Anda di halaman 1dari 24

1

MAKALAH

FAWATI AS-SUWAR DAN USLUB AL-QUR’AN


Dosen Pengampu : Dr. Azman, M. Ag.

Kelompok 6

Nadiya Wahyu Ramadani. R (60100123040)

Andi Hadid Ananta Munik (60100123034)

PRODI TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2023/2024
2

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi Maha penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayat, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah
Ilmu Al-Qur‟an dengan judul “Fawati As-Suwar dan Uslub Al-Qur‟an”.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan di dukung bantuan


berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar penyusunannya. Untuk itu tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang
ingin memberikan saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya kami sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca
untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.

Samata, Gowa 17 September 2023

Penyusun
3

DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................1

Kata Pengantar......................................................................................2

Daftar Isi ................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................4

A. Latar Belakang .........................................................................4

B. Rumusan Masalah ....................................................................5

C. Tujuan.......................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................6

A. Fawatih As-suwar ....................................................................6


B. Uslub Al-Qur‟an ......................................................................11

BAB III PENUTUP ...............................................................................21

A. Kesimpulan ..............................................................................21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................22


4

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang

Studi atas Al-Quran telah banyak dilakukan oleh para ulama dan sarjana
tempo dulu. termasuk para sahabat pada zaman Rasulullah saw. Hal itu tidak
lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki oleh mereka masing-masing. Ada
yang mencoba mengelaborasi dan melakukan eksplorasi lewat perspektif
keimanan historis, bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu'jizatan penafsiran
serta telaah kepada huruf-hurufnya.

Kondisi semacam itu bukan hanya merupakan tanggung jawab seorang


Muslim untuk memahami bahasa-bahasa agamanya. Tetapi sudah berkembang
kepada nuansa lain yang menitikberatkan kepada studi yang bersifat ilmiah yang
memberikan kontribusi dalam perkembangan pemikiran dalam dunia Islam.
Kalangan sarjana Barat banyak yang melibatkan diri dalam pengkajian Al-Quran,
dengan motivasi dan latar belakang kultural maupun intelektual yang berbeda-
beda.
Al-Quran sebagaimana diketahui terdiri dari 114 surat, yang di awali dengan
beberapa macam pembukaan (Fawatih as Suwar).

Dalam al-Qur'an banyak terdapat ayat-ayat yang menceritakan hal-hal yang


samar dan abstrak. Manusia tidak mampu mencernanya jika hanya mengandalkan
akalnya saja. Sehingga sering kali ayat-ayat tersebut diperumpamakan dengan
hal-hal yang konkret agar manusia mampu memahaminya.

Bermacam-macam uslub dalam Al-Qur'an ditujukan untuk memikat hati


mereka, agar mereka tertarik untuk menerima kebenaran wahyu Allah SWT. Di
antara uslub yang dipergunakan adalah amtsal dan aqsam. Untuk memahami itu
tentang perumpamaan dalam al-Qur'an agar manusia mampu mengambil
pelajaran dengan perumpamaan-perumpamaan tersebut. Karena itulah penulis
mencoba menjelaskan tentang ilmu tersebut, yaitu uslub al-qur'an yang terdiri dari
amtsal dan aqsam dalam al-Qur'an.
5

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian Fawatih As-Suwar


2. Bagaimana Jenis-jenis Fawatih As-Suwar
3. Bagaimana pengertian Uslub Al-Qur‟an

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Fawatih As-Suwar


2. Untuk mengetahui jenis-jenisnya Fawatih As-Suwar
3. Untuk mengetahui macam-macam Uslub dalam Al‟Qur‟an
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Fawatih As-suwar

Istilah fawâtiḥ al-suwar terdiri dari dua kata, yaitu fawâtiḥ al-suwar. fawâtiḥ
merupakan jamak dari fâtihah yang berarti pembuka. Sedangkan al-suwar adalah
jamak dari surah, yang berarti surat dan al-suwar bermakna surah-surah. Dengan
demikian istilah fawâtiḥ al-suwar secara harfiah berarti pembuka surah-surah.
Secara bahasa, fawâtiḥ al-suwar adalah pembukaan-pembukaan surat. Jika
pembukaan surat itu diawali dengan huruf-huruf Hijaiah, maka huruf tersebut
umumnya disebut dengan huruf-huruf yang terpisah (al-Aḥruf Al-muqaṭṭa‟ah).
Sebab, posisinya yang memang berdiri sendiri dan tidak bergabung membentuk
sebuah kalimat. Para ulama tafsir mengatakan bahwa pembuka surat dalam al-
Qur'an memiliki karakter dan kategori tersendiri. Fawâtiḥ al-suwar dalam Al-
Qur‟an biasa disebut juga dengan awâil al-suwar (permulaan-permulaan surat).
Seluruh surat dalam al-qur‟an di buka dengan sepuluh macam pembukaan dan
tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh macam tersebut. Setiap macam
pembukaan memiliki rahasia tersendiri sehingga sangat penting untuk kita
pelajari. Diantara pembuka surat itu diawali dengan huruf-huruf terpisah (al-
Aḥruf Al-muqaṭṭa‟ah), kata, maupun kalimat. Semua bentuk ini memberi pesan
tertentu yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memahami tafsir Al-qur'an.

