Anda di halaman 1dari 111

ANESTESI

SEPSIS BERAT DAN SYOK SEPTIK

Definisi  Sepsis adalah suatu respon tubuh terhadap inflamasi sistemik.


 Sepsis berat adalah sepsis dengan disfungsi organ secara akut atau
hipoperfusi jaringan akibat infeksi atau diduga adanya infeksi).
 Syok sepsis adalah sepsis berat dengan hipotensi yang tidak membaik
dengan resusitasi cairan yang agresif.

Anamnesis Tidak spesifik ditujukan untuk mencari sumber infeksi dari organ yang terkena
dan gangguan fungsi organ terkait

Pemeriksaan Fisik  Demam > 38,30C atau hipotermia (suhu inti) <360 C
 Laju Nadi > 90 X/menit atau > 2 x SD nilai normal sesuai usia
 Takhipnea
 Perubahan status mental
 Edema atau balans cairan positif (>20 ml/kg selama 24 jam)

Kriteria Diagnosis Sepsis  Lekositosis >12000 atau lekopenia < 4000


 Hitung jenis normal dengan sel imatur >10%
 CRP plasma > 2 x SD diatas nilai normal
 Prokalsitonin plasma > 2 x SD diatas nilai normal
 Hipotensi arterial Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg , Tekanan Arteri
Rerata < 65 mmHg atau turun > 40 mmHg atau <2x SD dibawah normal
 Hiperglikemia (kadar gula darah >180 mg/dl) tanpa ada diabetes

Kriteria Diagnosis Sepsis  Hipoksemia arterial (Pa02/FIO2 < 300)


Berat  Oliguria akut (urin <0,5 ml/kgBB/jam paling sedikit 2 jam walaupun
dengan resusitasi adekuat
 Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL dari basal
 Koagulopati abnormal (INR . 1,5 atau aptt> 60 detik
 Ileus (Bising usus negatif)
 Trombositopenia < 100.000 mol/L)
 Hiperbilirubinemia (Bilirubin > 4 mg/dL)
 Hiperlaktatemia > 4 mg/dL
 Penurunan pengisian kapiler atau motling

Diagnosis Kerja  Pengambilan Kultur sebelum pemberian antibiotika


 Kultur darah 2 X (untuk aerobik dan anaerobic)
 Ektra diambil dari akses IV
 Bila diagnosa banding dengan invasive candidiasis gunakan pemeriksaan
1-3 Beta D-Glukan, manna dan antimanan
 Untuk mencari sumber infeksi, gunakan pemeriksaan imaging

Diagnosis banding Invasive Candidiasis

Pemeriksaan Penunjang:  Pemeriksaan Kultur dan Resistensi


 Elektrolit (Na,K,Ca,Mg,Cl)
 Analisa Gas Darah Arteri dan Vena
 Pemeriksaan PT, D-Dimer, Fibrinogen
 Pemeriksaan Bilirubin
 Pemeriksaan Foto Torak
 Pemeriksaan EKG
 Pemeriksaan Echokardiografi
 Pemeriksaan Urinalisis
 Pemeriksaan Prokalsitonin atau CRP
Terapi:  Resusitation Bundle harus selesai dalam 3 jam
1. Pengukuran kadar Laktat
2. Ambil kultur sebelum pemberian antibiotik
3. Berikan Antibiotik Empirik Spektrum luas
4. Berikan cairan kristaloid pada hipotensi atau laktat > 4 mmol/L
 Syok Sepsis Bundle harus selesai dalam 6 jam
1. Berikan vasopresor (pada hipotensi yang tidak memberikan respon
terhadal resusitasi cairan awal) untuk mempertahankan Tekanan
Arteri Rerata > 65 mmHg
2. Apabila tetap hipotensi walaupun telah diberikan resusitasi cairan
atau kadar laktat awal > 4 mmol/L
a. Pasang kateter vena sentral (CVC)
b. Periksa Saturasi Oksigen dari CVC (ScvO2)
c. Periksa ulang kadar laktar
(Target > CVP 8 – 12 mmHg /10-15 cmH2O, ScvO2> 70% dan kadar
Laktat normal dan TAR > 65 mmHg)
 Terapi Antimikroba harus diberikan dalam satu jam setelah
diagnosis
- Empirik anti infeksi satu atau lebih yang mempunyai aktifitas
terhadap patogen (bakteri dan/atau jamur atau virus) dan mengalami
penetrasi dengan konsentrasi yang adekuat terhadap jaringan yang
diduga sebagai sumber infeksi
- Pemberian antimikroba harus dinilai ulang setiap hari untuk
memungkinkan dilakukan de-eskalasi
- Pemeriksaan Prokalsitonin yang rendah atau parameter lain yang
sama digunakan untuk menghentikan antimikroba empirik, tapi tidak
ada bukti infeksi lain.
a. Terapi kombinasi diberikan pada pasien netropeni dan pada
pasien yang susah diterapi, infeksi MDR seperti pseudomonas
dan acinetobachter. Pada pasien dengan infeksi berat dengan
gagal nafas dan syok bisa diberikan kombinasi beta laktam
spectrum luas dengan aminoglikosida atau fluoroquinolon
untuk P.aeruginosa. Kombinasi beta laktam dengan makrolid
diberikan pada infeksi Streptococcus pneumoniae
b. Terapi kombinasi empirik tidak boleh diberikan lebih dari 3-5
hari. De-eskalasi dilakukan segera setelah diketahui kuman
penyebab.
c. Lama pemberian 7-10 hari, pemberian lebih lama bisa
diberikan pada pasien dengan respon klinis yang lambat, tidak
dipasang drainage dari sumber infeksi, atau bakteriemi dengan
S.aureus, infeksi jamur dan virus atau defisiensi imun termasuk
netropeni.
d. Terapi antivirus harus dimulai sedini mungkin pada pasien
dengan syok sepsis atau sepsis berat pada daerah endemik
virus.
Kontrol sumber infeksi
- Apabila diketahui ada sumber infeksi, maka harus dilakukan kontrol
dalam 12 jam setelah di diagnosis.
- Bila kontrol sumber infeksi harus dilakukan sebaiknya sefisiologis
mungkin yaitu dengan pemasangan drainage perkutaneus daripada
tindakan bedah.
- Apabila dicurigai akses IV sebagai sumber infeksi, harus dicabut setelah
bisa dipasang akses IV lain.
 Pencegahan Infeksi
a. Dekontaminasi oral selektif atau dekontaminasi digestif harus
dimulai dan diduga sebagai metoda untuk mengurangi insidensi
VAP.
b. Untuk dekontaminasi orofaringeal digunakan chlorhexidine
untuk mengurangi risiko VAP
 Support Hemodinamik dan terapi penunjang
Terapi Cairan:
- Kristaloid
- Albumin 4-5%
- Resusitasi cairan pada pasien dengan gejala hipoperfusi dengan
curiga hipovolemia diberikan minimal 30 ml/kgBB kristaloid
(albumin dengan dosis ekivalen). Pada beberapa pasien
memerlukan pemberian yang lebih banyak dan lebih cepat.
Vasopresor:
- Terapi vasopresor awal untuk mencapai TAR > 65 mmHg
- Pilihan utama adalah Norepinefrin
- Epinefrin dapat ditambahkan untuk mengurangi dosis
norepinefrin, apabila diperlukan untuk mempertahankan
tekanan darah.
- Vasopresin 0,03 U/menit dapat ditambahkan pada norepinefrin
untuk lebih meningkatkan tekanan darah atau untuk
menurunkan dosis norepinefrin
- Dosis rendah vasopressin tidak dianjurkan sebagai vasopresor
awal tunggal.
- Dopamin dapat digunakan sebagai alternatif pada beberapa
pasien (misal pada pasien dengan risiko rendah untuk
mengalami takhiaritmia dan absolut atau relatif bradikardi)
- Dosis rendah dopamine tidak boleh diberikan untuk proteksi
ginjal
- Semua pasien yang diberikan vasopresor harus dipasang kateter
urin
Terapi Inotropik
- Dobutamin bisa diberikan sampai dosis 20 g/kgBB/menit bila
diduga ada:
a. Disfungsi miokard, peningkatan tekanan pengisian
jantung, isi sekuncup rendah
b. Apabila gejala hipoperfusi menetap walaupun CVP dan
TAR sudah tercapai.
Kortikosteroid
- Apabila pemberian cairan dan vasopresor sudah bisa
memperbaiki hemodinamik , tidak usah diberikan hidrokortison
. Apabila tidak bisa tercapai bisa diberikan hidrokortison dosis
200 mg/hari kontinu intravena
- Hidrokortison tidak usah diberikan apabila tidak ada syok
sepsis
- Gunakan secara kontinu
Terapi Suportif lain
Pemberian Produk Darah
- Bila tidak ada iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan
akut, maka pemberian transfusi hanya diberikan bila Hb < 7
gr/dL dengan target 7 – 9 gr/dl pada dewasa
- FFP tidak boleh diberikan untuk memperbaiki faktor koagulasi
kecuali ada perdarahan
- Pemberian profilaksis platelet hanya diberikan bila <
10.000/mm3 (walaupun tidak ada perdarahan). Bila pasien
mempunyai risiko perdarahan disarankan diberikan tranfusi
platelet bila kadarnya < 20.000mm3 . Pada perdarahan aktif atau
akan dilakukan prosedur invasif disarankan diberikan transfusi
platelet untuk mencapai kadar > 50.000/mm3.
Ventilasi Mekanik pada ARDS akibat sepsis
- Target Volum Tidal 6 ml/kgBB prediksi pada ARDS akibat
sepsis
- Tekanan plateau < 30 mmH2O
- Gunakan PEEP untuk mencegah kolaps alveoli
- Gunakan strategi PEEP tinggi dibandingkan PEEP rendah
- Recruitment maneuver digunakan pada hipoksemia berat
refrakter
- Pada pasien dengan ventilasi mekanik Kepala tempat tidur
harus dinaikkan 30-450 untuk mencegah risiko aspirasi dan
VAP
- Penggunaan NIV harus dipertimbangkan risiko nya
- Protokol penyapihan dengan Spontaneous Breathing Tria (SBT)
harus dilakukan secara reguler untuk evaluasi kemampuan
untuk dilepas dari ventilasi mekanik, bila memenuhi kriteria: a.
sadar, b. hemodinamik stabil (tanpa vasopresor), c. tidak ada
kondisi serius baru, d. kebutuhan ventilasi dan PEEP rendah, e.
kebutuhan FiO2 rendah, dapat diberikan dengan kanula nasal
atau sungkup muka. Bila SBT berhasil, lakukan ekstubasi
- Strategi pemberian cairan konservatif dibandingkan liberal pada
pasien tanpa tanda-tanda hipoperfusi
- Bila tidak ada indikasi spesifik jangan diberikan -2 agonis
Sedasi, analgesi dan Pelumpuh otot pada sepsis
- Pemberian sedasi kontinu atau intermiten pada pasien dengan
ventilasi mekanik harus diminimalkan dengan target tertentu
- Pelumpuh otot sebaiknya dihindarkan pada pasien dengan
ventilasi mekanik. Bila diperlukan pemberian intermiten atau
kontinu harus diberikan dengan monitor train-of-four untuk
monitor kedalaman blokade
- Penggunaan pelumpuh otot tidak boleh > 48 jam
Kontrol Glukosa
- Protokol pengelolaan gula darah di ICU dilakukan bila pada 2
kali pemeriksaan kadar gula darah > 180 gr/dL. Target gula
darah < 180 gr/dL
- Pemeriksaan gula darah dilakukan 1-2 jam sampai gula darah
stabil, kemudian dilakukan setiap 4 jam
- Hati-hati apabila menggunakan pemeriksaan gula darah kapiler,
karena bisa tidak akurat
Terapi Renal Pengganti (Renal Replacement Therapy)
- CRRT dan IHD bisa dilakukan pada sepsis berat dengan
hemodinamik stabil
- Bila hemodinamik tidak stabil harus digunakan CRRT
Terapi bikarbonat
- Jangan menggunakan bikarbonat untuk memperbaiki
hemodinamik atau untuk mengurangi vasopresor pada pasien
hipoperfusi akibat laktatemia dengan pH > 7,15
Profilaksis DVT (Deep Vein Thrombosis)
- Pemberian 1X /hari LMWH lebih baik dibandingkan dengan 2
X/hari UFH
- Kalau klirens kreatinin < 30 mL/menit, gunakan LMWH lain
dengan metabolisme ginjal yang rendah.
- Bila memungkinkan diberikan kombinasi dengan intermitten
pneumatic compression.
- Bila pasien dengan kontraindikasi dengan heparin (misal pada
pasien trombositopeni, koagulopati berat, perdarahan aktif,
perdarahan intraserebral) gunakan terapi mekanik profilaksis
seperti stocking atau intermitten pneumatic compression,
kecuali ada kontraindikasi
Profilaksis ulkus stres
- Anti Histamin-2 (AH-2)atau Proton Pump Inhibitor
(PPI)diberikan pada pasien dengan risiko perdarahan
- PPI lebih baik dibandingkan AH-2
- Pasien tanpa faktor risiko tidak usah diberikan profilaksis
Nutrisi
- Pemberian oral atau enteral lebih baik daripada puasa atau
pemberian IV glukosa selama 48 jam pertama setelah diagnosis
- Hindarkan pemberian kalori penuh pada minggu pertama (lebih
baik sampai 500 kalori/hari), bila toleransi baik bisa
ditingkatkan
- Gunakan IV Glukosa dan enteral nutrisi daripada TPN atau PN
untuk menambah enteral nutrisi dalam 7 hari pertama setelah
diagnosis
- Jangan memberikan immunomodulasi spesifik

ORTOPEDI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PATAH TULANG TERBUKA

1. No. ICD S 82

2. Diagnosis Patah Tulang Terbuka

3. Pengertian Fraktur dengan luka pada kulit, dimana fragmen tulang pernah atau
sedang berhubungan dengan dunia luar.
4. Anamnesis Riwayat trauma, patah tulang disertai dengan perlukaan ditempat
patah tulang.
5. Pemeriksaan Fisik Look: Adanya luka terbuka, edema, deformitas, tampak fragmen
tulang
Feel: nyeri tekan, krepitasi, pemeriksaan AVN
Move: False Movement, gerak sendi terbatas karena nyeri
6. Kriteria Diagnosis Riwayat trauma
Ada tanda patah tulang : krepitasi, deformitas, pergerakan normal,
nyeri kalau gerak, gangguan fungsi, pemendekan tulang panjang
Ada perlukaan di daerah fraktur yang berhubungan dengan
fragment fraktur
7. Diagnosis Banding -

8. Pemeriksaan 1) Laboratorium: darah rutin


Penunjang 2) Radiologi: Foto X-Ray AP/Lateral

9. Konsultasi Spesialis lain bila diperlukan

10. Perawatan Rumah Rawat inap


Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Tujuan terapi: Kuratif
2. Cara pengobatan:
a. Antibiotika profilaksis, anti tetanus:
a) Open Fraktur Grade I: Cefazolin 3x1 gram (1 hari)
b) Open Fraktur Grade II: Cefazolin 3x1 gram (2 hari)
c) Open Fraktur Grade III: Cefazolin 3x1 gram (3 hari) +
Gentamycin 2x80 md (3 hari)
b. Debridement
c. Fiksasi fraktur sesuai dengan grade:
- Fiksasi interna elektif untuk grade I
- Fiksasi internal intermediate untuk grade II
- Fiksasi eksternal untuk grade III
d. Penutupan luka
3. Waktu pengobatan: segera saat penderita datang ke rumah
sakit
4. Terapi komplikasi: sesuai dengan komplikasi yang terjadi.
12. Penyulit Infeksi, perdarahan, sindrom kompartmen, emboli lemak
13. Informed Consent Tertulis

14. Tenaga Standar 1) Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi


2) Residen orthopaedi dengan pengawasan konsulen
orthopaedi
3) Residen Bedah umum dengan pengawasan konsulen
orthopaedi
15. Lama Perawatan 3-5 hari bila tidak ada komplikasi

16. Masa Pemulihan 12 minggu

17. Hasil Posisi anatomis optimal, fungsional baik

18. Patologi Tidak diperlukan

19. Otopsi Tidak diperlukan

20. Prognosis Dubius ad bonam bila tidak ada penyulit

21. Tindak Lanjut Rehabilitasi medis

22. Tingkat Evidens & IA


Rekomendasi

23. Indikator Medis Infeksi

24. Edukasi Penjelasan tentang penyakit, terapi, dan penyulit

25. Kepustakaan 1) Canale & Beaty, Campbells Operative Orthopaedics, 11th ed,
pensylvania, 2008
2) Rockwood and Green’s, Fracture In adults, 7 th ed, Lippicots,
Willkins & Williams
3) Salter RB, Texbook Disorder and Injuries of The
Musculoskeletal System, 3rd ed, Lippincott Willkins & Williams,
Philadelphia, 1999
4) Salomon L et all, Apley’s System of Orthopaedic and Fracture,
9th ed, Hodder Arnol, London, 2010
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

OSTEOMYELITIS HEMATOGENIK AKUT

1. No. ICD M 86.0

2. Diagnosis Osteomyelitis Hematogenik Akut

3. Pengertian Infeksi bakteri yang menyebar secara hematogen yang terjadi


pada tulang dan sumsum tulang yang sering terjadi pada anak
yang disebabkan infeksi pada kulit atau infeksi pada hidung dan
saluran nafas.
4. Anamnesis Keluhan nyeri pada daerah yang terkena infeksi terutama di ujung
tulang panjang, gangguan gerak, serta adanya panas badan

5. Pemeriksaan Fisik Look: tanda radang


Feel: nyeri tekan, teraba hangat
Move : ROM terbatas nyeri (Pseudoparalysis)

6. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang


7. Diagnosis Banding Tumor ganas tulang primer
8. Pemeriksaan 1) Foto Rontgen
Penunjang 2) Bone scan
3) MRI
4) Laboratorium : DL dan LED
9. Konsultasi Diperlukan untuk toleransi operasi dalam pembiusan

10. Perawatan Rumah 3 – 4 minggu


Sakit
11. Terapi / tindakan Pemberian antibiotika broad spectrum kemudian diobservasi 24
jam, bila keluhan membaik antibiotika dilanjutkan sedangkan bila
tidak ada perubahan maka dilakukan tindakan operatif
12. Tempat Pelayanan RSU Bangli

13. Penyulit a. Dini : kematian, abses, arthritis septik


b. Lanjut : osteomyelitis kronis, fraktur patologis, kontraktur sendi,
ganguan pertumbuhan
14. Informed Consent Tertulis

15. Tenaga Standar Spesialis Orthopaedi & Traumatologi

16. Lama Perawatan Segera saat penderita datang ke Rumah Sakit

17. Masa Pemulihan 3-4 minggu


18. Hasil Dapat sembuh bila diterapi dini

19. Patologi Tidak Diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan

21. Prognosis Tergantung durasi antara diagnosis dan tindakan

22. Tindak Lanjut Perawatan Poliklinis

23. Tingkat Evidens & IA


Rekomendasi
24. Indikator Medis Fungsional dari tulang yang terinfeksi
25. Edukasi Penjelasan tentang diagnosis, rencana terapi, komplikasi dan
prognosis
26. Kepustakaan 1.Salomon L., Srinivasan N., Tuli S., Govender S.,. Infection.
Chapter 2..
Apley’s System of Orthopaedic and Fractures. Ninth Ed. 2010.
2.Salter R.B. Textbook of Disorders and Injuries of the
Musculoskeletal
System.Third Ed. 1999. Lippincott William and Wilkins.

ANAK

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DEMAM TIFOID

1. Pengertian Demam tifoid merupakan penyakit tendemis di Indonesia yang


disebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella typhi

2. Anamnesis 1. Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapaisuhu


tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam
terus menerus tinggi
2. Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi,
anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau kontipasi,
muntah, perut kembung
3. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan
kesadaran, kejang dan ikterus

3. Pemeriksaan Fisik Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan
komplikasi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak
mempunyai lidah tifoid yaitu bagian tengah kotor dan bagian
pinggir hiperemis, meteorismus hepatomegali lebih sering
dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar
ronki pada pemeriksaan paru.

4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

5. Diagnosis Kerja DEMAM TIFOID

6. Diagnosis Banding 1. Stadium dini: gastroenteritis, bronchitis, bronkopneumonia,


tuberculosis, infeksi jamur sistemik, shigelosis, malaria.
2. Kasus berat : sepsis, leukemia, limfoma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah tepi perifer :
- Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum
tulang, defisiensi Fe atau perdarahan usus
- Leukopenia namun jarang kurang dari 300/uL
- Limfositosis relatif
- Trombositopenia terutama pada demam tifoid berat
2. Pemeriksaan serologi :
- Serologi widal : kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau
kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalensens
- Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)
3. Pemeriksaan radiologik :
- Foto toraks apabila diduga terjadi komplikasi
pneumonia
- Foto abdomen apabila diduga terjadi komplikasi
intraintestinal seperti perforasi usus atau perdarahan
saluran cerna
- Pada perforasi usus nampak :
 Distibusi udara tak merata
 Airfluid level
 Bayangan radiolusen di hepar
 Udara bebas pada abdomen
8. Terapi / tindakan 1. Antibiotik
- Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgbb/hari,
oral atau IV dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari.
- Amoksisilin 100mg/kgbb/hari oral atau intravena selama
10 hari.
- Kontrimaksasol 6 mg/kgbb/hari oral selama 10 hari.
- Seftriakson 80 mg/kgbb/hari intravena atau
intramuscular sekali sehari selama 5 hari.
- Sefiksim 10 mg/kgbb/hari oral dibagi dalam 2 dosis
selama 10 hari.
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan
gangguan kesadaran deksametason 1-3 mg/kgbb/hari
intravena dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
3. Bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus.
Suportif :

1. Demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah


2. Tirah baring
3. Isolasi memadai
4. Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi
9. Edukasi Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar
S.typhi maka setiap individu harus memperhatikan kualitas
makanan dan minuman yang mereka konsumsi.

