Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“LINGUISTIK UMUM”

Tugas Mata kuliah Bahasa Dan Sastra Indonesia

DOSEN PENGAMPU:

KHAIRUN NISA,M.PD

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

ROBYIANSAH
INTAN AULIA
NAZWA FATIA RAHMA

1 C ,PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ASAHAN
NOVEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillahi Robbil Alamin, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT
atas berkah dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah TE0RI SASTRA
dengan judul makalah “TENTANG LINGUISTIK UMUM”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini. kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik maupun saran sangat diperlukan untuk perbaikan
dan pengembangan dikemudian hari. Akhirnya kami berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi diri kami maupun bagi pihak-pihak yang lain.

Kisaran,14 November 2023


DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………………………………i
Daftar isi……………………………………………………………………………………………………………………………….ii

BAB I
Pendahuluan………………………………………………………………………………………………………………………..1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………..................1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………….1
C. Tujuan………………………………………………………………………………………………………………………1

BAB II
Pembahasan…………………………………………………………………………………………………………………………2
6.5 Kalimat……………………………………………………………………………………………………………………………2
6.5.1 Pengertian kalimat……………………………………………………………………………………………………….2
6. 5.2 Jenis Kalimat……………………………………………………………………………………………………………….3
6.5.2.1 Kalimat Inti dan Kalimat Non Inti…………………………………………………………………………..3
6.5.2.2 Kalimat Tunggal dan Kalimat Menjemuk……………………………………………………………….4
6.5.2.3 Kalimat Mayor dan Kalimat Minor………………………………………………………………………..6
6.5.2.4 Kalimat Verbal dan Kalimat Non Verbal………………………………………………………………..8
6.5.2.5 Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat………………………………………………………………………..8
6.5.3 Intonasi Kalimat……………………………………………………………………………………………………….9
6.5.4 Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis…………………………………………………..13
6.5.4.1 Modus………………………………………………………………………………………………………………..13
6.5.4.2 Aspek………………………………………………………………………………………………………………….13
6.5.4.3 Kala…………………………………………………………………………………………………………………….14
6.5.4.4 Modalitas……………………………………………………………………………………………………………15
6.5.4.5 Fokus………………………………………………………………………………………………………………….15
6.5.4.6 Diatesis……………………………………………………………………………………………………………….16
6.6 Wacana…………………………………………………………………………………………………………………………16
6.6.1 Pengertian Wacana……………………………………………………………………………………………….17
6.6.2 Alat –alat Wacana………………………………………………………………………………………………….18
6.6.3 Jenis Wacana…………………………………………………………………………………………………………19
6.6.4 Subsatuan Wacana………………………………………………………………………………………………..19

BAB III
Penutup………………………………………………………………………………………………………………………………20
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………..20
B. Saran……………………………………………………………………………………………………....................20
C. Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………………………20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri
dan menyatakan makna yang lengkap. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang
mengungkapkan pikiran yang utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan. Kalimat juga
satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan
makna yang lengkap.[1] Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran
yang utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan
dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda dan diakhiri dengan intonasi akhir.
Sedangkan dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik (.) untuk menyatakan kalimat berita atau yang bersifat informatif,
tanda tanya (?) untuk menyatakan pertanyaan dan tanda seru (!) untuk menyatakan kalimat
perintah.
Wacana ialah satuan bahasa sempurna dan komplet karena masing –masing bagian
dalam wacana tersebut berinteraksi secara selaras.Dalam satuan kebahasaan, wacana
menduduki posisi tertinggi,Wacana sering digunakan dalam berbagai ilmu
pengetahuan ,seperti politik,antroplogi,sosiologi,dan filsafat.Wacana dapat berupa
kata,kalimat,paragraf,atau karangan utuh yang lebih berisi amanat yang lengkap.Bentuk
penyampaian bisa lewat media lisan maupun tertulis yang bersifat transaksional atau
interaksional.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan kalimat itu?
2. Ada berapkah jenis kalimat itu?
3. Bagaimana intonasi kalimat itu?
4. Apa yang dimaksud dengan wacana?

C. TUJUAN PENULIS
Untuk mengetahui apa itu kalimat,jenis –jenis kalimat,intonasi kalimat,dan tentang
wacana juga catatan mengenai hierarki satuan
BAB II

PEMBAHASAN

6.5 KALIMAT

Pada umumnya Sintaksis adalah ilmu tetang kalimat,atau ilmu mengenai penataan
kalimat.Kalimat merupakan satuan bahasa yang “langsung” digunakan sebagai satuan
ujaran di dalam komunikasi verbal yang dilakukan oleh manusia.

6.5.1 PENGERTIAN KALIMAT


Kalimat itu merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa,defenisi
kalimat secara umum sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan
disampaikan.
“kalimat adalah susunan kata –kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap”.Dalam
pembelajaran bahasa Arab di madrasah atau pesantren defenisi kalimat .”kalimat adalah
lafal yang tersusun dari dua buah kata atau lebih yang mengandung arti ,serta berbahasa
Arab” dianggap sebagai defenisi yang sudah baku (Lihat Djuha 1989).
Di dalam kaitannya dengan satuan –satuan sintaksis yang lebih kecil (kata ,frase,dan
klausa) konsep bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen
dasar,yang biasanya berupa klausa,konjungsi,serta disertai dengan intonasi final
(Bandingkan dengan Djoko Kentjono 198 ).
Dari rumusan itu bisa disimpulkan,dasar kalimat adalah konstituen dasar dan konstituen
final,sebab konjungsi hanya ada kalau diperlukan.Konstituen dasar biasanya berupa
kalusa,Sebuah klausa diberi intonasi fianal,terbentuklah kalimat itu.bisa disimpulkan
pula,konstituen dasar itu bisa juga berupa klausa (karena dikatakan biasanya berupa
klausa),melainkan berupa kata dan frase.Kalimat konstituen dasarnya berupa klausa tentu
menjadi kalimat mayor atau kalimat bebas.Sedangkan konstituen dasarnya berupa kata atau
frase tidak dapat menjadi kalimat bebas, melainkan hanyalah menjadi kalimat
terikat.Contoh –contoh berikut adalah kalimat yang baik dalam bahasa indonesia.