Ragam Fawatih as-suwar menurut Ulama Salaf

Keragaman fawatih as-suwar telah diinventarisir oleh Ibn Abi al-Isba


sebagaimana yang dikutip oleh Chirzin ke dalam lima bentuk, yaitu pujian
terhadap Allah yang dinisbatkan kepada sifat-sifat kesempurnaan-Nya, huruf-
huruf hijaiah/abjad, kata seru (ahruf an-nida), kalimat berita (jumlah
khabariyyah), sumpah (al-aqsam), syarat, perintah (Amr), pertanyaan (istifham),
Vonis celaka – Doa, dan Ta‟lil. Menurut penjelasan az-Zarkasyi dan as-Suyuti,
"Allah telah membuka kitab-Nya dengan sepuluh macam kalimat dan tidak ada
satu surah pun yang keluar dari sepuluh macam pembukaan ini". Penjelasan
keduanya merujuk pada pandangan Ibn Abi al-İşba' itu, meskipun disebut adanya
beberapa modifikasi dengan rincian sebagai berikut.
7

1. Pembukaan dengan pujian kepada-Nya (al-istiftah bi as-sana' 'alaih), yang


diungkapkan dengan dua cara, yaitu:
a. Menetapkan sifat-sifat kesempurnaan (al-isbāt bi şifat al-kamal)
dengan menggunakan lafaz:
1) Al-hamd lillah yang digunakan untuk memulai lima surah, yaitu
QS.
Al-Fatihah, Al-An'am, Al-Kahf, Saba', dan Fatir.
2) Tabaraka, yang digunakan untuk memulai dua surah yaitu QS. Al-
Furgan dan Al Mulk
b. Menyucikan Allah dari hal-hal negatif (at-tanzih 'an an-nuqsan)
dengan menggunakan ungkapan tasbih yang digunakan di awal
tujuh surah, yaitu QS. Al-Isra', Al-Hadid, Al-Hasyr, As-Saff, Al-
Jumu'ah, At-Tagabun, dan Al-A'la.
1) Al-hamd lillah yang digunakan untuk memulai lima surah, yaitu
QS.
Al-Fatihah, Al-An'am, Al-Kahf, Saba', dan Fatir.
2) Tabaraka, yang digunakan untuk memulai dua surah, yaitu QS. Al-
Furqan dan Al-Mulk.

2. Pembukaan dengan huruf-huruf abjad (al-istiftah bi huruf at-tahajji) yang


digunakan untuk memulai 29 surah. Huruf-huruf yang digunakan sebanyak 14
huruf, yaitu alif, lam, mim, sad, ra', kaf, ha', ya', 'ain, ta', sin, ha', qaf, dan nun
yang dibagi menjadi lima bentuk.

a. Terdiri atas satu huruf, yaitu huruf (Sad), (qaf), dan (nun) yang digunakan
untuk memulai tiga surah: QS. Sad, Qaf, dan Al- Qalam.

b. Terdiri atas dua huruf dalam empat macam rangkaian, yaitu (tā hā), (tā sin),
(hā mīm), dan ue (ya sin) yang digunakan untuk memulai sembilan surah,
yaitu QS. Taha, An-Naml, Yasin, Gafir, Fussilat, Az-Zukhruf, Ad-
Dukhan, Al-Jasiyah, dan Al-Ahqaf.

c. Terdiri atas tiga huruf dalam tiga macam rangkaian, yaitu (alif lam mim),
(alif lam ra), (ta sin mim) yang digunakan untuk memulai tiga belas
surah: QS. Al-Baqarah, Ali Imran, Al-'Ankabut, Yunus, Hud, Yusuf,
Ibrahim, Al- Hijr, Asy-Syu'ara', Al-Qasas, Ar-Rum, Luqman, dan As-
Sajdah.

d. Terdiri atas empat huruf dalam dua macam rangkaian, yaitu (alif lam mim
Sad) dan (alif lam mim ra) yang masing-masing digunakan untuk
memulai QS. Al-A'raf dan Ar-Ra'd.

e. Terdiri atas lima huruf dengan dua macam rangkaian, yaitu (kaf ho ya' 'ain
8

Sad) dan (ha mim 'ain sin qof) masing-masing dalam satu surah: QS.
Maryam dan Asy-Syu'ara'.
9

3. Pembukaan dengan panggilan (al-istiftah bin nidâ) Allah membuka sejumlah


surat dengan mengedepankan panggilan (al-nidâ), terdapat dalam 10 surah
yaitu nida untuk Rasulullah Saw. Berjumlah 5 surat, terdapat dalam surah al-
Ahzab/33, al-Tahrîm/66 dan Al-Talaq/65, al-Muzammîl/73 dan al-
Mudaṣir/74. 5 nidâ lain di tujukan kepada umat, yaitu sebagaimana terlihat
diawal surah Al-Nisâ/4, Al-ma‟idah/5, Al-Haj/22, Al-Hujarat/49, dan Al-
mumtahannah/60.

