Anda di halaman 1dari 48

BEBAN STATIK HORIZONTAL PADA BANGUNAN

Beban P d (pasti terjadi)

Beban statik dikenakan pada bangunan sipil


(Statik : sesuatu yang tidak berubah dengan waktu)

Beban statik (quasi-statik) kalau toh berubah nilainya, perubahannya pelan-


pelan (tidak brutal atau tidak tiba-tiba) agar tidak menimbulkan efek dinamik.
PERILAKU STRUKTUR

Kurva LOAD - DISPLACEMENT

Unloading

Loading

0 d

ELASTIK LINIER
Energi Terdissipasi = 0
PERILAKU STRUKTUR

Kurva LOAD - DISPLACEMENT

Unloading

Loading

0 d
ELASTIK NON-LINIER
Energi Terdissipasi = 0
PERILAKU STRUKTUR

Kurva LOAD - DISPLACEMENT

P [kN]
(kN)
Loading

Energi Input [kN.cm]

d [cm]
Energi (perusak) yang diberikan/diinputkan
kepada struktur oleh beban luar
56
PERILAKU STRUKTUR
Kurva LOAD - DISPLACEMENT

Energi Terdissipasi oleh struktur ≠ 0


P (Struktur mengalami kerusakan/degradasi)

Loading

Unloading

Energi yang dikembalikan


kepada beban luar

Residual displacement
56
PERILAKU STRUKTUR

Kurva LOAD - DISPLACEMENT


P
Loading Energi Terdissipasi ≠ 0

Unloading

INELASTIK Tanpa Residual Displacement


56
PERILAKU STRUKTUR

Kurva LOAD - DISPLACEMENT


P
Loading Energi Terdissipasi ≠ 0

Unloading

d
Residual Displacement

INELASTIK Dengan Residual Displacement


56
BEBAN STATIK-SIKLIK HORIZONTAL PADA BANGUNAN

Beban Siklik

Beban statik yang bersifat siklik (bolak-balik) yang dikenakan


pada bangunan sipil.
Gambaran Kurva Hysterisis Pembebanan Siklus – 1 :
Beban DORONG

Energi
Terdissipasi
Akhir Beban Tarik Siklus - 1

Perpindahan

Akhir Beban Dorong Siklus - 1

TARIK
56
Gambaran Kurva Hysterisis Pembebanan Siklus – 2 :
Beban DORONG

Akhir Beban Tarik Siklus - 2


Energi
Terdissipasi

Perpindahan

Akhir Beban Dorong Siklus - 2

TARIK
56
Kurva Hysterisis Siklus - 1
Gambaran Kurva Hysterisis Pembebanan Siklus – 3 :
Beban DORONG

Akhir Beban Tarik Siklus - 3


Energi
Terdissipasi

Perpindahan

Akhir Beban Dorong Siklus - 3

TARIK

Kurva Hysterisis Siklus - 2 56


Penjelasan
Ketika beban mengenai struktur maka dipastikan struktur akan mengalami deformasi
dan pada saat yang bersamaan akan terkreasi ENERGI (Perusak).

Energi = න P(x) dx = ෍ P(xi) ∆xi

• Ketika pada suatu selang waktu arah deformasi titik tangkap beban pada struktur memiliki
arah sama dengan arah beban, maka pada selang waktu tersebut beban sedang memberikan
input energi kepada struktur.
• Ketika pada suatu selang waktu arah deformasi titik tangkap beban pada struktur memiliki
arah yang berlawanan dengan arah beban, maka pada selang waktu tersebut sebagian energi
input dikembalikan (“dimuntahkan”) oleh struktur kepada beban luar.