10. Prognosis Dubius ad Bonam

11. Tingkat Evidens

12. Tingkat Rekomendasi

13. Penelaah Kritis

14. Indikator Medis Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.

15. Kepustakaan 1. American Academy of Pediatrics. Salmonella Infections.


Dalam: Pickering LK, Baker CJ, Long SS, McMillan JA,
penyunting. Red Book: 2006 report of the committee in
infectious diseases, Edisi ke 27 Elk Grove Village, IL.
American Academy of Pediatrics; 2006,h-579-84.
2. Cleary TG. Salmonella species. Dalam : Long SS, Pickering
LK, Prober CG, penyunting, Principles and Practice of
Pediatric Infectious Diseases Edisi ke-2, Philadelphia, PA :
Elsevier Science: 2003.h.830-5.
3. Cleary TG. Salmonella Species. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting, Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke 17. Philadelpia: Saunders; 2004.h.912-
9.
4. Pickering LK dan Cleary TG. Infections of the
gastrointestinal tract. Dalam: Anne AG, Peter JH, Samuel
LK, penyunting. Krugman’s infectious diseases of children.
Edisi ke 11. Philadelphia; 2004.h.212-3.
5. Anonym. Demam Tifoid. Dalam: Soedarmo SP, Garna H,
Hadinegoro SRS, Satari Hl, penyunting. Buku ajar
infeksi&pediatrik tropis. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI ; 2008.h.338-46.
6. IDAI. Pedoman pelayanan medis IDAI. Edisi 1,
Jakarta :Badan Penerbit IDAI. 2010.h.47-50.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIARE AKUT

16. Pengertian Diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi


lebih dari biasanya (>3 kali/24 jam) disertai perubahan
konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/atau
lendir dan berlangsung kurang dari 1 minggu.

17. Anamnesis 1. Lama diare, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi
tinja, lendir dan atau darah dalam tinja.
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun,
buang air kecil terakhir, demam, sesak, kejang dan
kembung.
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare.
4. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,
mengkonsumsi makanan yang tidak biasa.
5. Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum.
18. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum, kesadaran dan tanda vital.
2. Tanda utama :keadaan umum gelisah atau
lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen
menurun.
3. Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata,
mukosa bibir, mulut dan lidah.
4. Berat badan.
5. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit,
seperti nafas cepat dan dalam (asisosis metabolic),
kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau hipernatremia).
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria
berikut:

1. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)


a. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b. Keadaan umum baik dan sabar
c. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air
mata ada, mukosa mulut dan bibir basah.
d. Turgor abdomen baik, bising usus normal.
e. Akral hangat
2. Dehidrasi ringan sedang/tidak berat (kehilangan cairan 5-
10% berat badan)
a. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih
tanda tambahan.
b. Keadaan umum gelisah atau cengeng.
c. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung,
air mata ada, mukosa mulut dan bibir sedikit kering.
d. Turgor kurang, akral hangat.

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan>10% berat badan)


a. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2
atau lebih tanda tambahan.
b. Keadaan umum lemah, letargi atau koma.
c. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air
mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering.
d. Turgor sangat kurang dan akral dingin.
19. Kriteria Diagnosis 1. Buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan atau
tanpa lendir.
2. Berlangsung kurang dari 1 minggu.
20. Diagnosis Kerja

21. Diagnosis Banding 1. Intoleransi makanan


2. Keracunan makanan
22. Pemeriksaan 4. Tinja rutin : makroskopis dan mikroskopis
Penunjang 5. Pemeriksaan tambahan : biakan tinja dan resistensi
antibiotika, pH tinja pada kasus kecurigaan amubiasis dan
intoleransi laktosa
6. Pada kasus dehidrasi berat :analisis gas darah, elektrolit
serum dan nitrogen urea.
23. Terapi / tindakan Lintas Diare :

1. Cairan
2. Seng/Zinc
3. Nutrisi
4. Antibiotic yang tepat
5. Edukasi
Pengobatan cairan/elektrolit

1. Tanpa dehidrasi
Beri oralit osmolaritas rendah sejumlah 5-10 ml/kgbb setiap
kali buang air besar.

Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuaidengan


kemauan anak. ASI tetap diberikan.

2. Dehidrasi ringan-sedang
- Upaya rehidrasi oral (URO) dengan larutan oralit
osmolaritas rendah sebanyak 75 ml/kgbb dalam 3 jam
untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan
sebanyak 5-10 ml/kgbb setiap diare cair.
- Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak
muntah setiap diberi minum walaupun telah diberikan
dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah
ringer laktat atau KaEN 3B dengan jumlah cairan
dihitung berdasarkan berat badan: 70 ml/kgbb dalam 3-5
jam. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.
3. Dehidrasi berat
- Mulai diberi cairan I.V segera. Beri 100 mg/kgbb cairan
ringer laktat (atau NaCl 0,9%) dibagi sebagai berikut :
Umur Pemberian I : Kemudian

30 ml/kgbb dalam 70 ml/kg


bbdalam

Bayi< 12 bulan 1 jam * 5 Jam

Anak> 1 tahun ½ - 1 Jam * 2 ½ - 3 Jam

* Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba

- Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum


tercapai percepat tetesan I.V
- Segera diberikan oralit (5ml/kgbb/jam) bila penderita bisa
minum; biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam
(anak)
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita
-
menggunakan bagan penilaian. Kemudian pilihlah
rencana yang sesuai (A, B atau C) untuk melanjutkan
pengobatan.
Pemberian preparat seng/zinc elemental selama 10-14 hari :

1. Anak dibawah 6 bulan dengan dosis 10 mg/hari


2. Anak diatas 6 bulan dengan dosis 20 mg/hari
Nutrisi

1. ASI/makanan sebelum sakit dilanjutkan


2. Beri makanan yang mudah dicerna, rendah serat dan tidak
merangsang
Antibiotika bila ada indikasi, yaitu pada :

1. Tersangka kolera
- Umur>7 tahun : Tetrasiklin 50 mg/kgbb/hari, dibagi 4
dosis selama 2-3 hari
- Semua umur : Trimetoprim (TMP) 8 mg/kgbb/hari –
Sulfamethoxazole (SMX) 40 mg/kgbb/hari, dibagi 2 dosis
selama 3 hari
2. Disentri
- Anak-anak : trimetoprim (TMP) 10 mg/kgbb/hari –
sulfamethoxazole (SMX) 50 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis
selama 5 hari atau ciprofloxacin 15 mg/kgbb, 2 x sehari
selama 3 hari atau cefriaxone (iv) 5-100 mg per kg per
hari selama 2-5 hari
- Bayi : eritromisin 25 mg/kgbb/haridibagi 4 dosis selama 3
hari
3. Giardiasis
- Antibiotika pilihan adalah metronidazole dengan dosis
30-50 mg/kgbb dibagi tiga dosis sehari
4. Amebiasis
- Antibiotika pilihan adalah metronidazole dengan dosis
30-50 mg/kgbb dibagi tiga dosis sehari
24. Edukasi 1. ASI, susu formula serta makanan harus dilanjutkan selama
diare dan ditingkatkan setelah diare sembuh.
2. Menjaga kebersihan dan penyiapan makanan dan minuman
untuk anak
3. Melanjutkan obat yang diberikan sesuai aturan pakai
25. Prognosis Dubius ad bonam

26. Tingkat Evidens I

27. Tingkat Rekomendasi B

28. PenelaahKritis

29. Indikator Medis 1. Konsistensi feses mengalami perbaikan


2. Tidak didapatkan komplikasi
3. Asupan oral (makan dan minum) membaik
30. Kepustakaan 1. Guandalini S. Acute diarrhea. Dalam : walker WA. Durie PR.
Hamilton JR. Walker-Smith JA, Watkind JB, penyunting.
Pediatric Gastrointestinal Disease : Pathophysiology,
Diagnosis, Management. Edisi ke-3. Canada :
b.C.DeckorInc; 2000.h.28-38
2. Bulzner JD. Acute diarrhea in children. Dalam : Thomson
ABR, Shaffer EA, penyunting. First principles of
gastroenterology. Edisi ke-3. Canada : Canadian
Association of Gastroenterology; 1997.h.593-600
3. WHO. Hospital care for children.Geneva.2005
4. Pudjiadi AH, dkk. Pedoman pelayanan medis
IkatanDokterAnak Indonesia. Pengurus Pusat Ikatan Anak
Indonesia. Jakarta; 2010.h.58-62
5. Juffrie M,dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi. Badan
Penerbit IDAI Jakarta; 2010.h.87-120

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PNEUMONIA

1. Pengertian Pneumonia adalah inflamasi akut parenkim paru yang meliputi


alveolus dan jariangan interstitial.

2. Anamnesis  Didahului oleh infeksi respiratori atas akut berupa common


cold (rinofangiritis) dengan gejala batuk pilek disertai demam
 Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif
dengan dahak purulen bahkan dapat berdarah bila batuknya
hebat
 Beberapa hari kemudian pasien mengalami sesak napas
 Pasien tampak lemah, dan nafsu makan berkurang
 Bila terjadi berulang kemungkinan pasien mengalami keadaan
imuno-kompromais, terdapat kelainan otonomi , atau pasien
dengan penyakit kronik seperti asma atau penyakit jantung
bawaan
3. PemeriksaanFisik  Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan
kemampuan makan & minum
 Tanda-tanda vital: suhu di atas normal, frekuensi napas
meningkat (takipnea) dan takikardi
 Batuk, ronkhi basah halus dan kasar
 Dapat dijumpai penurunan suara napas
 Gejala distres napas terutama pada fase inspirasi (inspiratory
effort), dengan retraksi subkostal
 Pada keadaan yang berat dapat dijumpai sianosis
 Pada balita mungkin tidak menunjukkan pneumonia yang
klasik. Gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen
 Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan
hipopnea atau ditemukan head nodding / head bobbing
4. Kriteria Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja

6. Diagnosis Banding  Bronkiolitis


 Pneumonia aspirasi
 Asma Bronkiale
 Tuberkulosis
 Asidosis matabolik
 Aspirasi benda asing
7. Pemeriksaan Saturasi oksigen
Penunjang
 Hipoksemia suatu condition sin qua non pada pneumonia
dapat diperiksa secara mudah menggunakan pulse oxymetri.
Alat yang sederhana dan tidak mahal ini bermanfaat untuk
penilaian awal dan juga dalam pemantauan pasien selama
perawatan
 Jika tersedia fasilitasnya, pemeriksaan analisis gas darah
memberikan informasi yang lebih akaurat, walau hanya
informasi sewaktu
Radiologi toraks

 Tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab


 Tidak direkomendasikan secar rutin pada anak dengan
pneumonia ringan tanpa komplikasi
 Direkomendasikan pada pasien pneumonia yang dirawat inap
atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan
 Pneumonia karena Staphylococcus aureus dicurigai bila
dijumpai gambaran pneumatocele, empyema atau
terbentuknya abses
 pemeriksaan radiologi follow up hanya dilakukan bila
didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya
komplikasi, pneumonia berat, curiga pneumonia S aureus,
gejala yang menetap atau memburuk atau tidak respons
terhadap antibiotik
Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan darah lengkap perlu dilakukan untuk membantu


menentukan pemberian antibiotik
 Pemeriksaan prokalsitonin darah
 Pemeriksaan pewarnaan Gram dan biakan sputum dengan
kualitas yang baik direkomendasikan dalam tata kelola anak
dengan pneumonia yang berat
 Biakan darah dan pewarnaan Gram tidak direkomendasikan
secara rutin pada pasien rawat jalan, tetapi direkomendasikan
pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap
anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial
 Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakuakan pemeriksaan
untuk mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa biakan
virus jika fasilitas tersedia
 Jika ada efusi pleura tata laksana sesuai PNPK efusi pleura
 Pemeriksaan uji tuberkulin perlu dilakukan pada anak yang
dirawat karena pneumonia, apalagi bila ada riwayat kontak
dengan pasien TB dewasa
8. Terapi / tindakan Umum

(ICD 9-CM)  Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas
dengan udara kamar harus diberikan terapi oksigen dengan
kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan
saturasi oksigen >92%
 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus dipantau
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan
saturasi oksigen dengan pulse oxymetri
 Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang,
diberikan cairan intravena dan dilakukan pemantauan balans
cairan ketat
 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengontrol batuk

 Bila pasien mengalami gangguan airway clearance,


nebulisasi dengan β2-agonis dan/atau NaCl dapat diberikan
untuk memperbaiki mucocilliary clearance
 Fisioterapi dad hanya dilakukan bila terdapat atelektasis dan
sekret jalan napas yang berlebihan
Pemberian Antibiotik

 Semua anak dengan diagnosis klinis pneumonia yang jelas


perlu diberi antibiotik karena pneumonia bakterial tidak dapat
dibedakan dengan pneumonia viral
 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral
pada anak balita karena efektif melawan sebagian besar
patugen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-
amoxiclav, ceflacor, eritromisin, klaritomisin dan azitromisin
 M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua
maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan
pertama secara empiris pada anak > 5 tahun
 Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia
dicurigai sebagai penyebab
 Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika
S.pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab
 Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab , kloksasilin
merupakan obat pilihan, dapat juga diberikan makrolid atau
kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang
tidak dapat menerima obat per oral (misal karena muntah)
atau termasuk dalam derajat pneumonia berat atau sangat
berat
 Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan
cefotaxime
 Pemberian antibiotik aral harus dipertimbangkan jika terdapat
perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena
 Antibotik untuk community acquired pneumonia :
o Neonatus – 2 bulan : Ampisilin + gentamisin. Bila tidak
membaik dalam 48 jam, ditambahkan makrolid
o >2 bulan : lini pertama Ampisilin + kloramfenikol. Lini
kedua Seftriakson atau cefotaksim. Bila tidak membaik
dalam 48 jam, ditambahkan makrolid
o > 5 tahun : Makrolid. Bila tidak membaik dalam 48 jam,
ditambahkan ampisilin + kloramfenikol
o Pada pneumonia sangat berat : pilihan pertama
seftriakson atau sefotaksim
o Bila hasil biakan darah positif, antibiotika sesuaikan
dengan hasil biakan darah tersebut
 Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat
oral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik
intravena sebelumnya

 Untuk durasi pemberian antibiotik tidak ada data penunjang


yang jelas. Untuk pneumonia tanpa komplikasi pemberian
selama 5 hari mencukupi. Untuk pneumonia stafilokok
pemberian antibiotik hingga 14 – 21 hari. Pneumonia karena
mikoplasma perlu pemberian makrolid hingga 10 hari
NUTRISI

 Pada anak dengan distres pernapasaan berat, pemberian


makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan
lewat nasogastric tube ( NGT) atau intervena. Tetapi harus
diingat bahwa pemasangaan NGTdapat menekan
pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran
lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya
menggunakan ukuran yang kecil
 Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak
tidak mengalami overdehidrasi karena pada pneumonia berat
terjadi peningkatan sekresi hormon antideuretik
9. Edukasi  Penjelasan tentang penyakit yang dialami
 Penjelasan tentang rencana pemeriksaan diagnostik
 Penjelasan tentang rencana pengobatan
 Penjelasan tentang etika batuk dan higiene personal
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens I/II/III/IV A/B/C

12. Tingkat Rekomendasi I/II/III/IV A/B/C

13. Penelaah Kritis

14. Indikator Medis Kriteria pulang

 Gejala dan tanda pneumonia menghilang


 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik jika masih diperlukan dapat diteruskan di
rumah ( per oral )
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan
rencana kontrol
 Kondisi rumah yang memungkinkan untuk perawatan lanjutan
di rumah
15. Kepustakaan  Adegbola, RA and Obaro, SK. Review diagnosis of childhood
pneumonia in the tropics.Annal of Top Med Par. 2000;94:197-
207
 British Thoracic Society guidelines for the management of
communiti acquired pneumonia in children: update 2011.
Thorax 2011;66:ii1eii23.doi:10.113/thoraxjnl-2011-200598.
 Kartasasmita CB, Duddy HM, Sudigdo S, Agustian D,
Setiowati I, Ahmad TH. Et al. Nasopharyngeal bacterial
carriage and antimicrobial resistance in under five children
with community acquired pneumonia. Paediatr Indones.
2001;41:292-5.
 McIntosh K. Review article: community acquired pneumonnia
in children. N Engl J Med. 2002;346:429-37.

 Palafox M, Guiscafre H, Reyes H, Munoz O, Martinez H.


Diagnostic value of tachypnea in pneumonia defined

radiologically. Arch Dis Child. 2000:82:41-5.

 Swingler GH and Zwarenstien M. Chest radiograph in acute


respiratory infections in children. The Cochrane Library.2002
Issue 2.

 Zar HJ, Jeena P, Argent A, Gie R, Madhi SA. Diagnosis and


management of community-acquired pneumonia in childhood-
South African Thoracic Society guidline. South Afr J Epidemiol
Infect 2009;24(1):25-36

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

SEPSIS

31. Pengertian Keadaan ditemukannya gejala klinis dari suatu penyakit infeksi yang
berat, disertaiditemukannya respon sitemik yang dapat berupa
hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi dan letargi.
32. Anamnesis Stadium dini sulit dibedakan dari penyakit infeksi biasa, tetapi
kemudian biasanya anak menunjukkan adanya tanda awal infeksi
yang makin memberat.

33. Pemeriksaan Fisik 1. Tampak toksik berupa hipotermia, hipertermia, hiperventilasi,


takikardi, vasodilatasi, letargi, agitasi, gangguan perfusi.
2. Gejala fisik sesuai dengan tempat fokus infeksi
34. Kriteria Diagnosis Bila ditemukan dua atau lebih tanda SIRS :

1. Suhu tubuh inti >38,5°C atau<36°C


2. Takikardi atau bradikardi
3. Respirasi rata-rata >2SD diatas nilai rata-rata normal usianya
atau ventilasi mekanik suatu proses akut yang tak berhubungan
dengan penyakit neuromuscular atau dalam pengaruh anestesi
umum.
4. Hitung leukosit meningkat atau menurun dibandingkan nilai
normal leukosit berdasarkan umur (bukan suatu keadaan
sekunder leukopenia akibat khemotherapy)
5. Ditambah dengan hasil/bukti infeksi
35. Diagnosis Kerja

36. Diagnosis Banding 3. Non infeksi :


Intoksikasi, sindrom kawasaki

4. Infeksi :
Leptosporosis, tuberculosis, malaria, kriptokokosis, penyakit
lyme, rocky mountain spotted fever

37. Pemeriksaan 7. Biakan darah berulang, biakan dari focus infeksi, tes kepekaan
Penunjang kuman, jumlah leukosit, hapusan darah tepi, kadar hemoglobin,
jumlah trombosit, urinalisis, foto thorak.
8. Pada keadaan sindrom sepsis dan syok sepsis diperlukan
pemeriksaan tambahan asam laktat, analisis gas darah, kadar
elektrolit darah, LFT dan EKG.
9. Pemeriksaan pembekuan darah dilakukan bila ditemukan tanda-
tanda DIC
10. Pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi yang kuat.
38. Terapi / tindakan 1. Pengendalian infeksi
Ampicilin 9200mg/kgbb/hari I.V 4 dosis) dikombinasikan dengan
aminoglikosida (garamisin 5-7 mg/kgbb/hari/IV atau amikasin 15-
20 mg/kgbb/hari/IV atau netilmisin 5-6 mg/kg/hari/IV dalam 2
dosis)

2. Kombinasi lain adalah ampicilin dengan dosis diatas dengan


sefotaksim 100mg/kgbb/iv dalam 3 dosis
3. Bila didapatkan kecurigaan bakteri anaerob sebagai penyebab
misalnya bila ditemukan focus infeksi di rongga abdomen di
ruang panggul, rongga mulut, atau daerah rectum maka
metronidazole atau klindamisin dapat diberikan bersama dengan
antibiotic lain untuk kuman enteric gram negative.
4. Memperbaiki perfusi jaringan melalui resusitasi cairan, koreksi
asam basa dan biasanya pemberian farmakoterapi
kardiovaskuler seperti dopamine dan dobutamin pada keadaan
syok septic.
5. Mempertahankan fungsi respiral secara efesien antara lain
dengan pemberian oksigen dan agar mengusahakan agar jalan
nafas tetap terbuka. Pada keadaan syok lung yang biasanya
terjadi di dalam 2 hari setelah onset syok diperlukan peralatan
khusus seperti ventilator.
6. Renal support untuk mencegah gagal ginjal akut
7. Kortikosteroid (kontroversi)
39. Edukasi

40. Prognosis Tingkat mortalitas tinggi terutama pada keadaan syok septic berkisar
antara 40-70% bila disertai gagal organ berganda kematian dapat
mencapai 90-100%

41. Tingkat Evidens

42. Tingkat Rekomendasi

43. Penelaah Kritis

44. Indikator Medis Klinis dan hasil biakan

45. Kepustakaan 7. Enrione MA, Powell Kr. Sepsis, septic shock and systemic
inflammatory response syndrome. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting, nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia : Saunders; 2004, h. 1026-
32.
8. Anonym. Sepsis dan syok septic. Dalam: Soedarmo SP, Garna
H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku ajar infeksi&
pediatric tropis. Edisi 2. Jakarta :Badan Penerbit IDAI;
2008.h.358-64.
9. International pediatric sepsis consensus conference.

