Anda di halaman 1dari 4

Pramudya Citra

AE 2 / 195100100111049
1. Buah Pisang
Sampel pisang merupakan sampel yang diamati oleh kelompok AE 1. Pada
pengamatan ini, digunakan empat sampel pisang dengan perlakuan buah jelek suhu
kamar, buah bagus suhu kamar, buah bagus dibelah suhu kamar, dan buah bagus utuh
pada suhu dingin. Dari keempat sampel, pisang yang mengalami pembusukan paling
cepat adalah pisang jelek yang disimpan pada suhu kamar. Kerusakan yang terjadi
adalah aroma pisang memudar dan digantikan aroma busuk. Tekstur menjadi lunak,
dan terdapat jamur yang menyeliumuti permukaan pisang. Menurut literatur, jamur
yang tumbuh adalah Aspergillus. Kemudian, tekstur pisang melunak karena adanya
metabolisme pisang yang memecah pati menjadi gula sederhana. Aroma busuk
ditimbulkan dari pembusukan oleh mikroba (Rahmawati dkk, 2020).
2. Biji Kacang Hijau
Sampel kacang hijau merupakan sampel yang diamati oleh kelompok AE 3.
Pada pengamatan ini, digunakan empat sampel dengan perlakuan biji jelek suhu
kamar, biji bagus, segar, suhu kamar, biji bagus, suhu kamar, diperciki air, serta biji
bagus dan disimpan pada suhu dingin. Pada keempat sampel biji kacang hijau, tidak
terdapat perubahan yang signifikan. Namun, pada kacang hijau yang diperciki air
terdapat beberapa biji yang membelah namun tidak ada lagi perubahan setelahnya.
Menurut literatur, hal ini terjadi karena kacang hijau memiliki kadar air yang rendh
sehingga tidak dapat ditumbuhi oleh mikroba (Marzuki, 2019).
3. Tepung
Sampel tepung merupakan sampel yang diamati oleh kelompok AE 5. Pada
pengamatan ini, digunakan empat sampel dengan perlakuan tepung disimpan pada
suhu kamar dalam toples kecil, tepung disimpan pada suhu kamar dalam keadaan
terbuka, tepung disimpan pada suhu kamar dan diperciki air, serta tepung disimpan
dalam toples kecil pada suhu dingin. Pengamatan dilakukan selama tujuh hari dan
dicatat perubahan setiap harinya. Sampel tepung tidak mengalami perubahan yang
signifikan kecuali pada sampel yang disimpan pada suhu ruang dalam keadaan
terbuka dan diperciki air. Pada tepung yang diperciki air, terjadi perubahan tepung
berbau asam dan muncul kaoloni berwarna merah muda, kuning pucat, dan hitam.
Koloni yang tumbuh diduga merupakan T. roseum yang merupakan kapang dengan
warna merah muda yang tumbuh pada kondisi kelembaban tinggi dan ventilasi yang
buruk selama penyimpanan. Koloni hitam yang tumbuh adalah Aspergillus sp. (Dar
dan Mir, 2020).
4. Roti
Sampel roti merupakan sampel yang diamati oleh kelompok AE 6. Pada
pengamatan ini, digunakan empat sampel dengan perlakuan roti yang disimpan dalam
toples pada suhu kamar, disimpan pada suhu kamar dalam keadaaan terbuka, suhu
kamar dan dipercik air, serta dalam toples dan disimpan pada suhu dingin.
Pengamatan dilakukan selama tujuh hari dimana perubahan roti diamati setiap
