Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Aqidah Akhlak
Dosen Pengampuh :
Dr. Ahmad Ridho Desa, Lc, DESA Datuk Rajuah Batuah
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji Syukur atas Rahmat Allah
SWT. Karena tanpa Rahmat dan Ridho-Nya. Kita tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Aqidah
Akhlak Bapak Dr. Ahmad Ridho Desa, Lc, DESA Datuk Rajuah Batuah. Kami juga
mengucapkan terimakasih pada teman-teman kami yang telah meluangkan waktu,
pikiran dan tenaganya untuk menyelesaikan makalah ini dengan berjudul
Kebebasan beragama dalam prespektif islam.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum
kami ketahui. Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun
dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna.
Penyusun
II
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...................................................................................II
BAB I...........................................................................................................1
LATAR BELAKANG..................................................................................1
RUMUSAN MASALAH.............................................................................1
BAB II..........................................................................................................2
PEMBAHASAN..........................................................................................2
Makna Kebebasan secara Umum.................................................................2
Kebebasan Beragama menurut Perspektif Islam.........................................2
Toleransi antar Umat Beragama...................................................................3
A. Pengertian Toleransi.........................................................................3
B. Toleransi dalam Beragama...............................................................4
C. Batasan Toleransi terhadap Keimanan dan Peribadatan..................4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebebasan beragama merupakan Hak Asasi manusia yang wajib kita
hormati dan lindungi antara sesame manusia. Seperti yang tercantum dalam UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945, pasal 29 ayat (2), yang berbunyi “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Dalam agama islam juga tidak ada keterhalangan seseorang untuk
mengekpresikan jiwanya dalam memilih agama, menjalankan dan bertukar fikiran
di dalam masalah agama, baik dilakukan dengan yang seagama maupun dengan
agama lain tanpa adanya unsur-unsur paksaan dan pengaruh dari pihak lain.
Karna keanekaragaman agama adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari
sebab sudah menjadi sunnatullah. Namun walaupun demikian, tetap dilandasi Al-
Qur’an dengan Assunah Nabi Muhammad SAW.
B. Rumusan Masalah
1
Adian Husaini, Liberalisasi Islam di Indonesia (Jakarta: Gema Insani, 2015), 125.
melihat saja?” maka turunlah ayat ini, lalu sang ayah membiarkan anaknya tetap pada
agama mereka.2
Dalam ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa tidak ada paksaan
dalam menganut keyakinan agama, bahkan untuk agama islam sekalipun. Allah
menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Jiwa yang damailah yang dapat
memunculkan kedamaian. Paksaan membuat jiwa menjadi tidak damai, oleh karena itu
tidak ada paksaan dalam menganut akidah Islam 3. Dalam ayat ini pula menunjukkan
bahwa tidak diizinkan melakukan kekerasan dan paksaan bagi umat Islam terhadap
yang bukan Muslim untuk memaksanya masuk agama Islam. Ayat ini merupakan teks
fondasi atau dasar penyikapan Islam terhadap jaminan kebebasan beragama. Abdullah
Yusuf Ali di dalam bukunya The Meaning of the HolyQuran, menafsirkan bahwa
pemaksaan tidak sesuai dengan agama,karena pertama, agama berdasarkan pada
keyakinan dan kehendak dan agama tidak akan ada gunanya apabila dijalankan dengan
pikiran dan hati yang terpaksa. Kedua, kebenaran dan kesalahan telah begitu jelas
ditunjukan melalui kasih sayang Tuhan sehingga tidakperlu ada keraguan. Ketiga,
perlindungan Tuhan berlangsung terus menerus dan kasih sayang Tuhan adalah
memberi petunjuk kepada manusia dari kegelapan kepada cahaya kebenaran.
