.
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien terjadi penurunan nafsu makan, anoreksia, mual, muntah
2) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi terdapat keluhan atau gangguan BAB dan BAK seperti
retensi urin dan konstipasi
3) Pola istirahat dan tidur
Pola tidur dan istirahat terganggu karena karena nyeri.
4) Pola aktifitas dan latihan
Pasien dengan anemia aplastik mengalami gangguan mobilitas fisik dan
ambulasi
g. Pemeriksaan fisik
1) Mata : mata simetris, sklera anikterik, konjungtiva ananemis
2) Telinga : telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi pendengaran normal
3) Hidung : hidung simetris, hidung bersih
4) Leher : tidak ditemukan benjolan.
5) Paru-paru
Inspeksi : pengembangan dada simetris
Palpasi : vocal vremitus teraba seimbang
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
6) Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Auskultasi : irama jantung teratur
Perkusi : Pekak
7) Abdomen
Inspeksi : tidak ada asites
Palpasi : hepar tidak teraba
Perkusi : timphany
Auskultasi : bising usus normal
8) Ekstremitas : Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa
lembek bila di palpasi. Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan,
eritema, demam dan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri. Kaji adanya faktor
resiko (misalnya lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan
cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya. Identifikasi adanya kelemahan
umum akibat reaksi sistemik infeksi. (pada osteomielitis akut). Observasi
adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya cairan purulen.
h. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Brunner dan suddarth (2001) yaitu :
a. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap
darah
b. Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
c. Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas
d. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri salmonella
e. Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
f. Pemeriksaan ultra sound
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi
g. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan
radiologik. Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat
difus dan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.
h. Pemeriksaan tambahan :
1) Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama
2) MRI : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2,
maka kemungkinan besar adalah osteomielitis.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa pre-operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (inflamasi/pembengkakan)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi, dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi, luka, atau ulserasi.
5) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

b. Diagnosa post-operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri post pembedahan,luka post
pembedahan.

3. Intervensi keperawatan
1) Gangguan Mobilitas fisik (Tim Pokja PPNI SDKI, 2017)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik
meningkat
Intervensi utama : Dukungan Mobilisasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lain
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga dalam membantu pasien meningkatkan pergerakan
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini (Tim Pokja PPNI SIKI, 2018)
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

2) Gangguan Integritas Kulit


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit dan
jaringan meningkat,
Perawatan luka :
- Monitor karakteristik luka
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Lepaskan balutan plaster
- Bersihkan dengan cairan NaCl
- Berikan salep yang sesuai
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril

3) Hipertermia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan termoregulasi
membaik
Intervensi Utama : Manajemen Nutrisi
- Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Hindari pemberian antiaspirin atau antipireptik
- Anjurkan tirah baring
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

4) Resiko infeksi(Tim Pokja PPNI SLKI, 2022)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat infeksi
menurun
Intervensi utama : Pencegahan infeksi
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal atau sistemik
- Berikan perawatan kulit yang sesuai
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien yang beresiko tinggi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
- Kolaborasi pemberian vaksinasi

5) Nyeri akut
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri menurun
Intervensi utama : manajemen nyeri
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misal: TENS,
hipnosis, akupresure, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin).
- Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (misal: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Daftar Pustaka

Arif. (2019). Kapita Selekta Kedokteran. FKUI.


Brunner, S. (2021). Buku Ajar Keperawatan -Medikal Bedah (8th ed.). EGC.
Krakowiak. (2017). Laporan Kasus Osteomielitis.
Mutaqqin. (2018). Asuhan Keperawatan Osteomyelitis. 6–33.
Nugraheni, A. (2019). Laporan Pendahuluan Osteomelitis (p. 20).
Redclift, M. (2013). Asuhan keperawatan Osteomielitis. 52(1), 1–5.
Smeltzer, S. C. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. EGC.
Spiegel, D. A., & Penny, J. N. (2020). Osteomielitis Kronis pada Anak. Departemen Bedah
Orthopaedi, C.
Tim Pokja PPNI SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Cetakan 3). DPP
PPNI.
Tim Pokja PPNI SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Cetakan 2). DPP
PPNI.
Tim Pokja PPNI SLKI. (2022). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Cetakan 3). DPP PPNI.
Toha, M. (2021). Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Nyeri Kronis pada Pasien
Osteomielitis di Klinik Kota Pasuruan.
Yatum, F. (2016). PENYAKIT TULANG & PERSENDIAN. Pustaka Populer Obor.

Anda mungkin juga menyukai