KULIT KELAMIN

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PIODERMA

1. Pengertian/Definisi Pioderma merupakan penyakit infeksi yang terutama


disebabkan oleh bakteri gram positif pada lapisan kulit atau
folikel rambut.
Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus aureus dan
Streptococcus ß haemolyticus group A.
Terdapat 2 buah bentuk pioderma:
1. Pioderma superfisialis, lesi terbatas pada epidermis
 Impetigo non bulosa
 Impetigo bulosa
 Ektima
 Folikulitis
 Furunkel
 Karbunkel
2. Pioderma profunda, mengenai epidermis dan dermis
 Erisipelas
 Selulitis
 Flegmon
 Abses multipel kelenjar keringat
 Hidradenitis
2. Anamnesis Timbul lesi pada daerah predileksi bisa berupa nodul, bercak
kemerahan, bisul (pustul), vesikel/ bula, krusta
3. Pemeriksaan Fisik Pioderma superfisialis
Gejala konstitusi tidak ada
a. Impetigo non bulosa
Tempat predileksi: daerah wajah, terutama sekitar nares dan
mulut
Lesi awal berupa vesikel dan pustul berdinding tipis yang
mudah pecah membentuk krusta tebal kekuningan (honey
colour). Lesi dapat melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi
satelit disekitarnya.
Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi.
b. Impetigo bulosa
Tempat predileksi: daerah intertriginosa (axila, inguinal,
gluteal), dada dan punggung.
Vesikel-bula kendor, berisi cairan jernih, dapat timbul bula
hipopion di atas kulit normal.
Tanda Nikolsky negatif.
Bula pecah meninggalkan skuama anular dengan bagian
tengah eritematosa (koralet) dan cepat mengering.

c. Ektima
Merupakan bentuk pioderma ulseratif yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan atau Streptococcus ß
haemolyticus group A.
Predileksi: ekstremitas bawah atau daerah terbuka
Ulkus dangkal tertutup krusta tebal dan lengket berwarna
kuning keabuan kotor.
Apabila krusta diangkat terdapat ulkus bentuk punched out ,
tepi ulkus meninggi, indurasi, berwarna keunguan.
d. Folikulitis
Merupakan salah satu bentuk pioderma pada folikel rambut
dan jaringan sekitarnya.
Dibedakan menjadi 2 bentuk:
1. Folikulitis superfisialis (impetigo bockhart/impetigo
folikular)
Predileksi: skalp (anak-anak), dagu, aksila, ekstremitas
bawah, bokong (dewasa).
Terdapat rasa gatal dan panas.
Kelainan berupa pustul kecil dome-shaped , mudah
pecah, pada folikel rambut, multipel.
2. Folikulitis profunda (sycosis barbae)
Predileksi: dagu, atas bibir
Nodus eritematosa dengan perabaan hangat, nyeri
e. Furunkel/karbunkel
Merupakan peradangan pada folikel rambut dan jaringan
sekitarnya.
Predileksi: daerah berambut yang sering mengalami
gesekan, oklusif, berkeringat, misalnya leher,wajah, aksila,
bokong.
Lesi berupa nodus eritematosa, awalnya keras, nyeri tekan,
dapat membesar 1-3cm, setelah beberapa hari terdapat
fluktuasi, bila pecah keluar pus.
Karbunkel timbul bila yang terkena beberapa folikel rambut.
Karbunkel lebih besar, diameter dapat mencapai 3-10 cm,
dasar lebih dalam. Nyeri, sering disertai gejala konstitusi.
Pecahnya lebih lambat. Sembuh dengan skar.
Pioderma profunda
- Terdapat gejala konstitusi
- Erupsi kulit diikuti rasa nyeri:
1. Erisipelas: merah cerah, infiltrat dibagian
pinggir,edema, vesikel dan bula diatas lesi.
2. Selulitis: infiltrat eritematosa difus.
3. Flegmon: selulitis dengan supurasi.
4. Abses kelenjar keringat: tidak nyeri, bersama miliaria,
nodus eritematosa bentuk kubah.
5. Hidradenitis: nodus, abses, fistel di daerah ketiak atau
perineum.
6. Ulkus piogenik: ulkus dengan pus
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang bila
perlu
5. Diagnosis Kerja PIODERMA
6. Diagnosis Banding 1. Impetigo non bulosa: ektima
2. Impetigo vesikobulosa:
- Dermatofitosis
- Pemfigus vulgaris
- Staphylococcal scalded skin syndrome
3. Ektima: impetigo nonbulosa
4. Folikulitis:
- Pseudofolikulitis barbae
- Folikulitis keloidal (acne keloidal nuchae)
- Folikulitis pitirosporum
- “Hot tub” folikulitis
5. Erisipelas: selulitis
6. Hidradenitis: skrofuloderma
7. Karbunkel:
- Akne kistik
- Hidradenitis supurativa
7. Pemeriksaan Penunjang Bila diperlukan:
- Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan gram
- Kultur dan resistensi spesimen lesi
- Kultur dan resistensi darah bila diduga bakteremia
8. Terapi Prinsip: pasien berobat jalan, kecuali erisipelas, selulitis dan
flegmon dianjurkan rawat inap.
1. Topikal:
- Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka,
dilakukan 3 kali sehari
- Salep/krim antibiotika (misalnya: asam fusidat 2%,
mupirocin 2%, neomisin dan basitrasin). Dioleskan 2-3
kali sehari, selama 7-10 hari
- Bila terdapat krusta: dilepaskan
2. Sistemik:
First line
- Kloksasilin: dewasa 4x250-500 mg/hari per oral; anak-
anak 50 mg/kgbb/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 5-
7 hari
Pada S. aureus resisten eritromisin
- Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500
mg/hari; anak-anak 25 mg/kgbb/hari terbagi dalam 3
dosis, selama 5-7 hari
- Sefaleksin 40-50 mg/kgbb/hari terbagi dalam 4 dosis,
selama 5-7 hari
- Sefaklor 20mg/kgbb/hari terbagi dalam 3 dosis
Second line
- Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250
mg/hari (hari II-V)
- Klindamisin 15 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis, selama 10
hari
- Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-
50 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis, selama 5-7 hari
Kasus yang berat atau infeksi didaerah yang berbahaya
(misalnya maksila), antibiotik diberikan parenteral.
Apabila dicurigai ada methycillin resistent Staphylococcus
Aureus (MRSA) pada infeksi berat: vankomisin 1-2 gram/hari
dalam dosis terbagi, intravena selama 7 hari.
Apabila lesi besar, nyeri disertai fluktuasi dilakukan insisi dan
drainase.
Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan kultur dan
resistensi.
Tindakan:
- Bila ada abses dilakukan insisi
9. Edukasi - Membatasi penularan: edukasi terhadap pasien dan
keluarganya agar menjaga higiene perorangan yang baik
- Mengatasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid,
misalnya infestasi parasit atau dermatitis atopik.
10. Prognosis Dubius ad bonam
11. Kepustakaan 1. Gorwitz RJ. A review of community-associated methycillin
resistent Staphylococcus aureus skin and soft tissue
infections. Pediatr Infect Dis. 2008;27(1):1-7.
2. Tschachler E, Brockmeyer N, Effendy I, Geiss HK, Harder
S, Hartmann M, et al. Streptococcal infections of the skin
and mucous membranes. JDDG 2007;6:527-532.
3. Benson PM, Hengge UR. Staphylococcal and
streptococcal pyodermas. Dalam: Tyring SK, Lupi o,
Hengge UR. Tropical dermatology. 1st edn. Elsevier
Churchill Livingstone. 2006; 74-76.
4. Roberts S, Chambers, S. Diagnosis and management of
Staphylococcus aureus infection of the skin and soft
tissue. Int Med J 2005;35: S97-105.
5. Werlinger KD, Moore Ay. Therapy of other bacterial
infections. Dermatol Ther 2004; 17: 505-512.
6. Radiono S, Suryadiredja ASD, Danarti R, Rosita C,
Legiawati L, Oroh EC, et al. Panduan pelayanan medis
dokter spesialis kulit dan kelamin. Jakarta: Perdoski;
2011.

GIGI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PERIODONTITIS

1. Pengertian / Definisi Keradangan atau infeksi yang telah sampai di jaringan


periodontal sehingga dapat menyebabkan gigi goyang
2. Anamnesis  Periodontitis acut :
1. Pasien datang mengeluh sakit gigi bila kontak
dengan makanan
2. Bila kontak dengan gigi atas dan bawahnya terasa
sakit, dipakai menguyah sakit
 Periodontitis cronis :
1. Pasien tidak merasakan begitu sakit hanya
sewaktu-waktu
2. Dulu pernah sakit sekali kemudian sempat reda
3. Pemeriksaan Fisik Biasanya tidak ditandai dengan adanya caries
4. Kriteria Diagnosis Perjalanan keradangan biasanya dari bagian margin
sehingga sering tidak ditandai oleh adanya lobang caris
gigi
5. Diagnosis Kerja Periobantitis acut / cronis
6. Diagnosis Banding Biasanya tidak ditandai adanya lobang pada gigi
7. Pemeriksaan Penunjang Percusi, drug (+)
8. Terapi 1. Dibuatkan lobang / keluarnya gas radang
2. Dilakukan oper bur / dan sterilisasi
3. Dilakukan penempatan / pencabutan kalau goyang °4
4. Pemberian analgetik
5. Pemberian antibiotik
9. Edukasi Jaga kebersihan gigi dengan control / perawatan setiap 6
bulan sekali, kurangi makan manis-manis
10. Prognosis Dengan penumpatan / penambalan kalan masih ringan,
fungsi pengunyahan akan lebih baik
11. Kepustakaan Buku Ajar Periodonti / Edisi 2. JD Manson.B.M.Eley, Aber.
Bedah periobantal, I.M. Woite, CV.EGC. Penerbit Buku
Kedokteran
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PULPITIS

1. Pengertian / Definisi Keradangan yang telah mengenai pulpa sehinga timbul


rasa nyeri / cekot-cekot yang spontan terutama pada
malam hari
2. Anamnesis  Pulpitis akut :
1. Sakit cekot-cekot sampai ke kepala
2. Kena dingin sakit
3. Tidak bisa tidur karena mengganggu
 Pulpitis cronis :
1. Dulu pernah sakit, kemudian hilang
2. Datang tidak begitu sakit
3. Pemeriksaan Fisik 1. Test dengan chilor etyl terasa sakit
2. Pulpa sudah terbuka
3. Ditandai dengan adanya darah di sekitar tanduk
pulpa
4. Kriteria Diagnosis Diagnosa ditentukan berdasarkan gejala clinis dan
pemeriksaan clinis terhadap pasien dan biasanya
keadaan umum pasien agak lemah karena tidak enak
makan dan tidak bisa tidur menahan sakit
5. Diagnosis Kerja Pulpitis akut / cronis
6. Diagnosis Banding Clinis adanya caries / lobang pada gigi
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Perkusi, drug (+)
2. Chlor etyl (+)

8. Terapi 1. Pada pulpectomy, mumi fikasi dengan menaruh


sebagian arsen untuk mematikan saraf pulpa pada
cavitas / lobang gigi
2. Pemberian analgetik
3. Pemberian antibiotik
9. Edukasi 1. Hindari makanan terlalu asam / manis, panas, dan
terlalu dingin
2. Pembersihan dengan sikat gigi dengan cara yang
baik dan benar
3. kontrol 6 bulan sekali
10. Prognosis Dengan perawatan saluran akar dan penumpatan gigi
berfungsi dengan baik
11. Kepustakaan Buku Ajar Ilmu Konsevasi Gigi Edisi 3, Phillip Baum
Prinsip dan praktek : Ilmu Endodontia (Edisi 3)
Pemkes RI Chard E. Walton, Mahmond Torabinejad

MATA
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

HORDEOLUM

1. Pengertian/Definisi Adanya benjolan atau peradangan pada kelenjar zeis / moll pada
kelopak mata disertai rasa sakit
2. Anamnesis Mata gatal, bila digaruk terasa sakit, kelopak mata bengkak,
merah, terasa panas, ada benjolan, sakit bila ditekan, keluar
kotoran
3. PemeriksaanFisik Stadium infiltrat : Kelopak mata bengkak
kemerahan,nyeri tekan, keluar
sedikit kotoran
Stadium suppurative : Ada benjolan berisi pus (core)
4. Kriteria Diagnosis Ada 2 bentuk:
1. Externa : Bila corenya pada kulit kelopak
2. Interna : Bila corenya berada pada konjungtiva palpetra
5. Diagnosis Kerja Hordeolum
6. Diagnosis Banding 1. Abces palpebra
2. Kalazion
3. Tumor palpebra
4. Selulitis preseptal
7. PemeriksaanPenunjan -
g
8. Terapi 1. Medikamentosa
- Stadium Infiltrat :
 Kompres hangat
 Salep mata AB
 Oral AB
 Analgetika
2. Operasi
- Stadium Supuratif : Insisi dan kuretase jika sudah ada
fluktuasi atau sudah 2 minggu tidak membaik
9. Edukasi Jaga mata tetap bersih
10. Prognosis Baik
11. Kepustakaan 1. American Academy of ophthalmology staff, External Diseases
and Cornea. Section 8 Basic clinical science courre. San
Francisco; 2005 – 2006 : p 117.
2. Gorden, LK, Orbital inflammatory Disease : A Diagnostic and
Therapeutic Challenge, Eye, Zoog, Vol 20 ; P. 1196 - 1206

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

KONJUNGTIVITIS

1. Pengertian/Definisi Mata merah pada konjungtiva disertai keluar kotoran (Sekret-


mata)
2. Anamnesis - Mata merah disertai ada kotoran (Sekret- mata)
- Saat bangun pagi mata sukar dibuka (karena ada sekret
mata yang mengering di interpalpebra)
- Ngeres seperti ada pasir.
- Kadang-kadang gatal
3. PemeriksaanFisik - Hiperemi konjungtiva
- Follikel konjungtiva palpebra superior atau pun inferior
- Kadang-kadang udem pada kelopak mata secret muko
puru len
4. Kriteria Diagnosis 1. Konjungtivitis bakteri
2. Konjungtivitis allergi
3. Konjungtivitis viral / kataratis
5. Diagnosis Kerja Konjungtivitis
6. Diagnosis Banding 1. Keratitis Akut
2. Uvetis Akut
3. Glaukoma Akut
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Lab pengecatan Gram
2. Lab pengecatan Giemsa
3. Lab pengecatan KOH
8. Terapi Medikamentosa
 Tetes mata antibiotika; Kloramphenial, Neomiani,
Polimiksin, Ciprofioxacin.
 Tetes mata AB/ CS.
 Vit. C 500 mg 1 X sehari
 Anti inflamasi 2 X I sehari bila disertai dengan
edema palpebra.
 Tidak perlu AB Systemik.
9. Edukasi 1. Jaga Kebersihan
2. Pakai kaca mata gelap
3. Istirahat yang cukup
10. Prognosis Baik
11. Kepustakaan 1. Newell FM.Ophthalmology Principles and Consepts 5 th
ed. ST. Louis; Mosby Co; 1982 : 239-340
2. American Academy of ophthalmology staff, External
Diseases and Cornea. Section 8 Basic clinical science
courre. San Francisco; 2005 – 2006 : P.145-46

PENY. DALAM

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DEMAM TIFOID

1. Pengertian

2. Anamnesis Keluhan dan gejala Demam Tifoid pada minggu pertama


tidak khas. Perjalanan penyakit bervariasi dari gejala
seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal
yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis
gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam
berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan
susunan saraf pusat.
1. Panas lebih dari 5 hari, biasanya mulai dengans umer
yang makin hari makin meninggi terutama sore dan
malam hari (step ladder pattern) pada minggu pertama.
Pada minggu ke-2 panas tinggi terjadi terus-menerus.
Dapat disertai batuk kering, rasa nyeri kepala,
anoreksia dan malaise.
2. Gejala gastrointestinal dapat berupa abdominal
tenderness, obstipasi, diare, mual, muntah, dan
kembung
3. Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen,
sopor, bahkan sampai koma pada akhir minggu II – III
demam.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Panas badan meningkat dengan pola anak tangga
(step ladder pattern) pada minggu pertama, continuous
fever pada minggu kedua.
2. Bradikardi relative dan dicrotic pulse (minggu kedua
demam)
3. Typhoid tongue (lidah kotor dengan tepi hiperemi dan
tremor).
4. Penurunan kesadaran (delirium, apatis, somnolen,
spoor atau koma) pada akhir minggu kedua atau
minggu ketiga demam
5. Rose spot pada daerah dada dan abdomen pada
minggu kedua demam
6. Pembesaran hati (hepatomegaly) dan atau limpa
(splenomegaly)
7. Tanda komplikasi perforasi abdomen
4. Kriteria Diagnosis Kriteria klinis:
1. Demam selama lebih dari 5 hari
2. Gejala gangguan gastrointestinal (berupa abdominal
tenderness, obstipasi, diare, mual, muntah, kembung,
hepatomegali, splenomegali, tanda perforasi abdomen)
3. Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen,
sopor, bahkan sampai koma (akhir minggu II – III
demam)
Kriteria laboratoris:
1. Diagnosa pasti: Kultur darah (media kultur 10% aqueus
ox gall) dan sekresi intestinal berupa muntahan atau
aspirasi duodenum (minggu I), kultur aspirasi sumsum
tulang (minggu I & II), kultur tinja (minggu II), kultur
kemih (minggu III).
2. Tes serologi spesifik: IgM anti Salmonella typhi, tes
Widal (titer tunggal S.typhi O >1/320 atau peningkatan
titer > 4x)
3. Non-spesifik: Leukopenia dengan limfopenia relatif,
monositosis anemia, thrombositopenia dan
peningkatan laju endap darah. Peningkatan serum
transaminase dan bilirubin (hepatitis tifosa)
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding 1. Demam Dengue / DemamBerdarah Dengue
2. Malaria
3. Gastroenteritis
4. Hepatitis virus akut
5. Akut abdomen karenaetiologi lain (appendicitis,
abdominal abses, abseshati)
6. Tuberkulosis
7. Toxoplasmosis
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Leukosit dapat menurun atau normal dengan
limfopenia relatif, monositosis, anemia,
thrombositopenia dan peningkaran laju endap darah.
Peningkatan serum transaminase dan bilirubin
(hepatitis tifosa). Pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen,
D-Dimer, atau FDP bila dicurigai DIC, Elektrolit
(Natrium dan Kalium), Lipase dan amylase (komplikasi
pancreatitis)
2. Tes serologi spesifik: IgM anti Salmonella typhi, tes
Widal (titer tunggal S.typhi O >1/320 atau peningkatan
titer > 4x)
3. Diagnosa pasti: Kultur darah (media kultur 10% aqueus
ox gall) dan sekresi intestinal berupa muntahan atau
aspirasi duodenum (minggu I), kultur aspirasi sumsum
tulang (minggu I & II), kultur tinja (minggu II), kultur
kemih (minggu III).

4. Pencitraan: Foto abdomen tiga posisi (kecurigaan


perforasi), USG abdomen, Foto rontgen dada
(Kecurigaan pneumonitis), CT-scan kepala (gangguan
kesadaran)
8. Terapi Tatalaksana Umum:
1. Tirah baring selama masih demam
2. Hidrasi adekuat
3. Diet TKTP rendah serat
4. Kompres hangat bila demam, antipiretik bila t>38,2°C
5. Upaya pencegahan dekubitus
6. Monitoring cairan masuk & cairan keluar, gejala
perforasi (kembung, perburukan/nyeri abdomen akut,
berak darah)
Medikamentosa:
1. Antibiotik:
a. Fluoroquinolon (7 hari): Ciprofloxacin (2x400 mg i.v
atau 2x500 mg i.o); Ofloxacin (2x200 – 400 mg i.o);
Levofloxacin (1x500 mg i.v atau i.o). Tidak
dianjurkan pada usia< 18 tahun
b. Cephalosporin generasi III (5-7 hari ): Ceftriaxone
(2 – 4 gram/hari i.v)
c. Cefixime 2x100 mg i.o (10 hari)
d. Macrolide (7 hari): Azithromycin (1x500 mg i.o)
e. Chloramphenicol (14 hari) dosis 50-100 mg/kgBB.
Tidak diberikan bila leukosit<2000/uL, lakukan
monitoring leukosit setiap 5 hari
f. Tiamphenicol (14 hari) 4x500 mg i.o
g. Penicillin (14 hari): Amoxicillin (2x2 gram i.v) atau
Ampicillin (4x1-2 gram i.v)
h. Co-trimoxazole (2x960 mg i.o) selama 14 hari
i. Ditambah dengan Metronidazole (20 mg/kgBB i.v)
bila terjadi perforasi
2. Terapi lain:
a. Hindari pemberian laxantia, lavament dan salisilat
b. Antiemetik dan antipiretik bila diperlukan
c. Pembedahan bila terjadi perforasi
Follow Up:
1. Observasi berkala hasi lterapi
2. Evaluasi kemungkinan penyebab lain demam
3. Evaluasi kemungkinan komplikasi

4. Bila panas badan turun sebelum hari ketiga terapi


antibiotik (golongan fluoroquinolon, cephalosporin,
macrolide) atau hari kelima (golongan
chloramphenicol, penicillin, co-trimoxazole): terapi
dilanjutkan
5. Bila panas badan belum turun setelah hari ketiga,
namun puncak demam menurun dengan antibiotik
(golongan fluoroquinolon, cephalosporin, macrolide)
atau hari kelima (golongan chloramphenicol, penicillin,
co-trimoxazole): terapi dilanjutkan
6. Bila tidak terjadi perbaikan klinis pertimbangkan:
adanya infeksi campuran, resistensi obat atau terjadi
infeksi nosokomial
9. Edukasi Tentang penyakit, tatalaksana, komplikasi, prognosis
pasien dan cara pencegahan penularan
10.Prognosis Dubius ad bonam bila tidak ada komplikasi dan penyakit
Ko-mobid
11.Tingkat Evidens 1A
12.Tingkat Rekomendasi
13.PenelaahKritis
14.Indikator Keadaaan umum membaik, keluhan pasien menghilang,
bebas panas dan tanpa antipiretik> 24 jam
15.Kepustakaan 1. World Health Organization. Background document: the
diagnosis, treatment and prevention of typhoid
fever.2003
2. Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No.
364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid. 2006

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

1. Pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah Infeksi akibat


terbentuknya koloni kuman di saluran kemih.
Masalah infeksi saluran kemih tersering adalah sistitis
akut, sistitis kronik, dan uretritis.
2. Anamnesis Keluhan
Pada sistitis akut keluhan berupa:
1. Demam
2. Susah buang air kecil
3. Nyeri saat di akhir BAK (disuria terminal)
4. Sering BAK (frequency)
5. Nokturia
6. Anyang-anyangan (polakisuria)
7. Nyeri suprapubik
Pada pielonefritis akut keluhan dapat juga berupa nyeri
pinggang, demam tinggi sampai menggigil, mual muntah,
dan nyeri pada sudut kostovertebra.
Faktor Risiko
1. Riwayat diabetes melitus
2. Riwayat kencing batu (urolitiasis)
3. Higiene pribadi buruk
4. Riwayat keputihan
5. Kehamilan
6. Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya
7. Riwayat pemakaian kontrasepsi diafragma
8. Kebiasaan menahan kencing
9. Hubungan seksual
10. Anomali struktur saluran kemih
3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam
2. Flank pain (Nyeri ketok pinggang
belakang/costovertebral angle)
3. Nyeri tekan suprapubik
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik
Laboratorium:
Lekositosis, lekosituria, kultur urin (+): Hitung koloni >
5
10 CFU/ml
urin
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding Recurrent cystitis, Urethritis, Pielonefritis, Bacterial
asymptomatic
7. Pemeriksaan 1. Darah perifer lengkap
Penunjang 2. Urinalisis
3. Ureum dan kreatinin
4. Kadar gula darah
5. Urine mikroskopik berupa peningkatan >103 bakteri per
lapang pandang
6. Kultur urin (hanya diindikasikan untuk pasien yang
memiliki riwayat kekambuhan infeksi salurah kemih atau
infeksi dengan komplikasi).
8. Terapi Penatalaksanaan
1. Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal
normal.
2. Menjaga higienitas genitalia eksterna
3. Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotik selama
3 hari dengan pilihan antibiotik sebagai berikut:
a. Trimetoprim sulfametoxazole
b. Fluorikuinolon
c. Amoxicillin-clavulanate
d. Cefpodoxime
9. Edukasi Pasien dan keluarga diberikanpemahaman tentang infeksi
saluran kemih dan hal-hal yang perlu diperhatikan, antara
lain:
1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit
infeksi saluran kemih. Penyebab infeksi saluran kemih
yang paling sering adalah karena masuknya flora anus ke
kandung kemih melalui perilaku atau higiene pribadi yang
kurang baik. Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih,
diharapkan tidak berhubungan seks.
2. Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih
bagian atas (nyeri pinggang) dan pentingnya untuk kontrol
kembali.
3. Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah
direncanakan.
4. Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.
10. Prognosis Prognosis pada umumnya baik, kecuali bila higiene genital
tetap buruk, ISK dapat berulang atau menjadi kronis.
11. Tingkat Evidens
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan 1. Weiss, Barry.20 Common Problems In Primary
Care.
2. Rakel, R.E. Rakel, D.P. Textbook Of Family
Medicine. 2011
3. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI.
2009
4. Hooton TM. Uncomplicated urinary tract infection.
N Engl J Med 2012;366:1028-37 (Hooton, 2012)
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