Panggilan kepada Rasulullah SAW tentu dengan tujuan agar menjadi


perhatian rasul yang sudah semestinya juga perhatian umatnya. Sedangkan
panggilan yang ditujukan kepada umat adalah sebagai bukti kasih sayang
Allah kepada mereka, dan agar apa yang disampaikan berupa perintah atau
larangan yang ditegaskan setelah panggilan itu benar-benar diperhatikan dan
diamalkan atau ditinggalkan dengan kesadaran, yakni dengan pemantauan dan
pengendalian pada diri sendiri. Dengan demikian, satu fakta sangat jelas
bahwa panggilan Allah dalam al-Qur‟an tidak hanya ditunjukkan kepada
Rasulullah selaku penerima wahyu, tetapi juga kepada umat manusia terutama
umat Islam, karena al-Qur‟an itu memang sebagai petunjuk bagi umat
manusia (hudan lil nas).

4. Pembukaan dengan jumlah khabariyah (al istiftah bi al-jumlah al khabariyah).


Allah di beberapa surah mengedepankan jumlah khabariyah (pernyataan
berita), baik ditujukan kepada Rasulullah maupun kepada umat. Hal itu
dapat dilihat dalam surat Al-Taubah/9, Al-Nūr/24, Al-Zumar/39,
Muḥammad/47, Al-Fatḥ/48, AlRaḥman/55, Al-Hâqqah/69, Nūh/71, Al-
Qadr/97, Al-Qari‟ah/101, Al-Kauṣar/108, Al-Anfâl/8, An-Naḥl/16, Al-
Qamâr/54, Al-Mu‟minūn/23, Al-Anbiyâ/21, Al-Mujâdalah/58, Al-Ma‟arij/70,
Al-Qiyâmah/75, Al-balâd/90, „Abasa/98, dan Al-Takaṣur/102.
Pernyataan berita yang tersebar dalam 23 surah diatas merupakan pernyataan-
pernyataan yang sanagt penting agar manusia menghargai dalam menerima,
memahami, mengerti, dan mengamalkannya. Semuannya perlu pada sikap
positif manusia, baik akidah, ibadah, maupun lainnya.

5. Pembukaan dengan sumpah (al-istiftah bil qasam)


Allah mengedepankan al-qasam ( sumpah-Nya) dalam beberapa surah. Di sisi
Allah bersumpah dengan menyebut dengan sebagian makhluk-Nya sebagai
Muqsam
10

bih. Di awal surah As- Saffat/37. Ia bersumpah dengan malaikat yang berbaris
bersafsaf. Dalam dua surah, Al-Burūj/85 dan Al-Tariq/86,. Ia bersumpah
dengan langit ( AsSama‟). Dalam surah Al-Najm/53, Ia bersumpah dengan
bintang. Disurah lain
ditemukan sumpah-Nya dengan menyebut “fajar” yang menandai di mulainya
waktu siang; matahari yang ada pada siang hari; “malam” yang menjadi tanda
gelap yang kelam, “duhâ” di pagi hari, “asar” di waktu yang lain. Tegasnya
Allah bersumpah dengan sejumlah waktu. Dalam dua surah, Ia bersumpah
dengan angin (al-hawâ) yang merupakan unsur alam yang penting sekali,
yaitu dalam surat Al-Zariyat/15 dan surat Al-Mursalât/77. Demikian pula
Allah bersumpah dengan menyebut bermacam-macam makhluk-Nya, seperti
dalam surat Ath- Tūr/52, Al-Tîn/95, Al-Nazi‟at/79, dan Al-„Adiyat/100.

6. Pembukaan dengan syarat (al-istifat bis syarat) Allah swt. menyebutkan


kejadian-kejadian tertentu dengan mengaitkannya dengan syarat. Penyebutan
syarat tersebut dibagian pertama surat-surat tertentu untuk menunjukkan
bahwa kejadian itu merupakan hal yang pasti akan terjadi, bukan hal yang
mungkin terjadi atau mustahil terjadi. Hal itu seperti dalam 7 surah, yakni Al-
Takwîr/81, Al-Infitâr/82, Al-Insiqâq/84, Al-Waqi‟ah/56, Al-Munafiqūn/63,
Al-Zalzalah/99, dan Al-Nasr/110. Semua surah tersebut dibuka dengan syarat
idza yang artinya “apabila”. Ungkapan syarat, “Apabila terjadi hari
kiamat”(Al-Waqi‟ah), “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu” (Al-
Munafiqūn), “Apabila matahari digulung” (Al-Takwîr), “Apabila langit
terbelah” dan "Apabila bumi berguncang dengan guncangan yang dahsyat”
(Al-Zalzalah), dan “Apabila telah datang pertolongan dan kemenangan (Al-
Nasr), semuanya itu pasti akan terjadi di dalam kenyataan yang tidak dapat
dihindari. Syarat idza digunakan untuk hal-hal yang pasti terjadi.

7. Pembukaan dengan perintah (al istiftah bil amr) Allah membuka surah- surah
tertentu dengan menekankan al-amr (perintah)-Nya yang diarahkan kepada
Rasulullah, yang juga kepada umatnya. Hal ini seperti terlihat dalam surah Al-
Alaq/96, Al-Jîn/72, Al-Kafirūn/109, Al-Falâq/113, dan Al-Nas/114. Dalam
surah- surah tersebut Allah memulai firman-Nya dengan f‟il amr “qul” yang
artinya “katakanlah”. Perintah “qul” dimaksudkan agar apa yang disebutkan
setelah kata perintah itu diterima, dijadikan sikap dan diyakini, sehingga
benar-benar menjadi keyakinan yang kukuh. Misalnya, kita menerima firman-
Nya: qul huwallahu ahad
11

(katakanlah Dia itu Allah Maha Esa). Itu berarti kita diperintah Allah
untuk menerima, berkata, bersikap dan mempunyaibahwa AllahTuhan Yang
Esa.

