Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN POST CRANIOTOMY TUMOR

CEREBRAL DENGAN INDIKASI MENINGIOMA DI HCU


CEMPAKA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Clinical Intructure :
Dwi Puji Hastono, S.Kep.,Ns

Preceptee :
Michella Putri Pohaci
523055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2023
A. Konsep Dasar :
1. Definisi
Tumor otak atau tumor cerebri merupakan suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna), dengan membentuk massa dalam ruang tengkorak
kepala (intrakranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis) (Ichwanuddin
& Novlita Rozi, 2023). Tumor ini dikenal sebagai “neoplasma intrakranial” 10% dari
semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan
selaputnya, 8% berlokasi diruang intrakranial dan 2% di ruang kanalis spinalis.
Beberapa tumor bukan tumbuh dari jaringan otak (misalnya meningioma dan
lymphoma) (Cindy, 2019).

Meningioma merupakan tumor primer intrakranial, yaitu sekitar 37% dari seluruh
tumor sistem saraf pusat, meningioma juga merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau
tumor yang terjadi diluar jaringan parenkim otak dan mengalami peningkatan angka
kejadian pada populasi usia tua (Ishaq et al., 2021). Sekitar 20% dari meningioma
bersifat jinak dan 4% dapat mengalami kekambuhan walaupun telah direseksi total.
Tumor ini dapat terjadi dimana saja sepanjang lokasi sel arachnoid, biasanya
menempel pada permukaan dalam duramater dan umumnya tumbuh lambat
(Ichwanuddin & Novlita Rozi, 2023).

2. Etiologi
Etiologi Tumor cerebral :
Menurut Ariani (2012) faktor yang berperan meninhmbulkan tumor otak adalah:
1) Genetik
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
Meningioma, Astrocytoma dan Neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Struge-Weber yang dapat
dianggap sebagai manisfestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial
yang jelas. Selain jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2) Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunanbangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan
merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
Kraniofaringioma, terotoma intrakranial dan kordoma.
3) Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah radiasi.
4) Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan 6 antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5) Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

Meningioma memiliki hubungan dengan faktor genetik, radiasi dan hormon seks
sebagai faktor resiko (Ishaq et al., 2021). Meningioma timbul secara sporadis,
namun ada kaitannya dengan kondisi dan faktor resiko seperti obesitas, alkohol,
paparan radiasi pengion, radioterapi, faktor hormonal seperti eksogen, terapi
pengganti hormonal, penggunaan pil, kontrapsepsi oral, dan kanker payudara.

3. Klasifikasi.
Menurut klasifikasi World Health Organization (WHO) berdasarkan hasil
pemeriksaan histopatologik. (American Association of Neurological Surgeons,
2023).
a. Glioblastoma
Glioblastoma merupakan tumor otak yang paling sering dijumpai, yang memiliki
tampilan sebagai massa yang berbatas tegas atau neoplasma yang infiltratif secara
difus. Gambaran histopatologi glioblastoma menunjukkan massa yang
hiperseluler, pleiomorfisme, sel nukleus, dan gambaran nekrosis
b. Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor otak primer yang terbanyak kedua setelah
glioblastoma. Tampilan makroskopis dari astrositoma berupa neoplasma difus
berwarna kelabu-putih yang menginfiltrasi luas ke dalam otak. Gambaran
histopatologis astrositoma berupa kumpulan sel-sel kecil yang mengalami defek
dan uniform disertai serabut-serabut neuroglia.
c. Meningioma
Meningioma merupakan tumor otak yang tumbuh dan berkembang dengan
progres lambat, serta memiliki vaskularisasi yang tinggi. Predileksi meningioma
sering ditemukan di regio parasagital, sfenoid, konveksitas, dan fossa posterior.
Gambaran histopatologi meningioma diklasifikasikan menjadi beberapa tipe,
seperti mesenkimal, angioblastik, meningotelimatosa, dan fibroblastik.