1. Pengertian (Definisi) Penyakit infeksi menular pada jaringan paru akibat infeksi
mikobakterium tuberkulosis
2. Anamnesis Batuk 2-3 minggu, berdahak, kadang batuk darah, sesak,
nyeri dada
Demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
berkeringat malam
3. Pemeriksaan Fisik Lesi minimal pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada
lesi yang berat dapat dijumpai tanda konsolidasi (perkusi
redup, fremitus mengeras, suara napas bronkial, ronki )
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis: ada batuk 2-3 minggu, berdahak, kadang
batuk darah, kadang nyeri dada. Demam, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, berkeringat malam.
2. Pemeriksaan fisik: dapat dijumpai tanda-tanda
konsolidasi
3. Pemeriksaan penunjang: Sputum BTA Positif, Rontgen
toraks sesuai gambaran TB
5. Diagnosis Kerja

6. Diagnosis Banding Pneumonia, Bronkiektasis, abses paru


7. Pemeriksaan 1. BTA sputum SPS
Penunjang
2. Rontgen toraks
3. Gen Expert sputum bila pada pasien ODHA dan pada
suspek TB MDR
4. Kultur BTA dan DST bila suspek TB MDR
5. DL, Bun/SC, GOT/GPT
8. Terapi 1. Untuk kasus baru: OAT (Obat anti TB) Kategori I
(2RHZE / 4HR) / (2HRZE / 4H3R3)
2. Untuk Kasus pengobatan ulangan: OAT Kategori II
(2RHZES / HRZE / 5RHE) / (2RHZE / RHZE /
5H3R3E3)
3. Untuk Kasus TB MDR paduan obat: Km-Eto-Lfx-Z(E) /
Eto-Lfx-Cs-Z(E)
9. Edukasi 1. Minum obat teratur tidak boleh memutus obat tanpa
(Hospital Health sepengetahuan Dokter / petugas medis
Promotion)
2. Menggunakan masker sehingga tidak menulari orang
sekitarnya
3. Tidak berdahak sembarangan
4. Pentingnya ventilasi sehingga sinar dapat tembus ke
kamar tidur
5. Penyakit TB dapat sembuh
10. Prognosis Dubius ad bonam
11. Tingkat Evidens 1. Tingkat eviden 1a/1b
2. Rekomendasi A / B
12. Tingkat Rekomendasi

13. Penelaah Kritis

14. Indikator 1. Hilangnya gejala batuk


2. Hilangnya demam
3. Berat badan naik
4. BTA Sputum negatif
5. Kultur BTA Negatif untuk TB MDR
15. Kepustakaan Kementrian Kesehatan RI, Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis, 2013.

OBGYN

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

ABORTUS

46. Pengertian Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi


sebelum janin dapat hidup diluar kandungan,dan sebagai
batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat anak kurang dari 500 gram.
Jenis dan derajat abortus :
1. Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan,
dimana terjadi perdarahan pervaginam ostium uteri
masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
2. Abortus insipiens adalah abortus yang sedang
mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium
uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri.
3. Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah
keluar dari kavum uteri masih ada yang tertinggal.
4. Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah
keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
minggu.
47. Anamnesis Keluhan yang terdapat pada pasien abortus antara lain:
1. Abortus imminens
a. Riwayat terlambat haid dengan hasil B HCG (+)
dengan usia kehamilan dibawah 20 minggu
b. Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu
banyak, berwarna kecoklatan dan bercampur
lender
c. Tidak disertai nyeri atau kram
2. Abortus insipiens
a. Perdarahan bertambah banyak, berwarna
merah segar disertai terbukanya serviks
b. Perut nyeri ringan atau spasme (seperti
kontraksi saat persalinan)
3. Abortus inkomplit
a. Perdarahan aktif
b. Nyeri perut hebat seperti kontraksi saat
persalinan
c. Pengeluaran sebagian hasil konsepsi
d. Mulut rahim terbuka dengan sebagian sisa
konsepsi tertinggal
e. Terkadang pasien datang dalam keadaan syok
akibat perdarahan
4. Abortus komplit
a. Perdarahan sedikit
b. Nyeri perut atau kram ringan
c. Mulut rahim sudah tertutup
d. Pengeluaran seluruh hasil konsepsi
Faktor Risiko
1. Faktor Maternal
a. Penyakit infeksi
b. Kelainan hormonal, seperti hipotiroidisme
c. Gangguan nutrisi yang berat
d. Penyakit menahun dan kronis
e. Alkohol, merokok dan penggunaan obat-obatan
f. Anomali uterus dan serviks
g. Gangguan imunologis
h. Trauma fisik dan psikologis
2. Faktor Janin
Adanya kelainan genetik pada janin
3. Faktor ayah
Terjadinya kelainan sperma
48. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan tanda vital: nadi meningkat 100x/mnt,
tekanan darah menurun (pada keadaan berat),
subfebris, dan gangguan kesadaran (keadaan berat).
2. Pemeriksaan tanda-tanda dehidrasi: mata cekung, bibir
kering, turgor berkurang.
3. Pemeriksaan generalis: kulit pucat, sianosis, berat
badan turun> 5% dari berat badan sebelum hamil,
uterus besar sesuai usia kehamilan, pada pemeriksaan
inspekulo tampak serviks yang berwarna biru.
49. Kriteria Diagnosis Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaam penunjang.
Macam-macam Abortus

50. Diagnosis Kerja

51. Diagnosis Banding Kehamilan ektopik, Mola hidatidosa, Missed abortion

52. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan USG.
2. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG): biasanya masih
positif sampai 7-10 hari setelah abortus.
3. Pemeriksaan darah perifer lengkap
53. Terapi / tindakan Penatalaksanaan Umum
Pada keadaan abortus kondisi ibu bisa memburuk dan
menyebabkan komplikasi. Hal pertama yang harus dilakukan
adalah penilaian cepat terhadap tanda vital (nada, tekanan
darah, pernasapan dan suhu).
Pada kondisi di jumpai tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan antibiotika dengan kombinasi:
1. Ampicilin 2 gr IV /IM kemudian 1 gr setiap 6 jam
2. Gentamicin 5 mg/KgBB setiap 24 jam
3. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
Penatalaksanaan Khusus sesuai dengan Jenis Abortus
1. Abortus imminens:
a. Pertahankan kehamilan
b. Tidak perlu pengobatan khusus
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan
atau hubungan seksual
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu
selanjutnya pada pemeriksaan antenatal
termasuk pemantauan kadar Hb dan USG
panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan
penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.

e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi


janin dengan USG, nilai kemungkinan adanya
penyebab lain.
f. Tablet penambah darah
g. Vitamin ibu hamil diteruskan
2. Abortus insipiens
a. Lakukan konseling untuk menjelaskan
kemungkinan risiko dan rasa tidak nyaman
selama tindakan evakuasi, serta memberikan
informasi mengenai kontrasepsi paska
keguguran.
b. Jika usia kehamilan < 16 minggu : lakukan
evakuasi isi uterus; Jika evakuasi tidak dapat
dilakuka segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM
(dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
c. Jika usia kehamilan > 16 minggu:
Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara
spontan dan evakuasi hasil konsepsi dari
dalam uterus. Bila perlu berikan infus oksitosin
40 IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL dengan
kecepatan 40 tetes per menit
d. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30
menit selama 2 jam, Bila kondisi baik dapat
dipindahkan ke ruang rawat.
e. Lakukan pemeriksaan jaringan secara
makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium
f. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan
pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb
setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan
keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang
3. Abortus inkomplit
a. Lakukan konseling
b. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu,
respirasi)
c. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok
karena perdarahan, pasang IV line (bila perlu 2
jalur) segera berikan infus cairan NaCl fisiologis
atau cairan ringer laktat disusul dengan darah.
d. Jika perdarahan ringan atau sedang dan
kehamilan <16 minggu, gunakan jari atau forcep
cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16
minggu, lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi
vakum manual (AVM) merupakan metode yang
dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya
dilakukan apabila AVM tidak tersedia. Jika
evakuasi tidak dapat dilakukan, segera: berikan
ergometrin 0.2 mg IM (dapat diulang 15 menit
kemudian bila perlu)
e. Jika usia kehamilan > 16 minggu berikan infus
oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 40 tetes per menit
f. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30
menit selama 2 jam, Bila kondisi baik dapat
dipindahkan ke ruang rawat.
g. Lakukan pemeriksaan jaringan secara
makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium
h. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan
pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb
setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan
keadaan umum baik, ibu diperbolehkan pulang
4. Abortus komplit
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila
menderita anemia perlu diberikan sulfas ferosus dan
dianjurkan supaya makanannya mengandung banyak
protein, vitamin dan mineral.
Pencegahan
1. Pemeriksaan rutin antenatal
2. Makan makanan yang bergizi (sayuran, susu,ikan,
daging,telur).
3. Menjaga kebersihan diri, terutama daerah kewanitaan
dengan tujuan mencegah infeksi yang bisa
mengganggu proses implantasi janin.
4. Hindari rokok, karena nikotin mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.
5. Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet Sulfas
Ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu,bila anemia
berat maka berikan transfusi darah.
54. Edukasi 1. Melakukan konseling untuk memberikan dukungan
emosional
2. Menganjurkan penggunaan kontrasepsi pasca
keguguran karena kesuburan dapat kembali kira-kira
14 hari setelah keguguran. Untuk mencegah
kehamilan, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
umumnya dapat dipasang secara aman setelah aborsi
spontan atau diinduksi. Kontraindikasi pemasangan
AKDR pasca keguguran antara lain adalah infeksi
pelvik, abortus septik, atau komplikasi serius lain dari
abortus.
55. Prognosis Prognosis umumnya bonam.

56. Tingkat Evidens

57. Tingkat Rekomendasi

58. Penelaah Kritis

59. Indikator Medis

60. Kepustakaan 1. Saifuddin, A.B. Ilmu Kebidanan. Perdarahan pada


kehamilan muda. Ed 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo.2009: p. 460-474.(Prawirohardjo, et
al., 2010)
2. KementerianKesehatan RI dan WHO. Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan. Jakarta: KementerianKesehatan RI.
2013(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
3. Saifuddin, A.B. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2001; 146-147.(Saifuddin, 2011)

BEDAH

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

BATU EMPEDU

1. Pengertian/Definisi Terdapat batu di dalam kantong empedu maupun dalam saluran


empedu

2. Anamnesis 1. Nyeri bersifat kolik, mulai dari epigastrium atau


hipokondrium kanan dan menjalar ke bahu kanan.
2. Demam timbul jika terjadi keradangan bisa disertai
menggigil
3. Biasanya disertai riwayat makan makanan berlemak

3. Pemeriksaan Fisik 1. Muncul ikterus jika terjadi obstruksi atau sumbatan pada
saluran empedu utama yaitu duktus hepatikus / duktus
koledokus.
2. Nyeri tekan pada hipokondrium kanan terutama pada waktu
penderita menarik napas dalam ( Murphy Sign)

4. Kriteria Diagnosis 1. anamnesis


2. pemeriksaan fisik
3. pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Kerja Batu Empedu

6. Diagnosis Banding 1. Gastritis


2. Tukak Peptik
3. Pankreatitis

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Lab : peningkatan kadar bilirubin direk,


kolesterol, alkali fosfatase, gamma glukoronil transferase
dalam darah, bilirubinuria
2. Ultrasonografi
3. Pemeriksaan khusus pada ikterus Obstruksi seperti PTC,
ERCP, CT Scan, MRI

8. Terapi 1. Batu pada kantong empedu : kolesistektomi


2. Disertai batu saluran empedu : kolesistektomo +
koledokolititomi + antibiotika profilaksis cefalosporin
generasi III.
3. Disertai keradangan ( kolesistitis / kolangitis ) + antibiotika
terapi : cephalosporin generasi III 3x 1 gram i.v. +
metronidazole 3 x 1 gram / hari i.v.

9. Prognosis baik

10. Kepustakaan 1. Way I.W. : Disease of gallblader & bile duct. Current
surgical Diagnosis & Treatment. Appleton Lange 1994, p.
546 – 558.

2. Harris HW. Biliary System, surgery Basic Science and


Clinical evidence ed. By Norton JA. Springer, Verlag, New
York 2001 p. 553 – 581.
3. Namir Katkhouda : Advanced Laparoscopic Surgery.
Techniques and Tips. WB. Saunders Co, London 1998.p.
26 – 34.

SARAF

THT – KL

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA

1. No. ICD 10 H60.5

2. Diagnosis Otitis Eksterna Sirkumskripta

3. Pengertian Peradangan kulit liang telinga berupa furunkel berbatas tegas


pada sepertiga luar liang telinga. Peradangan kulit liang telinga
berupa furunkel berbatas tegas pada sepertiga luar liang telinga.

4. Anamnesis Rasa nyeri hebat apalagi bila daun telinga disentuh atau
dipegang, gangguan pendengaran bila furunkel besar dan
menyumbat liang telinga. Liang telinga tampak bengkak pada
tempat tertentu.

5. Pemeriksaan 1. Tampak furunkel pada KAE sepertiga luar


Fisik 2. Sekret purulen pada KAE bila furunkel sudah pecah
6. Kriteria Furunkel atau sekret purulen di KAE
Diagnosis
7. Diagnosis -
Banding
8. Pemeriksaan Pemeriksaan Kultur Dan Sensitivitas Pus
Penunjang
9. Konsultasi Mikrobiologi Klinik

10. Perawatan Tidak


Rumah Sakit
11. Terapi / 1. Antibiotika dalam bentuk salep seperti neomisin, polimiksin B
tindakan atau basitrasin atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam
12. (ICD 9-CM) alkohol 2%) atau tampon iktiol dalam liang telinga selama 2
hari.
2. Bila sudah abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan
nanahnya. Bila dinding furunkel tebal dilakukan insisi
kemudian dipasang drain untuk mengalirkan nanahnya.
3. Tidak perlu diberikan antibiotik sistemik
4. Obat simtomatik (parasetamol 4 x 10-15 mg/kg BB) seperti
analgetik (Asam mefenamat 3 x 10-15 mg/kg BB) dan obat
penenang : Diazepam (Dewasa : 3 x 2-5 mg, umur 6 -14 th : 3
x 2-4 mg dan umur < 6 th : 3 x 1-2 mg)
13. Tempat Puskesmas, dokter swasta, RS tipe A,B,C
Pelayanan
14. Penyulit Perikondritis aurikula

15. Informed Tidak


Consent
16. Tenaga Dokter umum, SpTHT, SpMK
Standar
17. Lama 3 hari
Perawatan
18. Masa 1 minggu
Pemulihan
19. Hasil Sembuh

20. Patologi Tidak

21. Otopsi Tidak

22. Prognosis Dubius ad bonam

23. Tindak Lanjut  Suction pada KAE dapat dilakukan tiap minggu untuk
memastikan debris telah terangkat
 Follow up diperlukan hingga satu minggu setelah kedatangan
pertama untuk memastikan kesembuhan, disarankan pasien
datang setiap 2-3 hari sekali
24. Tingkat 4
Evidens &
Rekomendasi

25. Indikator Tidak ada tanda radang


Medis
26. Edukasi Jangan mengkorek telinga, menjaga telinga supaya tidak terkena
air

27. Kepustakaan Modul Telinga oleh Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL tahun
2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

OTITIS EKSTERNA DIFUS

16. No. ICD 10 H60.9

17. Diagnosis Otitis Eksterna Difus

18. Pengertian Peradangan kulit liang telinga yang tidak jelas batasnya pada
dua pertiga liang telinga dalam.

19. Anamnesis Rasa nyeri tekan traqus, liang telinga tampak sempit dan
bengkak

20. Pemeriksaan 1. Nyeri tekan traqus


Fisik 2. Liang telinga sempit
3. Secret yang mengandung lendir
21. Kriteria 1. Liang telinga sempit dua pertiga dalam
Diagnosis 2. Sekret yang mengandung lendir

22. Diagnosis OMA


Banding

23. Pemeriksaan Pemeriksaan Kultur Dan Sensitivitas Pus


Penunjang

24. Konsultasi Mikrobiologi Klinik

25. Perawatan Tidak


Rumah Sakit

26. Terapi / tindakan 5. Memasang tampon yang mengandung Antibiotika dalam


bentuk salep seperti neomisin dan polimiksin B
(ICD 9-CM) 6. Membersihkan liang telinga
7. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika sistemik.
27. Tempat Puskesmas, dokter swasta, RS tipe A,B,C
Pelayanan

28. Penyulit Perikondritis

29. Informed Tidak


Consent

30. Tenaga Standar Dokter umum, SpTHT, SpMK

31. Lama Perawatan 3 hari

32. Masa Pemulihan 1 minggu

33. Hasil Sembuh

34. Patologi Tidak

35. Otopsi Tidak

36. Prognosis Dubius ad bonam

37. Tindak Lanjut  Suction pada KAE dapat dilakukan tiap minggu untuk
memastikan debris telah terangkat
 Follow up diperlukan hingga satu minggu setelah kedatangan
pertama untuk memastikan kesembuhan, disarankan pasien
datang setiap 2-3 hari sekali
38. Tingkat Evidens 4
& Rekomendasi

39. Indikator Medis Tidak ada tanda radang

40. Edukasi Jangan mengkorek telinga, menjaga telinga supaya tidak


terkena air

41. Kepustakaan Modul Telinga oleh Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL tahun
2008.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

OTITIS MEDIA AKUT

1. No. ICD 10 H 66.0

2. Diagnosis Otitis Media Akut

3. Pengertian Peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba


Eustachius, antrum mastoid dan sel mastoid.

4. Anamnesis Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien.

1. Pada Anak-anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam


telinga dan suhu tubuh yang tinggi,biasanya terdapat batuk
dan pilek sebelumnya.
2. Pada orang dewasa terdapat gangguan pendengaran
berupa rasa penuh, nyeri telinga atau kurang mendengar.
3. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu
tubuh yang tinggi (>390 Celcius), gelisah, sulit tidur, diare,
kejang dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Setelah ruptur membran timpani, suhu tubuh akan turun,
anak tertidur.
5. Pemeriksaan Membran timpani hiperemi atau bulging atau perforasi. Bisa
Fisik disertai sekret mukoid atau mukopurulen bila membran timpani
telah perforasi.

6. Kriteria Bila ditemukan penampakan membran timpani yang hiperemi /


Diagnosis bulging / perforasi

7. Diagnosis -
Banding

8. Pemeriksaan Kultur dan sensitivitas pus


Penunjang

9. Konsultasi Mikrobiologi klinik

10. Perawatan Tidak


Rumah Sakit

11. Terapi / tindakan Stadium oklusi:


(ICD 9-CM)

1. Obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % untuk anak < 12


tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk
anak diatas 12 tahun dan dewasa.
2. Antibiotika : Ampisilin dalam 4x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari, Amoksisilin dalam 3x pemberian 50 - 100
mg/kgBB/hari atau Eritromisin dalam 3x pemberian 50 -
100 mg/kgBB/hari
Stadium presupurasi:

1. Antibiotik (Ampisilin dalam 4x pemberian 50 -100


mg/kgBB/hari, Amoksisilin dalam 3x pemberian 50 - 100
mg/kgBB/hari atau Eritromisin dalam 3x pemberian 50 -
100 mg/kgBB/hari)
2. Obat tetes hidung
3. Analgetik:
a. Parasetamol : 4 x 10 – 15 mg/kg BB
b. Asam Mefenamat : 3 x 10 – 15 mg/kg BB
Stadium supurasi:

1. Antibiotika : Ampisilin dalam 4x pemberian 50 -100


mg/kgBB/hari, Amoksisilin dalam 3x pemberian 50 - 100
mg/kgBB/hari atau Eritromisin dalam 3x pemberian 50 -
100 mg/kgBB/hari
2. Miringotomi
Stadium perforasi:

1. Obat cuci telinga H2O2 3 % selama 3-5 hari


2. Antibiotika adekuat : Amoksisilin Klavulanat 3x 500
mg/hari selama 3 minggu
Stadium resolusi:

Membran timpani berangsur normal, sekret tidak ada lagi,


perforasi menutup

12. Tempat Puskesmas, Dokter swasta, RS tipe A,B,C


Pelayanan

13. Penyulit Mastoiditis

14. Informed Ya
Consent

15. Tenaga Standar Dokter umum, SpTHT, SpMK

16. Lama Perawatan 2 minggu

17. Masa Pemulihan 3 minggu

18. Hasil Perforasi menutup

19. Patologi Tidak

20. Otopsi Tidak


21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut  Lakukan penilaian ulang jika dalam waktu 48 jam tidak
terdapat perbaikan gejala atau bertambah parah, atau jika
tanda-tanda komplikasi menjadi jelas
 Follow up dilakukan 10-14 hari setelah fase akut
23. Tingkat Evidens 4
& Rekomendasi

24. Indikator Medis Membran timpani tidak hiperemi dengan reflek cahaya +. Tidak
tampak sekret keluar dari telinga tengah

25. Edukasi Bila batuk dan pilek lekas berobat, bagi anak-anak jangan
minum susu sambil tiduran, kurangi makanan yang
mengandung penyedap dan pengawet

26. Kepustakaan 1. Modul Telinga yang diterbitkan oleh Kolegium Ilmu


Kesehatan THT-KL tahun 2008.
2. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL edisi ke-enam.
3. Head & Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition, Byron
J.Bailey & Jonas T. Johnson, 2006.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

1. No. ICD 10 H66.1-3

2. Diagnosis Otitis Media Supuratif Kronik

3. Pengertian Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran


timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah lebih dari 2
bulan, terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer
atau kental, bening atau berupa nanah. Terdapat 2 tipe OMSK,
yaitu :

1. OMSK Tipe Aman : Proses peradangan terbatas pada


mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi
terletak di sentral, jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Pada OMSK tipe ini tidak terdapat kolesteatoma.
Pada OMSK tipe aman terdiri atas fase tenang (kering) dan
fase aktif

2. OMSK Tipe Berbahaya : Tipe ini ditandai dengan perforasi


yang letaknya marginal atau di atik, dapat mengenai tulang,
disertai dengan kolesteatoma, sering menimbulkan komplikasi
berbahaya.