8. Pembukaan dengan pertanyaan (al istiftah bil istifham). Allah menyampaikan


istifham (pertanyaan) di permulaan surah-surah berikut, yaitu dalam surah an-
Naba‟/78, al-Gasiyah/88, Al-Insyirah)/94, Al-Fîl/105, dan alMa‟ūn/107.
Pertanyaan-pertanyaan Allah itu bukanlah berarti Allah swt. tidak mengetahui
masalah-masalah di balik pertanyaan, tetapi sebagai metode atau jembatan
dalam rangka menjelaskan lebih jauh apa-apa yang hendak dipaparkan- Nya,
sehingga siapa pun yang menjadi mitra bicara Allah menjadi tahu dengan jelas
dan mengerti. Bentuk pertanyaan ini ada dua macam, yaitu:

1) Pertanyaan positif yaitu pertanyaan dengan menggunakan kalimat positif.


Pertanyaan dalam bentuk ini digunakan dalam surat: Al-Naba‟, Al-
Gasyiyah, dan Al-Ma‟un.
2) Pertanyaan negatif, yaitu pertanyaan dengan menggunakan kalimat
negatif, yang hanya terdapat dalam dua surat, yakni Al-Insyirah dan Al-Fîl

9. Pembukaan dengan doa/vonis (Al Istiftah bid du‟a).


Allah swt memvonis celaka kepada pihak-pihak yang mestinya celaka di
permulaan beberapa surah, yakni surah Al-Mutaffifîn/83 dengan vonis
wailullil mutaffifin (celakalah bagi orang-orang yang curang); dalam surah
Al- Humazah/104 dengan vonis wailul likulli humazat al-lumazah (celakalah
bagi setiap pengumpat dan pencela), dan dalam surah Al-Lahab/111 dengan
vonis-Nya tabbat yada abi lahabiw watab (binasalah diri Abu Lahab, dan
benar-benar binasa dia).Vonis-vonis Allah tersebut disampaikan-Nya setimpal
dengan keburukan dan kejahatan masing-masing yang disebut dalam surah-
surah terkait.

10. Pembukaan dengan alasan (al istiftah bit ta‟lil). Allah dalam satu-satunya
surah, yaitu surah Al-Quraisy/106 mengedepankan penjelasan alasan (at-
ta‟lil). Alasan dalam surah itu ditempatkan lebih dahulu dari sesuatu yang
diperintahkan- Nya seperti yang diletakkan pada ayat 3. Dalam kata lain,
dalam surah ini Allah lebih mendahulukan keterangan alasan dari pada
penyebutan sesuatu yang seharusnya dilakukan (taqdim Al-ta‟lil „anîl-amri).
Jadi, Allah memerintahkan sesuatu dengan terlebih dahulu disampaikan
alasannya, agar perintah yang disampaikan itu benar-benar diperhatikan atau
dijalankan.
12

B. Uslub Al-Qur’an

Uslub dalam bahasa Arab berasal dari akar kata salaba-yaslubu- salban yang
artinya merampas. Adapun uslub dengan jamaknya asalib diartikan dengan jalan,
cara, metode, gaya bahasa. Adapun maknanya adalah cara pembicara atau penulis
dalam mengungkapkan ide, gagasan dan pikiran. Juga bisa dikatakan Jalisi artinya
aku mengambil cara-cara / metode-metode /seni-seni dalam bertutur kata /
ucapan.
Uslub atau gaya bahasa adalah metode pemilihan dan pemakaian atau
penggunaan kata-kata sehingga menghasilkan pengertian tertentu bagi
pembacanya." Uslub adalah metode berbicara yang digunakan untuk
mengungkapkan makna tersirat yang dimaksudkan oleh pembiacara, yaitu dengan
melakukan pemilihan-pemilihan kata yang tepat, indah, lugas, padat dan berisi.
Uslub dalam penjelasan al-Zarqoni (745-794 H) secara istilah adalah cara
berbicara yang diambil penulis dalam menyusun kalimat dan memilih lafadz-
lafadz. Dengan demikian uslub merupakan ayang dipilih penulis dalam menyusun
lafadz-lafadz untuk mengungkapkan suatu tujuan dan makna kalimatnya.
Al-Qur'an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur'an
merupakan masdar yang diartikan dengan arti isim maful yaitu maqru' (yang
dibaca). Menurut istilah ahli agama ialah nama bagi kalamullah yang diturunkan
kepada nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam mushaf." Menurut al-Lihyani
(w.355 H), kata al-Qur'an berasal dari kata qara'a- yaqra'u-qiraatan yang berarti
membaca dan mengikuti pola kata al-Rujhan dan al-Ghufran. Menurut pendapat
yang mashur mengatakan bahwa karena al-Qur'an itu dibaca maka dinamakan al-
Qur'an.
Adapun menurut Ali al-Shabuni (1930-2021 M), al-Qur'an adalah kalamullah
(firman Allah) yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada penutup para
nabi dan rasul dengan perantaraan yang dapat dipercaya yaitu malaikat Jibril,
yang ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan kepada kita semua secara mutawatir,
serta diperintahkan membacanya, diawali dengan surat al-Fatihah (1) dan diakhiri
dengan surat al-Nas (114)

