Kelompk 5 Linguistik
Kelompk 5 Linguistik
“LINGUISTIK UMUM”
DOSEN PENGAMPU:
KHAIRUN NISA,M.PD
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
ROBYIANSAH
INTAN AULIA
NAZWA FATIA RAHMA
Syukur Alhamdulillahi Robbil Alamin, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT
atas berkah dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah TE0RI SASTRA
dengan judul makalah “TENTANG LINGUISTIK UMUM”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini. kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik maupun saran sangat diperlukan untuk perbaikan
dan pengembangan dikemudian hari. Akhirnya kami berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi diri kami maupun bagi pihak-pihak yang lain.
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………………………………i
Daftar isi……………………………………………………………………………………………………………………………….ii
BAB I
Pendahuluan………………………………………………………………………………………………………………………..1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………..................1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………….1
C. Tujuan………………………………………………………………………………………………………………………1
BAB II
Pembahasan…………………………………………………………………………………………………………………………2
6.5 Kalimat……………………………………………………………………………………………………………………………2
6.5.1 Pengertian kalimat……………………………………………………………………………………………………….2
6. 5.2 Jenis Kalimat……………………………………………………………………………………………………………….3
6.5.2.1 Kalimat Inti dan Kalimat Non Inti…………………………………………………………………………..3
6.5.2.2 Kalimat Tunggal dan Kalimat Menjemuk……………………………………………………………….4
6.5.2.3 Kalimat Mayor dan Kalimat Minor………………………………………………………………………..6
6.5.2.4 Kalimat Verbal dan Kalimat Non Verbal………………………………………………………………..8
6.5.2.5 Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat………………………………………………………………………..8
6.5.3 Intonasi Kalimat……………………………………………………………………………………………………….9
6.5.4 Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis…………………………………………………..13
6.5.4.1 Modus………………………………………………………………………………………………………………..13
6.5.4.2 Aspek………………………………………………………………………………………………………………….13
6.5.4.3 Kala…………………………………………………………………………………………………………………….14
6.5.4.4 Modalitas……………………………………………………………………………………………………………15
6.5.4.5 Fokus………………………………………………………………………………………………………………….15
6.5.4.6 Diatesis……………………………………………………………………………………………………………….16
6.6 Wacana…………………………………………………………………………………………………………………………16
6.6.1 Pengertian Wacana……………………………………………………………………………………………….17
6.6.2 Alat –alat Wacana………………………………………………………………………………………………….18
6.6.3 Jenis Wacana…………………………………………………………………………………………………………19
6.6.4 Subsatuan Wacana………………………………………………………………………………………………..19
BAB III
Penutup………………………………………………………………………………………………………………………………20
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………..20
B. Saran……………………………………………………………………………………………………....................20
C. Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………………………20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri
dan menyatakan makna yang lengkap. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang
mengungkapkan pikiran yang utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan. Kalimat juga
satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan
makna yang lengkap.[1] Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran
yang utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan
dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda dan diakhiri dengan intonasi akhir.
Sedangkan dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik (.) untuk menyatakan kalimat berita atau yang bersifat informatif,
tanda tanya (?) untuk menyatakan pertanyaan dan tanda seru (!) untuk menyatakan kalimat
perintah.
Wacana ialah satuan bahasa sempurna dan komplet karena masing –masing bagian
dalam wacana tersebut berinteraksi secara selaras.Dalam satuan kebahasaan, wacana
menduduki posisi tertinggi,Wacana sering digunakan dalam berbagai ilmu
pengetahuan ,seperti politik,antroplogi,sosiologi,dan filsafat.Wacana dapat berupa
kata,kalimat,paragraf,atau karangan utuh yang lebih berisi amanat yang lengkap.Bentuk
penyampaian bisa lewat media lisan maupun tertulis yang bersifat transaksional atau
interaksional.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan kalimat itu?