Berdasarkan Klasifikasi Tumor Sistem Saraf Pusat (WHO, 2021)


Gliomas, Tumor glioneuronal, Tumor neuronal
Tipe diffuse gliomas pada dewasa - Astrositoma, mutasi isocitrate dehydrogenase
(IDH)
- Oligodendroglioma, mutasi IDH dan 1p/19q-
codeleted
- Glioblastoma, IDH-wildtype
Tipe diffuse gliomas dengan - Astrositoma diffuse, MYB- / MYBL1-altered G
derajat rendah pada pediatrik - Glioma angiosentris
- Polymorphous low-grade neuroepithelial tumor
- Glioma diffuse derajat rendah, MAPK pathway-
altered
Tipe diffuse gliomas dengan - Diffuse midline glioma, H3 K27-altered
derajat tinggi pada pediatrik - Diffuse hemispheric glioma, H3 G34-mutant
- Diffuse pediatric-type high-grade glioma, H3-
wildtype and IDH-wildtype
- Infant-type hemispheric glioma
Astrositik glioma circumscribed - Astrositoma pilositik
- Astrositoma derajat tinggi dengan piloid features
- Xanthoastrositoma Pleomorfik
- Astrositoma subependymal giant cell
- Chordoid glioma
- Astroblastoma, MN1-altered
Glioneuronal dan neuronal tumors - Ganglioglioma
- Tumor papillary glioneuronal
- Gangliositoma
- Neurositoma sentral
- Neurositoma extraventrikular
- Liponeurositoma serebral
Tumor ependymal - Supratentorial ependymoma
- Supratentorial ependymoma, ZFTA fusion-
positive
- Supratentorial ependymoma, YAP1 fusion-
positive
- Posterior fossa ependymoma
- Posterior fossa ependymoma, group PFA
- Posterior fossa ependymoma, group PFB
- Subependymoma

Tumor Pleksus Koroid - Pleksus koroid papiloma


- Pleksus koroid papiloma atipikal
- Pleksus koroid karsinoma

Tumor Embrional
Medulloblastoma - Medulloblastomas, molecularly defined
- Medulloblastoma, WNT-activated
- Medulloblastoma, SHH-activated and
TP53-wildtype
- Medulloblastoma, SHH-activated and
TP53-mutant
- Medulloblastoma, non-WNT/non-SHH
- Medulloblastomas, histologically defined
Tumor embrional sistem saraf pusat - Teratoid atipikal
- Cribriform neuroepithelial tumor
- Neuroblastoma pada sistem saraf pusat,
teraktivasi oleh FOXR2
Tumor pineal - Pineositoma
- Pineoblastoma
- Tumor papilar pada regio pineal

Meningiomas
Tumor kranial - Schwannoma
- Neurofibroma
- Perineurioma
- Paraganglioma
Tumor pada regio sellar - Adamantinomatous craniopharyngioma
- Papillary craniopharyngioma
- Pituicytoma, granular cell tumor of the
sellar region, and spindle cell
oncocytoma
- Pituitary adenoma/PitNET
- Pituitary blastoma
Metastasis ke sistem saraf pusat - Metastasis ke otak dan parenkim spinal
cord Metastasis ke meningen
4. Pathways

Sumber :
5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita tumor cerebral yaitu :
a. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial tinggi
b. Sefalgia atau sakit kepala
c. Muntah
d. Kejang
e. Gangguan mental
f. Papiledema, pembesaran kepala dengan pelebaran sutura
g. Hipertensi progresif
h. Bradikardi
i. Gangguan irama napas
j. Edema otak

6. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto kranium : Gambaran destrilso sella tursika, Sutura kepala melebar
b. EEG : kumpulan gelombang lambat, menunjukan lokasi tumor
c. Arteriografi : tampak pembuluh darah di otak sebagai neovaskularisasi
d. Brain CT Scan : melihat letak tumor, besar, jumlah, adanya edema otak
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : melihat letak di fossa kranii posterior
f. Pemeriksaan sitologi menggunakan CSF
g. Cerebral angiography

7. Komplikasi
a. Herniasi otak : kompensasi terakhir dari terus meningkatnya TIK
b. Peningkatan tekanan darah
c. Epilepsi karena kejang terus menerus
d. Defisit neurologis
e. Peniningkatan tekanan intra kranial
f. Perubahan fungsi pernapasan
g. Perubahan dan gangguan kesadaran
h. Perubahan kepribadian
i. Edema serebral : penumpukan cairan di sekitar lesi sehingga menambah masa
yang mendesak otak
8. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
Penatalaksanaan medis :
a. Terapi konservatif : Pemberian analgetik, anti kejang dan pemberian antiedema
b. Terapi Pembedahan : craniotomy untuk mengurangi peningkatan TIK
c. Radioterapi untuk tumor radioresponsif, post kraniotomi
d. Terapi sitostatika : pemberian secara sistemik atau intratekal.