Sedangkan menurut as-Shiddiqy (1904-1975 M), al-Qur'an adalah wahyu


yang diterima malaikat Jibril dan disampaikan kepada penutup para nabi dan
rasul, Muhammad SAW, yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun, yang
diturunkan berangsur-angsur lafadz dan maknanya yang dinukilkan dari nabi
13

Muhammad SAW kepada kita untuk umatnya dengan jalan mutawatir, dan tertera
dengan sempurna dalam mushaf baik lafadz maupun maknanya sedangkan
membacanya diberi pahala karena membaca al-Qur'an. dihukumi suatu ibadah

Jika definisi uslub di atas disandingkan dikaitkan dihubungkan dengan al-


Qur'an, maka uslub al-Qur'an (Stilistika al-Qur'an) berarti rahasia artistik (seni)
yang terdapat pada pemilihan-pemilihan kata yang digunakan dalam al-Qur'an.

Uslub al-Qur'an bukanlah sebuah kosakata dan susunan kalimat, melainkan


metode yang dipakai al-Qur'an dalam memilih kosakata dan gaya kalimatnya
Oleh karena itu, uslub al-Qur'an berbeda dengan hadits, syair, nasr, kalam, dan
kitab atau buku-buku yang ada, meskipun bahasa yang digunakan sama dan kosa
kata yang digunakan membentuk kalimatnya juga sama. Namun ada juga yang
mengatakan bahwa uslub al-Qur'an adalah sumber kekaguman karena kandungan
kemukjizatannya yang berlangsung secara terus menerus.

Macam-macam Amtsal Al-Qur’an

Macam-macam Amtsal al-Qur'an menurut Manna al-Qatthan ada tiga macam,


yaitu amtsal Musarrahah, Amtsal Kaminah, dan Amtsal Mursalah. Diantaranya:

1. Amtsal Musarrahah

Amtsal yang di dalamnya. Dijelaskan lafadz-lafadz amtsal atau sesuatu yang


menunjukkan tasybih, yaitu perumpamaan yang jelas, didalamnya terdapat lafazh
masall"almatslu" atau sesuatu yang menunjukkan tasybih. Amtsal yang
mempergunakan ini, disebut juga amtsal zahirah (terang). Klasifikasi Ayat-ayat
Amtsal Musharrahah, terlihat bahwa dalam al-Qur'an terdapat tidak kurang dari
44" amtsal musharrahah (24 ayat termasuk makiyyah dan 20 ayat termasuk
madaniyyah) yang mengandung berbagai aspek.

2. Amtsal Kaminah,

Yaitu Amtsal yang tidak dinyatakan atau ditegaskan di dalamnya lafadz


matsal, akan tetapi amtsal ini menunjukan makna yang indah, simple, logis, dan
bersifat universal serta menunjukan perumpamaan. Amtsal Kaminah, yaitu
perumpamaan yang di dalamnya tidak disebutkan dengan lafadz tamsil jelas,
14

tetapi menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan


redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang
serupa dengannya. Misalnya ayat yang senada dengan

pernyataan bahwa sebaik Pekerjaan itu pertengahan (Khairul umuri wasthu)


yaitu: Contoh dari amtsal ini dapat dikemukakan sebagai berikut: Surat al-
Baqarah (2) ayat 68: Qs. Al-Isra' (17): 29; Qs. Al- Isra'(17): 110; Qs. Al-Furqan
(25): 67

3. Amtsal Mursalah,

Amtsal Mursalah ialah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan kata


perumpamaan secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai
perumpamaan. Atau ungkapan bebas tanpa ada unsure tasybih, akan tetapi biasa
dipergunakan sebagai kiasan". Amtsal ini mempergunakan ungkapan yang
mengandung pengertian yang bersifat umum, tidak terikat pada tempat dan waktu
jenis ini mirip dengan amtsal kaminah.

Sebagai contoh-contoh Amtsal Mursalah yang terdapat didalam Al-Qur'an


adalah:

a. Qs. Al-Isra' (17) 84;


Artinya : Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-
masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya

b. Qs. Faathir (35) 43;


Artinya : Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana
mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang
yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang
terdahulu.
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan
sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.

Berdasarkan muatan-muatan yang terdapat dalam penggunaan Amtsal menurut Al- 19


Zarkasyih, pada dasarnya kata Amtsal berarti sama dengan serupa atau setara," Tetapi
kadang juga berarti keadaan, sifat, dan kisah.
15

1. Matsal yang berarti keadaan seperti firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-
Baqarah (2): 17.21 2. Matsal yang berarti sifat, Qs Al-Fath (48): 29.22