Catatan
Arah P(xi) dan arah Dx(i) bisa sama pada suatu selang deformasi tertentu, atau bisa
saling berlawanan.
Penjelasan
• Mengingat beban yang bekerja pada struktur memiliki sifat merusak, maka energi
yang dikreasikan oleh beban yang mengenai struktur juga bersifat merusak.
• Energi terdissipasi oleh struktur merupakan selisih antara energi input dengan energi
yang dikembalikan oleh struktur kepada beban luar.
• Jika beban yang bekerja pada struktur adalah beban statik, dan bilamana akibat
pembebanan statik tersebut terjadi dissipasi energi, maka dipastikan struktur
mengalami degradasi performasi strukturalnya.
• Dalam situasi apapun serta untuk struktur sembarang apapun akan dipenuhi kondisi
yang mana :

Energi terdissipasi ≤ Energi input

• Dalam hal pasca pembebanan energi terdissipasi = 0, maka struktur (masih) berada
dalam kondisi elastik. Ini berarti tidak ada kerusakan material pasca pembebanan.
Modelisasi Struktur Bangunan
Setiap elemen struktur bangunan (pelat, kolom, balok,
pondasi, dinding, dll.) memiliki dimensi. Analisa struktur
dari suatu bangunan sipil hanya akan dapat dilakukan jika
terhadap bangunan tersebut telah dibuat MODEL
MATEMATIK-nya, yang mana setiap elemen struktur
digantikan dengan elemen garis (untuk kolom, balok, tiang
pondasi) atau elemen bidang (untuk pelat, dinding).
Modelisasi Struktur dan Perletakan Bangunan
Langkah yang diambil dalam pemodelan ini telah mengandung
SIMPLIFIKASI, yang berarti menyederhanakan permasalahan dari yang
sebenarnya. Adalah tidak mungkin analisa struktur dilakukan sebagaimana
struktur sebenarnya (apa adanya). Langkah penyederhanaan ini berarti akan
menyebabkan hasil yang didapatkannya-pun akan lebih sederhana
dibandingkan dengan apa yang sebenarnya terjadi pada struktur riil. Namun
diharapkan dan diusahakan bahwa penyimpangan (deviasi) hasil yang
didapatkan terhadap nilai sebenarnya tidaklah signifikan (masih dalam batas-
batas toleransi).

Jadi sebenarnya analisa Mekanika Teknik yang dikatakan eksak itu adalah
hanya di atas Model Matematik yang diambil, bukan pada struktur
sebenarnya.
PENYELESAIAN MASALAH ENGINEERING DENGAN
PERANGKAT MATEMATIK :

Masalah
Model Hasil
Engineering
Matematik Analisis
Riil

Hasil analisis memiliki deviasi terhadap kondisi riil dari Masalahnya


Modelisasi Perletakan/Tumpuan Bangunan
Bangunan Sipil ketika dibangun pasti didudukan pada suatu
perletakan/tumpuan (PONDASI).

Di dalam analisis Statika, Pondasi ini dibuat model


matematika-nya sebagai TITIK.
MODEL MATEMATIK

1. GAYA : Tanda Panah

2. Komponen Struktur : Garis

3. Tumpuan/Perletakan : Titik
Perlu disadari bersama bahwa semua permasalahan
engineering adalah KOMPLEKS, termasuk masalah
engineering yang sederhana sekalipun yang tidak
memungkinkan manusia untuk menganalisa sebagaimana
adanya.

Oleh karenanya di dalam penyelesaian masalah-masalah


engineering, kita tidak bisa melepaskan diri dari ASUMSI.
Asumsi yang diambil selalu mengarah pada
penyederhanaan persoalan.
Penyederhanaan atas masalah engineering adalah langkah yang
terpaksa harus dilakukan/diambil agar dapat dilakukan analisis
matematisnya. Yang harus dijaga adalah bahwa langkah
penyederhanaan tersebut haruslah logis - secara akademis dan teknis
dapat diterima dan penyederhanaan yang diambil tidak berlebihan.

Yang perlu disadari pula adalah bahwa hasil yang didapat dari suatu
analisa dari model matematis suatu masalah engineering akan
mengandung Galat (Deviasi), yang perlu dikompensasikan dalam
Faktor Keamanan (Safety Factor) Struktur.
Penyederhanaan Pola Beban yang Bekerja pada Struktur
Gaya-gaya yang bekerja pada struktur bangunan riil sebenarnya (jika
tidak dipaksakan) adalah berupa BEBAN MERATA.

