Anda di halaman 1dari 3

Kemunculan Huawei Mate 60 Pro pada akhir Agustus lalu telah membuat Amerika Serikat (AS) ketir-

ketir, karena diketahui bahwa Huawei Mate 60 Pro ternyata dibekali dengan chip 5G Kirin 9000s yang
dibuat dengan proses pabrikasi 7nm.

Padahal, AS sudah memblokir Huawei dan Perusahaan teknologi Tiongkok lainnya agar tertinggal
dalam hal teknologi fabrikasi chip. Artinya Huawei semestinya tidak bisa membuat chip 7nm, tapi
nyatanya Kirin 9000s berhasil diwujudkan.

Ketika diselidiki TechInsights, firma riset semikonduktor asal Kanada dengan membongkar Huawei
Mate 60 Pro untuk menengok chip didalamnya. TechInsight menemukan bahwa chip Kirin 9000s
ternyata dibuat oleh Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) asal Tiongkok.

Ini menandakan adanya upaya Tiongkok untuk bisa lebih mandiri dalam membuat chip canggih bagi
kebutuhan teknologinya. Hal ini tentu saja memberikan "tamparan" bagi AS, apalagi kampanye
pemasaran Mate 60 Pro dilakukan bersamaan dengan kunjungan Menteri Perdagangan AS, Gina
Raimondo ke Tiongkok untuk memfasilitasi komunikasi bilateral antar kedua negara.

Oleh karena itu, strategi AS untuk mengucilkan Tiongkok nampaknya akan berdampak pada
penurunan drastis pendapatan korporasi teknologi informasi AS dari pasar Tiongkok. Lantas seperti
apa dampaknya tersebut? Dan bagaimana Tiongkok dapat memproduksi chip 7nm?.

BUMPER

SMIC diketahui telah masuk ke dalam entity list AS pada Desember 2020, menyusul Huawei yang
pada Mei 2019 lebih dulu tercantum dalam daftar hitam perusahaan yang dilarang membeli produk-
produk teknologi dari Barat.

Itulah sebabnya, pabrikan chip asal Tiongkok tersebut tidak bisa memperoleh mesin Extreme
Ultraviolet Lithography (EUV) dari perusahaan teknologi semikonduktor asal Belanda, ASML Holding
N.V. yang diperlukan untuk produksi chip dengan fabrikasi 7nm.

Oleh karena Belanda selaku pemilik teknologi EUV satu-satunya di dunia setuju untuk mengikuti
kebijakan AS dengan tidak menjualnya ke Tiongkok. SMIC pun akhirnya mentok di teknologi 14nm
dan tak bisa maju ke 7nm.

Namun seperti yang kita lihat hari ini, nampaknya Tiongkok sanggup membuktikan kepada dunia
bahwa kemajuan itu tidak bisa dihambat dengan cara apapun. Buktinya meski disanksi oleh AS dan
Barat, Tiongkok nyatanya sanggup memproduksi chip canggih tersebut.

Inilah yang kemudian memicu asumsi dari berbagai kalangan mengenai produksi chip 7nm oleh
Tiongkok tersebut. Firma riset elektronik Fomalhaut Techno Solutions asal Tokyo, Jepang
mengungkap "rahasia" di balik chip 7nm Kirin 9000s bikinan SMIC.

Berdasarkan penjelasan Chief Executive Officer (CEO) Techno Solutions, Mitchell Kashio bahwa SMIC
sebenarnya tidak menggunakan teknologi fabrikasi 7nm untuk memproduksi Kirin 9000s, melainkan
teknologi 14nm yang memang sudah dimilikinya.

Hanya saja, menurut Kashio ada semacam "teknik khusus" yang diterapkan oleh SMIC sehingga
performa chip Kirin 9000s bikinannya bisa menyamai kinerja chip yang dibuat dengan teknologi 7nm.
Namun, bagaimana persisnya teknologi tersebut bisa dibuat hanya diketahui oleh SMIC dan Huawei.

Analis ekuitas firma keuangan Jefferies, Edison Lee juga punya pendapat sendiri soal ini. Menurutnya,
chip Kirin 9000s sebenarnya dibuat oleh Huawei dengan meminjam teknologi dan perlengkapan
produksi dari SMIC. Mengingat, SMIC bukan kali ini saja dikaitkan dengan teknologi fabrikasi 7nm.
Pada tahun 2021, perusahaan cryptocurrency asal AS, ComputeNorth mengumumkan ketersediaan
produk komputer penambang Bitcoin bernama MinerVa MV7 Pro yang menggunakan chip 7nm
buatan SMIC. Chip 7nm sebenarnya tak hanya bisa dibuat dengan teknologi litografi EUV, melainkan
dapat juga diproduksi dengan litografi Deep Ultraviolet (DUV) yang sudah dimiliki oleh SMIC.