2. Aqsam Al-Qur‟an

Menurut bahasa kata aqsam (‫ ) أقسام‬adalah bentuk jamak bentuk tunggalnya


yaitu qasam ( ‫) قس]]ن‬Artinya qasam adalah sumpah. Qasam atau sumpah adalah :
mengikat hati jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan suatu
makna yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i‟tiqadi, oleh
orang yang bersumpah itu. Bersumpah juga dinamakan yamin (‫( يمي ]ه‬yang
makna harfiyahnya adalah tangan kanan. Konon mengapa sumpah juga dinamakan
dengan yamin, kare kebiasaan orang Arab ketika bersumpah memegang tangan kanan
sahabatnya. Selain qasam sama dengan yamin, qasam sama dengan half (‫حلف‬
.(Namun dalam penggunaannya di negeri kita, kadang kata sumpah ini juga dalam
beberapa kasus mengalami pembelokan makna menjadi kutukan. Misalnya ketika
orang berkata, Aku sumpahi kamu jadi orang miskin. Tentu makna menyumpahi
disini bukan bersumpah, melainkan mengutuk. Seperti ibunda Malin Kundang ketika
menyumahi anaknya berubah jadi batu, sumpah sang bunda dalam hal ini bukan
sumpah yang sedang kita bicarakan, melainkan sumpah dalam arti kutukan.

3. Istilah

Adapun makna secara istilah atau menurut terminologi, aqsamul qur‟an ialah yang
membicarakan tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam ayat-ayat al-
qur‟an.Aqsam ialah mengucapkan kalimat sumpah. Bersumpah merupakan salah satu
upaya yang dilakukan oleh manusia dalam rangka meyakinkan orang lain bahwa dia
berada diatas kebenaran. Artinya dia bersungguh-sungguh sedang serius, tidak
berbohong atau bergurau atau sebagainya. Dengan ucapan kalimat oleh seseorang
maka orang lain yang awalnya ragu atau tidak percaya tentang informasi yang
disampaikannya, menjadi percaya dan meyakini berita yang dibawanya. Jika
16

demikian halnya, maka sumpah boleh disebut suatu mekanisme yang teramat penting
dalam berkomunikasi antar sesama manusia sebab kepercayaan orang lain sangat
diperlukan.

Manusia dengan segala kekurangan keterbatasannya sulit sekali membebaskan


dirinya secara penuh dari kesalahan. Inilah cikal bakal lahirnya perbuatan dosa
darinya. Dalam upaya membela dirinya dari kesalahan dan kealpaan itu, maka salah
satu mekanisme yang harus ditempuhnya ialah bersumpah atas nama Allah.

4. Ayat-ayat Qasam

Qasam Dalam Al-Quran di dalam Al-Qur‟an ungkapan untuk memaparkan sumpah


ada kalanya menggunakan aqsama (‫( أقسن‬dan adakalanya juga menggunakan .(‫)حلف‬
halafa. Beberapa ayat di dalam Al-Quran kita temukan mengandung kata qasam,
misalnya ayat-ayat berikut ini : ِ ِ

Artinya: Dan orang-orang yang beriman akan berkata, “Inikah orang yang
bersumpah secara sungguh-sungguh dengan (nama) Allah, bahwa mereka benar-
benar beserta kamu? ”Segala amal mereka menjadi sia-sia, sehingga mereka menjadi
orang yang rugi (QS. Al-Maidah : 53).

Selain itu juga terdapat dalam surat (QS. Al-An’am : 109) yang artinya :
Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan.

Juga terdapat dalam (QS. Al-Waqi’ah : 75)


Artinya: Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran.

5. Unsur-unsur Aqsam dan Ungkapannya

Kalau dilihat secara strukturnya, sumpah atau qasam dalam bahasa Arab itu itu
biasanya terdiri dari tiga unsur utama, yaitu :

a. Fi‟il

Fi‟il dalam bahasa Arab adalah kata kerja. Namun fi‟ilnya dijadikan muta‟addi
dengan huruf ba‟ (‫ ب‬.(Misalnya kata : uqsimu billah (‫( أقسن باهلل‬adalah sebuah kata
kerja, maknanya : Aku bersumpah dengan nama Allah. Dan sumpah disini dilengkapi
dengan hufur ba‟ menjadi uqsimu bi_ .Ke depannya karena begitu seringnya orang
Arab menggunakan sumpah dalam perkataan seharihari, fi‟ilnya kadang sudah tidak
lagi disebutkan, meski mereka tetap merasa masih menggunakannya. Istilahnya
mahdzuf, dimana secara fisik, fi‟ilnya sudah tidak lagi diucapkan namun, namun
17

keberadaannya masih tetap bisa dirasakan. Yang awalnya mereka menyebut uqsimu
billah (‫ أقسن باهلل‬: (aku bersumpah demi Allah, kemudian lamalama disingkat hanya billahi
(‫ باهلل‬: (demi Allah.

b. Al-Muqsam Bihi

Maksud al-muqsam bihi (‫( المقسن به‬dalam hal ini adalah sesuatu yang dijadikan
sumpah. Misalnya ketika Allah SWT berfirman : Wal-ashri (‫ و العصر‬,(yang artinya
demi masa, maka muqsam bini disini adalah masa atau waktu yang digunakan untuk
bersumpah. Allah bersumpah dengan masa atau waktu.

Kata bihi itu maksudnya adalah bersumpah dengan menggunakan dia (‫ب]]ه‬.
(Kalau kita perhatikan di dalam Al-Quran, Allah seringkali bersumpah dengan diri-
Nya sendiri dan juga bersumpah dengan makhluk-makhluk ciptaanNya. Apabila
Allah bersumpah dengan diri-Nya sendiri, maka itu adalah untuk menunjukkan
keagungan dan kekuasaan-Nya. Sedangkan jika Allah bersumpah dengan sebagian
makhluk-Nya, menurut Ibnu Qayyim, iu menunjukan bahwa makhluk tersebut
merupakan salah satu diantara ayat-ayat kebesaran-Nya.