2. Ada berapkah jenis kalimat itu?
3. Bagaimana intonasi kalimat itu?
4. Apa yang dimaksud dengan wacana?
C. TUJUAN PENULIS
Untuk mengetahui apa itu kalimat,jenis –jenis kalimat,intonasi kalimat,dan tentang
wacana juga catatan mengenai hierarki satuan
BAB II
PEMBAHASAN
6.5 KALIMAT
Pada umumnya Sintaksis adalah ilmu tetang kalimat,atau ilmu mengenai penataan
kalimat.Kalimat merupakan satuan bahasa yang “langsung” digunakan sebagai satuan
ujaran di dalam komunikasi verbal yang dilakukan oleh manusia.
Konstitue dasar kalimat (1) berupa sebuah kalusa,kalimat (2) berupa dua buah klausa
bebas,kalimat (3) berupa sebuah klausa terikat dan sebuah klausa bebas, kalimat (4) berupa
sebuah frase ,dan kalimat (5) berupa sebuah kata.
Perlu dicatat di sini,”intonasi final memberi ciri kalimat ada tiga buah,yaitu intonasi
deklaratif. Yang dilambangkan dengan tanda tanya ,dan intonasi seru ,yang ditandai dengan
tanda seru.
Keterangan :
a) FN = Frase Nominal
FB = Frase Verbal
FA= Frase Ajektifal
Fnum = Frase Numeral
FB = Frase Preposisi
b) FN dapat diisi oleh sebuah nominal ,FV dapat diisi oleh sebuah kata verbal,FA dapat
diisi oleh sebuah kata ajektifal, dan Fnum dapat diisi oleh sebuah kata numeralia.
Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan proses transformasi, seperti
pemasifan,pengingkaran,penanyaan,pemerintahan,pengenversian, pelepasan,Umpanya dari
kalimat inti (1b) Nenek membaca komik, dapat diperlakukan peroses pemasifan menjadi
komik dibaca nenek ; diingkarkan menjadi Nenek tidak membaca komik ;dijadikan kalimat
pemerintah menjadi Bacalah komik itu!; dijadikan kalimat tanya menjadi Apakah nenek
membaca komik?; dijadikan kalimat inversi menjadi Membaca komik nenek; dan jika
diperluas,maka,misalnya menjadi Nenekku yang sudah tua itu suka sekali membaca komik –
komik pewayangan. Dengan demikian, dapat dikatakan kalimat inti + proses transformasi =
Kalimat noninti.jika dibagankan menjadi:
Di dalam praktek berbahasa boleh dikatakan lebih banyak digunakan kalimat noninti dari
pada kalimat inti, sebab informasi yang harus disampaikan melalui bahasa biasanya sangat
luas ,mencakup pelbagai segi informasi kehidupan. Umpamanya kalimat .Inti Nenek datang,
mungkin akan menjadi Nenekku baru datang dari Paris; Nenek Si Udin tidak akan datang
karena sedang sakit gigi; Nenekmu yang genit itu pasti akan datang ke pesta ini; Apakah
nenkmu yang datang ke sini tadi pagi? Masi banyak kemungkinan lain bisa dibuat dari
kalimat inti itu.Barangkali anda ingin mencobannya.Silahkan !
6.5.2.2 KALIMAT TUNGGAL DAN KALIMAT MENJEMUK
Perbedaan kalimat tunggal dan kalimat menjemuk di bedakan dari banyknya klausa pada
kalimat itu.Kalau Klausanya hanya satu, maka kalimat tersebut disebut Kalimat tunggal.
