Anamnesis Tidak spesifik ditujukan untuk mencari sumber infeksi dari organ yang terkena
dan gangguan fungsi organ terkait
Pemeriksaan Fisik Demam > 38,30C atau hipotermia (suhu inti) <360 C
Laju Nadi > 90 X/menit atau > 2 x SD nilai normal sesuai usia
Takhipnea
Perubahan status mental
Edema atau balans cairan positif (>20 ml/kg selama 24 jam)
ORTOPEDI
1. No. ICD S 82
3. Pengertian Fraktur dengan luka pada kulit, dimana fragmen tulang pernah atau
sedang berhubungan dengan dunia luar.
4. Anamnesis Riwayat trauma, patah tulang disertai dengan perlukaan ditempat
patah tulang.
5. Pemeriksaan Fisik Look: Adanya luka terbuka, edema, deformitas, tampak fragmen
tulang
Feel: nyeri tekan, krepitasi, pemeriksaan AVN
Move: False Movement, gerak sendi terbatas karena nyeri
6. Kriteria Diagnosis Riwayat trauma
Ada tanda patah tulang : krepitasi, deformitas, pergerakan normal,
nyeri kalau gerak, gangguan fungsi, pemendekan tulang panjang
Ada perlukaan di daerah fraktur yang berhubungan dengan
fragment fraktur
7. Diagnosis Banding -
25. Kepustakaan 1) Canale & Beaty, Campbells Operative Orthopaedics, 11th ed,
pensylvania, 2008
2) Rockwood and Green’s, Fracture In adults, 7 th ed, Lippicots,
Willkins & Williams
3) Salter RB, Texbook Disorder and Injuries of The
Musculoskeletal System, 3rd ed, Lippincott Willkins & Williams,
Philadelphia, 1999
4) Salomon L et all, Apley’s System of Orthopaedic and Fracture,
9th ed, Hodder Arnol, London, 2010
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
ANAK
DEMAM TIFOID
3. Pemeriksaan Fisik Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan
komplikasi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak
mempunyai lidah tifoid yaitu bagian tengah kotor dan bagian
pinggir hiperemis, meteorismus hepatomegali lebih sering
dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar
ronki pada pemeriksaan paru.
DIARE AKUT
17. Anamnesis 1. Lama diare, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi
tinja, lendir dan atau darah dalam tinja.
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun,
buang air kecil terakhir, demam, sesak, kejang dan
kembung.
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare.
4. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,
mengkonsumsi makanan yang tidak biasa.
5. Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum.
18. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum, kesadaran dan tanda vital.
2. Tanda utama :keadaan umum gelisah atau
lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen
menurun.
3. Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata,
mukosa bibir, mulut dan lidah.
4. Berat badan.
5. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit,
seperti nafas cepat dan dalam (asisosis metabolic),
kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau hipernatremia).
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria
berikut:
1. Cairan
2. Seng/Zinc
3. Nutrisi
4. Antibiotic yang tepat
5. Edukasi
Pengobatan cairan/elektrolit
1. Tanpa dehidrasi
Beri oralit osmolaritas rendah sejumlah 5-10 ml/kgbb setiap
kali buang air besar.
2. Dehidrasi ringan-sedang
- Upaya rehidrasi oral (URO) dengan larutan oralit
osmolaritas rendah sebanyak 75 ml/kgbb dalam 3 jam
untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan
sebanyak 5-10 ml/kgbb setiap diare cair.
- Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak
muntah setiap diberi minum walaupun telah diberikan
dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah
ringer laktat atau KaEN 3B dengan jumlah cairan
dihitung berdasarkan berat badan: 70 ml/kgbb dalam 3-5
jam. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.
3. Dehidrasi berat
- Mulai diberi cairan I.V segera. Beri 100 mg/kgbb cairan
ringer laktat (atau NaCl 0,9%) dibagi sebagai berikut :
Umur Pemberian I : Kemudian
1. Tersangka kolera
- Umur>7 tahun : Tetrasiklin 50 mg/kgbb/hari, dibagi 4
dosis selama 2-3 hari
- Semua umur : Trimetoprim (TMP) 8 mg/kgbb/hari –
Sulfamethoxazole (SMX) 40 mg/kgbb/hari, dibagi 2 dosis
selama 3 hari
2. Disentri
- Anak-anak : trimetoprim (TMP) 10 mg/kgbb/hari –
sulfamethoxazole (SMX) 50 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis
selama 5 hari atau ciprofloxacin 15 mg/kgbb, 2 x sehari
selama 3 hari atau cefriaxone (iv) 5-100 mg per kg per
hari selama 2-5 hari
- Bayi : eritromisin 25 mg/kgbb/haridibagi 4 dosis selama 3
hari
3. Giardiasis
- Antibiotika pilihan adalah metronidazole dengan dosis
30-50 mg/kgbb dibagi tiga dosis sehari
4. Amebiasis
- Antibiotika pilihan adalah metronidazole dengan dosis
30-50 mg/kgbb dibagi tiga dosis sehari
24. Edukasi 1. ASI, susu formula serta makanan harus dilanjutkan selama
diare dan ditingkatkan setelah diare sembuh.
2. Menjaga kebersihan dan penyiapan makanan dan minuman
untuk anak
3. Melanjutkan obat yang diberikan sesuai aturan pakai
25. Prognosis Dubius ad bonam
28. PenelaahKritis
PNEUMONIA
5. Diagnosis Kerja
(ICD 9-CM) Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas
dengan udara kamar harus diberikan terapi oksigen dengan
kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan
saturasi oksigen >92%
Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus dipantau
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan
saturasi oksigen dengan pulse oxymetri
Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang,
diberikan cairan intravena dan dilakukan pemantauan balans
cairan ketat
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengontrol batuk
SEPSIS
31. Pengertian Keadaan ditemukannya gejala klinis dari suatu penyakit infeksi yang
berat, disertaiditemukannya respon sitemik yang dapat berupa
hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi dan letargi.
32. Anamnesis Stadium dini sulit dibedakan dari penyakit infeksi biasa, tetapi
kemudian biasanya anak menunjukkan adanya tanda awal infeksi
yang makin memberat.
4. Infeksi :
Leptosporosis, tuberculosis, malaria, kriptokokosis, penyakit
lyme, rocky mountain spotted fever
37. Pemeriksaan 7. Biakan darah berulang, biakan dari focus infeksi, tes kepekaan
Penunjang kuman, jumlah leukosit, hapusan darah tepi, kadar hemoglobin,
jumlah trombosit, urinalisis, foto thorak.
8. Pada keadaan sindrom sepsis dan syok sepsis diperlukan
pemeriksaan tambahan asam laktat, analisis gas darah, kadar
elektrolit darah, LFT dan EKG.
9. Pemeriksaan pembekuan darah dilakukan bila ditemukan tanda-
tanda DIC
10. Pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi yang kuat.
38. Terapi / tindakan 1. Pengendalian infeksi
Ampicilin 9200mg/kgbb/hari I.V 4 dosis) dikombinasikan dengan
aminoglikosida (garamisin 5-7 mg/kgbb/hari/IV atau amikasin 15-
20 mg/kgbb/hari/IV atau netilmisin 5-6 mg/kg/hari/IV dalam 2
dosis)
40. Prognosis Tingkat mortalitas tinggi terutama pada keadaan syok septic berkisar
antara 40-70% bila disertai gagal organ berganda kematian dapat
mencapai 90-100%
45. Kepustakaan 7. Enrione MA, Powell Kr. Sepsis, septic shock and systemic
inflammatory response syndrome. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting, nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia : Saunders; 2004, h. 1026-
32.
8. Anonym. Sepsis dan syok septic. Dalam: Soedarmo SP, Garna
H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku ajar infeksi&
pediatric tropis. Edisi 2. Jakarta :Badan Penerbit IDAI;
2008.h.358-64.
9. International pediatric sepsis consensus conference.
KULIT KELAMIN
PIODERMA
c. Ektima
Merupakan bentuk pioderma ulseratif yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan atau Streptococcus ß
haemolyticus group A.
Predileksi: ekstremitas bawah atau daerah terbuka
Ulkus dangkal tertutup krusta tebal dan lengket berwarna
kuning keabuan kotor.
Apabila krusta diangkat terdapat ulkus bentuk punched out ,
tepi ulkus meninggi, indurasi, berwarna keunguan.
d. Folikulitis
Merupakan salah satu bentuk pioderma pada folikel rambut
dan jaringan sekitarnya.
Dibedakan menjadi 2 bentuk:
1. Folikulitis superfisialis (impetigo bockhart/impetigo
folikular)
Predileksi: skalp (anak-anak), dagu, aksila, ekstremitas
bawah, bokong (dewasa).
Terdapat rasa gatal dan panas.
Kelainan berupa pustul kecil dome-shaped , mudah
pecah, pada folikel rambut, multipel.
2. Folikulitis profunda (sycosis barbae)
Predileksi: dagu, atas bibir
Nodus eritematosa dengan perabaan hangat, nyeri
e. Furunkel/karbunkel
Merupakan peradangan pada folikel rambut dan jaringan
sekitarnya.
Predileksi: daerah berambut yang sering mengalami
gesekan, oklusif, berkeringat, misalnya leher,wajah, aksila,
bokong.
Lesi berupa nodus eritematosa, awalnya keras, nyeri tekan,
dapat membesar 1-3cm, setelah beberapa hari terdapat
fluktuasi, bila pecah keluar pus.
Karbunkel timbul bila yang terkena beberapa folikel rambut.
Karbunkel lebih besar, diameter dapat mencapai 3-10 cm,
dasar lebih dalam. Nyeri, sering disertai gejala konstitusi.
Pecahnya lebih lambat. Sembuh dengan skar.
Pioderma profunda
- Terdapat gejala konstitusi
- Erupsi kulit diikuti rasa nyeri:
1. Erisipelas: merah cerah, infiltrat dibagian
pinggir,edema, vesikel dan bula diatas lesi.
2. Selulitis: infiltrat eritematosa difus.
3. Flegmon: selulitis dengan supurasi.
4. Abses kelenjar keringat: tidak nyeri, bersama miliaria,
nodus eritematosa bentuk kubah.
5. Hidradenitis: nodus, abses, fistel di daerah ketiak atau
perineum.
6. Ulkus piogenik: ulkus dengan pus
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang bila
perlu
5. Diagnosis Kerja PIODERMA
6. Diagnosis Banding 1. Impetigo non bulosa: ektima
2. Impetigo vesikobulosa:
- Dermatofitosis
- Pemfigus vulgaris
- Staphylococcal scalded skin syndrome
3. Ektima: impetigo nonbulosa
4. Folikulitis:
- Pseudofolikulitis barbae
- Folikulitis keloidal (acne keloidal nuchae)
- Folikulitis pitirosporum
- “Hot tub” folikulitis
5. Erisipelas: selulitis
6. Hidradenitis: skrofuloderma
7. Karbunkel:
- Akne kistik
- Hidradenitis supurativa
7. Pemeriksaan Penunjang Bila diperlukan:
- Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan gram
- Kultur dan resistensi spesimen lesi
- Kultur dan resistensi darah bila diduga bakteremia
8. Terapi Prinsip: pasien berobat jalan, kecuali erisipelas, selulitis dan
flegmon dianjurkan rawat inap.
1. Topikal:
- Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka,
dilakukan 3 kali sehari
- Salep/krim antibiotika (misalnya: asam fusidat 2%,
mupirocin 2%, neomisin dan basitrasin). Dioleskan 2-3
kali sehari, selama 7-10 hari
- Bila terdapat krusta: dilepaskan
2. Sistemik:
First line
- Kloksasilin: dewasa 4x250-500 mg/hari per oral; anak-
anak 50 mg/kgbb/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 5-
7 hari
Pada S. aureus resisten eritromisin
- Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500
mg/hari; anak-anak 25 mg/kgbb/hari terbagi dalam 3
dosis, selama 5-7 hari
- Sefaleksin 40-50 mg/kgbb/hari terbagi dalam 4 dosis,
selama 5-7 hari
- Sefaklor 20mg/kgbb/hari terbagi dalam 3 dosis
Second line
- Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250
mg/hari (hari II-V)
- Klindamisin 15 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis, selama 10
hari
- Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-
50 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis, selama 5-7 hari
Kasus yang berat atau infeksi didaerah yang berbahaya
(misalnya maksila), antibiotik diberikan parenteral.
Apabila dicurigai ada methycillin resistent Staphylococcus
Aureus (MRSA) pada infeksi berat: vankomisin 1-2 gram/hari
dalam dosis terbagi, intravena selama 7 hari.
Apabila lesi besar, nyeri disertai fluktuasi dilakukan insisi dan
drainase.
Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan kultur dan
resistensi.
Tindakan:
- Bila ada abses dilakukan insisi
9. Edukasi - Membatasi penularan: edukasi terhadap pasien dan
keluarganya agar menjaga higiene perorangan yang baik
- Mengatasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid,
misalnya infestasi parasit atau dermatitis atopik.
10. Prognosis Dubius ad bonam
11. Kepustakaan 1. Gorwitz RJ. A review of community-associated methycillin
resistent Staphylococcus aureus skin and soft tissue
infections. Pediatr Infect Dis. 2008;27(1):1-7.
2. Tschachler E, Brockmeyer N, Effendy I, Geiss HK, Harder
S, Hartmann M, et al. Streptococcal infections of the skin
and mucous membranes. JDDG 2007;6:527-532.
3. Benson PM, Hengge UR. Staphylococcal and
streptococcal pyodermas. Dalam: Tyring SK, Lupi o,
Hengge UR. Tropical dermatology. 1st edn. Elsevier
Churchill Livingstone. 2006; 74-76.
4. Roberts S, Chambers, S. Diagnosis and management of
Staphylococcus aureus infection of the skin and soft
tissue. Int Med J 2005;35: S97-105.
5. Werlinger KD, Moore Ay. Therapy of other bacterial
infections. Dermatol Ther 2004; 17: 505-512.
6. Radiono S, Suryadiredja ASD, Danarti R, Rosita C,
Legiawati L, Oroh EC, et al. Panduan pelayanan medis
dokter spesialis kulit dan kelamin. Jakarta: Perdoski;
2011.
GIGI
PERIODONTITIS
PULPITIS
MATA
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
HORDEOLUM
1. Pengertian/Definisi Adanya benjolan atau peradangan pada kelenjar zeis / moll pada
kelopak mata disertai rasa sakit
2. Anamnesis Mata gatal, bila digaruk terasa sakit, kelopak mata bengkak,
merah, terasa panas, ada benjolan, sakit bila ditekan, keluar
kotoran
3. PemeriksaanFisik Stadium infiltrat : Kelopak mata bengkak
kemerahan,nyeri tekan, keluar
sedikit kotoran
Stadium suppurative : Ada benjolan berisi pus (core)
4. Kriteria Diagnosis Ada 2 bentuk:
1. Externa : Bila corenya pada kulit kelopak
2. Interna : Bila corenya berada pada konjungtiva palpetra
5. Diagnosis Kerja Hordeolum
6. Diagnosis Banding 1. Abces palpebra
2. Kalazion
3. Tumor palpebra
4. Selulitis preseptal
7. PemeriksaanPenunjan -
g
8. Terapi 1. Medikamentosa
- Stadium Infiltrat :
Kompres hangat
Salep mata AB
Oral AB
Analgetika
2. Operasi
- Stadium Supuratif : Insisi dan kuretase jika sudah ada
fluktuasi atau sudah 2 minggu tidak membaik
9. Edukasi Jaga mata tetap bersih
10. Prognosis Baik
11. Kepustakaan 1. American Academy of ophthalmology staff, External Diseases
and Cornea. Section 8 Basic clinical science courre. San
Francisco; 2005 – 2006 : p 117.
2. Gorden, LK, Orbital inflammatory Disease : A Diagnostic and
Therapeutic Challenge, Eye, Zoog, Vol 20 ; P. 1196 - 1206
KONJUNGTIVITIS
PENY. DALAM
DEMAM TIFOID
1. Pengertian
1. Pengertian (Definisi) Penyakit infeksi menular pada jaringan paru akibat infeksi
mikobakterium tuberkulosis
2. Anamnesis Batuk 2-3 minggu, berdahak, kadang batuk darah, sesak,
nyeri dada
Demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
berkeringat malam
3. Pemeriksaan Fisik Lesi minimal pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada
lesi yang berat dapat dijumpai tanda konsolidasi (perkusi
redup, fremitus mengeras, suara napas bronkial, ronki )
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis: ada batuk 2-3 minggu, berdahak, kadang
batuk darah, kadang nyeri dada. Demam, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, berkeringat malam.
2. Pemeriksaan fisik: dapat dijumpai tanda-tanda
konsolidasi
3. Pemeriksaan penunjang: Sputum BTA Positif, Rontgen
toraks sesuai gambaran TB
5. Diagnosis Kerja
OBGYN
ABORTUS
BEDAH
BATU EMPEDU
3. Pemeriksaan Fisik 1. Muncul ikterus jika terjadi obstruksi atau sumbatan pada
saluran empedu utama yaitu duktus hepatikus / duktus
koledokus.
2. Nyeri tekan pada hipokondrium kanan terutama pada waktu
penderita menarik napas dalam ( Murphy Sign)
9. Prognosis baik
10. Kepustakaan 1. Way I.W. : Disease of gallblader & bile duct. Current
surgical Diagnosis & Treatment. Appleton Lange 1994, p.
546 – 558.
SARAF
THT – KL
4. Anamnesis Rasa nyeri hebat apalagi bila daun telinga disentuh atau
dipegang, gangguan pendengaran bila furunkel besar dan
menyumbat liang telinga. Liang telinga tampak bengkak pada
tempat tertentu.
23. Tindak Lanjut Suction pada KAE dapat dilakukan tiap minggu untuk
memastikan debris telah terangkat
Follow up diperlukan hingga satu minggu setelah kedatangan
pertama untuk memastikan kesembuhan, disarankan pasien
datang setiap 2-3 hari sekali
24. Tingkat 4
Evidens &
Rekomendasi
27. Kepustakaan Modul Telinga oleh Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL tahun
2008.
18. Pengertian Peradangan kulit liang telinga yang tidak jelas batasnya pada
dua pertiga liang telinga dalam.
19. Anamnesis Rasa nyeri tekan traqus, liang telinga tampak sempit dan
bengkak
37. Tindak Lanjut Suction pada KAE dapat dilakukan tiap minggu untuk
memastikan debris telah terangkat
Follow up diperlukan hingga satu minggu setelah kedatangan
pertama untuk memastikan kesembuhan, disarankan pasien
datang setiap 2-3 hari sekali
38. Tingkat Evidens 4
& Rekomendasi
41. Kepustakaan Modul Telinga oleh Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL tahun
2008.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
4. Anamnesis Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien.
7. Diagnosis -
Banding
14. Informed Ya
Consent
22. Tindak Lanjut Lakukan penilaian ulang jika dalam waktu 48 jam tidak
terdapat perbaikan gejala atau bertambah parah, atau jika
tanda-tanda komplikasi menjadi jelas
Follow up dilakukan 10-14 hari setelah fase akut
23. Tingkat Evidens 4
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Membran timpani tidak hiperemi dengan reflek cahaya +. Tidak
tampak sekret keluar dari telinga tengah
25. Edukasi Bila batuk dan pilek lekas berobat, bagi anak-anak jangan
minum susu sambil tiduran, kurangi makanan yang
mengandung penyedap dan pengawet
7. Diagnosis -
Banding
8. Pemeriksaan Kultur dan tes resistensi, foto mastoid (posisi Schuller), CT scan
Penunjang temporal (jika perlu dan memungkinkan), dan audiometri.
11. Terapi / tindakan Konservatif, bila sekret keluar terus menerus dapat
diberi H2O2 3 %, antibiotik, obat tetes telinga (dengan
(ICD 9-CM) pertimbangan) yang mengandung ofloxacin.
Bila perforasi masih menetap setelah 3 bulan
pengobatan medikamentosa maka idealnya dapat
dilakukan operasi, yaitu timpanoplasti dengan atau
tanpa mastoidektomi.
Untuk OMSK tipe berbahaya penatalaksanaan adalah
dengan tindakan operatif (timpanomastoidektomi)
12. Tempat RS tipe A,B,C
Pelayanan
22. Tindak Lanjut Ear Toilet dapat dilakukan tiap pasien kontrol untuk
membersihkan sekret
Follow up diperlukan hingga 2-3 bulan setelah kedatangan
pertama untuk memastikan kesembuhan dan pertimbangan
operasi, disarankan pasien datang setiap 2-3 hari sekali atau
1 minggu sekali.
23. Tingkat Evidens 4
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Menutupnya perforasi membran timpani dan tidak adanya
komplikasi
26. Kepustakaan Modul Telinga oleh Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL tahun
2008.
RHINITIS AKUT
1. No. ICD 10 J 00
4. Anamnesis Rinitis akut disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, mengeluh
mula-mula hidung dan tenggorok terasa panas dan kering, sakit
kepala, demam dan malaise. Kemudian diikuti oleh hidung
tersumbat, bersin-bersin, rinore yang encer dan banyak yang
setelah beberapa hari berkurang jumlahnya tetapi lebih pekat.
9. Konsultasi Radiologi
14. Informed Ya
Consent
24. Indikator Medis Keluhan mereda dan tidak terdapat tanda-tanda peradangan di
hidung
25. Edukasi Mengurangi paparan udara dingin, minum hangat dan menjaga
kelembaban udara sekitar.
26. Kepustakaan 1. Adams GL, Boies LR, Higler PH. 2007. Buku Ajar Penyakit
THT.Edisi VI. Jakarta:
2. EGC. hlm.123-125.
3. Modul Telinga yang diterbitkan oleh Kolegium Ilmu
Kesehatan THT-KL tahun 2008.
4. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL edisi ke-enam.
SINUSITIS KRONIS
7. Diagnosis -
Banding
11. Terapi / tindakan 8. first line : amoxicilin- asam klavulanat 3 x 1 tab i.o
second line : ciprofloxacin 2 x 500 mg tab i.o atau
(ICD 9-CM) azitromisin 1 x 500
22. Tindak Lanjut kontrol setiap 2-3 hari setelah pulang rawat inap sampai
kondisi hidung pulih / sembuh + cuci hidung dengan NaCl
0,9% 2 x 2 spray KN D/S
kontrol kembali bila ada keluhan pilek untuk mencegah
kekambuhan sinusitis
23. Tingkat Evidens 4
& Rekomendasi
TONSILITIS AKUT
9. Konsultasi -
2. Komplikasi jauh:
toksemia, septikemia, nefritis akut, miokarditis serta artritis.
24. Indikator Medis Tidak ada nyeri menelan, redanya peradangan pada tonsil.
26. Kepustakaan Rusmarjono & Efiaty Arsyad Soepardi. Penyakit Serta Kelainan
Faring & Tonsil dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty
Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar,
Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.
TONSILITIS AKUT
29. Pengertian Radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama
Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus
30. Anamnesis Suhu tubuh naik sampai 40 derajat celcius, rasa lesu, rasa nyeri
sendi, odinofagia, tidak nafsu makan (anoreksia), rasa nyeri di
telinga (otalgia) karena nyeri alih melalui saraf IX.
35. Konsultasi -
4. Komplikasi jauh:
toksemia, septikemia, nefritis akut, miokarditis serta artritis.
50. Indikator Medis Tidak ada nyeri menelan, redanya peradangan pada tonsil.
52. Kepustakaan Rusmarjono & Efiaty Arsyad Soepardi. Penyakit Serta Kelainan
Faring & Tonsil dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty
Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar,
Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.
FARINGITIS AKUT
4. Anamnesis Suhu tubuh naik sampai 40 derajat celcius, rasa lesu, rasa nyeri
sendi, odinofagia, tidak nafsu makan (anoreksia), rasa nyeri di
telinga (otalgia) karena nyeri alih melalui saraf IX.
7. Diagnosis -
Banding
8. Pemeriksaan -
Penunjang
9. Konsultasi -
24. Indikator Medis Tidak ada tanda peradangan di faring, keluhan menghilang.
26. Kepustakaan Rusmarjono & Efiaty Arsyad Soepardi. Penyakit Serta Kelainan
Faring & Tonsil dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty
Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar,
Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.
LARINGITIS AKUT
3. Pengertian Radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri
yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya
disebabkan oleh infeksi virus.
8. Pemeriksaan Endoskopi
Penunjang
9. Konsultasi -
11. Terapi / tindakan 1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari.
2. Antibiotika (Ampisilin dalam 4x pemberian 50-100
(ICD 9-CM) mg/kgBB/hari, Amoksisilin dalam 3x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari atau Eritromisin dalam 3x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari)
3. Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.
4. Bila terjadi sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa
endotrakea atau trakeostomi.
12. Tempat Puskesmas, praktek swasta, RS tipe A,B,C
Pelayanan
14. Informed Ya
Consent
24. Indikator Medis Suara kembali normal dan tidak ada sesak
Pemeriksaan fisik
Aspirasi
18. Hasil Pada umumnya jika tidak ada komplikasi hasil baik, jika terjadi
komplikasi dan menyebabkan sumbatan jalan napas dan dapat
menyebabkan kematian.
22. Tindak Lanjut 1. Apabila abses leher dalam disebabkan oleh karies pada gigi
maka disarankan untuk kontrol ke Dokter Gigi dan mulut
untuk dilakukan ekstraksi gigi
2. Jika abses leher dalam terjadi pada daerah peritonsiler
maka dilakukan tonsilektomi 2-3 minggu setelah infeksi
teratasi.
23. Tingkat Evidens Kategori bukti III.
& Rekomendasi
Rekomendasi C.
26. Kepustakaan 1. Bailey BJ. Head and Neck Surgery – Otolaryngology, Third
Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001,
702 – 715.
2. Lore JM, Medina JE. An Atlas of Head and Neck Surgery,
Fourth Edition, Elsevier Inc, W.B Saunders, Philadelphia,
2005, 854 – 855.
3. Wong DK, Brown C, Mills N, Spielmann P, Neeff M. To Drain
Or Not To Drain - Management Of Pediatric Deep Neck
Abscesses: a case-control study. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol. 2012 Dec;76(12):1810-3.
4. Daramola OO, Flanagan CE, Maisel RH, Odland RM.
Diagnosis And Treatment Of Deep Neck Space Abscesses.
Otolaryngol Head Neck Surg 2009 Jul;141(1):123-30.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
ABSES PERITONSIL
3. Pengertian Suatu kondisi dimana terdapat pus pada ruang peritonsil yang
terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut
4. Anamnesis Terdapat gejala tonsilitis akut, odinofagia (nyeri menelan),
otalgia (nyeri telinga) pada sisi yang sama, foetor ex ore (mulut
berbau), hipersalivasi, hot potato voices (suara gumam),
kadang terdapat trismus, pembengkakan kelenjar
submandibula dengan nyeri tekan
5. Pemeriksaan Palatum mole tampak bengkak dan menonjol ke depan,
Fisik fluktuasi (+). Uvula bengkak dan terdorong ke kontralateral.
Tonsil bengkak dan hiperemi, mungkin banyak detritus dan
terdorong kearah tengah, depan dan bawah.
6. Kriteria Tampak palatum mole membengkak dan menonjol ke depan
Diagnosis dengan fluktuasi serta uvula terdorong ke kontralateral.
7. Diagnosis Selulitis peritonsil, abses tonsil, neoplasma, mononucleosis
Banding
8. Pemeriksaan Darah lengkap
Penunjang
9. Konsultasi Patologi Klinik
10. Perawatan Ya
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan obat
(ICD 9-CM) kumur (isodin, tanflek atau tantum)
2. Pada stadium infiltrasi diberikan antibiotic golongan
penisilin atau klindamisin dan obat simptomatis
3. Bila terbentuk abses dilakukan punksi kemudian insisi pada
daerah yang paling menonjol dan lunak atau pada
pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula
dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit
12. Tempat RS tipe A, B, C
Pelayanan
13. Penyulit 1. Perdarahan, aspirasi paru atau piemia jika abses pecah
spontan
2. Abses parafaring, mediastinitis
3. Intrakranial: thrombus sinus kavernosus, meningitis, abses
otak
14. Informed Ya
Consent
15. Tenaga Standar SpTHT-KL
PARU
TUBERKULOSIS PARU
4. Kriteria 1. Anamnesa
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan sputum SP (Sewaktu-Pagi) dengan pengecatan
ZN.
4. Pemeriksaan foto torak didapatkan gambaran khas TB paru
5. Pemeriksaan tes cepat / Xpert MTB/RIF
6. Diagnosis 1. Pneumonia
Banding 2. Infeksi jamur paru
3. Tumor paru
4. ILD
1. Perbaikan gizi.
2. Pendidikan Kesehatan.
3. Rehabilitasi medik.
9. Edukasi 1. Edukasi tentang terapi OAT dan efek sampingnya
2. Edukasi tentang PPI (cuci tangan dan etika batuk)
3. Edukasi kontrol lingkungan ( cara batuk, masker, ventilasi)
4. Edukasi PMO (Pengawas Menelan Obat)
5. Evaluasi terapi (pemeriksaan sputum dan foto toraks sesuai
program)
6. Edukasi kontrol rutin poli rawat jalan
7. Edukasi sosial (pencarian kontak serumah)
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
11. Indikator Medis 80% pasien TB tegak diagnosis dan terapi dalam 7 hari
DITAMBAH
pada foto toraks didapatkan infiltrat baru atau infiltrat progresif atau
air bronchogram
DITAMBAHKAN vankomisin
4. Kriteria Kriteria Pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria
Diagnosis di bawah ini
Kriteria minor:
8. Terapi Terapi :
Empiris:
ATAU
Tambahkan vankomisin
LIMFADENITIS TUBERKULOSIS
4. Kriteria Pembesaran kelenjar getah bening batas tegas, mobile, tidak nyeri
Diagnosis dengan hasil PA lymphadenitis tuberculosa dan kelenjar bisa
pecah.
8. Terapi Terapi
11. Indikator Medis 80% untuk menegakkan diagnosis limfadenitis tuberkulosa dalam
waktu 7 hari.
INFECTED BRONCHIECTASIS
11. Indikator Medis 80% infected bronkiektasis teratasi dalam 14 hari perawatan
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
ABSES PARU
2. Anamnesis 1. Demam
2. Batuk berdahak banyak
3. Sputum berbau busuk
4. Batuk darah
5. Nyeri dada
6. Keringat malam
3. Pemeriksaan 1. Tampak sakit sedang sampai berat
Fisik 2. Inspeksi: dada yang sakit tertinggal,
Palpasi: stem fremitus menurun,
Perkusi: redup,
Perkusi: redup,
6. Diagnosis 1. Empyema
Banding 2. Kanker paru
3. Tuberkulosis paru
4. Mikosis paru
7. Pemeriksaan 1. Foto toraks PA/lat,
Penunjang 2. Sputum: pengecatan gram dan ZN, kultur dan tes sensitivitas
3. Laboratorium darah rutin
8. Terapi Penatalaksanaan umum:
Terapi:
11. Indikator Medis 80% abses paru teratasi dalam 4 minggu perawatan
- Sesak
- Batuk
- Pilek
- Nyeri tenggorokan
Pemeriksaan Penunjang :
normal, limfopenia.
2. Pneumonia jamur
3. Edema paru kardiogenik (gagal jantung) dan non
kardiogenik
3. Pemeriksaan darah
- Darah lengkap
- Fungsi hepar
- Fungsi ginjal
- Elektrolit
- CRP
- D-Dimer
- Fibrinogen
- LDH
- Serum ferritin
- Asam laktat
- Prokalsitonin**
4. Elektrokardiografi
16 jam sehari
jaringan
8. Medikamentosa :
1x 400 mg
14. Evaluasi***:
- Darah rutin
- Kimia darah
- Swab RT-PCR****
pertimbangan DPJP
11. Indikator Medis 80% pasien dapat rawat jalan setelah 21 hari
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
5. Diagnosis Kerja PPOK Akut Eksaserbasi tanpa gagal napas/ dengan gagal
napas akut-tidak mengancam jiwa/ dengan gagal napas akut-
mengancam jiwa (ICD 10: J.44.1)
8. Terapi a. Farmakologi
i. Bronkodilator:
1. Nebulizer: Salbutamol 2,5 mg inhalasi atau
Salbutamol 2,5-5,0 mg + Ipratropium 0,25-0,5 mg
inhalasi atau Terbutalin inhalasi 5-10 mg.
2. Inhalasi Dosis Terukur (MDI: Metered Dose
Inhaler): Salbutamol 100 µgr/semprot 2-4 semprot
3-4x sehari atau Prokaterol 10 µgr/semprot 2-4
semprot 3x sehari
ii. Glukokortikoid
iii. Kortikosteroid sistemik : prednisone 40 mg selama 5-7
hari atau yang setara dengan konversi tersebut.
iv. Kortikosteroid inhalasi : inhalasi budesonide.
v. Antibiotik, jika terdapat 3 gejala kardinal yaitu
peningkatan sesak, volume sputum, dan sputum
purulent; terdapat 2 gejala cardinal dimana salah
satunya adalah sputum purulent; ventilasi mekanik
(invasif atau noninvasif). Antibiotik diberikan secara
empiris selama 5-7 hari. PIlihan antibiotik sebaiknya
berdasarkan pola kuman setempat. Terapi empirik
antibiotik adalah florokuinolon respirasi, sefalosporin
generasi ke-3, aminopenisilin dengan asam klavulanat,
makrolid atau tetrasiklin. Antibiotik disesuaikan dengan
hasil kultur jika sudah tersedia.
vi. Terapi adjuvant : mukolitik (mukokinetik dan
mukoregulator) dan ekspektoran; antioksidan;
profilaksis untuk tromboemboli dipertimbangkan
vii. Terapi untuk penyakit komorbid
b. Support Respirasi
i. Terapi oksigen dengan target saturasi O2 88-92%, dan
monitor Analisa gas darah untuk menilai keberhasilan
terapi oksigen.
ii. Ventilatory support
1. Non-Invasive Ventilation, dengan indikasi:
a. Asidosis respiratorik (PaCO2 ≥ 6.0 kPa atau 45
mmHg dan pH arteri ≤ 7,35)
b. Sesak berat dengan adanya tanda sugestif
kelelahan otot pernapasan, peningkatan usaha
napas atau keduanya, seperti penggunaan otot
napas bantuan, pergerakan paradox abdomen,
retraksi dari intercostal space
c. Hipoksemia yang menetap dengan pemberian
terapi oksigen suplemental
2. Invasive ventilation, dengan indikasi:
i. Tidak toleransi atau kegagalan penggunaan NIV
ii. Status post respiratory atau cardiac arrest
iii. Penurunan kesadaran, agitasi psikomotor yang
tidak bisa ditangani dengan pemberian sedasi
iv. Adanya aspirasi massif atau vomiting yang
menetap
v. Ketidakmampuan persisten untuk berdahak
vi. Ketidakstabilan hemodinamik yang berat yang
tidak respon dengan pemberian terapi cairan dan
obat vasoaktif
vii. Aritmia ventrikel atau supraventrikel yang berat
viii. Life threatening hypoxemia pada pasien yang
tidak toleransi dengan NIV
3. High-flow oxygen therapy (HFO) menggunakan alat
khusus (Vapotherm atau Optiflow) 8 L/menit pada
bayi dan 60 L/menit pada orang dewasa
c. Rehabilitasi Medik
d. Nutrisi dan Cairan
11. Indikator Medis 80% Pasien COPD AE teratasi dalam 14 hari perawatan
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
EMPYEMA
Antibiotik:
Nutrisi:
Memberikansesegeramungkindukungangiziyang sesuai.
Bronkoskopi
JANTUNG
2. Eradiksi
Berikan antibiotik untu keradikasi kuman GAS, sebagai
pencegahan primer demam rematik.
Eradikasi:
- Benzatin penisilin :1,2 juta U IM (BB <27 Kg: 600.000 U
IM)
DEMAM REMATIK AKUT (DRA)
(ICD 10:I 10.0 – 10.2)
190
DEMAM REMATIK AKUT (DRA)
(ICD 10:I 10.0 – 10.2)
191
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)
192
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)
Kriteria Minor
1. Predisposisi: suatu kondisi jantung yang mempunyai risiko
untuk kejadian El, penggunaan obat injeksi
2. Demam : suhu > 38 °C
3. Fenomena vaskular : emboli arteri mayor, infark pulmoner
septik, aneurisma mikotik, perdarahan intracranial, perdarahan
konjuntiva, lesi Janeway.
4. Fenomena Imunologis : glomerulonephritis, nodus Osier, Titik
Roths, faktor rheumatoid.
5. Bukti mikrobiologi : kultur darah positif tetapi tidak memenuhi
kriteria mayor ataupun bukti serologis dari infeksi aktif dengan
organisme yang konsisten dengan El.
DIAGNOSIS
Endokarditis Infektif Definitif 2 kriteria mayor; atau 1
kriteria mayor dan 3 kriteria minor ;atau 5 kriteria minor
Endokarditis Infektif Possible 1 kriteria mayor dan 1 kriteria
minor; atau 3 kriteria minor
Endokarditis Infektif Rejektif
Terdapat bukti diagnosis lain penyebab El; atau
Terdapat resolusi gejala klinis El dengan pemberian terapi
antibiotik selama <4 hari; atau
Tidak ada bukti patologi El pada pembedahaan ataupun otopsi
dengan terapi antibiotik <4 hari;atau
Tidak memenuhi kriteria Elseperti di atas.
193
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)
2. Anamnesis - Demam
- Riwayat pemasangan material prostetik intrakardial
- Riwayat El sebelumnya
- Riwayat penyakit jantung katup atau bawaan
3. Pemeriksaan Fisik - Suhu badan >38 °C
- Ditemukan nodul osier, lesi Janeway
- Murmur jantung regurgitasi yang baru
- Tanda-tanda gagal jantung kongestif
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Foto Rontgen Toraks
4. EKG
5. Laboratorium terutama kultur darah
6. Ekokardiografi: TIE dan atau TEE (pada sebagian kasus)
5. Diagnosis Kerja 1. Endokarditis Infektif Definitif
2. Endokarditis Infektif Possible
3. Endokarditis Infektif Rejektif
6. Diagnosis Banding 1. Pneumonia
2. Meningitis
3. Abses otak
4. Perikarditis akut
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium petanda infeksi, kultur darah, urinalisa
Penunjang 2. Foto Rontgen Toraks
3. Ekokardiografi
4. MSCT thorax untuk menilai ada tidaknya emboli paru
5. MSCT kepala untuk menilai ada tidaknya aneurisma mikotik
194
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)
195
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)
196
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)
197
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)
198
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)
1. Gagal jantung
2. Infeksi yang tidak bisa terkontrol
3. Pencegahan kejadian tromboemboli
Tindakan pembedahan emergensi dilakukan dalam waktu 24 jam,
bila urgensi dilakukan dalam beberapa hari, dan elektif setelah
pemberian antibiotik selama 2 minggu
Komplikasi: Gagal jantung, gagal ginjal, syok septik, stroke
9. 1. Edukasi perjalanan klinis penyakit tatalaksana yang akan
dikerjakan
2. Edukasi obat-obatan
3. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
4. Edukasi penyulit yang timbul: emboli paru, aneurisma mikotik
dll.
5. Edukasi untuk menjaga oral hygiene
6. Edukasi tindakan koreksi pembedahan
7. Edukasi bila diperlukan tindakan pembedahan non jantung
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Indikator Medis 80% pasien El mempunyai LOS <14 hari.
95% pasien El patuh dan menerima terapi antibiotik sesuai protokol.
95% pasien El sembuh, dan hasil kultur negatif.
199
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)
200
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)
201
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)
202
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)
203
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)
204