(1) Nenek membaca komik di kamar


(2) Nenek membaca komik dikamar,sedangkan kakek membaca buku Lupus di kebun
(3) Ketika nenek membaca di kamar, kakek merokok di kebun
(4) Nenek saya ! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat tanya: Siapa yang duduk di
sana?
(5) Komik ! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat saya: Buku apa yang di baca
nenek?)

Konstitue dasar kalimat (1) berupa sebuah kalusa,kalimat (2) berupa dua buah klausa
bebas,kalimat (3) berupa sebuah klausa terikat dan sebuah klausa bebas, kalimat (4) berupa
sebuah frase ,dan kalimat (5) berupa sebuah kata.
Perlu dicatat di sini,”intonasi final memberi ciri kalimat ada tiga buah,yaitu intonasi
deklaratif. Yang dilambangkan dengan tanda tanya ,dan intonasi seru ,yang ditandai dengan
tanda seru.

6.5.2 JENIS KALIMAT


Jenis kalimat dibedakan berdasrkan kriteria atau sudut pandang.

6.5.3 KALIMAT INTI DAN KALIMAT NON INTI


Kalimat inti, disebut kalimat dasar, kalimat yang dibentuk dari klausa inti bersifat
deklaratif,aktif, atau netral, dan alternatif. Dalam bahasa indonesia kita dapati kalimat inti
dengan pola atau struktur sebagai berikut:
(6) a. FN + FV : Nenek datang
b. FN + FV + FN : Nenek membaca komik
c. FN + FV + FN + FN : Nenek membacakan kakek komik
d. FN + FN : Nenek dokter
e. FN + FA : Nenek Cantik
f. FN + Fnum : Uangnya dua juta
g. FN + FB : Uanya di dompet

Keterangan :
a) FN = Frase Nominal
FB = Frase Verbal
FA= Frase Ajektifal
Fnum = Frase Numeral
FB = Frase Preposisi
b) FN dapat diisi oleh sebuah nominal ,FV dapat diisi oleh sebuah kata verbal,FA dapat
diisi oleh sebuah kata ajektifal, dan Fnum dapat diisi oleh sebuah kata numeralia.

Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan proses transformasi, seperti
pemasifan,pengingkaran,penanyaan,pemerintahan,pengenversian, pelepasan,Umpanya dari
kalimat inti (1b) Nenek membaca komik, dapat diperlakukan peroses pemasifan menjadi
komik dibaca nenek ; diingkarkan menjadi Nenek tidak membaca komik ;dijadikan kalimat
pemerintah menjadi Bacalah komik itu!; dijadikan kalimat tanya menjadi Apakah nenek
membaca komik?; dijadikan kalimat inversi menjadi Membaca komik nenek; dan jika
diperluas,maka,misalnya menjadi Nenekku yang sudah tua itu suka sekali membaca komik –
komik pewayangan. Dengan demikian, dapat dikatakan kalimat inti + proses transformasi =
Kalimat noninti.jika dibagankan menjadi:

(7) KALIMAT INTI + PROSES TRANSFORMASI = KALIMAT NONINTI

Di dalam praktek berbahasa boleh dikatakan lebih banyak digunakan kalimat noninti dari
pada kalimat inti, sebab informasi yang harus disampaikan melalui bahasa biasanya sangat
luas ,mencakup pelbagai segi informasi kehidupan. Umpamanya kalimat .Inti Nenek datang,
mungkin akan menjadi Nenekku baru datang dari Paris; Nenek Si Udin tidak akan datang
karena sedang sakit gigi; Nenekmu yang genit itu pasti akan datang ke pesta ini; Apakah
nenkmu yang datang ke sini tadi pagi? Masi banyak kemungkinan lain bisa dibuat dari
kalimat inti itu.Barangkali anda ingin mencobannya.Silahkan !
6.5.2.2 KALIMAT TUNGGAL DAN KALIMAT MENJEMUK
Perbedaan kalimat tunggal dan kalimat menjemuk di bedakan dari banyknya klausa pada
kalimat itu.Kalau Klausanya hanya satu, maka kalimat tersebut disebut Kalimat tunggal.
Contoh kalimat tunggal dalam bahasa indonesia

(8) Nenekku masih cantik.


(9) Burung –burung itu bernyanyi sepanjang hari
(10)Bacalah keras –keras !

(11) Siapa nama dosen linguistik yang cantik itu ?


(12) Mereka bernyanyi dan menari sepanjang malam

Kalimat (12) Mereka bernyanyi dan menari sepanjang malam mungkin akan menimbulkan
persoalan. Kalau konstruksi bernyanyi dan menari dipandang sebagai hasil proses perluasan
bernyanyi ditambah dan menari, maka kalimat tersebut dianggap hanya terdiri dari satu
klausa; tetapi kalau konstruksi tersebut dianggap sebagai hasil proses penggabungan hanya
dua buah kalimat disertai pelesapan, maka dianggap sebagai bukan kalimat tunggal,
melainkan kalimat menjemuk, yang prosesnya terjadi sebgai berikut: Kalimat Mereka
menari sepanjang malam digabungkan dengan dengan kalimat Mereka menari sepanjang
malam, dengan pelesapan pada subjek dan keterangan, maka jadilah konstruksi kalimat (12)
tersebut.

Kalau klausa lebih dari satu, maka kalimat itu disebut kalimat mejemuk. Sifat hubungan
klausa –klausa dibedakan kalimat mejemuk koordinatif kompleks .

Kalimat menjemuk koordinatif adalah klausa –klausanya memiliki status yang sama, atau
sederajat. Secara esplisit dihubungkan dengan konjungsi koordinatif , seperti dan, atau,
tetapi, dan lalu; namun, tak jarak hubungan itu hanya secara implisit, artinya tanpa
menggunakan kata konjungsi. Contoh kalimat menjemuk koordinatif:

(10) Nenek melirik, kakek tersenyum, dan adik tertawa –tawa.


(11) Dia membuka pintu, lalu menyilakan kami masuk.
(12) Beliau membuka pintu itu, tetapi membiarkan kami berdiri di luar.
(13) Saya ingin turut serta, sayang, ibu tidak mengizinkan.
(14) Dia datang dan duduk di sebelah saya.

Apabila ada unsur klaus yang sama, maka biasanya unsur yang sama itu disenyawakan
atau dirapikan. Misalnya, pada kalimat (17), unsur objek pada klausa kedua tidak
ditampilkan lagi karena sama dengan subjek pada klausa pertama. Dalam buku tata bahasa
tradisonal, konstruksi kalimat seperti ( 17) itu disebut kalimat menjemuk rapatan.

Kalimat menjemuk subordinatif adalah kalimat menjemuk yang hubungan antara kalusa
–kalusanya tidak setara atau sederajat. Klausa yang satuan merupakan kalusa atasan, dan
klausa yang lain merupakan kalusa bawahan. Kedua klausa itu biasanya dihubungkan
dengan konjungsi subordinatif, seperti kalau, ketika, meskipun, dan karena; namun, acapkali
hubungan itu dilakukan juga secara implisit. Berikut ini beberapa contoh kalimat menjemuk
subordinatif.

(15) Kalau nenk pergi, kakek pun ikut pergi.


(16) Nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah.
(17) Meskipun dilarang oelh kakek, nenek pergi juga ke salon.
(18) Karena banyak yang tidak datang, rapat dibatalkan.

Proses terbentuknya kalimat menejemuk subordinatif dilihat dari dua sudut .Pertama
anak kalimat. Umpamanya kalimat (19) di atas Nenek membaca komik ketika kakek tidak
ada di rumah berasal dari klausa Nenek membaca komik dan klausa kakek tidak ada di
rumah. Lalu, kedua klausa itu digabungkan dengan klausa nenek membaca komik sebagai
klausa utama, dan kakek tidak ada di rumah sebagai klausa bawahan; dan keduanya
mempunyai hubungan kewaktuan, yakni waktu yang sama. Kemungkinan untuk menjadikan
klausa kakek tida ada di rumah menjadi klausa utama dan klausa nenek membaca komik
menjadi klausa bawahan juga bisa. Jika demikian kalimatnya akan menjadi kalimat (22)
berikut

(19) Kakek tidak ada di rumah ketika nenek membaca komik.

Hubungan kedua klausa itu dapat juga tidak menyatakan hubungan kewaktuan seperti
kalimat (22) dan (19) di atas, melainkan menyatakan sebab –akibat , seperti terlihat pada
kalimat

(20) Karena kakek tidak ada di rumah, nenek membaca komik


(21) Nenek membaca komik karena kakek tidak ada di rumah

Pandangan kedua, konstrksi kalimat subordinatif itu dianggap proses perluasan salah
satu unsur kalusanya umpamanya.(19) Nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di
rumah adalah berasal dari, misalnya, frase, tadi pagi dalam kalimat Nenek membaca komik
tadi pagi.
Jadi, jelasnya frase tadi pagi diluaskan (lebih tepat dideskripsikan) menjadi ketika kakek
tidak ada di rumah. Konsep diperluaskan unsur kalimat ini dibicarakan secara luas oleh
Alisjahbana (1983). Beliau menyatakan semua unsur kalimat dapat diperluas untuk dijadikan
kalimat, sehingga muncullah istilah anak kalimat pengganti subjek, anak kalimat pengganti
predikat, anak kalimat pengganti objek, anak kalimat pengganti keterangan waktu , dan
sebaiknya. Malah juga bagian dari anak kalimat itu dapat diperluas lagi, sehingga muncullah
istilah cucu kalimat. Perhatikan unsur objek Si Ali pada kalimat (25) yang diperluas menjadi
anak kalimat orang yang pernah menolong Ahmad pada kalimat (26) ; lalu, perluasan objek
Ahmad menjadi anaknya yang nomor dua pada kalimat (27) berikut!

(22) Dia menjumpai Si Ali.


(23) Dia menjumpai orang yang pernah menolong Ahmad.
(24) Dia menjumpai orang yang pernah menolong anaknya yang nomor dua.

Jenis kalimat menjemuk yang lain ada kalimat menjemuk kompleks.Terdiri dari tiga
klausa atau lebih, dihubungkan secara koordinatif dan ada dihubungkan secara subordinatif.
Kalimat menjemuk ini merupakan campuran dari kalimat menjemuk koordinatif dan kalimat
menjemuk subordinatif. Menyebut kalimat macam ini dengan nama Kalimat menjemuk
campuran.Umpamanya kalimat (28) berikut:

(25) Nenek membaca komik karena kakek tidak ada di rumah dan tidak ada pekerjaan
lain yang harus di selesaikan .

Terdiri dari tiga buah klausa, yaitu (1) nenek membaca komik, (2) kakek tidak ada di
rumah, dan (3) tidak ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan. Klausa (1) dan klausa (2)
dihubungkan secara subordinatif ; klausa (2) dan klausa (3) dihubungkan secara koordinatif.
Perhatikan bagannya !

(26)

S P O K (sebab)
Klausa (1) Klausa (2) Klausa (3)

Contoh lain, dalam kalimat (30) berikut

(27) Kakek mengluarkan dompetnya, lalu mengambil selembar uang ribuan untuk
membayar ongkos becak.

Terdapat tiga buah klausa, yakni (1) kakek mengluarkan dompetnya, (2) (kakek)
mengambil selembar uang ribuan, dan (kakek) membayar ongkos becak. Klausa pertama
dan klausa kedua dihubungkan secara koordinatif dengan bantuan konjungsi lalu; Klausa
kedua dan klausa ketiga dihubungkan secara subordinatif dengan menggunakan konjungsi
untuk …. Bagannya adalah:

(30)

S P O S P O K (tujuan)
Klausa (1) Klausa (2) Klausa (3)

6.5.2.3 Kalimat Mayor dan kalimat Minor


Pembedaan kalimat mayor minor berdasarkan lengkap dan tindaknya kalusa yang
menjadi konstituen dasar kalimat itu. Contoh kalimat mayor :
(28) Nenek berlari pagi
(29) Kakeknya petani kaya di sana
(30) Bu dosen itu cantik sekali
(31) Irak dan Iran sudah berdamai
(32) Banjir kiriman datang dari Bogor

Kalau klausanya tidak lengkap, entah hanya predikat, keterangan saja, kalimat dapat
dipahami konteksnya diketahui oleh pendengar maupun pembicara. Konteks ini berupa
konteks kalimat, kalimat situasi, konteks topik pembicaraan.Kalimat seruan, perintah, salam,
dan sebagainya adalah kalimat minor .Contoh –contoh kalimat minor:

(33) Sedang makan ! (sebagai kalimat jawaban dari kalimat tanya; Nenek sedang apa?
(34) Halo!
(35) Cepat Berangkat!
(36) Sialan!
(37) Dilarang merokok.
(38) Silakan duduk!

Dari buku Ajip Rosidi Tahun – tahun kematian ada percakapan berikut yang hampir
seluruhnya terdiri dari kalimat minor, namun dapat dipahami karena konteksnya

(39) * Minah
 Apa itu?
 Apa ? Barangkali patroli
 Patroli?
 Barang kali, kataku
 Tak pernah ada patroli sampai kemari
 Entahlah
 Apa
 Ah
 Mengapa? Bukankah kita tak apa- apa?
 Tidak, tidak kurasa
 Ada, ada iyah
 Entah
 Ada apa diluar
 Orang
 Siapa
 Mana bisa tahu. Belanda barang kali
 Ha? Apa?
 Barangkali. Saya tahu betul
 Lekas bangun dan pergi
 Mengapa?
 Belanda, Lekas
6.5.2.4 Kalimat Verbal dan Kalimat non-Verbal
Pembicaraan mengenai kalimat verbal dan kalimat noverbal sejalan dengan pembicaraan
mengenai klausa verbal dan klausa noverbal. Secara umum dapat dikatan kalimat verbal
adalah kalimat yang dibentuk klausa verbal, atau kalimatnya yang predikatnya berupa kata
atau frase yang berkata gori verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang
predikatnya bukan kata atau frase verbal, bisa nominal, ajaktifal, adverbial,atau juga
numeralia.

Jenis atau tipe verba, biasa dibedakan adanya kalimat


transtif,intransitif,aktif,fasif,dinamis, statis,refleksif, resiplokal,ekuatif. Cotohnya bahasa
indonesia.Kalimat transitif adalah kalimat berupa vaerba,transtif,yang biasa diikuti sebuah
objek yang bersifat monotransitif.Misalnya monotransitif adalah kalimat (141) dan yang
bitransitif adalah kalimat (142).

(141) Dika menendang bola


(142) Dika membelikan Nita sebuah kamus bahasa Jepang.

Dalam bahasa indonesia tampaknya ada sejumlah verba transitif yang tidak perlu diikuti
objek. Verba yang yang demikian adalah verba yang sudah menjadi kebiasaan atau bisa
dilakukan terhadap objek itu; sehingga tanpa disebutkan objeknya kalimat tersebut suda
gramatikal dan bisa dipahami. Umpanya kalimat (143) dan kalimat
(144) berikut.