harinya. Dari keempat sampel, sampel dengan kerusakan paling parah adalah roti
yang dipercik air karena pada hari ke-3 sudah ditumbuhi jamur. Perubahan lain yang
terjadi adalah tekstur roti menjadi keras karena staling serta perubahan aroma menjadi
aroma alkohol. Menurut literatur, perubahan aroma terjadi karena metabolisme
mikroba yang memecah pati menjadi gula dan alkohol. Sementara pertumbuhan jamur
pada roti yang dipercik air terjadi karena peningkatan kadar air yang memungkinkan
tumbuhnya mikroba pada roti, dengan kapang yang tumbuh antara lain Pencillium sp.,
Aspergillus sp., Mucor sp., dan Rhizopus stolonifer. Staling adalah hilangnya air dari
roti sehingga tekstur roti menjadi keras (Lestari dkk, 2019).
5. Beras
Pramudya Citra
AE 2 / 195100100111049
Sampel beras merupakan sampel yang diamati oleh kelompok AE7.
Pada pengamatan ini, digunakan empat sampel dengan perlakuan disimpan di suhu
kamar dalam toples, disimpan pada suhu kamar dalam keadaan terbuka, disimpan
dalam suhu kamar, terbuka, dan dipercik air serta disimpan dalam toples pada suhu
dingin. Pengamatan dilakukan selama tujuh hari dimana perubahan dicatat setiap
harinya. Dari keempat sampel. Sampel dengan perubahan paling signifikan adalah
beras yang dipercik air dan dibiarkan terbuka pada suhu kamar. Beras dengan
pelakuan ini menjadi lembab, berwarna coklat, dan terdapat kapang yang menyelimuti
seluruh permukaan. Menurut literatur, hal ini terjadi karena percikan air yang
diberikan menyebabkan kadar air beras meningkat sehingga mikroba dapat hidup dan
merusak beras setelah beberapa hari. Mikroba yang diduga dapat hidup pada beras
adalah S. cerevisiae dan Aspergillus (Arifan et al, 2020).
6. Tahu
Sampel tahu merupakan sampel yang diamati oleh kelompok AE 9. Pada
pengamatan ini, digunakan empat sampel dengan perlakuan disimpan di tempat
terbuka pada suhu kamar, disimpan di tempat tertutup pada suhu kamar, tahu rendam
garam pada suhu kamar, dan tahu rendam garam suhu dingin. Pengamatan dilakukan
selama 7 hari dan perubahan tahu dicatat setiap harinya. Setelah pengamatan selama
tujuh hari, terjadi berbagai perubahan pada tahu seperti perubahan tekstur, perubahan
warna menjadi gelap, perubahan bau, terbentuknya koloni mikroba dan adanya larva
serangga. Perubahan ini bervariasi pada setiap sampel dimana sampel yang
mengalami kerusakan paling parah adalah tahu yang disimpan pada tempat terbuka di
suhu kamar. Pada sampel ini, terdapat kapang, larva, warnanya mencoklat, dan bau
busuk. Menurut literatur, kapang yang dapat tumbuh pada tahu berupa Aspergillus
niger dimana akan terbentuk koloni berwarna hitam yang menutupi permukaan tahu.
Selain itu, koloni yang dapat tumbuh pada tahu adalah bakteri asam laktat seperi
Lactobacillus, Pediococcusm dan Streptococcus yang akan menyebabkan tahu
menjadi bau dan terasa asam (Wali dan Nishino, 2020).

