1. Islam Washatiyah
a. Menelaah Makna dan Dalil Islam Washatiyah
Secara bahasa, kata washatiyah berasal dari kata wasatha ( س َط
َ ) َوyang berarti adil
atau sesuatu yang berada di pertengahan. Ibnu ’Asyur mendefinisikan kata ”wasath”
dengan dua makna. Pertama, definisi menurut etimologi, kata wasath berarti sesuatu yang
ukurannya sebanding. Kedua, definisi menurut terminologi bahasa, makna wasatha
adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan,
tidak berlebihan dalam hal tertentu.
Islam Washatiyah adalah yakni Islam
tengah diantara dua titik ekstrem yang
saling berlawanan, yaitu antara taqshir
(meremehkan) dan ghuluw (berlebih-
lebihan) atau antara liberalisme dan
radikalisme. Islam Washatiyah berarti
ُ ْ ُ ْ َ َ َْ ْ َ َ َْ ً ْ َ
ََاۡل ُم ْور ََأ ْو َس ُطهاأمراَبينَأمري ِنَوخير
ِ
”Pilihlah perkara yang berada diantara dua hal dan sebaik-baik persoalan adalah sikap
paling moderat (tengah).”(HR. Baihaqi)
Islam Wasathiyah, selanjutnya dikenal dengan Islam moderat, adalah Islam yang cinta
damai, toleran, menerima perubahan demi kemaslahatan, perubahan fatwa karena situasi
dan kondisi, dan perbedaan penetapan hukum karena perbedaan kondisi dan psikologi
seseorang adalah adil dan bijaksana.
Allah berfiraman dalam Qur’an Surat al-Baqarah ayat 143 :
ۗ ً َ ۡ ُ ۡ َ َ ُ ُ َّ َ ْ ُ َ َ َّ َ َ َ ٓ َ َ ُ ْ ُ ْ ُ َ ً َ َ ً َّ ُ ۡ ُ ٰ ۡ َ َ َ ٰ َ َ
َيدا اسَويكونَالرسولَعليكمَش َِه ِ وكذ ِلكَجعلنكمَأم َةَوسط ِاَلتكونواَشهداءَعلىَالن
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath
(adil) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah [2]: 143).
Adapun makna ”Ummatan wasathan” pada ayat di atas adalah ummat yang adil dan
terpilih. Maksudnya umat Islam ini adalah ummat yang paling sempurna agamanya,
paling baik akhlaknya, paling utama amalnya.
Wasath atau jalan tengah dalam beragama Islam dapat diklasifikasi ke dalam empat
lingkup yaitu:
1) Wasath dalam persoalan akidah. Dalam persoalan iman kepada yang ghaib,
diproyeksikan dalam bentuk keseimbangan pada batas-batas tertentu. Contohnya
sebagai berikut.
a) Islam tidak seperti keimanan mistisisme yang cenderung berlebihan dalam
mempercayai benda ghaib.
b) Akidah Islam menentang dengan tegas sistem keyakinan kaum atheis yang
menafikan wujud Tuhan
c) Islam memberikan porsi berimbang antara fikir dan dzikir. Islam memosisikan
wahyu sebagai pembimbing nalar, menuju kemaslahatan dunia akhirat melalui
syari’ahnya.
2) Wasath dalam persoalan ibadah. Dalam masalah ibadah menyeimbangkan antara
hablum minallah dan hablum minannas.
Islam rahmatan lil alamin adalah Islam yang dinamis dan tidak kaku tetapi juga tidak
memudah-mudahkan masalah. ”tidak galak tetapi juga tidak mencari yang mudah-mudah
saja”. Islam wasathiyah adalah yang bisa menerima NKRI . ”karena Indonesia bukan
hanya milik kita, tapi milik kita semua.”
Sebagai paham atas berkembangnya paham dan gerakan kelompok yang intoleran,
rigid (kaku), dan mudah mengkafirkan (takfiri), maka amaliyah keagamaan Islam
Washatiyah perlu dikembangkan sebagai implementasi Islam (rahmatan lil alamin),
untuk memperjuangkan nilai-nilai ajaran Islam yang moderat dalam kehidupan
keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Sikap moderat adalah bentuk
manifestasi ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta.
Sikap moderat perlu diperjuangkan untuk lahirnya umat terbaik (khairu ummah).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus menyosialisasikan Islam Wasathiyah yakni
Islam yang moderat penuh kasih sayang sebagai upaya dalam mencegah penyebaran
paham radikalisme di masyarakat, mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan
esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia.
Moderasi beragama sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk
menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmoni, damai, serta menekankan pada
keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun dalam
kehidupan sesama manusia secara keseluruhan, sehingga benar-benar terwujud rahmatan
lil alamin.
2. Radikalisme
a. Makna Radikalisme
Kata radikalisme sebagai turunan kata “radikal” bersifat netral dan tidak terkait
dengan masalah agama. Radikal merupakan sebuah kata yang sering digunakan dalam
kajian filsafat. Radikal berasal dari bahasa Latin yaitu ”radix” yang berarti ”akar”.
Secara etimologi kata radikal mengandung arti segala sesuatu yang sifatnya mendasar
sampai ke akar-akarnya atau sampai pada prinsipnya. Sikap radikal akan mendorong
3) Memaksakan kehendak dengan berbagai dalil termasuk dalil agama. Bahkan ingin
mengubah moral masyarakat beragama dengan cara-cara khawarijiyah (berontak),
bukan tajridiyyah (bertahap, berproses).
4) Menggunakan cara-cara kekerasan, baik verbal ataupun fisik, yang menumbuhkan
kecemasan (teror) dan penghancuran fisik (vandalisme) kepada orang lain yang tidak
sepaham.
5) Merasa dirinya paling benar, sehingga tidak mau mendengarkan argumentasi dari
kelompok lain.
c. Islam Menentang Radikalisme
Sikap melampaui batas tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam semua urusan,
apalagi dalam urusan agama. Diantara sikap melampaui batas adalah bersikap radikal
dengan segala bentuknya yang menyelisihi syari’at. Islam melarang ummatnya
melampaui batas, dengan mengamalkan agama yang ekstrem sehingga melebihi batas
kewajaran. Sebagaimana sabda Rasulullah :
ُ ُ ْ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َّ َ ْ ُُ ْ َ ُ
َىَالد ْي ِن
ِ ِ ِ ىَالدي ِنَف ِإنماَأهلكَمنَكانَقبلكم َِبالغ
َف و ل ِ إ ُِ ََّياك ْمَوالغل َّو َِف
“Hindarilah oleh kalian tindakan melampaui batas (ghuluw) dalam beragama sebab
sungguh ghuluw dalam beragama telah menghancurkan orang sebelum kalian.” (HR. an-
Nasa’i dan Ibnu Majah).