Hal ini diperkuat oleh firman Allah SWT. Qs. Yunus [10] : 99-100 :
) َو َم ا99( َو َلۡو َش ٓاَء َر ُّبَك ٓأَلَم َن َم ن ِفي ٱَأۡلۡر ِض ُك ُّلُهۡم َجِم يًع ۚا َأَف َأنَت ُتۡك ِر ُه ٱلَّن اَس َح َّتٰى َيُك وُن وْا ُم ۡؤ ِمِنيَن
)100( َك اَن ِلَنۡف ٍس َأن ُتۡؤ ِم َن ِإاَّل ِبِإۡذ ِن ٱِۚهَّلل َو َيۡج َع ُل ٱلِّر ۡج َس َع َلى ٱَّلِذ يَن اَل َيۡع ِقُلوَن
Ditegaskan betapa mudah bagi Allah SWT untuk membuat umat manusia
beriman semua, tetapi itu tidak dilakukan-Nya karena dia memang tidak menghendaki
pemaksaan dalam soal agama. Berarti ruang keimanan berada dalam otoritas Allah
SWT. Tidak ada yang dapat berwenang untuk menilai apalagi memaksa keimanan.
a. Pengertian toleransi
2
Ali al-Sabuni, Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Jilid 1 (T.K: T.P, T.Th)232.
3
Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur’an...,27.
Toleransi menurut Bahasa mempunyai arti kesabaran, kelapangan dada,
memperlihatkan sifat sabar. Toleransi adalah rasa hormat, penerimaan, dan apresiasi
terhadap keragaman budaya, dan ekspresi kita4.
Toleransi adalah nilai-nilai, sikap, kesediaan dan keterlibatan seseorang dalam
mendukung suatu keadaan yang memberikan ruang bagi adanya pengakuan perbedaan
(the others) dan khususnya untuk terciptanya kerukunan. Dalam kehidupan umat
beragama, maka toleransi dilihat sebagai menjaga kerukunan antar dan intern umat
beragama. Intoleransi adalah adanya karakteristik yang berlawanan dengan karakteristik
toleransi sebagaimana yang telah kita ketahui.
Rasulullah melalui Piagam Madinah telah menjamin sebuah kebabasan kepada
pemeluk agama berbeda untuk menjalankan keyakinannya. Dalam piagam Madinah
Pasal 25, disebutkan bahwa antara kaum mukmin dan yahudi, pada hakikatnya adalah
satu golongan . Yahudi dan islam di persilahkan melaksanakan ajarannya masing-
masing, dengan satu catatan bahwa diantara golomgam itu jangan sampai terjadi
pertikaian antar sesama5.
Perayaan dan segala aktivitas maupun atribut masing-masing pemeluk agama
menjadi pemeluk agama yang bersangkutan. Pemaksaan untuk mengajak bahkan
menyuruh pihak lain untuk ikut serta merayakan dan memasang segala atributnya
merupakan bentuk intoleransi. Untuk itu majelis Ulama Indonesi (MUI) pada tahun
2016, mengeluarkan fatwa tentang hal tersebut, yang di landasi dengan sabda Nabi
Muhammad Saw:
َ َقَل َر ُسْو ُل ِهّٰللا َص َّلى ِهّٰللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َم ْن َتَشَّبَه ِبَقْو ٍم َفُهَو ِم ْنُهْم
4
Irwan Maqsudi, Berislam Secara Toleran (Bandung: Mizan, 2011), hlm.4.
5
Lihat M. Imdadu Rahmat, et al., eds, Islam Pribumi; Mendialogkan Agama, Membaca Realitas
(jakarta: Erlangga, 2003), hlm.199.
6
Kementrian Agama RI, Efektivitas FKUB dalam pemeliharaan kerukunan Umat Beragama:
Kapasitas Kelembagaan dan Efisiensi Kinerja FKUB terhadap kerukunan Umat Beragama (Jakarta:
Puslitbang, Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2015), hlm.11.
c. Batasan Toleransi terhadap Keimanan dan Peribadatan
Yang artinya :
(1) Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, (2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. (3) Dan kamu bukan penyaembah tuhan yang aku sembah (4) Dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (5) Dan kamu tidak pernah
(pula) menjadi penyembah tuhan yang aku sembah (6) Untuk mu agamamu dan
untukulah agamaku.