Misal : beban roda kendaraan pada lantai jembatan, beban telapak kaki
manusia pada lantai bangunan, tekanan air atau tekanan tanah pada
dinding, beban angin, gesekan tiang pancang dengan tanah, benturan
kapal dengan struktur penambat, tekanan roda pesawat pada runway,
berat sendiri struktur bangunan, dorongan tangan pada dinding, dll.

Dalam hal ”dipaksakan”, maka beban-beban di atas dapat


disederhanakan menjadi beban titik/terpusat atau beban garis. Jika luas
bidang kontak dari beban pada struktur relatif kecil terhadap luas
permukaan struktur maka beban tersebut dapat dimodelkan sebagai
Sebagaimana diketahui bahwa semua obyek yang ada di muka bumi
ini berbentuk tiga dimensi, seberapapun tipisnya dari ketebalan atau
kecilnya dari obyek tersebut. Demikian pula struktur bangunan riil
juga berbentuk tiga dimensi.

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa langkah penyederhanaan


atas masalah riil sering dilakukan termasuk terhadap struktur tiga
dimensi ini. Langkah penyederhanaan atas struktur riil ini dapat
menghasilkan struktur SATU DIMENSI ataupun DUA DIMENSI,
tergantung jenis strukturnya dan tingkat penyederhanaan yang
dilakukan serta kompleksitas dari struktur riil. Namun ada pula
struktur yang tidak mudah (tidak memungkinkan) disederhanakan
konfigurasinya, misal : dome, shell, space trusses, dll.
Langkah penyederhanaan terhadap struktur ini akan ”menyeret”
pula pada penyederhanaan pola beban yang bekerja pada struktur
tersebut.

Misal: beban roda kendaraan pada lantai jembatan dan beban


roda kereta api pada rel yang disederhanakan sebagai beban
terpusat, yang mana hal ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa luas bidang kontak gaya (beban roda) yang bekerja pada
lantai jembatan atau rel adalah relatif jauh lebih kecil
dibandingkan dengan luas lantai jembatan secara keseluruhan;
sementara struktur space trusses dari jembatan dimodelkan sebagai
rangka bidang 2 dimensi dengan elemen-elemen konstruksinya
sebagai elemen garis dan berupa batang pendel.
Demikian pula dengan beban-beban lalu-lintas untuk perhitungan
struktur jembatan.

Karena kompleksnya beban lalu-lintas yang bekerja, maka harus


disederhanakan dengan “beban “pengganti/ekivalen” yang
disepakati besarnya, yang berupa beban garis dan beban
permukaan/merata. Demikian pula beban permukaan (tekanan
tanah atau air) dapat disederhanakan menjadi beban garis jika
analisa strukturnya dilakukan secara 2 dimensi.

Jadi jelas bahwa penyederhanaan struktur riil akan diikuti pula


dengan penyederhanaan beban yang sebenarnya bekerja pada
struktur tersebut.
.
Satuan Gaya dan Satuan Panjang serta Konversinya
Di dalam analisa Mekanika Teknik - yang merupakan permasalahan
beban statik, maka satuan gaya dan satuan panjang akan selalu terbawa
di dalamnya. Hasil operasi atas kedua satuan tersebut dapat
memberikan besaran teknis lain berupa tegangan atau tekanan maupun
deformasi dan momen.

Sebaiknya sebelum suatu langkah perhitungan/analisa struktur


dilakukan, harus ditetapkan terlebih dahulu satuan-satuan teknis yang
akan dipergunakan, misal untuk gaya adalah dengan satuan Kg atau
Newton, satuan panjang adalah dengan Cm. Maka hasil operasi
matematik yang dilakukan dalam analisa Statika ini akan memberikan
suatu besaran teknis yang melibatkan satuan Kg atau Newton dan Cm.
Satuan teknis dari Panjang : m, dm, cm, mm, feet, inch.