Allah Bersumpah Dengan Diri-Nya Sendiri


Artinya : Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad), “Benarkah (azab yang
dijanjikan) itu?” Katakanlah, “Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya (azab) itu pasti benar
dan kamu sekali-kali tidak dapat menghindar.” (QS Yunus : 53)

Juga terdapat dalam QS. Hijr : 92 yang artinya :


Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua (QS. Hijr : 92)
Selain itu juga Allah bersumpah dengan makhluk-Nya
Artinya: Aku bersumpah demi bintang-bintang, (QS. At-Takwir : 15)
c. Al-Muqsam Alaihi

Sedangkan al-muqsam „alaihi (adalah suatu ungkapan yang dikuatkan


dengan menggunakan sumpah. Misalnya ketika Allah SWT bersumpah : Demi masa,
maka lafadz selanjutnya yaitu : Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian,
menjadi muqsam „alaihi. Adapun menjadi muqsam alaih biasanya dipakai hal-hal
yang patut untuk itu seperti masalah yang gaib atau hal-hal yang abstrak.
18

d. Al-Muqsam Alaihi

Sedangkan al-muqsam „alaihi (adalah suatu ungkapan yang dikuatkan


dengan menggunakan sumpah. Misalnya ketika Allah SWT bersumpah : Demi masa,
maka lafadz selanjutnya yaitu : Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian,
menjadi muqsam „alaihi. Adapun menjadi muqsam alaih biasanya dipakai hal-hal
yang patut untuk itu seperti masalah yang gaib atau hal-hal yang abstrak.

Adapun benda-benda seperti matahari, langit, masa dan sebagainya digunakan


muqsam bih tidak muqsam alaih sesuatu yang dilakukan sumpah atau kata lain
terhadapnya, sesuatu yang diperkuat dengan sumpah. Untuk itu, tidak tepat
difungsikan. Sumpah didalam al-qur‟an maka dijumpai muqsam alaih (jawab qasam)
terdiri atas beberapa macam, yaitu:

Ketauhidan
Artinya: Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya. Dan
demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-
perbuatan maksiat dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran.
(QS. Ash-Shaffat 1-4)

Kebenaran Al-Qur‟an

Artinya: Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran.


Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.
Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. (QS Al-Waqi‟ah
75-77)

Kebenaran Rasulullah

Artinya: Yaa siin. Demi Al Quran yang penuh hikmah.

Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasulrasul. (QS. Yasin 1-3)


19

Kebenaran Pembalasan, Janji, Ancaman

Artinya: Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan dan


(malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya dan (malaikatmalaikat)
yang menyebarkan (rahmat Tuhannya) dengan seluas-luasnya ,dan (malaikat-
malaikat) yang membedakan (antara yang hak dan yang bathil) dengan sejelas-
jelasnya, dan (malaikatmalaikat) yang menyampaikan wahyu˚, untuk menolak
alasan-alasan atau memberi peringatan sesungguhnya apa yang dijanjikan
kepadamu itu pasti terjadi .
(QS. Al-ursalat (1-7)

Keadaan Manusia

(QS. At-Tin : 1-4)

6. Macam-Macam Aqsam

Kalau diperhatikan dari sekian banyak ayat yang mengnadung qasam, kita bisa
melihat ada banyak sekali ayat yang zhahir, dimana fi‟il qasam dan muqsam bihi-
nya itu nampak jelas. Namun banyak juga ayat qasam yang kebalikkannya, yaitu
fi‟il qasamnya tidak tampil, tetapi keberadaanya ditunjukkan oleh lam muakkidah
(lam yang berfungsi untuk isi pembicaraan) yang teletak pada jawab qasam.Dari
sanalah kemudian para ulama membagi 2 jenis ayat qasam, yaitu zhahir dan
mudmar.

a. Qasam Zhahir

Qasam zhahir adalah qasam yang fiil qasam dan muqsam bihnya lebih jelas
terlihat dan disebutkan, atau qasam yang fiil qasamnya tidak disebutkan, tetapi
diganti dengan huruf qasam yaitu, ba, ta, dan wawu. Di dalam beberapa tempat,
terdapat fiil qasam yang didahului dengan la nafiyah )
20

(QS. Al-Qiyamah : 1-2)

b. Qasam Mudmar

Qasam mudmar adalah qasam yang fiil qasam dan muqsam bihi-nya tidak
jelas dan tidak disebutkan, tetapi keberadaanya ditunjukkan oleh lam
muakkidah (lam yang berfungsi untuk isi pembicaraan) yang teletak pada
jawab qasam Contohnya pada (QS: Al-Imran : 86)

7. Faedah Qasam dalam al-Qur‟an

Bahasa Arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan


ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuan. Orang yang
dihadapi pembicaraan ada beberapa keadaan, yang dalam ilmu ma‟ani dikatakan
adlrubul khabar, yaitu: ibtidai, thalabi daningkari.

1. Ibtida‟i

Mukahatab terkadang seorang berhati kosong (kholiyuz zihni), sama sekali tidak
mempunyaipersepsi akan pernyataan yang diterangkan kepadanya, maka perkataan
yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta‟kid), penggunaan
perkataan yang demikian dinamakan ibtidai.