Penatalaksanaan keperawatan :
a. Pemantauan tanda tanda peningkatan tekanan intra kranial
b. Pemantauan kondisi klinis dan vital sign
c. Membantu personal hygiene

2 KONSEP KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi.
2) Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri kepala, pusing.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien pada post kraniotomi mengalami penurunan kesadaran, lemah, terdapat
luka didaerah kepala.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Ada riwayat penyakit terdahulu yang berkaitan nyeri kepala sebelumnya,
mengalami pembedahan kepala sebelumnya atau mengalami trauma kepala.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Ditemukan ada anggota keluarga memiliki riwayat penyakit tumor, keturunan
riwayat penyakit hipertensi, asma dan penyakit lain yang memperburuk kondisi
disertai penyakit jantung.
6) Pemeriksaan Fisik
Meliputi tanda-tanda vital, pemeriksaan head to toe.
7) Pola fungsi kesehatan
(a) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya.
(b) Pola nutrisi dan metabolik
Terjadi penurunan nafsu makan, gangguan menelan seperti nyeri saat menelan
(gangguan reflek palatum dan faringeal), kehilangan sensasi pada lidah,
kehilangan berat badan, mual, muntah.
(c) Pola eliminasi
Beresiko terjadi perubahan pada pola eliminasi berkemih dan buang air besar
(d) Pola istirahat dan tidur
Pola tidur dan istirahat terganggu.
(e) Pola aktifitas dan latihan
Terjadi penurunan toleransi terhadap aktifitas dan gangguan mobilitas fisik.
(f) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa cemas dan ketakutan dengan kondisinya.
(g) Pola persepsi kognitif
Ditemukan gangguan pada sensori kognitif seperti penurunan penglihatan,
hilangnya ketajaman atau diplopia. Bagian pendengaran beresiko terjadi
gangguan pendengaran jika mengenai lobus temporalis. Beresiko terjadi
kerusakan dan gangguan kehilangan fungsi bahasa, terjadi kesulitan berkat-
kata
(h) Pola peran dan hubungan
Terjadi perubahan dalam hubungan intrapersonal maupun interpersonal
(i) Pola mekanisme koping dan toleransi stress
Proses penyakit membuat klien merasa tidak berdaya sehingga menyebabkan
pasien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
(j) Pola reproduksi seksual
Pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami
perubahan akibat sakitnya.
(k) Pola sisten nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
mempengaruhi pola ibadah pasien.
b. Diagnosa keperawatan dapat yang muncul
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D. 0077)
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan keengganan untuk makan D.0019
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan metabolisme D.0054
4) Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial (D.0076)
5) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian (D. 0080)
6) Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan diet (D.0149)
7) Risiko perfusi serebral tidak efektif (faktor risiko: tumor otak) (D. 0017)
8) Risiko jatuh (faktor risiko: gangguan keseimbangan) (D.0143)