Contoh kalimat tunggal dalam bahasa indonesia
Kalimat (12) Mereka bernyanyi dan menari sepanjang malam mungkin akan menimbulkan
persoalan. Kalau konstruksi bernyanyi dan menari dipandang sebagai hasil proses perluasan
bernyanyi ditambah dan menari, maka kalimat tersebut dianggap hanya terdiri dari satu
klausa; tetapi kalau konstruksi tersebut dianggap sebagai hasil proses penggabungan hanya
dua buah kalimat disertai pelesapan, maka dianggap sebagai bukan kalimat tunggal,
melainkan kalimat menjemuk, yang prosesnya terjadi sebgai berikut: Kalimat Mereka
menari sepanjang malam digabungkan dengan dengan kalimat Mereka menari sepanjang
malam, dengan pelesapan pada subjek dan keterangan, maka jadilah konstruksi kalimat (12)
tersebut.
Kalau klausa lebih dari satu, maka kalimat itu disebut kalimat mejemuk. Sifat hubungan
klausa –klausa dibedakan kalimat mejemuk koordinatif kompleks .
Kalimat menjemuk koordinatif adalah klausa –klausanya memiliki status yang sama, atau
sederajat. Secara esplisit dihubungkan dengan konjungsi koordinatif , seperti dan, atau,
tetapi, dan lalu; namun, tak jarak hubungan itu hanya secara implisit, artinya tanpa
menggunakan kata konjungsi. Contoh kalimat menjemuk koordinatif:
Apabila ada unsur klaus yang sama, maka biasanya unsur yang sama itu disenyawakan
atau dirapikan. Misalnya, pada kalimat (17), unsur objek pada klausa kedua tidak
ditampilkan lagi karena sama dengan subjek pada klausa pertama. Dalam buku tata bahasa
tradisonal, konstruksi kalimat seperti ( 17) itu disebut kalimat menjemuk rapatan.
Kalimat menjemuk subordinatif adalah kalimat menjemuk yang hubungan antara kalusa
–kalusanya tidak setara atau sederajat. Klausa yang satuan merupakan kalusa atasan, dan
klausa yang lain merupakan kalusa bawahan. Kedua klausa itu biasanya dihubungkan
dengan konjungsi subordinatif, seperti kalau, ketika, meskipun, dan karena; namun, acapkali
hubungan itu dilakukan juga secara implisit. Berikut ini beberapa contoh kalimat menjemuk
subordinatif.
Proses terbentuknya kalimat menejemuk subordinatif dilihat dari dua sudut .Pertama
anak kalimat. Umpamanya kalimat (19) di atas Nenek membaca komik ketika kakek tidak
ada di rumah berasal dari klausa Nenek membaca komik dan klausa kakek tidak ada di
rumah. Lalu, kedua klausa itu digabungkan dengan klausa nenek membaca komik sebagai
klausa utama, dan kakek tidak ada di rumah sebagai klausa bawahan; dan keduanya
mempunyai hubungan kewaktuan, yakni waktu yang sama. Kemungkinan untuk menjadikan
klausa kakek tida ada di rumah menjadi klausa utama dan klausa nenek membaca komik
menjadi klausa bawahan juga bisa. Jika demikian kalimatnya akan menjadi kalimat (22)
berikut
Hubungan kedua klausa itu dapat juga tidak menyatakan hubungan kewaktuan seperti
kalimat (22) dan (19) di atas, melainkan menyatakan sebab –akibat , seperti terlihat pada
kalimat
Pandangan kedua, konstrksi kalimat subordinatif itu dianggap proses perluasan salah
satu unsur kalusanya umpamanya.(19) Nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di
rumah adalah berasal dari, misalnya, frase, tadi pagi dalam kalimat Nenek membaca komik
tadi pagi.
Jadi, jelasnya frase tadi pagi diluaskan (lebih tepat dideskripsikan) menjadi ketika kakek
tidak ada di rumah. Konsep diperluaskan unsur kalimat ini dibicarakan secara luas oleh
Alisjahbana (1983). Beliau menyatakan semua unsur kalimat dapat diperluas untuk dijadikan
kalimat, sehingga muncullah istilah anak kalimat pengganti subjek, anak kalimat pengganti
predikat, anak kalimat pengganti objek, anak kalimat pengganti keterangan waktu , dan
sebaiknya. Malah juga bagian dari anak kalimat itu dapat diperluas lagi, sehingga muncullah
istilah cucu kalimat. Perhatikan unsur objek Si Ali pada kalimat (25) yang diperluas menjadi
anak kalimat orang yang pernah menolong Ahmad pada kalimat (26) ; lalu, perluasan objek
Ahmad menjadi anaknya yang nomor dua pada kalimat (27) berikut!