4. Anamnesis Telinga mengeluarkan cairan secara terus menerus maupun


hilang timbul sejak lebih dari atau sama dengan 2 bulan. Cairan
dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah

5. Pemeriksaan 3. Tampak perforasi pada membran timpani baik sentral,


Fisik subtotal atau total pada lokasi atik, sentral maupun marginal
4. Sekret mukoid atau mukopurulen yang berasal dari kavum
timpani
6. Kriteria Perforasi pada membran timpani dengan atau tanpa disertai
Diagnosis adanya sekret

7. Diagnosis -
Banding

8. Pemeriksaan Kultur dan tes resistensi, foto mastoid (posisi Schuller), CT scan
Penunjang temporal (jika perlu dan memungkinkan), dan audiometri.

9. Konsultasi Mikrobiologi Klinik

10. Perawatan Iya


Rumah Sakit

11. Terapi / tindakan Konservatif, bila sekret keluar terus menerus dapat
diberi H2O2 3 %, antibiotik, obat tetes telinga (dengan
(ICD 9-CM) pertimbangan) yang mengandung ofloxacin.
 Bila perforasi masih menetap setelah 3 bulan
pengobatan medikamentosa maka idealnya dapat
dilakukan operasi, yaitu timpanoplasti dengan atau
tanpa mastoidektomi.
 Untuk OMSK tipe berbahaya penatalaksanaan adalah
dengan tindakan operatif (timpanomastoidektomi)
12. Tempat RS tipe A,B,C
Pelayanan

13. Penyulit Komplikasi Intrakranial (Abses ekstradural, abses subdural,


tromboflebitis sinus sigmoudeus/sinus lateral, meningitis, abses
otak, hidrosefalus otitis) dan Intratemporal (Gangguan
pendengaran, paralisis fasial, labirinitis).

14. Informed Iya


Consent

15. Tenaga Standar Dokter SpTHT-KL


16. Lama Perawatan 3 bulan dengan medikamentosa, 5 hari durante operasi

17. Masa Pemulihan 1-2 bulan

18. Hasil Sembuh

19. Patologi Iya, pada tipe berbahaya (kolesteatoma)

20. Otopsi Tidak

21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut  Ear Toilet dapat dilakukan tiap pasien kontrol untuk
membersihkan sekret
 Follow up diperlukan hingga 2-3 bulan setelah kedatangan
pertama untuk memastikan kesembuhan dan pertimbangan
operasi, disarankan pasien datang setiap 2-3 hari sekali atau
1 minggu sekali.
23. Tingkat Evidens 4
& Rekomendasi

24. Indikator Medis Menutupnya perforasi membran timpani dan tidak adanya
komplikasi

25. Edukasi Mencegah masuknya air ke dalam telinga, menjaga kebersihan


diri, pengobatan rutin dan teratur.

26. Kepustakaan Modul Telinga oleh Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL tahun
2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RHINITIS AKUT

1. No. ICD 10 J 00

2. Diagnosis Rhinitis Akut


3. Pengertian Radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala-gejala
rinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum
rasa tidak enak badan dan suhu tubuh meningkat.

4. Anamnesis Rinitis akut disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, mengeluh
mula-mula hidung dan tenggorok terasa panas dan kering, sakit
kepala, demam dan malaise. Kemudian diikuti oleh hidung
tersumbat, bersin-bersin, rinore yang encer dan banyak yang
setelah beberapa hari berkurang jumlahnya tetapi lebih pekat.

5. Pemeriksaan 1. Tampak mukosa hidung edem dan hiperemi, sekret hidung


Fisik mula-mula serous kemudian berubah menjadi mukoid atau
mukopurulen.
2. Mukosa yang hiperemi dan sekret yang mukoid atau
mukopurulent
6. Kriteria Bila pada anamnesa dan pemeriksaan fisik ditemukan seperti
Diagnosis yang disebut diatas

7. Diagnosis 1. Rhinitis alergi


Banding 2. Rhinitis medikamentosa
3. Rhinitis vasomotor

8. Pemeriksaan Rontgen posisi waters


Penunjang

9. Konsultasi Radiologi

10. Perawatan Tidak


Rumah Sakit

11. Terapi / tindakan Medikamentosa:

(ICD 9-CM) 1. Antibiotika : Ampisilin dalam 4x pemberian 50-100


mg/kgBB/hari, Amoksisilin dalam 3x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari atau Eritromisin dalam 3x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari
2. Simtomatis: parasetamol 4 x 10-15 mg/kg BB)
3. Suportif : Multivitamin
12. Tempat RS tipe A, B, C, Puskesmas
Pelayanan

13. Penyulit Sinusitis paranasalis

14. Informed Ya
Consent

15. Tenaga Standar Sp.THT, Dokter Umum, SpRad

16. Lama Perawatan 2 minggu

17. Masa Pemulihan 1 bulan


18. Hasil Sembuh

19. Patologi Tidak perlu

20. Otopsi Tidak perlu

21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut Kontrol poli THT-KL

23. Tingkat Evidens 4


& Rekomendasi

24. Indikator Medis Keluhan mereda dan tidak terdapat tanda-tanda peradangan di
hidung

25. Edukasi Mengurangi paparan udara dingin, minum hangat dan menjaga
kelembaban udara sekitar.

26. Kepustakaan 1. Adams GL, Boies LR, Higler PH. 2007. Buku Ajar Penyakit
THT.Edisi VI. Jakarta:
2. EGC. hlm.123-125.
3. Modul Telinga yang diterbitkan oleh Kolegium Ilmu
Kesehatan THT-KL tahun 2008.
4. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL edisi ke-enam.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

SINUSITIS KRONIS

1. No. ICD 10 J 32.9

2. Diagnosis Sinusitis kronis

3. Pengertian Suatu kondisi yang ditandai dengan gejala radang atau


inflamasi kronis mukosa sinus paranasal yang berlangsung
lebih dari 12 minggu atau 3 bulan

4. Anamnesis - pilek lama lebih dari 12 minggu atau 3 bulan


- sakit kepala
- post nasal drip
- nyeri pada pipi
- ingus berbau
5. Pemeriksaan Rinoskopi anterior : tampak secret mukopurulen yang mengalir
Fisik keluar dari meatus medius.

Pemeriksaan tenggorok : tampak post nasal drip

6. Kriteria Sekret mukopurulen yang mengalir dari meatus medius


Diagnosis

7. Diagnosis -
Banding

8. Pemeriksaan -Foto Water’s


Penunjang
-CT-Scan kepala fokus hidung dan sinus paranasal tanpa
kontras

9. Konsultasi TS Anestesi dan Penyakit dalam

10. Perawatan Ya, jika akan dilakukan tindakan


Rumah Sakit

11. Terapi / tindakan 8. first line : amoxicilin- asam klavulanat 3 x 1 tab i.o
second line : ciprofloxacin 2 x 500 mg tab i.o atau
(ICD 9-CM) azitromisin 1 x 500

mg tab io (3 hari) selama 2 minggu

9. pseudoefedrin 3 x 1 tab i.o


10. ambroxol 3 x 30 mg tab i.o
11. jika keluhan tidak membaik setelah 2 minggu terapi,
dilakukan foto water’s/CT-Scan kepala fokus hidung dan
sinus paranasal tanpa kontras  jika hasil + maka dilakukan
LCW/FESS
12. Tempat dokter spesialis swasta, RS tipe A,B,C
Pelayanan

13. Penyulit - kepatuhan pasien minum obat dan kontrol


- kelainan anatomi (deviasi septum)
- adanya faktor alergi
- penyakit sistemik
- adanya massa di kavum nasi
14. Informed Ya, jika akan dilakukan tindakan
Consent

15. Tenaga Standar SpTHT-KL

16. Lama Perawatan Rawat jalan : 2 minggu

Rawat inap : 5 hari

17. Masa Pemulihan 1 – 2 minggu


18. Hasil Sembuh

19. Patologi Tidak

20. Otopsi Tidak

21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut  kontrol setiap 2-3 hari setelah pulang rawat inap sampai
kondisi hidung pulih / sembuh + cuci hidung dengan NaCl
0,9% 2 x 2 spray KN D/S
 kontrol kembali bila ada keluhan pilek untuk mencegah
kekambuhan sinusitis
23. Tingkat Evidens 4
& Rekomendasi

24. Indikator Medis Tidak ada tanda radang

25. Edukasi Post operasi :

- hindari makanan dan minuman panas


- minum obat dan kontrol teratur
- jangan mengorek hidung atau bersin 1 sisi dengan keras
26. Kepustakaan 1. Modul hidung oleh Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL tahun
2008.

2. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL edisi ke-enam.

3. Head & Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition, Byron


J.Bailey & Jonas T. Johnson, 2006.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TONSILITIS AKUT

1. No. ICD 10 J 03.9

2. Diagnosis Tonsilitis Akut

3. Pengertian Radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama


Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus
4. Anamnesis Suhu tubuh naik sampai 40 derajat celcius, rasa lesu, rasa nyeri
sendi, odinofagia, tidak nafsu makan (anoreksia), rasa nyeri di
telinga (otalgia) karena nyeri alih melalui saraf IX.

5. Pemeriksaan Tonsil membengkak, hiperemis, terlihat kripte melebar dengan


Fisik detritus berbentuk folikel, lakuna atau membran. Dapat terjadi
pembengkakan kelenjar submandibula dan nyeri tekan
terutama pada anak-anak.

6. Kriteria Bila terdapat tanda peradangan pada tonsil


Diagnosis

7. Diagnosis Tonsilitis kronis


Banding

8. Pemeriksaan Swab tenggorok, ASTO


Penunjang

9. Konsultasi -

10. Perawatan Tidak


Rumah Sakit

11. Terapi / tindakan 1. Antibiotika (Ampisilin dalam 4x pemberian 50-100


mg/kgBB/hari, Amoksisilin dalam 3x pemberian 50-100
(ICD 9-CM) mg/kgBB/hari atau Eritromisin dalam 3x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari)
2. Antipiretika (Parasetamol ; 4 x 10 – 15mg/kg BB)
3. Obat kumur (Isodin, Tanflek atau Tantum) atau isap
(Tantum, FG Troches, Lemocin) yang mengandung
disinfektan.
4.
12. Tempat Puskesmas, praktek swasta, RS tipe A,B,C.
Pelayanan

13. Penyulit 1. Komplikasi dekat:


abses peritonsil, abses parafaring, otitis media akut,
bronkitis

2. Komplikasi jauh:
toksemia, septikemia, nefritis akut, miokarditis serta artritis.

14. Informed Tidak


Consent

15. Tenaga Standar Dokter umum, SpTHT

16. Lama Perawatan 1 minggu

17. Masa Pemulihan 2 minggu

18. Hasil Sembuh


19. Patologi Tidak perlu

20. Otopsi Tidak perlu

21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut -Follow up dilakukan setelah 5 hari pemberian antibiotik

-Pada beberapa pasien pemberian antibiotik dapat diulang


hingga 2 putaran/course

23. Tingkat Evidens IV


& Rekomendasi

24. Indikator Medis Tidak ada nyeri menelan, redanya peradangan pada tonsil.

25. Edukasi Menghindari makan gorengan, makanan pedas, dan makanan


yang iritatif

26. Kepustakaan Rusmarjono & Efiaty Arsyad Soepardi. Penyakit Serta Kelainan
Faring & Tonsil dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty
Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar,
Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TONSILITIS AKUT

27. No. ICD 10 J 03.9

28. Diagnosis Tonsilitis Akut

29. Pengertian Radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama
Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus

30. Anamnesis Suhu tubuh naik sampai 40 derajat celcius, rasa lesu, rasa nyeri
sendi, odinofagia, tidak nafsu makan (anoreksia), rasa nyeri di
telinga (otalgia) karena nyeri alih melalui saraf IX.

31. Pemeriksaan Tonsil membengkak, hiperemis, terlihat kripte melebar dengan


Fisik detritus berbentuk folikel, lakuna atau membran. Dapat terjadi
pembengkakan kelenjar submandibula dan nyeri tekan
terutama pada anak-anak.

32. Kriteria Bila terdapat tanda peradangan pada tonsil


Diagnosis

33. Diagnosis Tonsilitis kronis


Banding

34. Pemeriksaan Swab tenggorok, ASTO


Penunjang

35. Konsultasi -

36. Perawatan Tidak


Rumah Sakit

37. Terapi / tindakan 5. Antibiotika (Ampisilin dalam 4x pemberian 50-100


mg/kgBB/hari, Amoksisilin dalam 3x pemberian 50-100
(ICD 9-CM) mg/kgBB/hari atau Eritromisin dalam 3x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari)
6. Antipiretika (Parasetamol ; 4 x 10 – 15mg/kg BB)
7. Obat kumur (Isodin, Tanflek atau Tantum) atau isap
(Tantum, FG Troches, Lemocin) yang mengandung
disinfektan.
8.
38. Tempat Puskesmas, praktek swasta, RS tipe A,B,C.
Pelayanan

39. Penyulit 3. Komplikasi dekat:


abses peritonsil, abses parafaring, otitis media akut,
bronkitis

4. Komplikasi jauh:
toksemia, septikemia, nefritis akut, miokarditis serta artritis.

40. Informed Tidak


Consent

41. Tenaga Standar Dokter umum, SpTHT

42. Lama Perawatan 1 minggu

43. Masa Pemulihan 2 minggu

44. Hasil Sembuh

45. Patologi Tidak perlu


46. Otopsi Tidak perlu

47. Prognosis Dubius ad bonam

48. Tindak Lanjut -Follow up dilakukan setelah 5 hari pemberian antibiotik

-Pada beberapa pasien pemberian antibiotik dapat diulang


hingga 2 putaran/course

49. Tingkat Evidens IV


& Rekomendasi

50. Indikator Medis Tidak ada nyeri menelan, redanya peradangan pada tonsil.

51. Edukasi Menghindari makan gorengan, makanan pedas, dan makanan


yang iritatif

52. Kepustakaan Rusmarjono & Efiaty Arsyad Soepardi. Penyakit Serta Kelainan
Faring & Tonsil dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty
Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar,
Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

FARINGITIS AKUT

1. No. ICD 10 J 02.9

2. Diagnosis Faringitis Akut

3. Pengertian Peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di


sekitarnya.

4. Anamnesis Suhu tubuh naik sampai 40 derajat celcius, rasa lesu, rasa nyeri
sendi, odinofagia, tidak nafsu makan (anoreksia), rasa nyeri di
telinga (otalgia) karena nyeri alih melalui saraf IX.

5. Pemeriksaan 1. Faring tampak hiperemis. Dapat terjadi pembengkakan


Fisik kelenjar submandibula dan nyeri tekan terutama pada anak-
anak.
2. Tampak tanda hiperemis pada faring.
6. Kriteria -
Diagnosis

7. Diagnosis -
Banding

8. Pemeriksaan -
Penunjang

9. Konsultasi -

10. Perawatan Tidak


Rumah Sakit

11. Terapi / tindakan 1. Antibiotika (Ampisilin dalam 4x pemberian 50-100


mg/kgBB/hari, Amoksisilin dalam 3x pemberian 50-100
(ICD 9-CM) mg/kgBB/hari atau Eritromisin dalam 3x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari)
2. Antipiretika (Parasetamol 4 x 10-15mg/ kg BB)
3. Obat kumur (Isodin, Tanflek atau Tantum) atau obat isap
(Tantum, FG Troches, Lemocin) yang mengandung
desinfektan.
12. Tempat Puskesmas, praktek swasta, RS tipe A,B,C
Pelayanan

13. Penyulit Abses parafaring, otitis media

14. Informed Tidak


Consent

15. Tenaga Standar Dokter umum, SpTHT

16. Lama Perawatan 1 minggu

17. Masa Pemulihan 2 minggu

18. Hasil Sembuh

19. Patologi Tidak

20. Otopsi Tidak

21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut -Follow up dilakukan setelah 5 hari pemberian antibiotik

-Pada beberapa pasien pemberian antibiotik dapat diulang


hingga 2 putaran/course

23. Tingkat Evidens IV


& Rekomendasi

24. Indikator Medis Tidak ada tanda peradangan di faring, keluhan menghilang.

25. Edukasi Menghindari makan gorengan, makanan pedas, dan makanan


yang iritatif, minum banyak air putih.

26. Kepustakaan Rusmarjono & Efiaty Arsyad Soepardi. Penyakit Serta Kelainan
Faring & Tonsil dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty
Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar,
Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

LARINGITIS AKUT

1. No. ICD 10 J 04.0

2. Diagnosis Laringitis Akut

3. Pengertian Radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri
yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya
disebabkan oleh infeksi virus.

4. Anamnesis Demam, malaise, sesak, suara parau sampai tidak bersuara


sama sekali (afoni), nyeri ketika menelan atau berbicara, gejala
sumbatan laring. Batuk kering dan lama kelamaan disertai
dahak kental.

5. Pemeriksaan Tampak mukosa laring hiperemis, membengkak terutama di


Fisik atas dan di bawah pita suara. Tanda radang akut di hidung atau
sinus paranasal atau paru.

6. Kriteria Ditemukan sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik di


Diagnosis atas.

7. Diagnosis Epiglotitis akut, croup


Banding

8. Pemeriksaan Endoskopi
Penunjang

9. Konsultasi -

10. Perawatan Tidak


Rumah Sakit

11. Terapi / tindakan 1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari.
2. Antibiotika (Ampisilin dalam 4x pemberian 50-100
(ICD 9-CM) mg/kgBB/hari, Amoksisilin dalam 3x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari atau Eritromisin dalam 3x pemberian 50-100
mg/kgBB/hari)
3. Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.
4. Bila terjadi sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa
endotrakea atau trakeostomi.
12. Tempat Puskesmas, praktek swasta, RS tipe A,B,C
Pelayanan

13. Penyulit Obstruksi laring

14. Informed Ya
Consent

15. Tenaga Standar Dokter umum, SpTHT

16. Lama Perawatan 1 minggu

17. Masa Pemulihan 2 minggu

18. Hasil Sembuh

19. Patologi Tidak perlu

20. Otopsi Tidak perlu

21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut -Follow up dilakukan setelah 3 hari pemberian kortikosteroid


untuk dilakukan evaluasi dan tappering-off

23. Tingkat Evidens IV


& Rekomendasi

24. Indikator Medis Suara kembali normal dan tidak ada sesak

25. Edukasi 1. Menghirup udara lembab


2. Menghindari iritasi pada faring dan laring misalnya merokok,
makanan pedas atau minum es
3. Minum banyak air karena cairan akan membantu.
26. Kepustakaan Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ke
5, Jakarta:FKUI,2003,190-200

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

ABSES LEHER DALAM

1. No. ICD 10 K 12.2

2. Diagnosis Abses Leher Dalam

3. Pengertian Abses yang terbentuk di dalam ruang (potensial) leher dalam.

4. Anamnesis 1. Nyeri menelan


2. Demam
3. Suara menggumam
4. Susah membuka mulut (trismus)
5. Riwayat sakit gigi rahang bawah
6. Riwayat oral hygiene buruk.
5. Pemeriksaan Orofaring:
Fisik
1. Mukosa hiperemi
2. Dinding lateral terdorong ke arah medial
3. Trismus (+)
4. Caries (+)
5. Submandibula edema, hiperemi, hangat, fluktuasi (+), nyeri
tekan (+)
6. Kriteria
Diagnosis
Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Jalan napas laring

Aspirasi

Pus (+) Pus (-)


7. Diagnosis Selulitis
Banding

8. Pemeriksaan 1. Darah Lengkap


Penunjang 2. Imaging : Ro Thorax , CT Scan

9. Konsultasi 1. Gigi dan Mulut


2. Bedah Thoraks Kardiovaskuler (jika terjadi komplikasi
mediastinitis)
3. Kardiologi
10. Perawatan Diperlukan
Rumah Sakit

11. Terapi / tindakan 1. Aspirasi  jika pus (+)  dilakukan kultur


2. Insisi dan drainase
(ICD 9-CM) 3. Dilatasi setiap hari
4. Antibiotika (i.v)
5. Analgetik
6. Berbaring dengan posisi Tredelenburg
7. Jika trismus sudah bisa teratasi maka pasien dapat
dikonsulkan ke bagian gigi dan mulut
8. Ganti antibiotik sesuai hasil kultur.
12. Tempat IGD RSUP Sanglah Denpasar
Pelayanan

13. Penyulit 1. Penjalaran infeksi dan abses di daerah parafaring sehingga


terjadi abses parafaring atau masuk ke mediastinum
sehingga terjadi mediastinitis.
2. Obstruksi jalan napas.
3. Cedera pada N. VII, X, XII dan pembuluh darah besar pada
drainase abses submandibula.
4. Cedera pada N. IX dan XII atau pleksus simpatikus pada
drainase abses parafaring.
5. Penjalaran ke daerah intrakranial (meningitis, abses otak,
tumor sinus kavernosus).
14. Informed 1. KIE posisi pasien dimana kepala harus lebih rendah dari
Consent bagian dada (tredelenberg)
2. Oral hygiene
3. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari abses leher dalam.
15. Tenaga Standar 1. Dokter
2. Perawat
16. Lama Perawatan 5 - 7 hari

17. Masa Pemulihan 2-3 minggu

18. Hasil Pada umumnya jika tidak ada komplikasi hasil baik, jika terjadi
komplikasi dan menyebabkan sumbatan jalan napas dan dapat
menyebabkan kematian.