Satuan teknis dari Gaya : kg, N (Newton), kN, lb (pound), k (kip,


kilo pounds)

Satuan teknis dari Sudut : radian, derajat


Faktor konversi satuan teknis:

1 feet = 12 inch
1 inch = 2,54 cm
1 lb = 4,44822 N
1 kg = gN

Catatan:

Dalam konversi satuan kg ke satuan N, nilai g diambil dari nilai gravitasi


bumi yang bersatuan teknis m/s2.

Untuk kepentingan engineering nilai g (gravitasi bumi) diambil = 9,81 m/s2,


Maka: 1 kg = 9,81 N
Konversi satuan teknis [kg] ke [N]:

Ruang R-1: g = 9,81 m/dt^2 Ruang R-2: g = 1,00 m/dt^2

OBYEK - A OBYEK - A
W = 1,0 kg W = 1,0 N

1 kg = 9,81 N

Timbangan Timbangan

53
Hukum Newton:
F=ma

→ 1 N = 1 kg (m) x 1 m/dt^2

→ 1 kg (m) = 1 N / (m/dt^2)
Persamaan Kesetimbangan dan Tatanan Sumbu

Bangunan sipil harus berada dalam keadaan setimbang


(stabil). Kondisi ini dituangkan secara matematis melalui
persamaan kesetimbangan berikut:

1. ∑ F = 0 : kesetimbangan translasi
2. ∑ M = 0 : kesetimbangan rotasi

yang masing-masing persamaan tersebut di atas akan


diikatkan pada tatanan sumbu kartesian (x, y dan z) untuk
permasalahan 3 (tiga) dimensi.
Kesetimbangan dan Tatanan Sumbu
z
h

Obyek bangunan sipil


Reaksi = Aksi

y
Akibat aksi beban yang bekerja, bangunan sipil harus diam di tempatnya :
1.Tidak boleh mengalamai translasi ke arah sembarang h
2.Tidak boleh mengalami rotasi terhadap sumbu sembarang h
→ Sumbu sembarang h diuraikan menjadi sumbu kartesian x, y, z.
x
KONSEP DESIGN BANGUNAN SIPIL:
1. Ketika Struktur Bangunan Sipil memikul Service Load (Beban Layan)
sesuai fungsinya, maka Bangunan Sipil (termasuk seluruh partikel
material pembentuk struktur) harus berperilaku (dalam kondisi)
ELASTIK.
2. Ketika Bangunan Sipil memikul Beban Design (Beban Rencana), maka
Bangunan Sipil semestinya (diharapkan) memasuki zona INELASTIK.
Kondisi ini dibuat demikian agar bangunan sipil yang kita buat
tersebut juga mempertimbangkan aspek KEHEMATAN/
KEEKONOMIAN, karena material konstruksi yang ada di alam ini
memiliki jumlah/volume yang TERBATAS.
KONSEP DESIGN BANGUNAN SIPIL:
3. Dengan demikian Bangunan Sipil yang dikonstruksi TIDAK HARUS
(TIDAK PERLU) DIBUAT SANGAT KAKU DAN SANGAT KUAT, NAMUN
memiliki Kekakuan dan Kekuatan SECUKUPNYA SAJA. Untuk itu kita
perlu memiliki Ilmu Teknik Sipil.

4. Bangunan Sipil ketika direncanakan dan dikonstruksi HARUS DIJAMIN


AMAN dan NYAMAN hingga BATAS BEBAN DESIGN (BEBAN
RENCANA).

5. Ketika Bangunan Sipil dikenai aksi beban gempa kuat (gempa desain)
bangunan sipil boleh mengalami kerusakan, artinya MEMPERBOLEHKAN
TERJADINYA DISSIPASI ENERGI SEBESAR-BESARNYA, NAMUN
TIDAK BOLEH RUNTUH.
Perjanjian Tanda

Sebagaimana diketahui bahwa gaya adalah merupakan besaran


vektor, sehingga di dalam penggunaannya di dalam persamaan harus
diberikan tanda (+) atau (-) menurut tatanan arah yang ditetapkan.
Prinsip Superposisi

Prinsip superposisi dari tegangan dan regangan (atau gaya dan deformasi) hanya
dapat diterapkan apabila material (atau struktur) di bawah aksi beban yang
dikenakan padanya masih dalam keadaan ELASTIK LINIER. Jika kondisi elastik
linier ini tidak dipenuhi, maka prinsip superposisi ini tidak dapat diberlakukan di
dalam analisis.