2. Thalabi

Terkadang ia ragu-ragu tentang kebenaran yamg disampaikan kepadanya. Maka


perkataan untuk orang ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna
menghilangkan keraguannya. Perkataan demikian dinamakan thalabi.

3. Inkari

Dan terkadang ia ingkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan untuknya
harus disertai penguat sesuai kadar keingkarannya, kuat atau lemah. Pembicaraan
demikian dikatakan inkari.Qasam merupakan salah satu penguat yang masyhur
untuk memantapkan atau memperkuat kebenaran sesuatu didalam jiwa. Al-Qur‟an
al-karim diturunkan untuk seluruh manusia, dan manusia mempunyai sikap yang
bemacam-macam terhadapnya. Diantaranya
21

ada yang meragukan, mengingkari dan ada pula yang memusuhi. Karena itu
dipakailah aqsam dalam Kalamulllah, guna menghilangkan
keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatan khabar
dan menetapkan hukum denga cara yang paling sempurna.
22

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah fawâtiḥ al-suwar terdiri dari dua kata, yaitu fawâtiḥ al-suwar. fawâtiḥ
merupakan jamak dari fâtihah yang berarti pembuka. Sedangkan al-suwar adalah
jamak dari surah, yang berarti surat dan al-suwar bermakna surah-surah. Dengan
demikian istilah fawâtiḥ al-suwar secara harfiah berarti pembuka surah-surah.
Secara bahasa, fawâtiḥ al-suwar adalah pembukaan-pembukaan surat. Jika
pembukaan surat itu diawali dengan huruf-huruf Hijaiah, maka huruf tersebut
umumnya disebut dengan huruf-huruf yang terpisah (al-Aḥruf Al-muqaṭṭa‟ah).
Sebab, posisinya yang memang berdiri sendiri dan tidak bergabung membentuk
sebuah kalimat. Para ulama tafsir mengatakan bahwa pembuka surat dalam al-
Qur'an memiliki karakter dan kategori tersendiri.5 Fawâtiḥ al-suwar dalam Al-
Qur‟an biasa disebut juga dengan awâil al-suwar (permulaan-permulaan surat).
Seluruh surat dalam al-qur‟an di buka dengan sepuluh macam pembukaan dan
tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh macam tersebut. Setiap macam
pembukaan memiliki rahasia tersendiri sehingga sangat penting untuk kita
pelajari. Diantara pembuka surat itu diawali dengan huruf-huruf terpisah (al-
Aḥruf Al-muqaṭṭa‟ah), kata, maupun kalimat. Semua bentuk ini memberi pesan
tertentu yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memahami tafsir Al-qur'an.

Uslub2 dalam bahasa Arab berasal dari akar kata salaba-yaslubu- salban yang
artinya merampas. Adapun uslub dengan jamaknya asalib diartikan dengan jalan,
cara, metode, gaya bahasa. Adapun maknanya adalah cara pembicara atau penulis
dalam mengungkapkan ide, gagasan dan pikiran. Juga bisa dikatakan Jalisi artinya
aku mengambil cara-cara / metode-metode /seni-seni dalam bertutur kata /
ucapan.
Uslub atau gaya bahasa adalah metode pemilihan dan pemakaian atau
penggunaan kata-kata sehingga menghasilkan pengertian tertentu bagi
pembacanya." Uslub adalah metode berbicara yang digunakan untuk
mengungkapkan makna tersirat yang dimaksudkan oleh pembiacara, yaitu dengan
melakukan pemilihan-pemilihan kata yang tepat, indah, lugas, padat dan berisi.
23

DAFTAR PUSTAKA

Junaid, J. B. (2022). Fawatih Al-suwar Dalam Al-Qur'an. Al-Wajid , 699.

Mamasoni, M. S. (2022). Uslub Al-Qur'an : Studi Uslub Taqdim Wa Ta'khir dalam Al-
Qur'an. Jurnal Studi Bahasa dan Sastra Arab, 56-58.

Sarwat, A. (2020). Aqsamul Quran. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih

Publishing. Sarwat, A. (2020). Fawatihus Suwar. Jakarta Selatan: Rumah

Fikih Publishing.

Syamsu, N. (2019). Amtsal Al-Qur'an dan Faidah-Faidahnya. Al-Irfani STAI Darul


Kamal NW Kembang Kerang, 50-52.
Zahid, M. (2020). Ragam Fawatih As-suwar: Inventarisasi Ulama Salaf dan Perspektif
Baru.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
24

Mamasoni, M. S. (2022). Uslub Al-Qur'an : Studi Uslub Taqdim Wa Ta'khir dalam Al-
Qur'an.Jurnal Studi Bahasa dan Sastra Arab, 56-58.

Sarwat, A. (2020). Aqsamul Quran. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih

Publishing.

Sarwat, A. (2020). Fawatihus Suwar. Jakarta Selatan: Rumah

Fikih Publishing.

Syamsu, N. (2019). Amtsal Al-Qur'an dan Faidah-Faidahnya. Al-Irfani STAI Darul


Kamal NW Kembang Kerang, 50-52.

Zahid, M. (2020). Ragam Fawatih As-suwar: Inventarisasi Ulama Salaf dan Perspektif
Baru.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai