ROSIDAH, S.PdI
22302369
KOTA PADANG
JUNI, 2023
1
KATA PENGANTAR
Sebagai lulusan guru penggerak, penulis diberikan tugas pemenuhan mata kuliah
dengan membuat laporan 1,2 dan 3. Pada laporan ini penulis menuliskan laporan yang kedua
dengan judul Desain Pembelajaran Inovatif. Materi ini penulis kaitkan dengan aksi nyata yang
dilakukan selama mengikuti pendidikan guru penggerak. Semoga dengan Laporan 2 ini penulis
mendapatkan nilai terbaik dari dosen pembimbing dan lulus dalam Perkuliahan Pendidikan
Profesi Guru Dalam Jabatan Sasaran 1 di Universitas Negeri Padang dengan nilai yang sangat
memuaskan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen Pembimbing yaitu kepada Ibu
Dra. An Fauzia Rozani Syafei, MA, dan Ibu Dr. Yuli Tiarina, M.Pd yang telah memberikan
bimbingan dalam penyusunan laporan 1 dan 2 sehingga laporan ini mendapat perbaikan dan
semoga bisa memberikan manfaat. Semoga nantinya penulis lulus dan berhak mendapatkan
Sertifikat Pendidik yang bisa menunjang keprofesian penulis sebagai pendidik.
Mahasiswa PPG
ROSIDAH, S.PdI
I i
DAFTAR ISI
COVER
RINGKASAN ........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan..........................................................................................1
1.2 Tujuan Kegiatan .......................................................................................................1
1.3 Manfaat Kegiatan .....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pembelajaran berdiferensiasi ..................................................................................3
2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional ......................................................................4
2.3. Coaching .................................................................................................................5
2.4 .Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran ....................................6
2.4. Kepemimpinan dalam Pengembangan Sumber Daya ............................................7
BAB III PENUTUP
ii
RINGKASAN
Tugas terpenting guru pada era generasi digital ini adalah guru mampu menyediakan
lingkungan belajar yang memungkinkan setiap murid untuk dapat tumbuh dan berkembang
secara maksimal sesuai dengan kodratnya masing-masing, serta memastikan bahwa dalam
prosesnya murid merasa selamat dan bahagia tanpa ada pemaksaan yang selama ini terjadi di
lingkungan pendidikan. Dalam memaksimalkan perannya sebagai fasilitator bagi generasi z
sekarang ini, guru akan dihadapkan pada keberagaman yang banyak sekali bentuknya, baik
dari suku, ekonomi, lingkungan, keluarga serta kecakapan murid baik dari segi kognitifnya
maupun psikomotoriknya sehingga seringkali guru harus melakukan banyak pekerjaan atau
membuat keputusan dalam satu waktu.
Dengan kondisi ini guru harus sebisa mungkin mengatur cara bagaimana agar saat ia
membantu murid yang mengalami kesulitan, kelasnya tetap dapat berlangsung dengan
kondusif. Sebenarnya, Dalam proses pembelajaran guru memiliki talenta yang multitasking
dan secara natural sebenarnya dimiliki oleh guru. Namun kemampuan ini tidak banyak disadari
oleh guru, sehingga terkadang guru hanya mengalir saja dalam menangani kasus yang terjadi
di kelas dengan tetap membiarkan suasana kelas yang sebagian murid tidak nyaman dalam
kegiatan pembelajarannya. Guru masih menganggap bahwa kelas yang kondusif adalah kelas
yang tenang, rapi dan siswa sebagai pendengar terbaik. Pemikiran ini, sebenarnya kurang tepat
jika dikaitkan dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara sesuai dengan laporan 1 yang telah
dipaparkan penulis. Anggapan guru tersebut juga tidak memenuhi standar pembelajaran yang
berpihak pada murid yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelaran inovatif. Perubahan-
perunahan model pembelajaran tersebut tentunya dilakukan oleh guru abad ini dengan tujuan
untuk memastikan murid di kelasnya sukses dalam proses pembelajarannya dan mencapai cita-
citanya dengan selamat dan bahagia.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan
1
1. Sebagai aksi nyata dalam pemenuhan nilai pendampingan individu ketika penulis
sedang mengikuti pendidikan program guru penggerak angakatan 5 Kabupaten Bungo.
2. Sebagai wujud pengembangan profesional penulis sebagai pendidik yang menerapkan
IT ke dalam pembelajaran di kelas.
3. Menciptakan suasana nyaman dan bahagia selama pembelajaran bahasa inggris yang
selalu dianggap murid sebagai palajaran yang sulit.
4. Memfasilitasi murid dalam memahami bahasa inggris dengan bakat dan minat mereka
agar lebih mandiri dan mencoba mengenali kekurangan diri untuk menjadikan
kekuatan dalam pemahaman materi bahasa inggris, sehingga berdampak positif dalam
motivasi diri dan hasil belajar murid.
5. Memberikan bimbingan dalam pembelajaran yang merata baik bagi murid yang
berprestasi maupun murid yang memiliki kesulitan dalam memahami materi bahasa
inggris.
6. Mengarahkan murid agar mampu menghasilkan proyek hasil pembelajaran bahasa
inggris di kelas sesuai dengan kesiapan, minat dan profil belajar murid. Proyek yang
dihasilkan oleh murid baik individu maupun berkelompok dijadikan sebagai
pemenuhan penilaian praktik bahasa inggris diakhir semester
1. Siswa merasakan kemudahan dalam memahami bahasa inggris dengan adanya aplikasi
canva yang sebelumnya belum pernah mereka ketahui.
2. Pembelajaran menghasilkan lingkungan yang positif, kreatif dan kritis dengan adanya
tagihan proyek pembelajaran bahasa inggris sesuai dengan bakat dan minat murid.
3. Guru merasa terbantu dengan penggunaan aplikasi Canva dalam penyampaian materi
bahasa inggris, lebih efisien dan lebih efektif dari segi waktu dimana materi bahasa
inggris yang harus dicapai terkadang tidak maksimal dijelaskan dalam pembelajaran
karena kurangnya jam belajar efektif.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dapat disimpulkan bahwa salah satu cara yang dapat lakukan oleh guru untuk
merespon karakteristik murid-murid yaitu dengan mengimplementasikan pembelajaran
berdiferensiasi dengan memperhatikan kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid.
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) sangat perlu diperhatikan ketika akan
mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi. Kaitannya adalah untuk memastikan
murid memiliki kesempatan untuk menumbuhkan, melatih, dan berefleksi tentang kompetensi
sosial dan emosional secara konsisten dengan cara yang sesuai dan terbuka dengan keragaman
budaya. Penerapan pembelajaran ini juga tertuang dalam rencana pembelajaran seorang guru
sehingga PSE dapat terstruktur dan berjalan dengan baik. Pentingnya PSE ini untuk
memberikan kenyamanan murid dalam belajar. PSE dapat diterapkan dalam bentuk kegiatan
kokurikuler dan ekstrakurikuler. Guru dapat menggunakan berbagai pembelajaran berbasis
proyek, kegiatan rutin sekolah dan acara sekolah yang dapat mengajarkan kompetensi sosial
dan emosional secara eksplisit.
Dalam hal ini penulis menerapkan PSE yang dituangkan dalam RPP mata pelajaran
bahasa inggris, dengan memperhatikan kesiapan murid melalui doa sebelum belajar, ice
breaking, menanyakan kabar serta peka terhadap perilaku murid ketika proses pembelajaran.
Langkah tersebut dapat melatih Kompetensi Sosial dan Emosional murid setiap melakukan
pembelajaran bahasa inggris. Murid akan mengalir sendiri dengan gaya belajarnya tanpa beban
karena telah mampu mengontrol emosional diri dalam belajar dan mampu meningkatkan rasa
sosial dengan teman sejawatnya, hal ini terlihat dengan pembagian kelompok kerja. Ketika ada
penugasan dan pembuatan proyek video dan komik berbahasa inggris melalui smartphone
yang mereka miliki mengenai materi teks descriptive dan ungkapan mengucapkan selamat dan
berterimakasih berbahasa inggris. Guru memantau setiap interaksi murid dalam kelompoknya
4
seperti melihat bagaimana bahasa, sikap yang ditunjukkan selama berkolaborasi dalam
kelompok. PSE ini juga berkaitan dengan pengembangan budaya positif di sekolah dengan
melibatkan pendidik dan tenaga kependikan sehingga komuntas sekolah menjadi wadah
penumbuhan kompetensi sosial emosional yang positif yang akan murid tularkan
sekembalinya mereka di masyarakat. Seperti penumbuhan rasa empati, gotong royong,
persatuan serta pemahaman bullying bagi murid SMAN 19 Bungo.
2.3. Coaching
Menurut Grant pada artikel yang ditulis oleh Aswadah:2022, Coaching didefinisikan
sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan
sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup,
pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Coaching dilakukan untuk
membantu murid kita yang melakukan kesalahan untuk mampu memperbaikinya. Peran guru
disini membantu bukan mengajari si murid untuk menyelsaikan masalahnya. Sehingga
coachee (murid) diberikan ruang oleh coach (guru) untuk menggali potensi/kekuatan dirinya
untuk lebih berpikir pada masa depan bukan fokus pada permasalahannya. Dalam prosesnya
coaching akan mengalir dengan lancar dan menghasilkan pengembangan yang maksimal
apabila menggunakan alur TIRTA, yakni berdasar pada Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi
dan Tanggung jawab. Dengan alur ini paradigma berpikir murid akan tertata dan diarahkan
dengan baik tanpa menggunakan ancaman atau kata kasar. Karena pada hakikatnya pendidikan
yang dimaksudkan oleh Ki Hajar Dewantara bersifat menuntun kodrat anak agar selamat dan
bahagia..
Dalam penerapannya penulis selaku wali kelas X MIPA melakukan coaching terhadap
2 orang murid yang ketika proses pembelajaran mereka menggunakan smartphone. Dalam
peraturan sekolah HP hanya boleh digunakan dengan guru yang mengizinkan menggunakan
sebagai sarana bantuan dalam belajar. Pada konteks ini, penulis menanyakan dengan kesabaran
dan penuh lemah lembut agar komunikasi berjalan dengan nyaman, tanpa intimidasi dan rasa
takut dalam mengakui keslahan yang telah dilakukan. Murid akan menemukan kekuatan
dirinya untuk bisa merubah kesalahan tersebut tanpa paksaan dari saya sebagai wali kelas. Hal
ini didasarkan pada paradigma berpikir coaching disampaikan Aswadah:2022 antara lain; (a).
Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan. (b). Bersikap terbuka dan ingin tahu. (c).
4
Memiliki kesadaran diri yang kuat. (d). Mampu melihat peluang baru dan masa depan. Pada
akhirnya murid yang saya lakukan coaching menyadari tindakan yang dilakukan adalah salah
dan mereka memberikan pilihan atas konsekuensi yang akan mereka lakukan, mereka menjadi
percaya diri, merasa aman, dan berpikir ke masa depan agar kesalahan ini tidak menjadikan
penghalang dirinya untuk selamat dan bahagia.
Proses coaching ini juga dapat mengembangkan kompetensi guru sebagai pemimpin
pembelajaran. Hal ini dilakukan agar guru secara berkesinambungan melakukan pembelajaran
sepanjang hayat dan untuk meningkatkan keprofesianalannya sebagai pemimpin pembelajaran
di kelas. Aswadah: 2022 juga menambahkan supervisi akademik merupakan serangkaian
aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan
pembelajaran mereka di kelas dengan menggunakan pendekatan coaching. Penulis merasakan
betul akan manfaat supervisi akdemik untuk peningkatan kompetensi diri sebagai pemimpin
pembelajaran. Pendampingan individu selama guru penggerak memberikan banyak manfaat
untuk perubahan diri. Selain itu supervisi juga penulis rasakan ketika dinilai oleh rekan sejawat
dan kepala sekolah. Hasil supervisi pun disampaikan dengan baik sehingga penulis mampu
merefleksikan diri menuju guru yang profesional, mandiri dan aktif untuk menciptakan
pembelajaran yang berpihak pada murid.
4
ketika melakukan pengambilan keputusan, yakni; (1). Bujukan moral atau benar vs salah
dimana sebuah situasi yang terjadi dimana seseorang dihadapkan pada situasi benar atau salah
dalam mengambil sebuah keputusan. (2). Dilema etika atau benar vs benar adalah sebuah
situasi yang terjadi dimana seseorang dihadapkan pada situasi keduanya benar namun
bertentangan dalam mengambil sebuah keputusan. Pengalaman penulis selama menjadi wali
kelas mengalami 2 hal yang disebutkan diatas dalam pengambilan keputusan. Permasalahan
pertama tentang bujukan moral, ketika penulis menemui murid yang tidak bisa naik kelas,
disatu sisi sesuai peraturan sekolah dengan pertimbangan kriteria kenaikan kelas murid
tersebut tidak bisa dibantu lagi karena berkaiatan dengan kehadiran dan pemunuhan tugas,
disisi lain hubungan dengan orang tua yang cukup baik membuat penulis merasa bimbang
untuk menyampaikan. Namun penulis meminta pertimbangan kepala sekolah dan rekan
sejawat dengan diadakannya rapat. Hasil akhir dari permaslahan tersebut kembali kepada
prinsip Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) karena memang murid tersebut
lebih berat pada pelanggaran peraturan sehingga murid tersebut harus tidak naik ke kelas
berikutnya.
Permasalahan kedua tentang dilema etika, dimana penerapan peraturan penggunaan
Android dalam pembelajaran karena murid setingkat SMA memang sudah terbiasa dengan
sumber data dari internet. Namun keadaan murid di SMAN 19 Bungo berbeda-beda dari segi
ekonomi, maka diambillah keputusan bahwa sekolah akan memfasilitasi dengan komputer
labor TIK yang ada namun hanya pada saat pemebelajaran berlangsung, penulis juga
melakukan kolaboratif aktif ketika membagi kelompok dalam pembuatan project dengan
aplikasi canva, dimana teman sejawat dalam satu kelompok saling membantu teman yang tidak
memiliki android dalam mengerjakan tugas. Alhamdulillah, pembelajaran bahasa inggris
berjalan kondusif dan berpikir pada pada prinsip rasa peduli (Care-Based thinking) dan
Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking).
Pada modul 3.2 guru penggerak diharapkan dapat menjadi pemimpin dalam
pengelolaan sumber daya yang ada di sekolah menjadi bermanfaat dan dapat digunakan untuk
menunjang proses pembelajaran. Kekurangan sekolah harusnya bukan kendala bagi seorang
guru untuk mempersiapkan murid-muridnya mencapai masa depan yang selamat dan bahagia,
4
namun sebaliknya kekurangan tersebut hendaknya menjadi kekuatan yang mampu menunjang
keberhasilan murid dalam mengikuti proses pembelajaran. Dalam artikel yang ditulis oleh
Yanti:2022 menuliskan ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengelola sumber daya,
yaitu; (1). Pendekatan berbasis kekurangan/masalah, dan (2). Pendekatan berbasis
kekuatan/aset. Dari dua pendekatan tersebut penulis melakukan kegiatan English Club mini di
SMA N 19 Bungo berdasarkan pengalaman penulis mengikuti pembelajaran tentang
pembelajaran berdampak pada murid selama mengikuti program guru penggerak. Walaupun
belum mampu mengikuti perlombaan debate bahasa inggris di tingkat kabupaten namun
dengan adanya wadah minat bahasa inggris pada diri murid telah mampu menjadi motivasi dan
menghilangkan kecemasan murid dalam belajar bahasa inggris. Kekurangan yang kami miliki
adalah dari segi labor bahasa yang belum ada, jauh dari kabupaten dan pengalaman guru bahasa
inggris yang masih terbatas dalam pembinaan debate.
Namun kekurangan tersebut tidak menjadikan penulis putus asa untuk memfasilitasi
pembelajaran bahasa inggris. Penulis melakukan pendekatan dengan kepala sekolah untuk
memberikan akses wifi selama kegiatan berlangsung, penulis melakukan kolaborasi dengan
rekan sejawat yang serumpun dengan membentuk KKG Mini Bahasa Inggris, penulis meminta
izin penggunaan labor TIK sebagai sarana pembelajaran berbasis internet. Dari kekurangan
yang ada penulis memaksimalkan untuk menunjang kegiatan English Club di sekolah,
sehingga kekurangan tersebut menjadi kekuatan untuk bisa berpikir aset yang bisa dikelola
untuk kemajuan sekolah.
Tujuan modul 3.2 tentang kepemimpinan dalam sumber daya adalah untuk membantu
guru menjadi pemimpin baik pemimpin komunitas maupun pembelajaran di kelas dan
penggerak bagi murid, sehingga mereka dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
dengan berpikir aset dan pengembangan diri serta membantu murid meraih kesuksesannya
dengan selamat dan bahagia. Pendekatan berbasis aset juga membantu guru menciptakan
lingkungan belajar yang positif,kreatif, mandiri, kolaboratif, termotivasi dan pada akhirnya
mampu meningkatkan prestasi siswa baik akademik maupun non-akademik.
4
BAB III
PENUTUP
3.1. Refleksi
Kekuatan sekolah sejatinya berasal dari analisis kekurangan sekolah yang dipandang
sebagai kekuatan bukan kelemahan. Kelemahan sarana dan prasarana sebenarnya bisa diatasi
dengan cara berpikir aset dan penegembangan sumber daya. Tentunya memajukan sekolah
tidak akan bisa dilakukan oleh seorang guru tanpa adanya dukungan kepala sekolah dan
kolaboratif dengan rekan sejawat serta tenaga kependidikan lainnya. Selain kepala sekolah
yang berhak memberikan keputusan-keputusan bijak terhadap kemajuan sekolah, guru juga
harus mampu mengambil keputusan dalam penetapan media, model, teknik pembelajaran yang
berpihak pada murid. Guru diharapkan memiliki cara berpikir peduli tanpa pilih kasih dengan
murid, berpikir berbasis peraturan untuk menjadikan murid memahami kompetensi sosial
emosionalnya sehingga menjadikan murid patuh dengan disiplin sekolah tanpa adanya paksaan
dari dalam diri mereka, serta guru diharapkan berpikir pada masa depan agar murid mencapai
kebahagiaan dengan selamat dan bahagia.
3.2. Rencana Tindak Lanjut
1. Penulis akan terus belajar dalam mendesain perangkat pembelajaran yang senyaman
mungkin dengan melakukan pemilihan model, metode, pendekatan dan media serta
aplikasi edukasi yang mendukung pembelajaran inovatif atau berdiferensiasi pada mata
pelajaran bahasa inggris.
2. Penulis merefleksikan kekuatan diri yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kualitas
diri menuju guru profesional dengan mengikuti pelatihan mandiri baik IT, maupun
rancangan pembelajaran kreatif yang ada pada kegiatan MGMP Bahasa Inggris di
Kabupaten Bungo.
3. Penulis akan berkolaboratif aktif dengan kepala sekolah, rekan sejawat dan tenaga
kependidikan untuk mencari aset sekolah yang bisa memajukan sekolah dengan
mempertimbangkan secara bijak kekurangan sekolah sebagai tantangan untuk menciptakan
pembelajaran yang berpihak pada murid.
4. Penulis akan mengelola program yang berdampak pada murid, seperti English Club Mini,
dan KKG Mini untuk peningkatan sumber daya guru yang mengajar bahasa inggris serta
menciptakan kegiatan yang menjadi wadah kreatifitas murid.
5. Penulis akan terus mengembangkan diri dalam penerapan coaching kepada rekan sejawat
dan kepada murid. Hal ini dilakukan fokus kepada murid agar penulis mampu
membimbing murid menuju kecakapan kompetensi sosial emosional yang baik.
Demikianlah renacana tindak lanjut yang akan penulis lakukan agar semakin bisa
menajdi guru yang dirindu oleh murid serta guru yang menginspirasi, mandiri, inovatif serta
kolaboratif untuk memajukan pendidikan yang berpihak pada murid di SMA N 19 Bungo.
4
DAFTAR PUSTAKA
Pujiriyanto. 2019. Modul 2 Peran Guru Dalam Pembelajaran Abad 21. Jakarta: Tim
Pengenbang PPG.
Aswadah, Esty Yuliana Rabiah. 2022. Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching untuk
Supervisi Akademis.Sabtu 24 juni 2023 20:38
https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/gurupenggerak/catatan-gp/3-1-a-9-koneksi-
antarmateri-pengambilan-keputusan-sebagai-pemimpin-pembelajaran-2/
Maryati, Sri. 2021. Modul 3.1.a .9 Koneksi Antarmateri – Pengambilan Keputusan Sebagai
Pemimpin Pembelajaran. Sabtu 24 juni 2023 20:00
https://www.google.com/search?q=Pengambilan+Keputusan+sebagai+Pemimpin+Pembelaja
ran&rlz=1CASFJY_enID1040&oq=Pengambilan+Keputusan+sebagai+Pemimpin+Pembelaj
aran&aqs=chrome..69i57.892j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8&safe=active&ssui=on
Yanti, Dewi. 2022. Modul 3.2 Guru Penggerak, Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya.
Sabtu 24 juni 2023 20:30
https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/gurupenggerak/catatan-gp/3-1-a-9-koneksi-
antarmateri-pengambilan-keputusan-sebagai-pemimpin-pembelajaran-2/
https://www.quena.id/pendidikan/pr-6657512421/modul-32-guru-penggerak-pemimpin-
dalam-pengelolaan-sumber-daya
4
LAMPIRAN
Lampiran gambar Modul tentang Coaching, dengan siswa dan guru di dampingi pengajar praktik.
4
Lampiran gambar modul tentang Kepemimpinan dalam pengembangan sumber daya dan
pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.
4
4