(143) Nenek belum makan


(144) Nita sedang minum

6.5.2.5 Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat


Dalam suatu paragraf kalimat-kalimat tersebut harus saling berkaitan, harus mempunyai
hubungan antara yang satu dengan lain sehingga terbentuk suatu keutuhan paragraf atau
wacana yang berisi suatu “Pesan” atau “amanat” yang lengkap. Oleh karena itu, dalam
kerangka hubung-mehubungkan ini akan terdapat kalimat yang bebas, yang dapat
dipersendirikan, melainkan harus selalu terikat dalam kaitanya dengan kalimat lain. Kalimat
bebas adalah kalimat beerpotensi menjadi ujaran lengkap, kalimat terikat adalah kalimat
yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap, atau menjadi pembuka paragraf
atau menggunakan salah satu tanda ketergantungan, seperti penanda rangkaian, penunjuk
atau penanda, anaforis, seperti contoh taks berikut ini.
Kalimat (1) pada teks diatas Sekarang di riau amat sukar mencari terubuk adalah 1
contoh kalimat bebas.tanpa harus diikuti kalimat (2),(3) dan (4),kalimat tersebut sudah
dapat menjadi ujaran lengkap,yang bisa dipahami.sedangkan kalimat (2), (3), dan (4) pada
teks itu adalah kalimat terikat atau kalimat tidak bebas.ketiga kalimat itu secara sendiri –
sendiri tidak dapat dipahami ,sehingga karena itu tidak dapat berdiri sendiri sebagai sebuah
ujaran. Bukti keterikatan kalimat (2) dari kalimat (1) adalah adanya penanda anaforis -nya
pada kata ikannya dan telurnya, yang merujuk pada kata terubuk pada kalimat (1). Demikian
juga kalimat (3) terikat dengan kalimat (1) dengan adanya penanda anaforis -nya pada kata
harganya yang juga merujuk pada kata terubuk pada kalimat (1). Sedangkan keterikatan
kalimat (4) dengan kalimat-kalimat sebelumnya adalah adanya penggunaan konjungsi
makanya, yang menyatakan kesimpulan terhadap isi kalimat-kalimat sebelumya.
Bukti keterikatan sebuah kalimat dengan kalimat lainnya, selain dengan penanda
anaforis berupa -nya (atau dia, mereka, dan beliau) dan konjungsi antarkalimat makanya,
oleh karena itu, dan Jadi, lazim Juga dengan struktur klausa yang tidak lengkap, yang bisa
terjadi karena dukungan konteks dan situasi. Umpamanya kalimat Belum ke mana- mana
atau Belum punya kenalan sebagai lanjutan dari kalimat Saya baru dua hari di Jakarta.
Secara utuh konteksnya adalah menjadi:
(145) Saya baru dua hari di Jakarta. Belum ke mana-mana. Belum punya kenalan.
Kalimat jawaban singkat termasuk juga kalimat terikat, yakni terikat dengan kalimat
pertanyaannya. Umpamanya kalimat jawaban (146) sebagai jawaban dari kalimat tanya
(147)

(146) Main gaple!


(147) Apa yang kamu lakukan di sana?

Dari pembicaraan mengenai kalimat terikat ini dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat
tidak harus mempunyai struktur fungsi secara lengkap. Kelengkapan sebuah kalimat serta
pemahamannya sangat tergantung pada konteks dan situasinya. (lebih jauh lihat subbab 6.6
tentang wacana)

6.5.3 Intonasi Kalimat


Intonasi merupakan salah satu alat sintaksis yang sangat penting.Pada pembicaraan
morfologi juga telah kita lihat bahwa nada, tekanan, atau tempo pada bahasa-bahasa
tertentu bersifat morfemis. Artinya, berlaku sebagai morfem. morfologi; melainkan hanya
berlaku pada tataran sintaksis. Sebuah klausa yang sama, artinya terdiri dari unsur
segmental yang sama, dapat menjadi kalimat deklaratif atau kalimat interogatif hanya
dengan mengubah intonasinya. Alieva (1991) memberi contoh klausa di sini ada sumur
merupakan kalimat deklaratif biasa tanpa penekanan mempunyai intonasi seperti pada
skema (148); sebagai kalimat deklaratif dengan penekanan pada kata di sini mempunyai
intonasi seperti pada skema (149); dan sebagai kalimat interogatif mempunyai intonasi
seperti pada skema (150). Perhatikanlah!
intonasi merupakan hal yang sangat penting di dalam sintaksis. Intonasi merupakan ciri
utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa, sebab bisa dikatakan: kalimat minus
intonasi sama dengan klausa; atau kalau dibalik: klausa plus intonasi sama dengan kalimat.
Jadi, kalau intonasi dari sebuah kalimat ditanggalkan maka sisanya yang tinggal adalah
klausa.
Kalau konstituen dasar kalimat dapat diuraikan atas segmen- segmennya berdasarkan
ciri morfologi dan sintaksis, maka intonasi juga dapat diuraikan atas ciri-cirinya yang berupa
tekanan, tempo, dan nada. Yang dimaksud dengan tekanan adalah ciri-ciri supraseg- mental
yang menyertai bunyi ujaran. Yang dimaksud dengan tempo adalah waktu yang dibutuhkan
untuk melafalkan suatu arus ujaran. Dalam bahasa Arab tempo ini diukur dengan satuan
tempo lamanya melafalkan huruf alif. Maka ada bagian ujaran yang harus diucapkan "dua
alif", "tiga alif", dan sampai "lima alif". Yang dimaksud dengan nada adalah unsur
suprasegmental yang diukur berdasarkan kenya- ringan suatu segmen dalam suatu arus
ujaran. Kenyaringan ini terjadi karena getaran selaput suara.
Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya tiga macam nada, yang biasa dilambangkan
dengan angka "1", nada sedang biasanya dilambangkan dengan angka "2", dan nada tinggi
biasanya dilambangkan dengan angka "3" (Lihat Halim 1974). Perhatikan contoh berikut,
yang juga diangkat dari Halim 1974, secara berurutan kalimat (151) adalah kalimat
deklaratif, kalimat (152) adalah kalimat interogatif dan kalimat (153) adalah kalimat
imperatif.

(151) Rumah sekarang mahal.


2 33n/ 2 33n / 2 31t #

(152) Apa rumah sekarang mahal?


2- 33n/ 2- 33n / 2 31t #

(153) Bacalah buku itu !


2- 321/ 2 11t

Keterangan: n = naik
t = turun
tanda ~ di atas huruf = tekanan

Tekanan yang berbeda akan menyebabkan intonasinya juga berbeda; akibatnya, makna
keseluruhan kalimat itu pun akan berbeda Sebagai contoh, perhatikan keempat kalimat
berikut, yang juga diangka dari Halim 1974. Agar jelas beda maknanya, maka terjemahannya
dalam bahasa Inggris juga disertakan.