Jenis kalimat menjemuk yang lain ada kalimat menjemuk kompleks.Terdiri dari tiga
klausa atau lebih, dihubungkan secara koordinatif dan ada dihubungkan secara subordinatif.
Kalimat menjemuk ini merupakan campuran dari kalimat menjemuk koordinatif dan kalimat
menjemuk subordinatif. Menyebut kalimat macam ini dengan nama Kalimat menjemuk
campuran.Umpamanya kalimat (28) berikut:
(25) Nenek membaca komik karena kakek tidak ada di rumah dan tidak ada pekerjaan
lain yang harus di selesaikan .
Terdiri dari tiga buah klausa, yaitu (1) nenek membaca komik, (2) kakek tidak ada di
rumah, dan (3) tidak ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan. Klausa (1) dan klausa (2)
dihubungkan secara subordinatif ; klausa (2) dan klausa (3) dihubungkan secara koordinatif.
Perhatikan bagannya !
(26)
S P O K (sebab)
Klausa (1) Klausa (2) Klausa (3)
(27) Kakek mengluarkan dompetnya, lalu mengambil selembar uang ribuan untuk
membayar ongkos becak.
Terdapat tiga buah klausa, yakni (1) kakek mengluarkan dompetnya, (2) (kakek)
mengambil selembar uang ribuan, dan (kakek) membayar ongkos becak. Klausa pertama
dan klausa kedua dihubungkan secara koordinatif dengan bantuan konjungsi lalu; Klausa
kedua dan klausa ketiga dihubungkan secara subordinatif dengan menggunakan konjungsi
untuk …. Bagannya adalah:
(30)
S P O S P O K (tujuan)
Klausa (1) Klausa (2) Klausa (3)
Kalau klausanya tidak lengkap, entah hanya predikat, keterangan saja, kalimat dapat
dipahami konteksnya diketahui oleh pendengar maupun pembicara. Konteks ini berupa
konteks kalimat, kalimat situasi, konteks topik pembicaraan.Kalimat seruan, perintah, salam,
dan sebagainya adalah kalimat minor .Contoh –contoh kalimat minor:
(33) Sedang makan ! (sebagai kalimat jawaban dari kalimat tanya; Nenek sedang apa?
(34) Halo!
(35) Cepat Berangkat!
(36) Sialan!
(37) Dilarang merokok.
(38) Silakan duduk!
Dari buku Ajip Rosidi Tahun – tahun kematian ada percakapan berikut yang hampir
seluruhnya terdiri dari kalimat minor, namun dapat dipahami karena konteksnya
(39) * Minah
Apa itu?
Apa ? Barangkali patroli
Patroli?
Barang kali, kataku
Tak pernah ada patroli sampai kemari
Entahlah
Apa
Ah
Mengapa? Bukankah kita tak apa- apa?
Tidak, tidak kurasa
Ada, ada iyah
Entah
Ada apa diluar
Orang
Siapa
Mana bisa tahu. Belanda barang kali
Ha? Apa?
Barangkali. Saya tahu betul
Lekas bangun dan pergi
Mengapa?
Belanda, Lekas
6.5.2.4 Kalimat Verbal dan Kalimat non-Verbal
Pembicaraan mengenai kalimat verbal dan kalimat noverbal sejalan dengan pembicaraan
mengenai klausa verbal dan klausa noverbal. Secara umum dapat dikatan kalimat verbal
adalah kalimat yang dibentuk klausa verbal, atau kalimatnya yang predikatnya berupa kata
atau frase yang berkata gori verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang
predikatnya bukan kata atau frase verbal, bisa nominal, ajaktifal, adverbial,atau juga
numeralia.
