Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PELANGGARAN HAM DALAM KASUS AHOK


PENODAAN TERHADAP AGAMA

MATA PELAJARAN :
PENDIDIKAN PANCASILA KEWARGANEGARAAN

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD LEVI ARIANTO (23)
NADHIF ABIYU NUGROHO (27)

Perumahan Megapolitan Cinere Estate, Jl. Bali Jl. Enggano No.5, Cinere, Kec.
Cinere, Kota Depok, Jawa Barat 16514 (021) 753255
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang sudah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyusun
tugas Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan ini dengan baik serta tepat waktu.
Dibuatnya Makalah Pelanggaran HAM ini untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan.
Makalah yang kami untuk buat masih jauh dari kata sempurna, banyak sekali
hambatan dan rintangan yang dialami kelompok kami untuk menyelesaikan tugas
makalah ini. Namun, berkat doa dan fokus kami dapat menyelesaikan laporan ini
dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami mohon maaf bila ada
kesalahan, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran serta
motivasi yang membangun agar kedepannya dapat lebih baik. Mohon maaf jika
dalam penulisan terdapat banyak kesalahan baik itu disengaja ataupun yang tidak
disengaja.

Depok, Oktober 2023

Tim Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................I
DAFTAR ISI........................................................................Ⅱ
BAB I – PENDAHULUAN...................................................1
A. Latar Belakang..............................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................1
C. Tujuan...........................................................................1
BAB II – ISI...........................................................................2
A. Kronologi......................................................................2
B. Sebab Terjadinya Kasus................................................3
C. Pendapat........................................................................4
BAB III – PENUTUP............................................................5
A. Kesimpulan...................................................................5
B. Daftar Pustaka...............................................................5

II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ahok,
pidatonya di hadapan warga Kepulauan Seribu pada 30 September 2016 akan
membawanya ke penjara. Karena saat itu, Ahok mengutip penggalan Surat Al
Maidah ayat 51 untuk mengilustrasikan isu SARA yang digiring lawan
politiknya demi mengalahkannya pada Pilkada Bangka Belitung.
1.2 Rumusan Masalah
Disini kami berdua telah menyusun sebagian permasalahan mengenai
pelanggaran ham terhadap kasus dalam makalah ini. Adapun permasalahan yang
kami hendak bahas dalam karya tulis ini antara lain:
1. Bagaimana kronologi kasus ini?
2. Apa penyebab terjadinya kasus ini?
3. Apa saja pelanggaran ham yang ada pada kasus ini?
1.3 Tujuan
Bersumber pada rumusahan permasalahan yang telah kami susun, tujuan
dibuatnya makalah ini ialah:
1. Untuk menjelaskan kronologi dari kasus Ahok
2. Untuk menjelaskan sebab-sebab terjadinya kasus
3. Untuk menjelaskan hak-hak dalam kebebasan berpendapat

1
BAB II
ISI
1.1 Kronologi
Pada 30 September 2016 Ahok berpidato di hadapan warga Kepulauan Seribu.
Saat itu, Ahok mengutip penggalan Surat Al Maidah ayat 51 untuk
mengilustrasikan isu SARA yang digiring lawan politiknya demi mengalahkannya
pada Pilkada Bangka Belitung.

Beberapa hari kemudian, pidato Ahok tersebar luas di media sosial. Banyak pihak
yang menuduh Ahok menistakan agama.

Pada 7 Oktober 2016, Habib Novel Chaidir Hasan melaporkan Ahok ke


kepolisian. Laporan Polisi Nomor LP/1010/X/2016 Bareskrim itu berisi laporan
penghinaan agama. Ahok diduga telah melakukan tindak pidana penghinaan
agama melalui media elektronik di YouTube.

Di tengah proses laporan itu, demonstrasi dan desakan dari masyarakat


bermunculan di berbagai wilayah. Puncaknya terjadi di Jakarta pada 4 November
2016. Aksi besar-besaran itu membuat Ahok ditolak saat kampanye Pilkada DKI
2017 di sejumlah wilayah Jakarta.

Sebagian masyarakat menuntut polisi agar segera memproses


perkara Ahok dengan tuduhan penistaan agama. Ahok pun berkali-kali bersedia
menjalani pemeriksaan di kepolisian. Dia juga berusaha meminta maaf kepada
masyarakat secara terbuka.

Akan tetapi, gerakan massa kian masif sehingga kepolisian menganggap hal itu
sebagai gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Presiden
Joko Widodo pun turun tangan. Ia menginstruksikan kepada Kapolri untuk segera
memproses kasus Ahok dengan cara terbuka dan transparan.

Sebelas hari setelah aksi besar pada November 2016, polisi melakukan gelar
perkara di Mabes Polri secara terbuka tetapi terbatas. Awalnya, gelar perkara itu
terbuka untuk umum, tapi pada pukul 09.00 WIB tertutup hingga pukul 18.00
WIB.

Pada gelar perkara itu, kedua belah pihak baik pihak yang melapor ataupun pihak
terlapor diundang. Dari pelapor, hadir sejumlah ahli, termasuk di antaranya
pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, yang lantang dan terus-
menerus memimpin aksi massa besar-besaran.

Kompolnas dan Ombudsman juga hadir dalam gelar perkara itu. Namun, Ahok
tak hadir dan diwakili penasihat hukumnya, Sirra Prayuna, serta sejumlah
pengacara dan ahli. Ahli dari pihak Ahok bahkan datang dari luar kota.