(154) Dia berangkat ke Amerika kemarin


233n / 2- 3 21/ 211t //
speaking of him, as for yesterday, he left for America

(155) Dia berangkat ke Amerika kemarin


2- 33n/2- 32t / 211t //
speaking of departures, as for yesterday, it was to America

(156) Dia berangkat ke Amerika kemarin


2- 32n / 211t //
as for yesterday, he left for America

(157) Dia berangkat ke Amerika kemarin


2- 33n/2-31t //
as for his departures to America, it was yesterday

Penelitian intonasi sintaksis bahasa Indonesia yang cukup komprehensif telah dilakukan
oleh Halim (1974); Alieva juga telah melakukannya dengan cukup baik (1991).Dalam bahasa
Inggris ada Lieberman (1975); dan O'Connor dan Amold (1974, cetakan pertama 1961).
Tanda yang digunakan untuk menggambarkan intonasi itu berbeda-beda. Ada yang
menggunakan skema grafiks seperti Alieva (1991); ada yang menggunakan angka seperti
contoh dari Halim di atas. Sedangkan O'Connor dan Amold menggunakan bulatan titik
bertangkai yang besarnya berbeda. Sebagai contoh, perhatikan into- nasi kata two sebagai
kalimat jawaban untuk pertanyaan yang berbeda dalam bahasa Inggris (diangkat dari
O'Connor dan Amold 1974).

(158)
6.5.4. Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis
Keenam istilah tersebut biasa muncul dalam pembicaraan mengenai sintaksis. Dalam
kebanyakan bahasa keenam masalah itu Keenamnya di sini dibicarakan dalam satu subbab
karena masalahnya tidak terlalu luas, keenamnya saling berkaitan, dan seringkali
dikelirukan.

6.5.4.1 Modus
Yang dimaksud dengan modus adalah pengungkapan ata penggambaran suasana
psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara atau sikap si pembicara tentang apa yang
diucapkannya Dalam beberapa bahasa tertentu, terutama bahasa-bahasa fleksi, moda
dinyatakan dalam bentuk morfemis, tetapi dalam bahasa lain ada jug yang secara leksikal.
Ada beberapa macam modus, antara lain (1) modus indikatif atau modus deklaratif, yaitu
modus yang menunjuk- kan sikap objektif atau netral; (2) modus optatif, yaitu modus yang
menunjukkan harapan atau keinginan; (3) modus imperatif, yaitu modus yang menyatakan
perintah, larangan, atau tegahan; (4) modus interogatif, yaitu modus yang menyatakan
pertanyaan; (5) modus obligatif, yaitu modus yang menyatakan keharusan; (6) modus
desideratif, yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan dan (7) modus
kondisional, yaitu modus yang menyatakan persya ratan. Sebagai contoh, untuk modus
imperatif bahasa Latin menggunakan bentuk morfemis seperti Amare! 'biarkanlah dirimu
dicintai atau ama eum! 'cintailah dia!'; bahasa Jawa, antara lain. mengungkapkannya secara
morfemis dengan menggunakan sufiks -en, seperti tulisen 'tulislah' atau tatanen 'aturlah'.
Bahasa Indonesia mengungkapkan modus imperatif dengan menggunakan verba dasar dan
partikel -lah (kalau perlu), atau verba derivatif dari dasar lain Misalnya, baca!, atau bacalah!;
bangun!; dan berjuanglah! Untuk modus optatif, bahasa Indonesia menggunakan unsur
leksikal, sepert moga-moga, semoga, atau hendaknya.

6.5.4.2 Aspek
Yang dimaksud dengan aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu
secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Dalam berbagai
bahasa aspek ini merupakan kategori gramatikal karena dinyatakan secara morfemis. Dalam
bahasa Indonesia aspek tidak dinyatakan secara morfemis dengan bentuk kata tertentu,
melainkan dengan berbagai cara dan alat leksikal. Dari berbagai bahasa dikenal adanya
berbagai macam aspek, antara lain: (1) aspek kontinuatif, yaitu yang menyatakan perbuatan
terus berlangsung, (2) aspek inseptif, yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru
mulai; (3) aspek progresif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung; (4)
aspek repetitif, yaitu yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang; (5) aspek
perfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai; (6) aspek imperfektif, yaitu yang
menyatakan perbuatan berlangsung sebentar, dan (8) aspek sesatif. yaitu yang menyatakan
perbuatan berakhir.
Sebagai contoh, dalam bahasa Rusia aspek itu dinyatakan dalam bentuk morfemis,
berupa bentuk tertentu di dalam kata kerja. Umpamanya, verba pisal 'menulis' beraspek
imperfektif, perbuatan belum selesai; sedangkan verba napisal 'telah selesai menulis'
beraspek perfektif, perbuatan telah selesai. Perhatikan penggunaannya dalam kalimat-
kalimat berikut Cangkat dari Hardjatno 1986)

(159) Ya pisal statyu


saya menulis karangan

(160) Ya napisal pismo


saya telah selesai menulis surat

6.5.4.3 Kala
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya
perbuatan, kejadian, tindakan, alau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Kala ini
lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah lampau, dan akan datang. Beberapa bahasa
menandai kala itu secara morfemis; artinya, pernyataan kala itu ditandai dengan bentuk
kata tertentu pada verbanya. Perhatikan contoh bahasa Jepang berikut, yang diangkat dari
Djoko Kentjono 1982. Sebelah kiri berbentuk kala sekarang (present) dan sebelah kanan
bentuk kala lampau (past tense).