19. Patologi Tidak diperlukan

20. Otopsi Tidak diperlukan

21. Prognosis Dubius

22. Tindak Lanjut 1. Apabila abses leher dalam disebabkan oleh karies pada gigi
maka disarankan untuk kontrol ke Dokter Gigi dan mulut
untuk dilakukan ekstraksi gigi
2. Jika abses leher dalam terjadi pada daerah peritonsiler
maka dilakukan tonsilektomi 2-3 minggu setelah infeksi
teratasi.
23. Tingkat Evidens Kategori bukti III.
& Rekomendasi
Rekomendasi C.

24. Indikator Medis Keluhan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

25. Edukasi Jaga oral hygiene dan pola makan

26. Kepustakaan 1. Bailey BJ. Head and Neck Surgery – Otolaryngology, Third
Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001,
702 – 715.
2. Lore JM, Medina JE. An Atlas of Head and Neck Surgery,
Fourth Edition, Elsevier Inc, W.B Saunders, Philadelphia,
2005, 854 – 855.
3. Wong DK, Brown C, Mills N, Spielmann P, Neeff M. To Drain
Or Not To Drain - Management Of Pediatric Deep Neck
Abscesses: a case-control study. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol. 2012 Dec;76(12):1810-3.
4. Daramola OO, Flanagan CE, Maisel RH, Odland RM.
Diagnosis And Treatment Of Deep Neck Space Abscesses.
Otolaryngol Head Neck Surg 2009 Jul;141(1):123-30.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

ABSES PERITONSIL

1. No. ICD 10 J.36

2. Diagnosis Abses Peritonsil

3. Pengertian Suatu kondisi dimana terdapat pus pada ruang peritonsil yang
terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut
4. Anamnesis Terdapat gejala tonsilitis akut, odinofagia (nyeri menelan),
otalgia (nyeri telinga) pada sisi yang sama, foetor ex ore (mulut
berbau), hipersalivasi, hot potato voices (suara gumam),
kadang terdapat trismus, pembengkakan kelenjar
submandibula dengan nyeri tekan
5. Pemeriksaan Palatum mole tampak bengkak dan menonjol ke depan,
Fisik fluktuasi (+). Uvula bengkak dan terdorong ke kontralateral.
Tonsil bengkak dan hiperemi, mungkin banyak detritus dan
terdorong kearah tengah, depan dan bawah.
6. Kriteria Tampak palatum mole membengkak dan menonjol ke depan
Diagnosis dengan fluktuasi serta uvula terdorong ke kontralateral.
7. Diagnosis Selulitis peritonsil, abses tonsil, neoplasma, mononucleosis
Banding
8. Pemeriksaan Darah lengkap
Penunjang
9. Konsultasi Patologi Klinik

10. Perawatan Ya
Rumah Sakit
11. Terapi / tindakan 1. Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan obat
(ICD 9-CM) kumur (isodin, tanflek atau tantum)
2. Pada stadium infiltrasi diberikan antibiotic golongan
penisilin atau klindamisin dan obat simptomatis
3. Bila terbentuk abses dilakukan punksi kemudian insisi pada
daerah yang paling menonjol dan lunak atau pada
pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula
dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit
12. Tempat RS tipe A, B, C
Pelayanan
13. Penyulit 1. Perdarahan, aspirasi paru atau piemia jika abses pecah
spontan
2. Abses parafaring, mediastinitis
3. Intrakranial: thrombus sinus kavernosus, meningitis, abses
otak
14. Informed Ya
Consent
15. Tenaga Standar SpTHT-KL

16. Lama Perawatan 2 minggu

17. Masa Pemulihan 1 bulan

18. Hasil - Tidak ada pembengkakan pada palatum mole, uvula di


tengah
- Keadaan tonsil memungkinkan untuk dilakukan tonsilektomi
19. Patologi Tidak perlu

20. Otopsi Tidak perlu

21. Prognosis Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut - Follow up dilakukan setelah 5 hari pemberian antibiotik


- Direncanakan untuk tindakan operatif tonsilektomi
23. Tingkat Evidens IV
& Rekomendasi
24. Indikator Medis Telah dilakukan insisi pada abses atau tonsilektomi

25. Edukasi Menghindari makan gorengan, makanan pedas dan makanan


yang iritatif, minum banyak air putih
26. Kepustakaan 1. Steyer TE. Peritonsilar abscess: diagnosis and
treatment. Am Fam Physician. 2002; 65(1):93-7.
Available from: URL: www.aafp.org/afp
2. Gadre AK, Gadre KC. Infections of the deep spaces of
the neck. Dalam: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands
SD, editors. Head& Neck Surgery-Otolaryngology. 4th
ed. Texas: Lippincott Williams&Wilkins, 2006; p. 666-
82.

PARU

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TUBERKULOSIS PARU

(ICD 10: A.15 – A.16)

1. Pengertian Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi di paru yang bersifat


(Definisi) kronik dan menular disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
kompleks

2. Anamnesis 1. Batuk berdahak > 2-3 minggu


2. Batuk darah
3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
5. Demam
6. Lemah badan
7. Penurunan nafsu makan
8. Penurunan berat badan
9. Keringat malam
3. Pemeriksaan Kurang spesifik, tetapi bisa ditemukan suara nafas bronchial,
Fisik amforik, suara nafas melemah, ronkhi basah, tergantung luas lesi

4. Kriteria 1. Anamnesa
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan sputum SP (Sewaktu-Pagi) dengan pengecatan
ZN.
4. Pemeriksaan foto torak didapatkan gambaran khas TB paru
5. Pemeriksaan tes cepat / Xpert MTB/RIF

5. Diagnosis Kerja TB Paru BTA positif (A.15)/ negatif (A.16)

6. Diagnosis 1. Pneumonia
Banding 2. Infeksi jamur paru
3. Tumor paru
4. ILD

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Bakteriologis (sputum BTA S/P)


Penunjang 2. Pemeriksaan Radiologis (Foto toraks PA),
3. Pemeriksaan khusus : kultur M.tb media LJ
4. Pemeriksaan tes cepat dengan Xpert MTB/RIF
5. Pemeriksaan penunjang lain : LED
8. Terapi Panduan OAT

Kombinasi Dosis Tetap (KDT) 2HRZE/4HR

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :

 Pasien baru TB Paru BTA positif


 Pasien TB Paru BTA negatif foto toraks positif (TB Klinis)
 Pasien TB ekstra paru
Pengobatan suportif dan simtomatis yang diberikan sesuai dengan
keadaan klinis dan indikasi rawat.:

1. Perbaikan gizi.
2. Pendidikan Kesehatan.
3. Rehabilitasi medik.
9. Edukasi 1. Edukasi tentang terapi OAT dan efek sampingnya
2. Edukasi tentang PPI (cuci tangan dan etika batuk)
3. Edukasi kontrol lingkungan ( cara batuk, masker, ventilasi)
4. Edukasi PMO (Pengawas Menelan Obat)
5. Evaluasi terapi (pemeriksaan sputum dan foto toraks sesuai
program)
6. Edukasi kontrol rutin poli rawat jalan
7. Edukasi sosial (pencarian kontak serumah)
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam

Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Indikator Medis 80% pasien TB tegak diagnosis dan terapi dalam 7 hari

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PNEUMONIA RAWAT INAP RUANG BIASA

(ICD 10: J.18.9)

1. Pengertian Infeksi pada jaringan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme.


(Definisi)
2. Anamnesis 1. Batuk < 14 hari
2. Berdahak berwarna kuning kehijauan
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
5. Demam tinggi
6. Nafsu makan menurun

3. Pemeriksaan 1.Tampak sakit sedang sampai berat


Fisik 2.Tampak sesak dengan frekuensi napas > 20x/ menit
3.Suhu Badan ≥ 38C
4.Inspeksi: dada yang sakit tertinggal, Palpasi: stem fremitus
meningkat. Auskultasi: suara napas bronkovesikuler sampai
bronkial dapat disertai ronki

4. Kriteria 1.Batuk bertambah


Diagnosis 2.Perubahan karakteristik dahak/ purulen
3.Suhu tubuh ≥ 38C (aksila)/ riwayat demam
4.Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara
napas bronkial dan ronki
5.Leukosit ≥10.000 atau <4500

2 atau lebih dari tanda diatas

DITAMBAH

pada foto toraks didapatkan infiltrat baru atau infiltrat progresif atau
air bronchogram

5. Diagnosis Kerja Pneumonia (ICD 10: J.18.9)

6. Diagnosis 1.Tuberkulosis paru


Banding 2.Tumor paru
3.Emboli paru

7. Pemeriksaan 1.Pemeriksaan darah lengkap, Gula darah sewaktu, SGOT, SGPT,


Penunjang ureum, kreatinin, serum elektrolit, BGA.
2.Pemeriksaan hapusan dahak
3.Kultur dahak dan uji sensitivitas antibiotika
4.Kultur darah dan uji sensitivitas antibiotika
5.Foto toraks PA
6.Perhitungan PORT score untuk menilai derajat keparahan
pneumonia (Risk Class I (tidak diprediksi), Risk Class II (≤70),
Risk Class III (71-90))
8. Terapi Terapi:

Suportif: Oksigen, IVFD

Bukan perawatan intensif (Non ICU)

 Florokuinolon respirasi ATAU


 Beta laktam + maktrolid
Perhatian khusus

Jika dicurigai penyebabnya pseudomonas:

 Beta lactam, antipneumokokal-antipseudomonas (imipenem


atau meropenem) + siprofloksasin atau levofloksasin 750
mg ATAU
 Beta laktam, antipneumokokal-antipseudomonas +
aminoglikosida + florokuinolon antipneumokokal
Jika penyebabnya MRSA:

DITAMBAHKAN vankomisin

9. Edukasi 1. Mengenal faktor resiko infeksi paru.


2. Etika batuk.
3. Kontrol rutin ke poli paru.

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Indikator Medis 80% pnemonia teratasi dalam 14 hari perawatan

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PNEUMONIA RAWAT INAP RUANG INTENSIF

(ICD 10: J.18.9)

1. Pengertian Infeksi pada jaringan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme.


(Definisi)
2. Anamnesis 1. Batuk < 14 hari
2. Berdahak berwarna kuning kehijauan
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
5. Demam tinggi
6. Nafsu makan menurun

3. Pemeriksaan 1. Tampak sakit sedang sampai berat


Fisik 2. Tampak sesak dengan frekuensi napas > 20x/m
3. Suhu Badan ≥ 38C
4. Inspeksi: dada yang sakit tertinggal, Palpasi: stem fremitus
meningkat. Auskultasi: suara napas bronkovesikuler sampai
bronkial dapat disertai ronki

4. Kriteria Kriteria Pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria
Diagnosis di bawah ini

Kriteria minor:

- Frekuensi napas > 30kali/menit


- PaO2/FiO2 < 250 mmHg
- Foto Thorak menunjukkan infiltrate multilobus
- Kesadaran menurun/disorientasi
- Uremia (BUN > 20 mg/dL)
- Leukopenia (leukosit < 4000 sel/mm3)
- Trombositopenia (trombosit < 100.000 sel/mm3)
- Hipotermia (suhu < 36oC)
- Hipotensi yang memerlukan resusitsi cairan agresif
Kriteria mayor:

- Membutuhkan ventilasi mekanis


- Syok septic yang membutuhkan vasopresor

Kriteria perawatan ruang intensif:

- Pasien syok septic yang membutuhkan vasopresor atau ARDS


yang membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanis
- Pasien dengan 3 gejala minor pneumonia berat

5. Diagnosis Kerja Pneumonia (J 18.9)

6. Diagnosis 1. Tuberkulosis paru


Banding 2. Tumor paru
3. Emboli paru

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah lengkap, Gula darah sewaktu, SGOT, SGPT,


Penunjang ureum, kreatinin, serum elektrolit, BGA.
2. Pemeriksaan hapusan dahak
3. Kultur dahak dan uji sensitivitas antibiotika
4. Kultur darah dan uji sensitivitas antibiotika
5. Foto toraks PA
6. Perhitungan PORT score untuk menilai derajat keparahan
pneumonia ((Risk Class IV (91-130) dan Risk Class V (≥ 130))

8. Terapi Terapi :

Suportif: Oksigen, IVFD

Empiris:

Tidak ada factor risiko infeksi pseudomonas:

 Β laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin


sulbaktam) ditambah makrolid baru atau florokuinolon
respirasi intravena (IV)
Bila ada factor risiko infeksi pseudomonas:

 Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam (imipenem


atau meropenem) ditambah levofloxacin 750 mg
ATAU

β laktam seperti disebut di atas ditambah aminoglikosida dan


azitromisin

ATAU

 Β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida


dan antipneumokakal florokuinolon
Bila curiga disetai infeksi MRSA

 Tambahkan vankomisin

9. Edukasi 1. Mengenal faktor resiko infeksi paru.


2. Etika batuk.
3. Kontrol rutin ke poli paru.

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

11. Indikator Medis 80% pnemonia teratasi dalam 14 hari perawatan

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

LIMFADENITIS TUBERKULOSIS

( ICD 10: A.18.2)

1. Pengertian Peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang


disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculosis.

Limfonodi servikal (70%), inguinal (7%), aksila (7%), multiple


bersamaan (16%). Hanya 5-10% bersamaan dengan TB paru aktif.
2. Anamnesis 1. Pembesaran kelenjar getah bening tunggal atau multipel,
unilateral atau bilateral, tidak nyeri dan membesar secara lambat
dan bisa pecah serta keluar sekret dan darah.
2. Dapat timbul keluhan sistemik : demam, penurunan berat badan,
fatigue, keringat malam.

3. Pemeriksaan 1. Limfadenitis TB paling sering mengenai kelenjar getah bening


Fisik servikal, kemudian oleh kelenjar mediastinal, aksila,
mesenterika, portal hepatik, perihepatik dan inguinal.
2. Pembengkakan kelenjar terjadi secara unilateral atau bilateral,
tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak
nyeri dan membesar secara lambat dalam hitungan minggu
sampai bulan.
3. Pembesaran kelenjar bisa pecah serta mengeluarkan sekret dan
darah

4. Kriteria Pembesaran kelenjar getah bening batas tegas, mobile, tidak nyeri
Diagnosis dengan hasil PA lymphadenitis tuberculosa dan kelenjar bisa
pecah.

5. Diagnosis Kerja Limfadenitis Tuberculosa ( ICD 10: A.18.2)

6. Diagnosis 1. Limfadenitis non spesifik


Banding 2. Limfoma
3. Metastase proses keganasan

7. Pemeriksaan 1. FNAB kelenjar getah benig


Penunjang 2. Tes cepat Gene Xpert dari sekret / kelenjar
3. Foto Toraks
4. USG Kelenjar
5. CT-Scan

8. Terapi Terapi

1. Regimen OAT : 2HRZE/4HR


2. Bila diperlukan terapi pembedahan: biopsi eksisional, insisi,
atau insisi dan drainase
3. Perawatan Luka
4. Evaluasi pengobatan: pemantauan kondisi klinis merupakan
cara menilai hasil pengobatan. Perbaikan kondisi klinis antara
lain peningkatan berat badan merupakan indikator yang
bermanfaat.

9. Edukasi a. Keteraturan berobat


b. Efek samping obat
c. Rawat Luka
10. Prognosis Dubia at bonam

11. Indikator Medis 80% untuk menegakkan diagnosis limfadenitis tuberkulosa dalam
waktu 7 hari.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

INFECTED BRONCHIECTASIS

(ICD 10: J.47)

1. Pengertian Dilatasi bronkus yang kronik dan menetap, disertai penebalan


(Definisi) dinding bronkus,disertai infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme.

2. Anamnesis 1. Batuk kronik produktif sputum encer sampai purulen warna


kuning kehijauan
2. Batuk darah
3. Sesak Nafas
4. Nyeri dada
5. Demam
3. Pemeriksaan 1. Tampak sakit sedang sampai berat
Fisik 2. Tampak sesak dengan frekuensi nafas > 20x/menit
3. Suhu ≥ 38 o C
4. Inspeksi : Pergerakan dada simetris sampai dada yang sakit
tertinggal, Palpasi: stem fremitus normal/meningkat, Auskultasi:
Ekspirasi memanjang, suara nafas bronkovesikuler sampai
bronkial, dapat disertai ronki dan/atau wheezing
5. Clubbing Finger
4. Kriteria 1. Anamnesis : Batuk kronik produktif, batuk darah, sesak nafas,
Diagnosis nyeri dada dan demam.
2. Pemeriksaan fisik : Rhonki dan/atau wheezing, suara nafas
bronkial atau bronkovesikuler.
3. Pemeriksaan penunjang : foto toraks bisa normal, dilatasi dan
penebalan saluran nafas (tram lines) dengan infiltrat baru atau
infiltrat progresif atau air bronchogram disekitarnya, struktur
seperti cincin, honeycomb appearance. CT Scan Toraks :
Dilatasi dan penebalan dinding bronkus disertai infiltrate
disekitarnya.
5. Diagnosis Kerja Infected Bronchiectasis (ICD 10: J.47)
6. Diagnosis 1. Tuberkulosis Paru
Banding 2. Cystic Fibrosis
3. Policystic Lung Disease
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksan darah lengkap, Laju endap darah, C-reaktif protein,
Penunjang Gula darah sewaktu, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, serum
elektrolit, BGA
2. Pemeriksaan dahak pewarnaan gram, kultur dan sensitivitas
antibiotika
3. Pemeriksaan dahak BTA S/P
4. Kultur kuman dengan spesimen darah disertai sensitivitas
antibiotika
5. Foto toraks PA/lateral
6. CT- Scan Toraks
7. Spirometri
8. Bronkoskopi dilanjutkan pemeriksaan mikrobiologi
8. Terapi Terapi :

Suportif : Oksigen, IVFD, Nebulisasi Saline hipertonik

1. Diet Tinggi kalori tinggi protein


2. Rehabilitasi Medik
3. Pembedahan
Causatif: Guideline Pneumonia

Bukan perawatan intensif (Non ICU)

 Florokuinolon respirasi ATAU


 Beta laktam + maktrolid
Perhatian khusus

Jika dicurigai penyebabnya pseudomonas:

 Beta lactam, antipneumokokal-antipseudomonas (imipenem


atau meropenem) + siprofloksasin atau levofloksasin 750
mg ATAU
 Beta laktam, antipneumokokal-antipseudomonas +
aminoglikosida + florokuinolon antipneumokokal
Jika penyebabnya MRSA: DITAMBAHKAN vankomisin

9. Edukasi 1. Mengenal faktor risiko infeksi paru.


2. Etika batuk.
3. Kontrol rutin ke poli paru.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam / malam

Ad sanationam : dubia ad bonam / malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam

11. Indikator Medis 80% infected bronkiektasis teratasi dalam 14 hari perawatan
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

ABSES PARU

(ICD 10: J.85)

1. Pengertian Lesi paru supuratif dengan nekrosis jaringan dan pembentukan


(Definisi) kavitas yang mengandung debris nekrotik atau cairan yang
disebabkan oleh infeksi mikroba

2. Anamnesis 1. Demam
2. Batuk berdahak banyak
3. Sputum berbau busuk
4. Batuk darah
5. Nyeri dada
6. Keringat malam
3. Pemeriksaan 1. Tampak sakit sedang sampai berat
Fisik 2. Inspeksi: dada yang sakit tertinggal,
Palpasi: stem fremitus menurun,

Perkusi: redup,

Auskultasi: suara napas menurun, amphoric sound, egofoni,


ronki

4. Kriteria 1. Batukberdahak banyak


Diagnosis 2. Sputum berbau busuk
3. Demam
4. Nyeri pada dada yang sakit
5. Pemeriksaan fisik: ditemukan:
Inspeksi: dada yang sakit tertinggal,

Perkusi: redup,

Palpasi: stem fremitus menurun.

Auskultasi: suara napas menurun,amphoric sound, egofoni, ronki

6. CXR: kavitas berdinding tebal dengan air fluid level


5. Diagnosis Kerja Abses Paru (J.85)

6. Diagnosis 1. Empyema
Banding 2. Kanker paru
3. Tuberkulosis paru
4. Mikosis paru
7. Pemeriksaan 1. Foto toraks PA/lat,
Penunjang 2. Sputum: pengecatan gram dan ZN, kultur dan tes sensitivitas
3. Laboratorium darah rutin
8. Terapi Penatalaksanaan umum:

Terapi:

1. Terapi kausal: antibiotik empirik (gram positif, gram negative,


anaerob) sampai hasil kultur kuman dan sensitivitas terhadap
antibiotik didapat
- Clindamycin 600mg iv/6-8 jam, atau
- Ampicillin-Sulbactam 1-2 gr iv/ dosis terbagiper 6 jam
- Penicillin G 2 juta unit iv/4-6 jam,
- Ditambah metronidazole 500mg iv tiap 8-12 jam
- Amoxycillin-clavulanic acid 875 mg po/12 jam
2. Terapi simtomatis: antipiretik, analgesik fisioterapi (postural
drainase)
Penatalaksanaan Khusus:

1. Bronkoskopi : jika ada fistel atau pus sukar keluar


2. Pembedahan: jika tidak respon terhadap terapi medis
9. Edukasi 1. Mengenal faktor resiko abses paru: oral hygiene, pasien dengan
aspirasi
2. Kontrol ke poli paru.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Indikator Medis 80% abses paru teratasi dalam 4 minggu perawatan

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK

PNEUMONIA BERAT PADA COVID-19 KRITERIA SAKIT KRITIS

(SUSPEK / PROBABLE ICD X: Z03.8) (KONFIRMASI ICD X: B.34.2)

1. Pengertian Pneumonia berat pada COVID-19 kriteria sakit kritis adalah


peradangan pada parenkim paru yang diyakini disebabkan
atau disebabkan oleh virus SARS-CoV-2.

Dikatakan sebagai pneumonia berat pada COVID-19 kriteria


berat jika terdapat gejala:

Demam (atau riwayat demam) dan atau dalam pengawasan


infeksi saluran napas, ditambah satu dari:

- frekuensi napas >30 x/menit


- distress pernapasan berat
- saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara kamar

Membutuhkan perawatan di ruang isolasi Rumah Sakit

disertai kondisi ARDS (Acute Respiratory Distress


Syndrome), Sepsis atau Syok Sepsis

2. Anamnesis 1. Pasien Pneumonia, SARI dan surveilans

kasus COVID-19 dengan gejala yaitu:

- Demam atau riwayat demam

- Sesak

- Batuk

- Pilek

- Nyeri tenggorokan

- Atau gejala lainnya

2. Memiliki riwayat tinggal atau melakukan perjalanan dari

luar negeri maupun dalam negeri (domestik) yang

melaporkan transmisi lokal pada 14 hari terakhir

3. Riwayat kontak erat dengan pasien probable atau

konfirmasi COVID-19 dalam 2 hari sebelum timbul gejala

dan 14 hari terakhir setelah timbul gejala

3. Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran kompos mentis atau penurunan kesadaran

2. Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas


meningkat, tekanan darah normal atau menurun, suhu
tubuh normal / meningkat , saturasi oksigen (SpO2)
< 88% pada udara kamar.