DUV berada setingkat di bawah EUV serta proses produksinya lebih kompleks dan mahal apabila
digunakan untuk manufaktur chip 7nm. Namun, tetap saja DUV bisa digunakan untuk membikin chip
7nm sehingga tak menutup kemungkinan bahwa teknologi inilah yang dipakai oleh SMIC.

Itu pula yang diyakini oleh Tilly Zhang, analis firma riset Gavekal Dragonomics. Menurutnya, litografi
DUV bisa digunakan untuk produksi chip dengan proses yang kebih kecil (7nm). Biasanya hal ini tidak
cocok secara hitungan komersial, tapi secara teknis tidak mustahil.

Pada tahun 2022, firma riset TechInsight juga sempat melaporkan bahwa SMIC memang sudah bisa
memproduksi chip 7nm dengan memodifikasi mesin-mesin yang masih boleh dibeli dari ASML,
perusahaan multinasional asal Belanda.

Namun, yield atau imbal hasil dari produksi chip 7nm dengan cara ini hanya 50 persen atau jauh lebih
rendah dibandingkan standar industri sebesar 90 persen, sehingga akan menaikkan biaya sekaligus
membatasi jumlah produksi.

Dengan demikian, dari beberapa asumsi tersebut bisa kita simpulkan bahwa jika benar SMIC
menggunakan litografi DUV, alih-alih EUV untuk membuat chip 7nm. Maka masih ada kendala bagi
Tiongkok kedepannya untuk membuat fabrikasi 5nm dan 3nm yang diketahui membutuhkan EUV.

Namun, jika kita lihat berbagai terobosan teknologi canggih yang telah dibuat Tiongkok hari ini
bahkan suskes melampaui negara-negara maju seperti AS dan Barat. Bukan tidak mungkin
kedepannya Tiongkok juga akan sanggup membuat terobosan luar biasa dalam memproduksi chip
canggih dunia, meski dalam posisi diancam ataupun disanksi oleh AS dan sekutunya.

Lihat saja bagaimana Huawei Mate 60 Pro mampu menjadi saingan yang paling setara bagi iPhone
buatan Apple. Bahkan, Huawei kini berpotensi menggerogoti pasar korporasi raksasa teknologi
informasi asal AS. Mengingat, pemakaian Cip Kirin 9000s ukuran 7nm ini akan meningkatkan efisiensi
dan efektivitas telepon seluler, menghemat baterai, dan mencegah pemanasan gawai.

Seorang analis, Ming-Chi Kuo mengatakan bahwa Cip merek Kirin 9000s ini merupakan ancaman bagi
Qualcom yang mendominasi pasar global untuk produk serupa. Selama ini, Huawei adalah salah satu
pelanggan utama Qualcom, korporasi AS.

Huawei juga diketahui berhasil melepaskan diri dari produk Oracle dalam sistemnya dengan memakai
Meta-ERP. Sistem ERP bisa mengintegrasikan kegiatan operasional keuangan, jaringan produksi
perusahaan, dan hal terkait. Dengan demikian, Oracle yang merupakan korporasi AS bisa kehilangan
pasar di Tiongkok dengan kemunculan sistem serupa oleh Huawei.

Tentu sistem operasi Huawei juga memakai HarmonyOS, karya sendiri. Sistem ini bisa menampung
hampir semua aplikasi android. Ren Zhengfei, pendiri Huawei mengatakan ada sebanyak 13.000
komponen yang sebelumnya dipakai Huawei telah terkena efek sanksi AS. Hal itu membuat Huawei
berjuang tiga tahun agar bisa mandiri.

Diketahui bahwa, Huawei sukses menghindari serentetan hantaman AS berkat kolaborasi dengan 88
perusahaan afiliasi yang tersebar di 75 negara. Semua perusahaan afilisasi Huawei tersebut berperan
membuat Huawei beralih ke pemakaian sistem sendiri, termasuk pengembangan MetaERP yang
mencakup sektor bisnis termasuk komputasi awan, instrumen, teknologi informasi dan komunikasi.
Oleh karena itu, korban kemajuan teknologi Tiongkok kedepannya tidak hanya pemasaran iPhone di
Tiongkok. Namun, teknologi AS lainnya seperti Nvidia, Qualcomm, Applied Materials, dan Lam
Research diperkirakan akan kewalahan di pasar Tiongkok.

George Koo, pensiunan penasihat bisnis internasional di Silicon Valley memprediksi bahwa
perusahaan-perusahaan tersebut akan mengalami penurunan keuntungan komparatif di pasar
Tiongkok. Sehingga dalam waktu dekat mereka tidak akan diizinkan memasuki pasar Tiongkok dan
dalam jangka panjang, Tiongkok tidak perlu membeli lagi produk merek AS.

Anda mungkin juga menyukai