(65) Kala kini Kala lampau Makna

arukimasu arukimasita berjalan


ikimasu ikimasita Pergi
kimasu kimasita datang
harimasu harimasita masuk

Dalam bahasa Inggris untuk kala lampau verba yang reguler digunakan sufiks -ed, dan
untuk kala kini digunakan bentuk (be)- ing. Perhatikan contoh berikut!
(66) Nita worked there yesterday
Nita bekerja di sana kemarin

(67) Dika is working there


Dika sedang bekerja di sana

Berikut ini data dari bahasa Swahili di Afrika (diangkat dari Djoko Kentjono 1982). Coba
anda cari penanda morfologis yang menyatakan kala kini, kala lampau, dan kala akan
datang, dengan cara membandingkan terjemahannya.

(68) atakupiga 'ia akan memukulmu'


anakupiga 'ia sedang memukulmu'
amekupiga 'ia telah memukulmu'
alikupiga 'ia tadi memukulmu'
nitakupiga 'saya akan memukulmu'
atanipiga 'ia akan memukulku'
atakulipa 'ia akan membayarmu'

Bahasa Indonesia tidak menandai kala secara morfemis, melainkan secara leksikal.
antara lain dengan kata sudah untuk kala lampau, sedang untuk kala kini, dan akan untuk
kala nanti. Perhatikan contoh (69) berikut !

(69) Pak Lurah itu sudah mandi


Pak Lurah itu sedang mandi
Pak Lurah itu akan mandi

6.5.4.4 Modalitas

Yang dimaksud dengan modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan
sikap pembicara terhadap hal yang dib carakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan
peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pemyataan
kemungkinan, keinginan, atau juga keizinan, Dalam bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa
lain, modalitas ini dinyatakan secara leksikal Umpamanya dengan kata-kata mungkin,
barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin, dan seyogyanya. Berikut
ini sejumlah contoh kalimat bahasa Indonesia yang berisi keterangan modalitas itu.

(70) Barangkali dia tidak akan hadir.


Petani Indonesia sebaiknya mendirikan koperasi.
Anda seharusnya tidak datang terlambat.
Kalian boleh tidur di sini.
Saya ingin anda membantu anak-anak itu.
Adanya beberapa jenis modalitas; antara lain (1) modalitas internasional ,yaitu modalitas
yang menyatakan keinginan, harapan, permintaan, atau juga ajakan; (2) modalitas
epistemik, yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan, kepastian, dan keharusan; (3)
modalitas deontik, yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkenanan; dan (4)
modalitas dinamik, yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan. Secara berurutan
diberikan contoh keempat macam modalitas itu.

(71) Nenek ingin menunaikan ibadah haji.


(72) Kalau tidak hujan kakek pasti datang
(73) Anda boleh tinggal di sini sampai besok.
(74) Dia bisa melakukan hal itu kalau diberi kesempatan.

6.5.4.5 Fokus
Yang dimaksud dengan fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga
perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu.

(75) Bumili ang Nanay ng saging sa tindahan para sa bata.


(76) Binili ng Nanay ang saging sa tindahan para sa bata.
(77) Binilhan ng Nanay ng saging ang tindahan para sa bata.
(78) Ibinili ng Nanay ng saging sa tindahan ang bata.

Dalam bahasa Indonesia fokus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara; antara
lain:
Pertama, dengan memberi tekanan pada bagian kalimat yang difokuskan.
Kedua, dengan mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan.
Ketiga, dengan cara memakai partikel pun, yang, tentang, d adalah pada bagian kalimat
yang difokuskan. Perhatikan contoh berikut !

(79) membaca pun aku belum bisa.


(80) Yang tidak berkepentingan dilarang masuk.
(81) Tentang anak-anak itu, biarlah kami urus nanti.
(82) Adalah tidak pantas kalau hal itu kaukatakan kepadanya.

Keempat, dengan mengontraskan dua bagian kalimat .Misalnya :

(83) Bukan dia yang datang, melainkan istrinya.


(84) Ini jendela, bukan pintu.
(85) anak Bapak bukan bodoh, melainkan kurang rajin.

Kelima, dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden. Misalnya:

(86) Bu dosen linguistik itu pacarnya seorang konglomerat.


(87) Ayah saya sepedanya bannya kempes.
6.5.4.6 Diatesis
Yang dimaksud dengan diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta
dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Ada beberapa
macam diatesis, antara lain. (1) diatesis aktif, yakni jika subjek yang berbuat atau melakukan
suatu perbuatan; (2) diatesis pasif, jika subjek menjadi sasaran perbuatan: (3) diatesis
refleksif, yakni jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri; (4)
diatesis resiprokal, yakni jika subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat tindakan berbalasan;
dan (5) diatesis kausatif, yakni jika subjek menjadi penyebab atas terjadinya sesuatu. Berikut
ini diberikan contoh diatesis dari (1) sampai (5). Perhatikan!

(88) Mereka merampas uang kami.


(89) Uang kami dirampasnya.
(90) Nenek kami sedang berhias.
(91) Kiranya mereka akan berdamai juga.
(92) Kakek menghitamkan rambutnya.

6.6 Wacana

6.6.1 Pengertian Wacana


Defenisi tentang wacana telah dibuat ,pada dasarnya menekankan bahwa wacana
adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatika merupakan satuan
gramatikal tertinggi dan terbesar.

Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep,
gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis)
atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun.