3. Dapat disertai retraksi otot pernapasan

4. Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat

tidak simetris statis dan dinamis, fremitus mengeras,


redup pada daerah konsolidasi, suara napas
bronkovesikuler atau bronkial atau ronki kasar

4. Kriteria Diagnosis Kasus Pneumonia COVID-19 apabila :

1. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


yaitu demam (≥38oC) atau riwayat demam; disertai
salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti:
batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia
ringan hingga berat DAN tidak ada penyebab lain
berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal*.

2. Orang dengan demam (≥38oC) atau riwayat demam


atau ISPA DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi
COVID-19.
3. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat** yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit DAN tidak ada
penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.

*negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal, dapat


dilihat melalui situs http://infeksiemerging.kemkes.go.id.

**ISPA berat atau pneumonia berat adalah

Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam


pengawasan infeksi saluran napas, ditambah satu dari:
frekuensi napas >30 x/menit, distress pernapasan berat,
atau saturasi oksigen (SpO2) <88% pada udara kamar.

Pemeriksaan Penunjang :

a) Foto toraks : menunjukkan gambaran pneumonia dan


atau CT toraks : menunjukkan gambaran opasitas
ground-glass

b) RT-PCR (dari swab tenggorok ataupun aspirat saluran


napas bawah) : menunjukkan positif COVID-19

c) Darah perifer lengkap : dapat ditemukkan leukopenia/

normal, limfopenia.

d) Kimia darah lainnya : pada pneumonia berat sampai

sepsis dapat menunjukkan gangguan fungsi hepar,

fungsi ginjal, gula darah dan peningkatan Prothrombin

Time, procalcitonin bisa normal atau meningkat, D-

Dimer, dan peningkatan laktat.

Bila disertai dengan ARDS:


 Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu
satu minggu.
 Pencitraan dada (CT scan toraks, atau
ultrasonografi paru): opasitas bilateral, efusi pluera
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, kolaps
paru, kolaps lobus atau nodul.
 Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat
gagal jantung atau kelebihan cairan. Perlu
pemeriksaan objektif (seperti ekokardiografi) untuk
menyingkirkan bahwa penyebab edema bukan
akibat hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko.

KRITERIA ARDS PADA DEWASA:


 ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg
(dengan PEEP atau continuous positive airway
pressure (CPAP) ≥5 cmH2O, atau yang tidak
diventilasi)

 ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2 / FiO2 ≤200


mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau yang tidak
diventilasi)

 ARDS berat: PaO2 / FiO2 ≤ 100 mmHg dengan


PEEP ≥5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315
mengindikasikan ARDS (termasuk pasien yang tidak
diventilasi)

5. Diagnosis Kerja Pneumonia Berat pada COVID-19 Kriteria Sakit Kritis

6. Diagnosa Banding 1. Pneumonia bakteri

2. Pneumonia jamur
3. Edema paru kardiogenik (gagal jantung) dan non

kardiogenik

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks AP atau PA dan atau


Penunjang CT scan toraks* (non kontras atau HRCT)

2. Pemeriksaan swab orofaringeal, nasofaringeal dan atau


aspirat saluran napas bawah seperti sputum untuk TCM
atau RT-PCR virus SARS-CoV-2.

3. Pemeriksaan darah

- Darah lengkap

- Analisis gas darah

- Fungsi hepar

- Fungsi ginjal

- Gula darah sewaktu

- Elektrolit

- Golongan darah ABO

- CRP

- D-Dimer

- Fibrinogen

- LDH

- Faal hemostasis (PPT/APTT)

- Serum ferritin

- Asam laktat

- Prokalsitonin**

- Pemeriksaan serologi antibodi SARS-CoV-2***

4. Elektrokardiografi

5. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan


saluran napas (sputum / bilasan bronkus / cairan pleura)
/ darah / urin

*Sebagai pemeriksaan tambahan


**Bila dicurigai infeksi bakterial sekunder

***Bila non reaktif tidak menyingkirkan diagnosis COVID-19

8. Tatalaksana 1. Isolasi di ruang tekanan negatif pada semua kasus

2. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)

3. Terapi oksigen (O2) dengan target saturasi 02 > 93%, bila

hamil > 95% dengan device HFNC, NIV, maupun IV

4. Ventilasi mekanis pada ARDS atau gagal napas

a. Gunakan ventilasi mekanis dengan volume tidal yang

rendah (4-8 ml/kgBB) dengan mempertahankan

tekanan plateau inspirasi < 30 cmH2O

b. Pada orang dewasa dengan ARDS berat,

direkomendasikan untuk prone ventilation selama 12-

16 jam sehari

c. Pada ARDS sedang-berat, disarankan untuk

menggunakan PEEP yang tinggi dengan target

saturasi di atas 88 – 92 % Untuk menghindari

hilangnya PEEP akibat terputusnya hubungan

ventilasi mekanik dengan pasien maka gunakan

kateter dengan sistem closed suction dan klem ETT

ketika memutus hubungan ventilasi mekanik dengan

pasien (misalnya, ketika pemindahan ke ventilasi

mekanik yang portabel) karena hal ini dapat

menyebabkan desaturase cepat dan atelectasis

5. High-flow nasal oxygen (HFNO) dan Non-invasive

ventilation hanya digunakan pada pasien tertentu

dengan gagal napas hipoksemik dan harus dimonitor

ketat untuk memantau deteriorasi klinis

6. Terapi cairan sesuai dengan kebutuhan (nutrisi enteral


dan parenteral sesuai indikasi), gunakan strategi terapi

cairan konservatif pada pasien ARDS tanpa hipoperfusi

jaringan

7. Terapi simptomatik sesuai dengan keluhan

8. Medikamentosa :

- Vitamin C, 3 x 200 mg intravena (selama rawat inap)


- Azitromisin, 1 x 500 mg intravena (untuk 5 - 7 hari)
- N-Acetylcistein 1.200 – 2.400 mg / 24 jam
- Dexamethason 6 mg / 24 jam (10 hari) atau
kortikosteroid lain yang setara
- Simtomatis (Parasetamol dan lain-lain) sesuai indikasi
- Antikoagulan LMWH/UFH sesuai pertimbangan DPJP
- Antivirus berikut:
o Remdesivir 1 x 200 mg (hari pertama) dilanjutkan 1
x 100 mg (hari kedua sampai maksimal hari ke
sepuluh)
o Favipiravir (Avigan), 2 x 1600 mg (hari pertama),
dilanjutkan 2 x 600mg (hari ke 2 sampai hari ke 5 -
7)*
o Oseltamivir 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari *

**Pada kasus yang tidak berespon dengan pengobatan

di atas, dapat dipertimbangkan pemberian:

- Tocilizumab 8 mg/kgBB (maksimal 800mg per


dosis), 2 kali pemberian dengan interval 12 jam atau
24 jam
DAN / ATAU

- IVIg dosis 0,3–0,5 g/kgBB per hari untuk 5 hari

9. Bila ada kecurigaan infeksi sekunder ditambah:

- Levofloxacin intravena 1 x 750 mg, bila ada

gangguan fungsi ginjal dapat diberikan Moxifloxacin

1x 400 mg

- Meropenem 3 x 1 gram (bila terjadi sepsis dan syok


sepsis)
10. Tangani syok sesuai alur tatalaksana syok sepsis

11. Penggunaan vasopressor (Norepinephrine) apabila

mengalami syok sepsis


12. Cegah komplikasi selama perawatan

13. Terapi Plasma Konvalesen

14. Evaluasi***:

- Foto toraks serial

- Analisa Gas Darah serial

- Darah rutin

- Kimia darah

- Rapid test antibodi / antigen

- Kultur sputum / urin / darah

- Swab RT-PCR****

* : Sebagai alternatif bila tidak tersedia di farmasi atau

ada kontraindikasi terhadap obat pilihan utama

** : Pemakaian terbatas, sesuai dengan pertimbangan

DPJP dan atau tim (bila ada)

*** : sesuai indikasi

**** : dilakukan pada hari ke 10 dan berikutnya sesuai

pertimbangan DPJP

9. Prognosis Dubia ad malam

10. Edukasi 1. Menjaga kebersihan tangan dan mencuci tangan 6

langkah sesuai standar WHO

2. Etika batuk dan bersin

3. Selalu menggunakan masker

4. Physical distancing (jaga jarak dengan orang lain, minimal


lebih dari 2 meter)

5. Makan makanan yang sehat dan bergizi

11. Indikator Medis 80% pasien dapat rawat jalan setelah 21 hari
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PPOK AKUT EKSASERBASI

(ICD 10: J.44.1)

1. Pengertian Eksaserbasi PPOK didefinisikan sebagai kondisi akut dengan


(Definisi) karakteristik perburukan gejala pernafasan di luar variasi
normal dari hari ke hari dan menyebabkan perubahan
pengobatan.

(Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang


dapat dicegah dan disembuhkan, ditandai dengan
keterbatasan aliran udara menetap yang biasanya progresif
dan berhubungan dengan meningkatnya respon inflamasi
kronis pada saluran napas dan partikel beracun atau gas)

2. Anamnesis  Perburukan dari sesak napas


 Durasi dari perburukan atau munculnya gejala baru
 Riwayat gejala eksaserbasi sebelumnya (total atau riwayat
hospitalisasi)
 Adanya komorbid
 Terapi yang digunakan saat ini.
 Riwayat penggunaan ventilator mekanik

3. Pemeriksaan Fisik  Penggunaan dari otot bantu pernapasan


 Pergerakan paradoksal dari dinding dada
 Perburukan atau adanya gejala sentral sianosis yang baru
 Adanya edema perifer
 Hemodinamik yang tidak stabil
 Perburukan dari status mental (GCS)

4. Kriteria Diagnosis Tipe-tipe eksaserbasi PPOK :

2. Tanpa gagal napas, dengan gejala sebagai berikut :


 Peningkatan respiratory rate : 20-30x/menit
 Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
 Tidak ada perubahan status mental (GCS 456)
 Hipoksemia mengalami perbaikan dengan terapi
oksigen supplemental via Venturi mask 28-35%
inspired oxygen (FiO2)
 Tidak ada peningkatan PaCO2

3. Dengan gagal napas akut – tidak mengancam jiwa


dengan gejala berikut :
 Respiratory rate > 30x/menit
 Adanya penggunaan otot bantu pernapasan
 Tidak ada perubahan status mental
 Hipoksemia mengalami perbaikan dengan terapi
oksigen supplemental via Venturi mask 28-35%
inspired oxygen (FiO2)
 Hiperkarbia
 PaCO2 meningkat dibandingkan dengan baseline atau
meningkat 50-60 mmHg

4. Dengan gagal napas akut – mengancam jiwa dengan


gejala berikut:
 Respiratory rate >30x/menit
 Adanya penggunaan otot bantu pernapasan
 Perubahan status mental yang akut
 Hipoksemia yang tidak mengalami perbaikan dengan
terapi oksigen supplemental via Venturi mask atau
membutuhkan FiO2> 40%
 Hiperkarbia
 PaCO2 meningkat dibandingkan dengan baseline atau
meningkat >60 mmHg atau terdapat asidosis (pH ≤
7,25)

5. Diagnosis Kerja PPOK Akut Eksaserbasi tanpa gagal napas/ dengan gagal
napas akut-tidak mengancam jiwa/ dengan gagal napas akut-
mengancam jiwa (ICD 10: J.44.1)

6. Diagnosis Banding 1. Asma


2. Congestive Heart Failure
3. Bronkiektasis
4. Tuberkulosis
5. Bronkiolitis obliterans
6. Panbronkiolitis difus
7. Sindroma Obstruktif Paska Tuberkulosis
8. Pneumotorak
9. Destroyed lung.
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium : darah rutin, kimia klinik.
Penunjang 2. Elektrokardiogram
3. Foto torak
4. Serial analisa gas darah
5. Status nutrisi
6. Kultur sputum
7. Serial spirometry

8. Terapi a. Farmakologi
i. Bronkodilator:
1. Nebulizer: Salbutamol 2,5 mg inhalasi atau
Salbutamol 2,5-5,0 mg + Ipratropium 0,25-0,5 mg
inhalasi atau Terbutalin inhalasi 5-10 mg.
2. Inhalasi Dosis Terukur (MDI: Metered Dose
Inhaler): Salbutamol 100 µgr/semprot 2-4 semprot
3-4x sehari atau Prokaterol 10 µgr/semprot 2-4
semprot 3x sehari
ii. Glukokortikoid
iii. Kortikosteroid sistemik : prednisone 40 mg selama 5-7
hari atau yang setara dengan konversi tersebut.
iv. Kortikosteroid inhalasi : inhalasi budesonide.
v. Antibiotik, jika terdapat 3 gejala kardinal yaitu
peningkatan sesak, volume sputum, dan sputum
purulent; terdapat 2 gejala cardinal dimana salah
satunya adalah sputum purulent; ventilasi mekanik
(invasif atau noninvasif). Antibiotik diberikan secara
empiris selama 5-7 hari. PIlihan antibiotik sebaiknya
berdasarkan pola kuman setempat. Terapi empirik
antibiotik adalah florokuinolon respirasi, sefalosporin
generasi ke-3, aminopenisilin dengan asam klavulanat,
makrolid atau tetrasiklin. Antibiotik disesuaikan dengan
hasil kultur jika sudah tersedia.
vi. Terapi adjuvant : mukolitik (mukokinetik dan
mukoregulator) dan ekspektoran; antioksidan;
profilaksis untuk tromboemboli dipertimbangkan
vii. Terapi untuk penyakit komorbid

b. Support Respirasi
i. Terapi oksigen dengan target saturasi O2 88-92%, dan
monitor Analisa gas darah untuk menilai keberhasilan
terapi oksigen.
ii. Ventilatory support
1. Non-Invasive Ventilation, dengan indikasi:
a. Asidosis respiratorik (PaCO2 ≥ 6.0 kPa atau 45
mmHg dan pH arteri ≤ 7,35)
b. Sesak berat dengan adanya tanda sugestif
kelelahan otot pernapasan, peningkatan usaha
napas atau keduanya, seperti penggunaan otot
napas bantuan, pergerakan paradox abdomen,
retraksi dari intercostal space
c. Hipoksemia yang menetap dengan pemberian
terapi oksigen suplemental
2. Invasive ventilation, dengan indikasi:
i. Tidak toleransi atau kegagalan penggunaan NIV
ii. Status post respiratory atau cardiac arrest
iii. Penurunan kesadaran, agitasi psikomotor yang
tidak bisa ditangani dengan pemberian sedasi
iv. Adanya aspirasi massif atau vomiting yang
menetap
v. Ketidakmampuan persisten untuk berdahak
vi. Ketidakstabilan hemodinamik yang berat yang
tidak respon dengan pemberian terapi cairan dan
obat vasoaktif
vii. Aritmia ventrikel atau supraventrikel yang berat
viii. Life threatening hypoxemia pada pasien yang
tidak toleransi dengan NIV
3. High-flow oxygen therapy (HFO) menggunakan alat
khusus (Vapotherm atau Optiflow) 8 L/menit pada
bayi dan 60 L/menit pada orang dewasa
c. Rehabilitasi Medik
d. Nutrisi dan Cairan

9. Edukasi 1. Hindari pencetus serangan antara lain berhenti merokok,


menghindari polusi udara, menghindari infeksi saluran
nafas.
2. Mengukur spirometri setiap 3 bulan sekali

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam

Ad sanationam : dubia ad bonam/malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

11. Indikator Medis 80% Pasien COPD AE teratasi dalam 14 hari perawatan
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

EMPYEMA

(ICD 10: J.86)

1. Pengertian Adanya akumulasi nanah dalam rongga pleura


(definisi)
2. Anamnesis 1. Batuk
2. Sesaknapas
3. Nyeri dada
4. Demam

3. PemeriksaanFisi 1. Tampak sakit sedangsampaiberat


k 2. Tampak sesak dengan frekuensi napas >20x/menit
3. Inspeksi: dada yang sakit tertinggal. Palpasi: stem fremitus
menurun.Perkusi: redup. Auskultasi: suaranapasmenurun.

4. Kriteria - Adanya pus yang dapat dilihat secara makroskopis pada


Diagnosis aspirasi cairan pleura.
- Analisis cairan pleura: eksudat.
- Pengecatan gram didapatkan kuman.
- Kultur cairan pleura didapatkan pertumbuhan kuman.

5. Diagnosis Kerja Empyema (ICD 10: J.86)

6. Diagnosis 1. Abses paru


Banding 2. Chylothorax
3. Hemotoraks
4. Pleuritis TB

7. PemeriksaanPen - Fototoraks PA dan Lateral


unjang - Laboratoriumdarahrutin
- Analisis, hapusan gram, kultur, dan uji sensitivitas pus
(empyema).
- Sputum hapusan gram , biakan sputum danujiresistensi
- Sputum BTA SP
- Smear BTA dari pus
- Bronkoskopi, USG toraks,dan CT scan toraks
8. Terapi Terapi

 Pemasangan thorax drain


 Torakosentesis: bila empyema terlokalisir
 Spooling
 Terapi medikamentosa:

Antibiotik:

Ceftriaxone 2x1 g iv + Metronidazole 3x500 mg iv

Nutrisi:

Memberikansesegeramungkindukungangiziyang sesuai.

Bronkoskopi

Konsul bedah TKV: Bila tidak ada perbaikan dengan terapi


seperti di atas setelah 5-7 hari

Pelepasan thorax catheter: Bila kondisi membaik, pus (-),


produksi cairan <100cc/hari.

9. Edukasi 1. Mengenal faktor risiko infeksi paru.


2. Kontrol poli paru
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Indikator Medis 80% empyema teratasi dalam 14 hari perawatan

JANTUNG

DEMAM REMATIK AKUT (DRA)


(ICD 10:I 10.0 – 10.2)
12.Pengertian adalah reaksi peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi kuman
(Definisi) streptococcus group A (GAS) -haemolytic, yang meliputi berbagai
organ (antara lain jantung, persendian, sistem syaraf pusat).

13.Anamnesis - Riwayat sakit tenggorokan 1-5 minggu sebelumnya (pada 70%


anak dan dewasa muda).
- Demam, disertai tanda klinis yang tak spesifik seperti: rash,
nyeri kepala, berat badan turun, epistaksis, rasa lelah, malaise,
keringat berlebihan, pucat, nyeri dada dengan ortopnu, nyeri
abdomen, muntah.
- Keluhan yang lebih spesifik untuk DRA:
o Nyeri sendi yang berpindah-pindah
o Nodul subkutan
o Iritabel, konsentrasi menurun, perubahan kepribadian seperti
gangguan auto immune neuropsychiatric (pada anak dengan
infeksi streptococcus)
o Disfungsi motorik
o Riwayat demam rematik sebelumnya (ada kecenderungam
berulang)
DEMAM REMATIK AKUT (DRA)
(ICD 10:I 10.0 – 10.2)

14.Pemeriksan Fisik 1. Pericarditis:


- Friction rub
- Pericardial efusi, ditandai dengan bunyi jantung menjauh;
2. Miokarditis:
- Tanda-tanda gagal jantung yang tidak jelas penyebabnya
- Fungsi ventrikel kiri jarang terganggu
3. Endokarditis / Valvulitis:
- Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung rematik:
terdengar bising regurgitasi mitral diapeks (dengan atau tanpa
bising mid diastolik, Carey Coombs murmur).
- Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung rematik: ada
perubahan karakteristik bising atau terdengar bising baru.
15.Kriteria Diagnosis Kriteria yang digunakan untuk diagnosis demam rematik: kriteria
Jones.
Kriteria Mayor:
1. Karditis
2. Poliartritis migrans
3. Sindenham Chorea
4. Eritema marginatum
5. Nodul Subkutan
Kriteria Minor:
1. Klinis: demam, poliartralgia
2. Laboratorium: peningkatan penanda inflamasi akut (LED,
leukosit)
3. EKG: interval PR memanjang
DEMAM REMATIK AKUT (DRA)
(ICD 10:I 10.0 – 10.2)

Bukti adanya infeksi GAS beta hemolyticus dalam 45 hari


sebelumnya :
1. Peningkatan titer ASTO >333 unit untuk anak dan >250 untuk
dewasa
2. Kultur tenggorok (+)
3. Rapid antigentes untuk Streptococcus group A
4. Demam scarlet yang baru terjadi
Kriteria Diagnosis:
1. Episode pertama demam rematik
Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 mayor + 2 minor + bukti
infeksi GAS
2. Demam rematik berulang pada pasien tanpa penyakitjantung
rematik.
Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 mayor + 1 kriteria minor
tanpa sequele penyakit jantung rematik
3. Demam rematik berulang pada pasien derTgarT penyakit
jantung rematik Memenuhi 2 kriteria minor + bukti infeksi GAS
+ sequel penyakit jantung rematik sebelumnya.
4. Rematik chorea dan rematik karditis Demam rematik dapat
ditegakkan tanpa bukti infeksi/kriteria lainnya
5. Lesi katup kronik pada penyakit jantun grematik (pasien dating
pertama kali dengan lesi katup mitral dengan/atau tanpa lesi
katup aorta).
16.Diagnosis Kerja 1. Demam Rematik episode pertama (1 1 0.0 )
2. Demam Rematik berulang tanpa Penyakit Jantung Rematik (1
10.0)
3. Demam Rematik berulang dengan Penyakit Jantung Rematik (1
10.1)
DEMAM REMATIK AKUT (DRA)
(ICD 10:I 10.0 – 10.2)

4. Rematik Karditis (110.1)


5. Rematik Chorea (1 10.2)
6. Penyakit Jantung Rematik Kronis (11 0.5 - 1 1 0.9)
17.Diagnosis Banding 1. Penyakit jantung katup disertai infeksi banal
2. Penyakit sistemik (Lupus Erythematous)
3. Reumatoid arthritis
4. Ankylosing spondilitis
18.Pemeriksaan 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Penunjang 2. EKG
3. Foto rontgen dada
4. Lab : darah rutin ,LED, CRR ASTO, kultur swab tenggorokan
5. Ekokardiografi.
19.Terapi 1. Tata Laksana Umum : Tirah baring
Pasien harus tirah baring, dilanjutkan dengan mobilisasi bertahap
yang lamanya tergantung pada kondisi jantungnya :
Tirah Baring Mobilisasi Bertahap
Kelompok Klinis
(Minggu) (Minggu)
Karditis (-) arthritis (+) 2 2