2
Persidangan perdana Ahok berlangsung pada 13 Desember 2016 yang digelar di
bekas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.
Pengamanan superketat pun dilakukan demi menjaga keamanan sidang.

Sidang perdana itu beragendakan pembacaan dakwaan Ahok. Ahok didakwa


dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP
karena diduga menodakan agama. Dakwaan itu ditanggapi kubu Ahok dengan
nota keberatan atau eksepsi.

Pada sidang ke-19, Kamis, 20 April 2017, JPU menuntut Ahok bersalah. Atas
nama hukum, jaksa meminta majelis hakim menghukum Ahok 1 tahun penjara
dengan masa percobaan selama 2 tahun.

Majelis kemudian menghukum Ahok 2 tahun penjara. Ahok dinyatakan terbukti


bersalah melakukan penodaan agama karena pernyataan soal Surat Al Maidah 51
saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

"Menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penodaan agama," kata
hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto, Selasa 9 Mei 2017.

1.2 Sebab Terjadinya Kasus


Salah satu pihak yang pertama kali mengunggah video Ahok adalah Buni
Yani. Simpatisan Ahok pun mempolisikan Buni Yani, hingga akhirnya Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Bandung memvonisnya dengan hukuman 1 tahun 6
bulan penjara. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni
dua tahun penjara.

"Menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan pidana," kata Ketua Majelis Hakim M Sapto
dalam pembacaan putusannya, di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota
Bandung, Jawa Barat, Selasa (14/11/2017).

Jaksa penuntut umum menuntut Buni Yani dihukum dua tahun penjara dan denda
Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara. Dia dijerat pelanggaran Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dia diduga mengunggah serta menyunting keterangan video mantan Gubernur


DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27
September 2016.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dan
membayar denda Rp 100 juta atau diganti dengan tiga bulan kurungan," ucap
ketua tim jaksa penuntut umum Andi M Taufik saat membacakan tuntutannya
dalam sidang di Gedung Arsip, Jalan Seram, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa, 3
Oktober 2017.

3
Oleh karena itu, pengacara Ahok menggunakan putusan ini sebagai novum atas
peninjauan kembali perkara penistaan agama tersebut. Sidang PK kasus itu digelar
pada hari ini, pukul 09.00 WIB, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

1.3 Pendapat

Dari kronologi yang sudah ditulisakan, disini kami berpendapat bahwa


memang dalam pidatonya Ahok memang salah dalam menyampaikan pidatonya
saat mengutip Al-Maidah ayat 51. Kesalahan ini dapat dilihat pada saat dia
berkata "Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak
ibuk nggak bisa pilih saya (Pak Ahok). Ya kan DIBOHONGI pakai surat Al
Maidah 51 macem-macem itu lho. Itu hak bapak ibuk. Ya. Jadi kalau bapak ibuk,
perasaan nggak bisa pilih nih. Karena saya takut masuk neraka (karena)
DIBODOHIN gitu ya. Nggak papa dst...” dari sini jelas Pa Ahok sudah OFFSIDE.
Memasuki bahkan menyerang pemahaman yang diyakini oleh sebagian ummat
Islam. Karena beliau menganggap kalau ada orang yang memahami Al Maidah 51
tidak seperti pemahaman Pa Ahok adalah SALAH, adalah PEMBOHONG.
Sedangkan banyak ulama yang menafsirkan ayat tersebut tidak seperti
pemahaman yang ada di benaknya Pak Ahok. Meskipun ada juga yang sebaliknya.
Namun disisi lain ada yang memprovokasi kasus ini, semua berawal dari
media sosial yang di unggah oleh Buni Yani. Dia diduga mengunggah serta
menyunting keterangan video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Hal inilah
yang menyebabkan kasus ini berlangsung lama, hingga pada akhirnya Pa Ahok
mengundurkan diri sebagai gubernur Jakarta dan dinyatakan bersalah melakukan
tindak pidana penodaan agama, menerima hukuman penjara selama 2 tahun.
Setelah menjalani 2/3 masa tahanan Pa Ahok bisa mendapatkan kebebasan
bersyarat, namun Pa Ahok menolak dan lebih memilih untuk bebas murni.

4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kasus yang sudah kami tulis, kami berdua dapat menyimpulkan
bahwa kita sebagai warga negara bebas menyampaikan pendapat kita, namun
harus sesuai dengan norma yang berlaku. Jangan sampai ada orang yang
tersinggung dengan pendapat kita, apalagi pendapat kita bisa menyakiti perasaan
orang lain yang dapat mengakibatkan permusuhan satu sama lain.
Kita tidak boleh memaksakan apa yang kita yakini kepada orang lain
apalagi menghina keyakinan atau agama orang lain.karena pada dasarnya kita
manusia diciptakan untuk hidup berdampingan. Apapun pendapat yang kita
sampaikan tidak boleh memberati pihak lain, harus adil. Jangan sampai karena apa
yang kita ucapkan dapat menyinggung perasaan orang lain. Karena apabila
pedang lukai tubuh masih ada harapan untuk sembuh, tapi jika hati terlukai entah
kemana obat akan dicari.
B. Daftar Pustaka
https://www.liputan6.com/news/read/3322122/mengulik-kembali-perjalanan-
kasus-ahok
https://www.youtube.com/watch?v=MNdJv3ZAqQE&list=WL&index=1&t=54s
https://youtu.be/YwAr9nYZfLY?si=kl-iTePFAfxRmb-P

Anda mungkin juga menyukai