A P1 B P2 C A P1 B C A B P2 C
= +
dc dc1 dc2

RB RB1 RB2

dc = dc1 + dc2 ; RB = RB1 + RB2


Prinsip superposisi untuk gaya dan deformasi

39
Gaya Dalam yang dapat dialami oleh Penampang Komponen Struktur
Gaya dalam yang dapat terjadi pada penampang komponen struktur dikelompokkan ke dalam
4 (empat) , yaitu:

1. Gaya AKSIAL/NORMAL (N)

N TARIK N TEKAN

2. Gaya GESER/LINTANG (L)

L L
Gaya Dalam yang dapat dialami oleh Penampang Komponen Struktutr (Lanjutan)
3. MOMEN LENTUR (M)

M M

4. MOMEN TORSI (T)

T T
Komponen Struktur
Komponen struktur yang dapat dipergunakan untuk membentuk bangunan sipil dibagi ke dalam 3 (tiga)
kelompok, yaitu :

1. KABEL
Komponen struktur yang berupa kabel hanya memiliki kemampuan untuk memikul gaya dalam berupa
gaya aksial (gaya normal) TARIK saja, selain gaya tarik tersebut komponen struktur kabel tidak sanggup
(tidak mampu) untuk memikulnya.

KABEL
Komponen Struktur (lanjutan)
2. BATANG PENDEL
Batang pendel merupakan komponen struktur yang hanya memiliki kemampuan memikul gaya aksial
(gaya normal N) saja, baik itu gaya tarik maupun gaya tekan.

Contoh :
Struktur Jembatan Rangka Baja merupakan struktur bangunan sipil yang komponen-komponennya
merupakan (dapat diperlakukan/dianggap sebagai) batang Pendel
Komponen Struktur (lanjutan)
3. BATANG KAKU
Batang kaku merupakan komponen struktur yang memiliki kemampuan untuk memikul seluruh jenis
gaya dalam, yaitu gaya normal N, gaya lintang L, momen lentur M dan momen torsi T.

Contoh :
Struktur portal bangunan gedung bertingkat dari struktur beton bertulang dan struktur baja.
Jenis Sambungan
Bahwa bangunan sipil dibentuk dari komponen-komponen struktur yang mana satu sama lain dari
komponen struktur tersebut memerlukan sambungan. Pada ilmu Teknik Sipil dikenal 2 (dua) jenis
sambungan, yaitu :
1. Sambungan ENGSEL (SENDI)
Jenis sambungan ini tidak memiliki kemampuan untuk menahan rotasi relatif antar komponen struktur
yang disambung dengan jenis sambungan ini. Dengan demikian penampang komponen-komponen
struktur yang berada tepat di sambungan engsel ini tidak akan memikul gaya dalam yang berupa momen
lentur (M = 0) maupun momen torsi (T = 0).
Untuk memudahkan penggambaran dari sambungan engsel (sendi) ini dibuat simbol berupa lingkaran.

Sambungan Engsel

Batang Pendel
Jenis Sambungan (lanjutan)

2. Sambungan KAKU
Jenis sambungan ini memiliki kemampuan untuk tidak memberikan kesempatan antar komponen
struktur pada sambungan ini untuk mengalami rotasi relatif satu dengan lainnya. Dengan demikian
penampang komponen-komponen struktur yang berada tepat di sambungan kaku ini akan memikul
gaya dalam yang berupa momen lentur dan momen torsi (M ≠ 0 ; T ≠ 0 ).
Untuk memudahkan penggambaran dari sambungan kaku ini hubungan antara komponen struktur di
titik sambungan dibuat satu kesatuan monolit.