Kandungan utama dari surat Al- kafirun merupakan sikap toleransi antar umat
beragama. Dari surat Al- kafirun dikemukakan bahwa toleransi memiliki Batasan
yang tidak boleh dilanggar, Al- Qur’an sebagai sumber utama dasar dan prinsip
Pendidikan Islam sudah mengatur batasan-batasan dalam bertoleransi yang baik dan
benar. Intoleransi disebabkan tidak konsistennya tiap individu, golongan maupun
kelompok di dalam memahami batasan dan tanggung jawab toleransi, terutama yang
berkenaan dengan akidah masing- masing.7
Pokok-pokok isinya; pernyataan bahwa tuhan yang disembah Nabi
Muhammad SAW. Dan pengikut-pengikutnya bukanlah apa yang disembah oleh
orang-orang kafir, dan Nabi Muhammad SAW. Tidak akan menyembah apa yang
disembah oleh oarng-orang kafir.8
َو اَل َتُسُّبوا اَّلِذ ْيَن َيْدُع ْو َن ِم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا َفَيُسُّبوا َهّٰللا َع ْد ًو ۢا ِبَغْيِر ِع ْلٍۗم َك ٰذ ِلَك َز َّيَّنا ِلُك ِّل ُاَّم ٍة َع َم َلُهْۖم ُثَّم ِاٰل ى َر ِّبِه ْم
َّم ْر ِج ُعُهْم َفُيَنِّبُئُهْم ِبَم ا َك اُنْو ا َيْع َم ُلْو ن
Yang artinya :
“ Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar
pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan
mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan
memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.”
َفِلٰذ ِلَك َفاْد ُعۚ َو اْسَتِقْم َك َم ٓا ُاِم ْر َۚت َو اَل َتَّتِبْع َاْهَو ۤا َء ُهْۚم َو ُقْل ٰا َم ْنُت ِبَم ٓا َاْنَز َل ُهّٰللا ِم ْن ِكٰت ٍۚب َو ُاِم ْر ُت َاِلْع ِدَل َبْيَنُك ْم
ۗۗ ُهّٰللَا َر ُّبَنا َو َر ُّبُك ْم ۗ َلَنٓا َاْع َم اُلَنا َو َلُك ْم َاْع َم اُلُك ْم ۗ اَل ُحَّج َة َبْيَنَنا َو َبْيَنُك ْم ۗ ُهّٰللَا َيْج َم ُع َبْيَنَناۚ َو ِاَلْيِه اْلَم ِص ْيُر.
Yang artinya :
“ Karena itu, serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman dan berdakwah)
sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad) dan janganlah mengikuti
keinginan mereka dan katakanlah, “Aku beriman kepada Kitab yang diturunkan
Allah dan aku diperintahkan agar berlaku adil di antara kamu. Allah Tuhan kami dan
Tuhan kamu. Bagi kami perbuatan kami dan bagi kamu perbuatan kamu. Tidak
(perlu) ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita
dan kepada-Nyalah (kita) kembali.”
Pendidikan Islam sejalan dengan aturan toleransi yang terdapat dalam Al-
Qur’an, yaitu anjuran untuk bersikap adil diantara umat manusia betapapun agama
mereka berbeda-beda, dengan mengedepankan kebenaran dan keadilan dalam
menetapkan keputusan.
9
Abdullah bin Muhammad, Lubabut Tafsir Min Ibni Katsir, Tafsir Ibnu Katsir diterjemahkan oleh M.
Abdul Ghoffar E.M, Cet VI, Juz VII (Bogor: Pustaka Iman Asy-Syafi’i, 2008), hlm.272.
10
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith, diterjemahkan oleh Muhtadi, dkk. (Jakarta: Gema Insani,
2012), hlm.361
11
Muhammad Rifqi Fachrian, Toleransi Antar Umar Beragama (Depok: Rajawali Pers, 2018) hlm, 75.
KESIMPULAN
Ali Al- Subani, Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, jilid 1 (T.K : T.P, T.TH)