Dalam bahasa indonesia tampaknya ada sejumlah verba transitif yang tidak perlu diikuti
objek. Verba yang yang demikian adalah verba yang sudah menjadi kebiasaan atau bisa
dilakukan terhadap objek itu; sehingga tanpa disebutkan objeknya kalimat tersebut suda
gramatikal dan bisa dipahami. Umpanya kalimat (143) dan kalimat
(144) berikut.
Dari pembicaraan mengenai kalimat terikat ini dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat
tidak harus mempunyai struktur fungsi secara lengkap. Kelengkapan sebuah kalimat serta
pemahamannya sangat tergantung pada konteks dan situasinya. (lebih jauh lihat subbab 6.6
tentang wacana)
Keterangan: n = naik
t = turun
tanda ~ di atas huruf = tekanan
Tekanan yang berbeda akan menyebabkan intonasinya juga berbeda; akibatnya, makna
keseluruhan kalimat itu pun akan berbeda Sebagai contoh, perhatikan keempat kalimat
berikut, yang juga diangka dari Halim 1974. Agar jelas beda maknanya, maka terjemahannya
dalam bahasa Inggris juga disertakan.
Penelitian intonasi sintaksis bahasa Indonesia yang cukup komprehensif telah dilakukan
oleh Halim (1974); Alieva juga telah melakukannya dengan cukup baik (1991).Dalam bahasa
Inggris ada Lieberman (1975); dan O'Connor dan Amold (1974, cetakan pertama 1961).
Tanda yang digunakan untuk menggambarkan intonasi itu berbeda-beda. Ada yang
menggunakan skema grafiks seperti Alieva (1991); ada yang menggunakan angka seperti
contoh dari Halim di atas. Sedangkan O'Connor dan Amold menggunakan bulatan titik
bertangkai yang besarnya berbeda. Sebagai contoh, perhatikan into- nasi kata two sebagai
kalimat jawaban untuk pertanyaan yang berbeda dalam bahasa Inggris (diangkat dari
O'Connor dan Amold 1974).
(158)
6.5.4. Modus, Aspek, Kala, Modalitas, Fokus, dan Diatesis
Keenam istilah tersebut biasa muncul dalam pembicaraan mengenai sintaksis. Dalam
kebanyakan bahasa keenam masalah itu Keenamnya di sini dibicarakan dalam satu subbab
karena masalahnya tidak terlalu luas, keenamnya saling berkaitan, dan seringkali
dikelirukan.
6.5.4.1 Modus
Yang dimaksud dengan modus adalah pengungkapan ata penggambaran suasana
psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara atau sikap si pembicara tentang apa yang
diucapkannya Dalam beberapa bahasa tertentu, terutama bahasa-bahasa fleksi, moda
dinyatakan dalam bentuk morfemis, tetapi dalam bahasa lain ada jug yang secara leksikal.
Ada beberapa macam modus, antara lain (1) modus indikatif atau modus deklaratif, yaitu
modus yang menunjuk- kan sikap objektif atau netral; (2) modus optatif, yaitu modus yang
menunjukkan harapan atau keinginan; (3) modus imperatif, yaitu modus yang menyatakan
perintah, larangan, atau tegahan; (4) modus interogatif, yaitu modus yang menyatakan
pertanyaan; (5) modus obligatif, yaitu modus yang menyatakan keharusan; (6) modus
desideratif, yaitu modus yang menyatakan keinginan atau kemauan dan (7) modus
kondisional, yaitu modus yang menyatakan persya ratan. Sebagai contoh, untuk modus
imperatif bahasa Latin menggunakan bentuk morfemis seperti Amare! 'biarkanlah dirimu
dicintai atau ama eum! 'cintailah dia!'; bahasa Jawa, antara lain. mengungkapkannya secara
morfemis dengan menggunakan sufiks -en, seperti tulisen 'tulislah' atau tatanen 'aturlah'.