Wacana tersebut, seperti juga sudah dibicarakan pada subbab 6.5.2.5. adalah kohesif
dan koherens. Kekohesifan itu dicapai dengan cara pengacuan dengan menggunakan kata
ganti -nya. Mari kita lihat! Kalimat (1) adalah kalimat bebas, kalimat utama yang berisi per-
nyataan, bahwa sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat (2) adalah kalimat
terikat, yang dikaitkan dengan kalimat (1) dengan menggunakan kata ganti -nya pada kata
ikannya dan telurnya yang jelas mengacu pada terubuk pada kalimat (1). Kalimat (3) juga
dikaitkan dengan kalimat (1) dan kalimat (2) dengan menggunakan kata ganti -nya pada kata
harganya, yang juga jelas mengacu pada kata terubuk pada kalimat (1). Lalu, kalimat (4)
merupakan kesimpulan terhadap pernyataan pada kalimat (1), (2), dan (3), yang dikaitkan
dengan bantuan konjungsi antarkalimat makanya.

Kekohesiafan wacana itu dilakukan dengan mengulang kata pemba- haru pada kalimat
(1) dengan kata pembaharuan pada kalimat (2); serta mengulang frase perubahan jiwa pada
kalimat (2) perubahan pada kalimat (3). Adanya pengulangan unsur yang sama itu menye-
babkan wacana itu menjadi koherens dan apik.

6.6.2 Alat Wacana


Untuk membuat wacana yang kohesif dan koherens itu dapat digunakan pelbagai alat
wacana, baik yang berupa aspek gramatikal maupun yang berupa aspek semantik. Atau Alat-
alat gabungan antara kedua aspek itu. gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat
sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain, adalah: Pertama, konjungsi, yakni alat untuk
menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat;
(93) Raja sakit. Permaisuri meninggal.
diberi konjungsi, dan menjadi wacana sebagai berikut
(218a) Raja sakit. dan permaisuri meninggal.
(218b) Raja sakit. karena permaisuri meninggal.
(218c) Raja sakit. ketika permaisuri meninggal.
(218d) Raja sakit. sebelum permaisuri meninggal.
(218e) Raja sakit . Oleh karena itu, permaisuri meninggal.
(219f) Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal.

Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis.

(94) Rombongan mahasiswa pengunjuk rasa itu mula-mula mendatangi kantor Menteri
Dalam Negeri. Sesudah itu mereka dengan tertib menuju gedung DPR di Senayan.

(95)Anak terpeleset, lalu jatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat menolongnya.

(96) Awan tebal bergumpal-gumpal menutupi langit Jakarta. Itu tandanya hujan lebat akan
turun.

6.6.3 Jenis Wacana


Dilihat adanya wacana lisan dan wacana fu lis berkenaan dengan sarananya, yaitu
bahasa lisan atau bahasa tulis Kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi
dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik.
Selanjutnya, wacana prosa ini dilihat dari penyampaian isinya dibedakan lagi menjadi
wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Wacana narasi
bersifat menceri- takan sesuatu topik atau hal; wacana eksposisi bersifat memaparkan topik
atau fakta; wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang; dan wacana
argumentasi bersifat memberi argumen atau alasan terhadap suatu hal.

6.6.4 Subsatuan Wacana


Wacana adalah Satuan bahasa yang utuh dan lengkap. Maksudnya, dalam wacana ini
satuan "ide" atau "pesan" yang disampaikan akan dapat dipahami pendengar atau pembaca
tanpa keraguan, atau tanpa merasa adanya kekurangan informasi dari ide atau pesan yang
tertuang dalam wacana itu.

6.7 Catatan Mengenai Hierarki Satuan


Pengertian bahwa satuan yang satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang
lebih besar. Jadi, fonem membentuk morfem; lalu morfem akan membentuk kata;
kemudian kata akan membentuk frase; selanjutnya frase akan membentuk klausa; sesudah
itu klausa akan membentuk kalimat; dan akhimya, kalimat akan membentuk wacana. Maka,
karena itulah kita dapat membuat bagan seperti berikut

(97)
Kiranya urutan hierarki itu adalah urutan normal teoretis. Dalam praktek berbahasa
banyak faktor yang menyebabkan terjadiny penyimpangan urutan. Di samping urutan
normal itu bisa dicatat adan kasus (1) pelompatan tingkat, (2) pelapisan tingkat, dan (3)
penurunan tingkat.

(98) Nenek! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat tanya: Siapa yang belum mandi?)

(99) Cerita silat ! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat tanya: Buku apa yang dibaca
nenek?)
Bab III

Penutup

A. Kesimpulan
Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil namun terlengkap maknanya dan
mempunyaiintonasi final yang mengakhirinya. Sebuah kalimat dalam Bahasa Indonesia
secara sederhanabiasanya terdiri dari dua unsur yang membangunnya, yaitu unsur Subjek
(S) dan Predikat (P).Kalimat tunggal adalah jika kalimat tersebut hanya memiliki satu
gagasan dan hanya terdiridari subjek (S) dan predikat (P) saja. Kalimat majemuk adalah jika
kalimat itu terdiri dari duaatau lebih klausa yang membangunnya, dan biasanya memiliki
lebih dari satu Predikat (P).Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menjelaskan gagasan
penulis kepada pembacasecara utuh tanpa ada kebimbangan atau keraguan dalam
menafsirkannya

B. Saran
Sebagai seorang mahasiswa agar dapat memahami materi pembelajaran ada lebih
baiknyakita belajar secara tatap muka agar materi yang di sampaikan bisa di terima dengan
baik dan benar.

C. Daftar Pustaka
Rusyana, Yus dan Samsuri (edit.). 1983. Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa

Samsuri. 1978. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga

Saussure, Ferdinand de. 1966. Course in General Linguistics. (terjemahan Wade Baskin).
New York: Mc Graw-Hill Book

Company Stokhof, W.A.L. 1980. "Tata Bunyi Bahasa Indonesia". Dewan Bahasa.

Jilid 24, bilangan 1: 38-54

Suwito. 1983. sosiolinguistik. Surakarta: Henary Offset

Anda mungkin juga menyukai