Catatan:
Baik Sambungan Engsel maupun Sambungan Kaku
Sambungan Kaku keduanya akan menjaga agar penampang
komponen-komponen struktur yang bertemu pada
sambungan tersebut memiliki deformasi berupa
TRANSLASI sama. Dengan demikian pada
penampang komponen struktur akan muncul gaya
dalam berupa gaya geser L dan/atau gaya normal N.
Jenis Perletakan/Tumpuan
Bahwa bangunan sipil ketika dikonstruksi harus didudukkan pada Tumpuan/Perletakan agar bangunan sipil
dapat diam di tempatnya, Dalam ilmu teknis sipil dikenal 3 (tiga) jenis tumpuan, yaitu :
1. Tumpuan ROL
Tumpuan jenis ini memungkinkan komponen struktur yang duduk pada tumpuan ini mengalami rotasi
dan translasi searah base plate. Tumpuan jenis ini hanya bisa menahan gerakan dari komponen struktur
yang duduk padanya dalam arah tegak lurus base plate. Dengan demikian tumpuan rol ini hanya dapat
melahirkan 1 (satu) jenis reaksi tumpuan/perletakan yang berarah tegak lurus base plate saja.
Berikut diberikan skema singkat dari tumpuan Rol dan simbol yang dapat digunakan..

Struktur Atas
Simbol
Roller Tumpuan Rol
Base Plate

Pondasi R R
Jenis Perletakan/Tumpuan (lanjutan)
2. Tumpuan SENDI/ENGSEL
Tumpuan jenis ini memungkinkan komponen struktur yang duduk pada tumpuan ini hanya mengalami
rotasi saja, namun pergerakan translasi ditahan oleh tumpuan. Dengan demikian tumpuan sendi ini akan
dapat melahirkan 2 (dua) jenis reaksi tumpuan yang berarah tegak lurus dan sejajar base plate.
Berikut diberikan skema singkat dari tumpuan Sendi dan simbol yang dapat digunakan..

Struktur Atas Simbol

Base Plate Tumpuan Sendi

R1
Pondasi R2
Jenis Perletakan/Tumpuan (lanjutan)
3. Tumpuan JEPIT
Tumpuan jenis ini tidak memberikan peluang bagi penampang komponen struktur yang duduk padanya
untuk berotasi maupun bertranslasi. Gerakan untuk translasi maupun untuk rotasi dari penampang
komponen struktur yang duduk pada tumpuan ini ditahan sepenuhnya oleh tumpuan. Dengan demikian
tumpuan jepit ini dituntut untuk mampu melahirkan 3 (tiga) jenis reaksi tumpuan, yang mana 2 (dua)
berupa gaya yang berarah tegak lurus dan sejajar tumpuan, dan sebuah reaksi berupa momen lentur.
Berikut diberikan skema singkat dari tumpuan Jepit dan simbol yang dapat digunakan.

Simbol

R1
R3
R2
Output Penting dari Analisis Statika

Terdapat 3 (tiga) output (hasil) penting dari analisis Statika ini, yaitu :

1. Reaksi Perletakan/Tumpuan
Besaran output yang dihasilkan diperlukan untuk perencanaan pondasi.

2. Gaya Dalam
Besaran output yang dihasilkan diperlukan untuk keperluan
merencanakan dimensi komponen struktur.

3. Deformasi
Besaran output yang dihasilkan diperlukan untuk kepentingan
menentukan tingkat kenyamanan struktur.
Satuan Teknis yang Lazim untuk Analisis Statika

1. GAYA
Satuan gaya yang lazim dipergunakan untuk kepentingan analisis Statika
adalah ton ataupun kN.
Bahwa satuan teknis Newton adalah sangat kecil ika dipergunakan untuk
menyatakan satuan gaya pada struktur bangunan sipil, oleh karenanya
agar lebih“terasa” bagi struktur, satuan teknis yang dipergunakan
ditingkatkan kuantitasnya menjadi kN.

1 kg = 9,81 N → 1 kN = 101,937 kg

2. PANJANG dan DEFORMASI


Satuan panjang untuk struktur bangunan lazimnya menggunakan m.
Satuan deformasi/displacement lazimnya menggunakan cm atau mm.

Anda mungkin juga menyukai