Bahasa Indonesia mengungkapkan modus imperatif dengan menggunakan verba dasar dan
partikel -lah (kalau perlu), atau verba derivatif dari dasar lain Misalnya, baca!, atau bacalah!;
bangun!; dan berjuanglah! Untuk modus optatif, bahasa Indonesia menggunakan unsur
leksikal, sepert moga-moga, semoga, atau hendaknya.
6.5.4.2 Aspek
Yang dimaksud dengan aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu
secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Dalam berbagai
bahasa aspek ini merupakan kategori gramatikal karena dinyatakan secara morfemis. Dalam
bahasa Indonesia aspek tidak dinyatakan secara morfemis dengan bentuk kata tertentu,
melainkan dengan berbagai cara dan alat leksikal. Dari berbagai bahasa dikenal adanya
berbagai macam aspek, antara lain: (1) aspek kontinuatif, yaitu yang menyatakan perbuatan
terus berlangsung, (2) aspek inseptif, yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian baru
mulai; (3) aspek progresif, yaitu aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung; (4)
aspek repetitif, yaitu yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang; (5) aspek
perfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan sudah selesai; (6) aspek imperfektif, yaitu yang
menyatakan perbuatan berlangsung sebentar, dan (8) aspek sesatif. yaitu yang menyatakan
perbuatan berakhir.
Sebagai contoh, dalam bahasa Rusia aspek itu dinyatakan dalam bentuk morfemis,
berupa bentuk tertentu di dalam kata kerja. Umpamanya, verba pisal 'menulis' beraspek
imperfektif, perbuatan belum selesai; sedangkan verba napisal 'telah selesai menulis'
beraspek perfektif, perbuatan telah selesai. Perhatikan penggunaannya dalam kalimat-
kalimat berikut Cangkat dari Hardjatno 1986)
6.5.4.3 Kala
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya
perbuatan, kejadian, tindakan, alau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Kala ini
lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah lampau, dan akan datang. Beberapa bahasa
menandai kala itu secara morfemis; artinya, pernyataan kala itu ditandai dengan bentuk
kata tertentu pada verbanya. Perhatikan contoh bahasa Jepang berikut, yang diangkat dari
Djoko Kentjono 1982. Sebelah kiri berbentuk kala sekarang (present) dan sebelah kanan
bentuk kala lampau (past tense).
Dalam bahasa Inggris untuk kala lampau verba yang reguler digunakan sufiks -ed, dan
untuk kala kini digunakan bentuk (be)- ing. Perhatikan contoh berikut!
(66) Nita worked there yesterday
Nita bekerja di sana kemarin
Berikut ini data dari bahasa Swahili di Afrika (diangkat dari Djoko Kentjono 1982). Coba
anda cari penanda morfologis yang menyatakan kala kini, kala lampau, dan kala akan
datang, dengan cara membandingkan terjemahannya.
Bahasa Indonesia tidak menandai kala secara morfemis, melainkan secara leksikal.
antara lain dengan kata sudah untuk kala lampau, sedang untuk kala kini, dan akan untuk
kala nanti. Perhatikan contoh (69) berikut !
6.5.4.4 Modalitas
Yang dimaksud dengan modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan
sikap pembicara terhadap hal yang dib carakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan
peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pemyataan
kemungkinan, keinginan, atau juga keizinan, Dalam bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa
lain, modalitas ini dinyatakan secara leksikal Umpamanya dengan kata-kata mungkin,
barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin, dan seyogyanya. Berikut
ini sejumlah contoh kalimat bahasa Indonesia yang berisi keterangan modalitas itu.
6.5.4.5 Fokus
Yang dimaksud dengan fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga
perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu.
Dalam bahasa Indonesia fokus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara; antara
lain:
Pertama, dengan memberi tekanan pada bagian kalimat yang difokuskan.