c. Rencana keperawatan
No Dx. Kep Tujuan Rencana Tindakan
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I. 08238)
intervensi keperawatan Observasi :
diharapkan tingkat nyeri - Identifikasi lokasi, karakteristik,
menurun dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas, dan
hasil: (SLKI 2018, L.
intensitas nyeri)
08063)
- Keluhan nyeri menurun
- Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi factor yang
- Gelisah menurun memperberat dan memperingan nyeri
- Kesulitan tidur Terapeutik :
menurun - Berikan teknik non farmakologis
- Muntah nenurun untuk mengurangi rasa nyeri (misal:
- Mual menurun napas dalam, kompres dingin/hangat)
- Frekuensi nadi - Kontrol lingkungan yang
membaik memperberat rasa nyeri (misal: suhu
- Tekanan darah ruangan, pencahayaan, kebisingan)
membaik
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Nafsu makan membaik
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan teknik non famakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 Nausea Setelah dilakukan Manajemen Mual (SIKI 2018, I. 03117)
intervensi keperawatan Observasi :
diharapkan tingkat - Identifikasi pengalaman mual
nausea menurun dengan - identifikasi dampak mual terhadap
kriteria hasil: (SLKI kualitas hidup (misal: nafsu makan,
2018, L. 12111) aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran,
- Nafsu makan dan tidur)
meningkat - identifikasi faktor penyebab mual
- Keluhan mual menurun - monitor mual
- Perasaan ingin muntah Terapeutik :
menurun - kendalikan faktor lingkungan penyebab
mual (misal: bau tak sedap, suara, dan
rangsangan visual yang tidak
menyenangkan)
- kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab mual (misal: kecemasan,
ketakutan, kelemahan)
- berikan makanan dalam jumlah kecil
dan menarik Edukasi :
- anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
- anjurkan sering membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang mual
- anjurkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk mengatasi mual
(misal: relaksasi, terapi music)
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antiemetic, jika
perlu
3 Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (SIKI 2018, I. 09314)
intervensi keperawatan Observasi :
diharapkan tingkat - Identifikasi saat tingkat ansietas
ansietas menurun dengan berubah - Monitor tanda-tanda ansietas
kriteria hasil: (SLKI Terapeutik :
2018, L. 09093) - Temani pasien untuk mengurangi
- Verbalisasi khawatir kecemasan, jike memungkinkan
akibat kondisi yang - Pahami situasi yang membuat ansietas
dihadapi menurun - Gunakan pendekatan yang tenang dan
- Perilaku gelisah meyakinkan
menurun
- Perilaku tegang Edukasi :
menurun - Informasikan secara faktual mengenai
- Frekuensi nadi menurun diagnosis, pengobatan, dan prognosis
- Pucat menurun - Anjurkan keluarga untuk tetapp
- Konsentrasi pola tidur bersama pasien
membaik - Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat anti
ansietas, jika perlu
4 Konstipasi Setelah dilakukan Manajemen Konstipasi (SIKI 2018, I.
intervensi keperawatan 04155)
diharapkan maka Observasi :
eliminasi fekal - Periksa tanda dan gejala konstipasi
meningkat dengan - Periksa pergerakan usus, karakteristik
kriteria hasil : feses (konsistensi, bentuk, volume, dan
- Pengeluaran feses warna
meningkat - Identifikasi faktor risiko konstipasi
- Kesulitan defekasi lama (misal: obat-obatan)
dan sulit menurun Terapeutik :
- Mengejan saat defekasi - Anjurkan diet tinggi serat
menurun - Lakukan evakuasi feses secara manual,
- Nyeri abdomen jika perlu
menurun - Berikan enema atau irigasi, jika perlu
- Distensi abdomen Edukasi :
menurun - Jelaskan penyebab, periode, pemicu
- Konsistensi feses nyeri
membaik - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Frekuensi defekasi - Anjurkan teknik non famakologis untuk
membaik mengurangi nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi penggunaan obat pencahar,
jika perlu
5 Risiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan Tekanan
Serebral Tidak intervensi keperawatan Intrakranial ( SIKI 2018, I. 11348)
Efektif diharapkan perfusi Observasi :
serebral meningkat - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
dengan kriteria hasil: (misal: lesi, edema serebral, gangguan
(SLKI 2018, L. 02014) metabolism)
- Tingkat kesadaran - Monitor tanda dan gejala peningkatan
meningkat TIK (misal: tekanan darah meningkat,
- Tekanan intrakranial kesadaran menurun)
menurun - Monitor MAP
- Sakit kepala menurun Terapeutik:
- Gelisah menurun - Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Pertahankan suhu tubuh normal
Edukasi :
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja,
jika perlu
Risiko Jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh (SIKI 2018, I. 14540)
intervensi keperawatan Observasi :
diharapkan tingkat jatuh - Identifikasi faktor risiko jatuh (misal:
menurun dengan kriteria usia >65 tahun, penurunan tingkat
hasil: (SLKI 2018, L. kesadaran, gangguan keseimbangan)
14138) - Identifikasi risiko jatuh setidaknya
- Jatuh dari tempat tidur sekali setiap shift atau sesuai dengan
menurun kebijakan institusi
- Jatuh saat duduk - Hitung risiko jatuh dengan
menurun menggunakan skala morse (Fall Morse
- Jatuh saat berjalan Scale)
menuru Terapeutik:
- Orientasikan ruangan pada pasien dan
keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan roda
selalu dalam kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi:
- Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
- Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil perawat
Daftar Pustaka

American Association of Neurological Surgeons. (2023). Classification of Brain Tumors.


AANS.
Cindy, R. (2019). Asuhan keperawatan pada ny. e dengan brain metastase di rsup dr.
sardjito. 1–21.
Ichwanuddin, & Novlita Rozi, D. (2023). Tumor Cerebri (Vol. 2, Issue 2).
Ishaq, B. R., Ibrahim, A., & Iskandar, A. (2021). Hubungan antara Ukuran Massa dan Derajat
Tumor dengan Glasgow Coma Scale Pra dan Pasca Tumor Reseksi Bedah Meningioma
dan Karnorfsky Performance Scale Pasca Tumor Reseksi Bedah Meningioma di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Januari 2018 – Maret 2020. Jurnal Sains Dan
Kesehatan, 3(4), 462–469. https://doi.org/10.25026/jsk.v3i4.373
WHO. (2021). Klasifikasi Tumor Sistem Saraf Pusat.

Anda mungkin juga menyukai