Karditis (+), Kardiomegali 4 4

Karditis (+), Kardiomegali (+) 6 6

Karditis (+), gagal jantung (+) >6 >6

2. Eradiksi
Berikan antibiotik untu keradikasi kuman GAS, sebagai
pencegahan primer demam rematik.
Eradikasi:
- Benzatin penisilin :1,2 juta U IM (BB <27 Kg: 600.000 U
IM)
DEMAM REMATIK AKUT (DRA)
(ICD 10:I 10.0 – 10.2)

- Phenoxymethil Penicillin (Penicilin V) selama 10 hari


 Dewasa dan remaja : 750- 1000 mg/hari dibagi 2-4 dosis
 Anak: 500 -750 mg/hari dibagi 2-3 dosis
- Amoxicilin: 25-50 mg/Kg BB/hari dibagi 3 dosis (dosis
maximal 750-1000 mg/hari) selama 10 hari
Bila alergi Penicillin dapat diberikan:
- Cephalosporin spectrum sempit (cephalexin, cefadroxil)
peroral dengan dosis bervariasi selama 10 hari
- Clindamycin 20 mg/KgBB/hari per-oral dibagi 3 dosis
(maksimal 1.8 gram/hari) selama 10 hari;
- Azithromycin 12 mg/KgBB per-oral sekali sehari (maksimal
500 mg) selama 5 hari
- Clarithromycin 15 mg/KgBB/hari per-oral dibagi dalam
2dosis (maksimal 500 mg), selama 10 hari.
Kultur diulang 2-7 hari pasca selesai pemberian anti biotik.
3. Anti radang untuk karditis dan poliarthritis migrans
- Prednison: 2 mg/KgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) selama 2
minggu, kemudian di sapih 20- 25% tiap minggu, atau
- Salisilat: 100 mg/KgBB dibagi 4-5 dosis (maksimal 6 g/hari)
selama 2 minggu, kemudian 60-70 mg/KgBB/hari selama 3 -6
minggu.
4. Gagal jantung
- Tempat perawatan:
 Gagal jantung berat dirawat di ruang rawat intensif.
 Gagal jantung sedang dirawat di ruang rawat intermediate
 Gagal jantung ringan dirawat di ruang rawat biasa.
DEMAM REMATIK AKUT (DRA)
(ICD 10:I 10.0 – 10.2)

- Lama perawatan dan mobilisasi tergantung kondisi jantung


- Restriksi cairan dan diet rendah garam,
- Obat-obatan anti gagal jantung: diuretik, ACE-1 +/- digoxin
- Bila terdapat efusi perikard yang berakibat tamponade maka
perlu dilakukan punksi perikard.
5. Chorea
Chorea dapat hilang sendiri seteiah tirah baring dan eradikasi
kuman GAS; bila perlu diberikan pengobatan symptomatic
dengan clorpromazin, diazepam atau haloperidol.
6. Tindakan intervensi bedah dan non bedah
Jarang dilakukan pada keadaan akut, kecuali bila gagal diatasi
dengan medika mentosa. Intervensi sebaiknya dilakukan 3 (tiga)
bulan seteiah demam rematik dinyatakan reda. Indikasi
intervensi pada penyakit jantung rematik dapat dilihat pada Bab
Penyakit Katup Jantung Rematik.
7. Antibiotik untuk Prevensi Sekunder
- Benzathine Benzylphenicilin 1,2 juta U IM (untuk BB <27
Kg, 600.000 U IM) setiap 3-4 minggu atau
- Phenoxymethil Penicillin (Penicilin V): 2 x 250 mg,
Bila alergi penicillin dapat diberikan:
- Sulfadizin 1 gram/hari (BB ≥ 30 Kg), 500 mg/ hari (BB<
30Kg) atau
- Erythromycin 2 x 250 mg

190
DEMAM REMATIK AKUT (DRA)
(ICD 10:I 10.0 – 10.2)

Pemberian Antibiotik Untuk Prevensi Sekunder


Kategori Pasien Durasi Profilaksis
Pasien tidak terbukti Karditis 5 tahun seteiah serangan terakhir atau
hingga usia 18 tahun ( dipili.h yang
lebih lama)
Pasien dengan karditis saat 10 tahun setelah serangan terakhir atau
demam rematik akut, namun hingga usia 21 tahun (djp.il) yang lebih
tanpa sequel padajantung lama).
Pasien dengan karditis yang 1.0 tahun atau sampai usia 40 tahun
memiliki sequel penyakit (dipilih yag lebih lama), kadang periu
katup jantung rematik sampai seumurhidup.
/kelainan katup.
20.Edukasi 1. Edukasi jenis penyakit, perjalanan klinis penyakit, dan
tatalaksana yang akan dikerjakan
2. Edukasi obat-obatan eradikasi ataupun profilaksis
3. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
4. Edukasi penyulit yang timbul 5. Edukasi tindakan intervensi
bedah dan non bedah
21. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsional : dubia ad bonam
22. Indikator Medis - 80% pasien demam rematik tanpa GJK yang mengalami
perbaikan dengan obat-obatan LOS <7 hari
- 80% pasien demam rematik dengan GJK yang mengalami
perbaikan dengan obat-obatan LOS <14 hari.
- 80% pasien demam rematik dengan GJK yang tidak membaik
dengan obat-obatan dan memerlukan intervensi LOS <21 hari.

191
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)

1. Pengertian adalah infeksi pada lapisan sebelah dalam jantung (endokardium)


(Definisi) dan katup jantung.
Diagnosis Endokarditis Infektif berdasarkan Modifikasi Kriteria
Duke
Kriteria Mayor
1. Kultur Darah Positif untuk El
a. Ditemukan mikro organisme tipikal yang konsisten untuk El
pada2 kali pemeriksaan kultur darah dengan waktu yang
berbeda: Strepto-cocus Viridans, Streptococus Bow’s, grup
H ACEK, Staphylococcus Aereus, atau community-acquired
enterococci dimana tidak adanya fokus primer atau
b. Ditemukan mikro organism konsisten untuk El yang
persisten pada kultur darah: paling tidak kultur darah positif
2 kali pada sampel darah yang diambil dengan perbedaan
waktu >12 jam atau 3 dari 4 pemeriksaan kultur darah yang
diambil dalam waktu yang berbeda (dalam hal ini jarak
pemeriksaan darah pertama dan terakhir sekitar 1 jam).
c. Kultur darah positif satu kali untuk Coxiella Burnetil atau
kadar antibody IgG fase 1 >1:800.
2. Bukti keterlibatan endocardium
Ekokardiografi positif untuk El: vegetasi, abses, terdapat
regurgitasi katup yang baru.

192
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)

Kriteria Minor
1. Predisposisi: suatu kondisi jantung yang mempunyai risiko
untuk kejadian El, penggunaan obat injeksi
2. Demam : suhu > 38 °C
3. Fenomena vaskular : emboli arteri mayor, infark pulmoner
septik, aneurisma mikotik, perdarahan intracranial, perdarahan
konjuntiva, lesi Janeway.
4. Fenomena Imunologis : glomerulonephritis, nodus Osier, Titik
Roths, faktor rheumatoid.
5. Bukti mikrobiologi : kultur darah positif tetapi tidak memenuhi
kriteria mayor ataupun bukti serologis dari infeksi aktif dengan
organisme yang konsisten dengan El.

DIAGNOSIS
Endokarditis Infektif Definitif 2 kriteria mayor; atau 1
kriteria mayor dan 3 kriteria minor ;atau 5 kriteria minor
Endokarditis Infektif Possible 1 kriteria mayor dan 1 kriteria
minor; atau 3 kriteria minor
Endokarditis Infektif Rejektif
 Terdapat bukti diagnosis lain penyebab El; atau
 Terdapat resolusi gejala klinis El dengan pemberian terapi
antibiotik selama <4 hari; atau
 Tidak ada bukti patologi El pada pembedahaan ataupun otopsi
dengan terapi antibiotik <4 hari;atau
 Tidak memenuhi kriteria Elseperti di atas.

193
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)

2. Anamnesis - Demam
- Riwayat pemasangan material prostetik intrakardial
- Riwayat El sebelumnya
- Riwayat penyakit jantung katup atau bawaan
3. Pemeriksaan Fisik - Suhu badan >38 °C
- Ditemukan nodul osier, lesi Janeway
- Murmur jantung regurgitasi yang baru
- Tanda-tanda gagal jantung kongestif
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Foto Rontgen Toraks
4. EKG
5. Laboratorium terutama kultur darah
6. Ekokardiografi: TIE dan atau TEE (pada sebagian kasus)
5. Diagnosis Kerja 1. Endokarditis Infektif Definitif
2. Endokarditis Infektif Possible
3. Endokarditis Infektif Rejektif
6. Diagnosis Banding 1. Pneumonia
2. Meningitis
3. Abses otak
4. Perikarditis akut
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium petanda infeksi, kultur darah, urinalisa
Penunjang 2. Foto Rontgen Toraks
3. Ekokardiografi
4. MSCT thorax untuk menilai ada tidaknya emboli paru
5. MSCT kepala untuk menilai ada tidaknya aneurisma mikotik

194
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)

8. Terapi Tatalaksana El didasarkan atas kombinasi terapi antimikroba jangka


panjang dan pada sebagian kasus, eradikasi jaringan yang terinfeksi
dengan cara pembedahan. Lama pemberian terapi antimikroba
selama 4-6 minggu.
1. Pemberian Antibiotik Empirik Untuk Inisiasi Terapi:
Katupasli / native:
- Ampicillin Sulbactam 12 gram/hari intravena terbagi dalam 4
dosis atau Amoxillin Clavulanate 12 gram/hari intravena
dalam 4 dosis selama 4-6 minggu, ditambah
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular terbagi
dalam 2-3 dosis selama 4-6 minggu.
Katupasli / native yang alergi penicilin
- Vancomycin 30 mg/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 4-6 minggu, ditambah.
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular terbagi
dalam 2-3 dosis selama 4-6 minggu, ditambah
- Ciprofloxacin 1000 mg/hari per oral terbagi dalam 2 dosis
selama 4-6 minggu.
Katup Prostetik:
- Vancomycin 30 mg/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 4-6 minggu, ditambah
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular terbagi
dalam 2-3 dosis selama 2 minggu, ditambah
- Rifampicin 1200 mg/hari per oral terbagi dalam 2 dosis
selama 2 minggu.

195
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)

2. Pemberian Antibiotik sesuai dengan temuan Mikroorganisme:


a. Pemberian antibiotic pada Group Streptocci Viridandan
Streptococci Dyangsensitif Penicillin
Terapi Standar:
- Penicillin G 12-18juta Unit/hari intravena terbagi dalam 6
dosis atau Amoxillin 100-200 mg/kg/hari intravena terbagi
dalam 4-6 dosis atau Ceftriaxone 2 gram/hari IV/IM
selama 4 minggu
Terapi 2 minggu:
- Penicillin G 12-18juta Unit/hari intravena terbagi dalam 6
dosis atau Amoxillin 1 DO-200 mg/kg/hari intravena
terbagi dalam 4-6 dosis atau Ceftriaxone 2 gram/hari
intravena atau intramuskular dalam 1 dosis selama 2
minggu, ditambah
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular
terbagi dalam 1 dosis atau Netilmicin 4-5 mg/kg/hari
intravena dalam 1’dosis selama 2 minggu.
Untuk pasien alergi beta-laktam:
- Vancomycin 30/kg/hari IV terbagi dalam 2 dosis selama 4
minggu
b. Pemberian antibiotic pada Group Streptocc/ Viridan dan
Streptococci D yang resisten Penicillin
Terapi standar
- Penicillin G 24 juta Unit/hari intravena terbagi dalam 6
dosis atau Amoxillin 200 mg/kg/hari intravena terbagi
dalam 4-6 dosis selama 4 minggu, ditambah.
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular

196
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)

dalam 1 dosis selama selama 2 minggu


Untuk pasien alergi beta-laktam
- Vancomycin 30/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 4 minggu, ditambah
- Gentamicin 3mg/kg/hari intravena atau intramuskular
dalam 1 dosis selama selama 2 minggu
c. Pemberian antibiotic pada Group Staphy/ococcus
Katup native
Untuk yang sensitive dengan methicillin
- (Flu)cloxacillin atau Oxacillin12 gram/hari intravena
terbagi dalam 4-6 dosis selama 4-6 minggu, ditambah.
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular
terbagi dalam 2-3 dosis selama 3-5 hari
Untuk yang allergi atau resisten methicillin
- Vancomycin 30/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 4-6 minggu, ditambah
- Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau intramuskular
terbagi dalam 2-3 dosis selama 3-5 hari
Katup prostetik
Untuk yang sensitif dengan methicillin
- (Flu) cloxacillin atau Oxacillin 12 gram/hari intravena
terbagi dalam 4-6 dosis selama lebih dari 6 minggu,
ditambah
- Rifampicin 1200 mg/hari intravena atau oral terbagi dalam
2 dosis selama lebih dari 6 minggu, dan Gentamicin 3
mg/kg/hari intravena atau intramuskular terbagi dalam 2-3
dosis selama 2 minggu.

197
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)

Untuk yang allergi atau resisten methicillin


Vancomycin 30/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama lebih dari 6 minggu, ditambah Rifampicin 1200
mg/hari intravena atau oral terbagi dalam 2 dosis selama lebih
dari 6 minggu, dan Gentamicin 3 mg/kg/hari intravena atau
intramuskular terbagi dalam 2-3 dosis selama 2 rninggu.
d. Pemberian antibiotic pada Group Enterococcus
Untuk yang sensitif dengan betalaktam dan gentamicin
- Amoxicillin 200 mg/kg/hari intravena terbagi dalam 4-6
dosis selama 4-6 minggu, ditambah Gentamicin 3 mg/kg/
hari intravena atau intramuskular terbagi dalam 2-3 dosis
selama 4-6 minggu, atau
- Ampicillin 200 mg/kg/hari intravena terbagi dalam 4-6
dosis selama 4-6 minggu, ditambah Gentamicin 3 mg/kg/
hari intravena atau intramuskular terbagi dalam 2-3 dosis
selama 4-6 minggu. Atau
- Vancomycin 30/kg/hari intravena terbagi dalam 2 dosis
selama 6 minggu, ditambah Gentamicin 3 mg/kg/hari
intravena atau intramuskular terbagi dalam 2-3 dosis
selama 6 rninggu,
Bila pasien dinilai stabil, tidak ada tanda-tanda gagal jantung
kongesti dan tidak terdapat komplikasi, maka pemberian
antibiotik parenteral dapat diberikan melalui rawat jalan pada
hari ke-7 setelah pemberian antibiotik.
Terapi pembedahaan dilakukan pada sebagian besar pasien dengan
El karena adanya komplikasi yang berat. Tiga komplikasi dan
indikasi untuk dilakukannya tindakan pembedahaan segera pada
fase aktif saat pasien masih menjalani terapi antibiotik, antara lain
karena :

198
ENDOKARDITIS INFEKTIF (EI)
(ICD 10 : I 33)

1. Gagal jantung
2. Infeksi yang tidak bisa terkontrol
3. Pencegahan kejadian tromboemboli
Tindakan pembedahan emergensi dilakukan dalam waktu 24 jam,
bila urgensi dilakukan dalam beberapa hari, dan elektif setelah
pemberian antibiotik selama 2 minggu
Komplikasi: Gagal jantung, gagal ginjal, syok septik, stroke
9. 1. Edukasi perjalanan klinis penyakit tatalaksana yang akan
dikerjakan
2. Edukasi obat-obatan
3. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
4. Edukasi penyulit yang timbul: emboli paru, aneurisma mikotik
dll.
5. Edukasi untuk menjaga oral hygiene
6. Edukasi tindakan koreksi pembedahan
7. Edukasi bila diperlukan tindakan pembedahan non jantung
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Indikator Medis 80% pasien El mempunyai LOS <14 hari.
95% pasien El patuh dan menerima terapi antibiotik sesuai protokol.
95% pasien El sembuh, dan hasil kultur negatif.

199
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)

1. Pengertian adalah suatu keadaan inflamasi pada pericardium yang disebabkan


(Definisi) oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, tuberkulosis), kelainan autoimun,
keganasan, radiasi, pasca pembedahan jantung .trauma, kelainan
bawaan, dan lain-lain. Pericarditis bisa disertai efusi perikard atau
tanpa efusi perikard. Klasifikasi:
1. Perikarditis akut (1-2 minggu)
2. Perikarditis kronis (3 bulan)
3. Perikarditis rekuren
4. Perikarditis konstriktif
2. Anamnesis - Nyeri dada: timbul tiba-tiba, terasa di area retrosternal dan
semakin memberat bila bergerak atau menarik napas dalam,
nyeri berkurang bila pasien duduk membungkuk,
- Sesak nafas (disebabkan oleh nyeri)
- Demam
3. Pemeriksaan Fisik - Demam
- Sinus takikardi
- Auskultasi:
 Pericardial friction rub, paling baik terdengar diapeks
jantung atau left sterna border, terdengar jelas saat pasien
duduk membungkuk atau menarik napas.
 Bila ada efusi perikard luas, suara jantung terdengar
menjauh.

200
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)

Trias Becks - pada tampona dekordis :


 Suara jantung menjauh,
 Hipotensi,
 Peningkatan tekanan vena sentral disertai distensi vena jugular.
- Pulsus paradoksus (penurunan TD sistolik ≥ 10 mmHg saat
inspirasi).
4. Kriteria Diagnosis 1. Anammesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Elektrokardiogram
- Perubahan segmen ST dan gelombang T di hampir seluruh
lead.
- Bila efusi cukup banyak bisa ditemukan EKG low voltage
4. Laboratorium: darah perifer lengkap (termasuk ESR, CRP,
LDH), enzim jantung (CK-CKMB dan Troponinl), serum
antinuclear antibody pada pasien perempuan muda.
5. RontgenThoraks
- Pada perikarditis akut, umumnya normal.
- Bila terjadi efusi perikard 200 ml akan terjadi pembesaran
bayangan jantung (water-bottle shape).
- Pada perikarditis kronik bisa ditemukan kalsifikasi.
6. Ekokardiografi:
- Eksklusi adanya efusi yang tersembunyi, swinging heart.
- Pada efusi yang cukup luas, tampak adanya bagian yang
kosong (echo-free space).
- Bila terjadi tamponadekordis, RV free-wall tampak kolaps.

201
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)

7. Perikardiosintesis terapeutik dan diagnostic pada pasien tampona


dekordis dan pada pasien yang dicurigai dengan perikarditis
bakterial, keganasan atau perikarditis purulenta.
5. Diagnosis Kerja 1. Perikarditis akut
2. Perikarditis akut dengan tampona dekordis
3. Perikarditis konstriktif
6. Diagnosis Banding 1. Emboli paru
2. Infark miokard
3. Costochondritis
4. Gastroesophageal reflux disease
5. Diseksi Aorta
6. Pneumothoraks
7. Nyeri herpes-zoster
7. Pemeriksaan 1. Elektrokardiogram
Penunjang 2. Laboratorium: darah perifer lengkap, enzim jantung (CK-CKMB
dan Troponinl), serum antinuklear antibodi pada pasien
perempuan muda.
3. Foto Roentgen Thoraks
4. Ekokardiografi
5. Perikardio sentesisdiagnostic
8. Terapi 1. Perikarditis akut
- Pasien harus dirawat inap untuk pelacakan kausa, observasi
terjadinya tampona dekordis, dan mulai terapi anti-inflamasi
maupun simptomatik.

202
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)

- Penyebab perikarditis akut terbanyak adalah virus, terapi


ditujukan untuk symptom saja, menggunakan NSAID,
kolkisin, kortikosteroid.
 NSAID merupakan terapi utama (perlu pelindung gastro
intestinal): Ibu profen (300-800 mgtiap 6-8 jam).
Kolkisin bias ditambahkan atau bias juga digunakan
sebagai terapi utama (0.5mg 2x sehari).
 SAID - penggunaan kortikosteroid (Prednisone) baik
secara sistemik maupun intraperikardial diperbolehkan.
- Apabila penyebab dicurigai bakterial (perikarditis purulenta),
diperlukan drainase secara bedah disertai terapi antibiotik:
 Inisial spectrum luas seperti penisilin resisten penisilinase
IV
 Vankomisin apabila dicurigai MRSA,
 Golongan sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxone,
cefotaxime)
- Bila kondisi pasien imunokompromais, tambahkan gol.
aminoglikosida
- Terapi antibiotik spesifik diberikan apabila sudah terdapat
hasil kultur. Terapi diberikan paling tidak 3-4 minggu secara
intravena.
- Perikarditis pada penyakit autoimun diobati dengan NSAID
oral, bila terjadi efusi yang mengganggu fungsi jantung perlu
perikardiosintesis/ punksi perikard. Tindakan ini dilakukan
pada efusi perikard yang secara ekokardiografis tebalnya >20
mm (pada fase diastolik), atau apabila diperlukan untuk
diagnosis kausa sehingga mempermudah pemberian terapi
yang tepat.

203
PERIKARDITIS (ICD 10 : Q 20.3)

2. Perikarditis akut dengan tamponade kordis Diperlukan


perikardiosentesis segera untuk memperbaiki kerja jantung.
Manajemen cairan IV juga perlu dilakukan, untuk mengatasi
hipovolemia akibat kegagalan fungsi diastolic jantung. Bila
cairan efusi kental dan sulit untuk dilakukan perikardiosentesis,
diperlukan drainase secara bedah.
3. Perikarditis konstriktif
Terapi definitive adalah perikardi ektomi radikal
9. Edukasi 1. Edukasi jenis penyakit, perjalanan penyakit, dan tatalaksananya
2. Edukasi penyulit-penyulit yang mungkin timbul dari Perikarditis
3. Edukasi obat-obatan yang diperlukan oleh pasien
4. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
5. Edukasi tindakan non-pembedahan apabila diperlukan
6. Edukasi tindakan pembedahan apabila diperlukan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsional : dubia ad malam
11. Indikator Medis - 95% pasien yang teratasi tmempunyai LOS <7 hari
- 95% pasien dilakukan tapping perikardiostomi LOS <10 hari
dengan obat-oba pericardial.

204

Anda mungkin juga menyukai