Kedua, dengan mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan.
Ketiga, dengan cara memakai partikel pun, yang, tentang, d adalah pada bagian kalimat
yang difokuskan. Perhatikan contoh berikut !
6.6 Wacana
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep,
gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis)
atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun.
Wacana tersebut, seperti juga sudah dibicarakan pada subbab 6.5.2.5. adalah kohesif
dan koherens. Kekohesifan itu dicapai dengan cara pengacuan dengan menggunakan kata
ganti -nya. Mari kita lihat! Kalimat (1) adalah kalimat bebas, kalimat utama yang berisi per-
nyataan, bahwa sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat (2) adalah kalimat
terikat, yang dikaitkan dengan kalimat (1) dengan menggunakan kata ganti -nya pada kata
ikannya dan telurnya yang jelas mengacu pada terubuk pada kalimat (1). Kalimat (3) juga
dikaitkan dengan kalimat (1) dan kalimat (2) dengan menggunakan kata ganti -nya pada kata
harganya, yang juga jelas mengacu pada kata terubuk pada kalimat (1). Lalu, kalimat (4)
merupakan kesimpulan terhadap pernyataan pada kalimat (1), (2), dan (3), yang dikaitkan
dengan bantuan konjungsi antarkalimat makanya.
Kekohesiafan wacana itu dilakukan dengan mengulang kata pemba- haru pada kalimat
(1) dengan kata pembaharuan pada kalimat (2); serta mengulang frase perubahan jiwa pada
kalimat (2) perubahan pada kalimat (3). Adanya pengulangan unsur yang sama itu menye-
babkan wacana itu menjadi koherens dan apik.
Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis.
(94) Rombongan mahasiswa pengunjuk rasa itu mula-mula mendatangi kantor Menteri
Dalam Negeri. Sesudah itu mereka dengan tertib menuju gedung DPR di Senayan.
(95)Anak terpeleset, lalu jatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat menolongnya.
(96) Awan tebal bergumpal-gumpal menutupi langit Jakarta. Itu tandanya hujan lebat akan
turun.
(97)
Kiranya urutan hierarki itu adalah urutan normal teoretis. Dalam praktek berbahasa
banyak faktor yang menyebabkan terjadiny penyimpangan urutan. Di samping urutan
normal itu bisa dicatat adan kasus (1) pelompatan tingkat, (2) pelapisan tingkat, dan (3)
penurunan tingkat.
(98) Nenek! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat tanya: Siapa yang belum mandi?)
(99) Cerita silat ! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat tanya: Buku apa yang dibaca
nenek?)
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil namun terlengkap maknanya dan
mempunyaiintonasi final yang mengakhirinya. Sebuah kalimat dalam Bahasa Indonesia
secara sederhanabiasanya terdiri dari dua unsur yang membangunnya, yaitu unsur Subjek
(S) dan Predikat (P).Kalimat tunggal adalah jika kalimat tersebut hanya memiliki satu
gagasan dan hanya terdiridari subjek (S) dan predikat (P) saja. Kalimat majemuk adalah jika
kalimat itu terdiri dari duaatau lebih klausa yang membangunnya, dan biasanya memiliki
lebih dari satu Predikat (P).Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menjelaskan gagasan
penulis kepada pembacasecara utuh tanpa ada kebimbangan atau keraguan dalam
menafsirkannya
B. Saran
Sebagai seorang mahasiswa agar dapat memahami materi pembelajaran ada lebih
baiknyakita belajar secara tatap muka agar materi yang di sampaikan bisa di terima dengan
baik dan benar.
C. Daftar Pustaka
Rusyana, Yus dan Samsuri (edit.). 1983. Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa
Saussure, Ferdinand de. 1966. Course in General Linguistics. (terjemahan Wade Baskin).
New York: Mc Graw-Hill Book
Company Stokhof, W.A.L. 1980. "Tata Bunyi Bahasa Indonesia". Dewan Bahasa.