7. Susu Cair UHT


Sampel susu cair UHT merupakan sampel yang diamati oleh kelompok AE 11.
Pada pengamatan ini, digunakan tiga sampel dengan perlakuan tanpa pemanasan,
disimpan di suhu ruang dan tempat terbuka, susu dengan pemanasan, disimpan di
suhu ruang dan terbuka, serta susu dengan pemanasan, disimpan di suhu dingin dan
terbuka. Pengamatan dilakukan selama tujuh hari dan dilakukan pencatatan kondisi
susu setiap harinya.
Ketiga sampel yang diamati mengalami kerusakan setelah hari ke-7. Namun,
tingkat kerusakannya berbeda-beda. Pada sampel susu yang disimpan di suhu dingin,
kerusakannya tidak separah sampel susu yang disimpan di suhu ruang. Kedua sampel
lainnya yaitu susu tanpa dan dengan pemanasan yang disimpan di suhu ruang
mengalami kerusakan yang hampir serupa namun susu tanpa pemanasan mengalami
kerusakan yang lebih cepat. Hasil pengamatan ini sudah sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa kondisi penyimpanan yang optimum untuk susu segar adalah pada
suhu rendah. Suhu ruang dapat memungkinkan tumbuhnya mikroba pembusuk yang
merusak susu seperti Streptococcus, Lactobacillus, Leuconostoc, dan Pediococcus.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba tersebut
sehingga kualitas susu segar dapat dipertahankan. Selain suhu penyimpanan,
perlakuan pemanasan sebelum penyimpanan juga dapat memperpanjang masa simpan
susu. Proses pemanasan susu dikenal sebagai pasteurisasi, yaitu pemanasan pada suhu
620C selama 30 menit atau pada suhu 72 0C selama 15 detik. Pasteurisasi dapat
Pramudya Citra
AE 2 / 195100100111049
membunuh mikroba yang masih terdapat pada susu sehingga masa simpan susu dapat
diperpanjang. Namun, karena suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi dan waktunya
sangat singkat, maka perlakuan pemanasan ini harus dikombinasikan dengan
penyimpanan pada suhu rendah (Nababan, 2014).
Selain suhu penyimpanan dan perlakuan yang diberikan, terdapat beberapa
faktor lain yang dapat mempengaruhi laju kerusakan susu. Faktor pertama adalah
pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Susu merupakan bahan pangan yang kaya akan
nutrisi dengan pH cenderung netral sehingga sangat cocok untuk pertumbuhan
mikroba. Mikroba yang tumbuh di susu dapat merusak komponen susu sehingga susu
menjadi menggumpal, terbentuk rasa asam, dan berlendir. Faktor kedua adalah
aktivitas enzim dalam susu. Secara alami, susu mengandung berbagai enzim yang
dapat menghidrolisis nutrisi pada susu. Enzim-enzim ini dapat menyebabkan rusaknya
lemak dan protein sehingga dapat mempercepat kerusakan susu.Faktor ketiga adalah
udara, dimana keberadaan oksigen dapat memicu terjadinya oksidasi lemak yang
dapat merusak susu serta tumbuhnya bakteri aerobik. Faktor keempat adalah lama
penyimpanan, dimana semakin lama penyimpanannya maka susu akan mengalami
kerusakan (Wibisono, 2016).
Pramudya Citra
AE 2 / 195100100111049
Daftar Pustaka
Arifan, F., Setyati, W.A., Broto, W., dan Dewi, A.L. 2020. Pemanfaatan Nasi BAsi
sebagai Mikroorganisme Lokal (MOL) untuk Pembuatan Pupuk Cair Organik
di Desa Mendongan Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Jurnal
Pengabdian Vokasi. Vol. 1. No. 4. Hal: 252-255
Dar, B.N. dan Mir, S.A. 2020. Emerging Technologies for Shelf-Life Enhancement of
Fruit. Burlington: Apple Academic Press
Lestari, A.D., Elfrida, dan Indriyati. 2019. Identifikasi Jamur pada Roti yang Dijual di
Kota Langsa Berdasarkan Lama Penyimpanan. Jurnal Jeumpa. Vol. 6. No. 2.
Hal: 245-256
Marzuki. 2019. Teknik Penyimpanan Kacang-Kacangan. Pertanian di BPP Panteraja
Nababan, I., Suada, I., dan Swacita, I. 2014. Ketahanan Susu Segar pada
Penyimpanan Suhu Ruang Ditinjau dari Uji Tingkat Keasaman, Didih, dan
Waktu Reduktase. Indonesia Medicus Veterinus. 3(4): 274-282
Rahmawati, Rina A.S., dan Elvi R. 2020. Pertumbuhan Isolat Jamur Pasca Panen
Penyebab Busuk Buah Pisang Ambon (Musa paradisiace L.). Secara In Vivo.
Jurnal Biologi Makassar. Vol. 5. No. 2. Hal: 210-217
Wibisono, M. 2016. Perubahan Total Bakteri, Pb, dan Intensitas Pencoklatan Susu
Selama Pemanasan Suhu 700C. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegor

Anda mungkin juga menyukai