Anda di halaman 1dari 6

Wawasan Nusantara Sebagai Sarana Memahami Indonesia

Archie Ardhana
050120828
Prodi Administrasi Bisnis
Pendahuluan
Indonesia dikaruniai oleh beragam tradisi, bahasa, sejarah dan kebudayaan dari luasnya
wilayah geografis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan coraknya yang khas
masing-masing. Memiliki rasa pengetahuan dan sikap apresiatif terhadap variasi yang begitu
banyak dan terus berkembang ini akan memperkuat khazanah masyarakat untuk lebih
memahami Indonesia sehingga memperkuat wawasan nusantara.
Dilihat dari pengertiannya, menurut Wan Usman, wawasan nusantara adalah cara bangsa
Indonesia memandang diri sendiri sebagai negara kepulauan (archipelago) melalui seluruh
ragam aspek kehidupan. Ia merupakan suatu kompleksitas tersendiri apabila seluruh aspek
kehidupan menjadi titik berangkat seseorang untuk memahami Indonesia. Kebudayaan
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia (Kistanto, 2017), berperan besar
dalam memberikan corak pada keragaman masyarakat dan karena peran tersebut, dapat
menjadi akses untuk mengeksplorasi berbagai fenomena kehidupan bangsa. Salah satu
elemen budaya yang mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah budaya makan dan
makanan, bisa juga disebut dengan budaya kuliner. Karena sifatnya yang sangat melekat
dengan perilaku manusia, kuliner hadir dalam berbagai bentuknya di berbagai kebudayaan.
Masyarakat di berbagai tempat memiliki versi kuliner mereka dengan memberi warna dan
kekhasannya. Kuliner bisa dikenali sebagai identitas suatu masyarakat. Sebagai contoh,
masyarakat menyajikan nasi goreng dengan gayanya tersendiri seperti nasi goreng Aceh yang
berbeda dengan nasi goreng merah Makassar. Maka terlihat bahwa kuliner menunjukkan
adanya relasi sosial di dalam masyarakat (Utami, 2018).
Akhir-akhir ini, sedang hangat dibicarakan tentang seorang murid SD di Jawa Timur yang
membawa bekal nasi dengan lauk ulat sagu dan gurunya yang memberikan pendapat
mengenai bekal tersebut (CNN Indonesia, 2023). Berita ini menjadi perbincangan ramai di
masyarakat khususnya di media sosial, beragam komentar muncul menanggapi bekal dan
sikap guru SD di video tersebut. Terlepas dari kontroversi yang hadir dari fenomena ini,
terlihat bahwa antusiasme masyarakat begitu besar terhadap kuliner nusantara. Apabila
semangat ini terus dikembangkan dengan membicarakan tentang kuliner nusantara, menggali
dan mencari tahu lebih dalam maka semakin terbuka kemungkinan untuk mengembangkan
dan mengenalkan budaya bangsa ke khalayak ramai khususnya pada masa kini.
Pada akhirnya, diharapkan akan memperkuat apresiasi dan menimbulkan rasa bangga
terhadap kebudayaan bangsa. Apresiasi ini apabila dilihat dari skala yang lebih luas, akan
berdampak secara signifikan terhadap menguatnya wawasan nusantara yang dimiliki rakyat
Indonesia. Akan terbentuk rasa memiliki dan kesatuan terhadap ragam corak kebudayaan
bangsa dan potensinya dapat terus dikembangkan sehingga masyarakat Indonesia sendiri
yang akan merasakan manfaatnya.
Kajian Pustaka
Sejumlah ahli telah berkontribusi dan mengemukakan pandangannya mengenai konsep
wawasan nusantara.
Wan Usman berpendapat bahwa wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
terhadap dirinya sendiri sebagai negara kepulauan (archipelago) melalui seluruh ragam aspek
kehidupan.
Menurut Hasan Habib, wawasan nusanstara adalah kebulatan wilayah nasional yang meliputi
aspek-aspek berupa kesatuan bangsa, tujuan, tekad perjuangan, hukum, pertahanan
keamanan, ekonomi dan sosial budaya.
Konsepsi kewilayahan melihat teritori Indonesia sebagai negara archipelago yang terdiri dari
ribuan pulau dan laut yang luas sebagai satu kesatuan wilayah negara.
Deklarasi Djuanda pada tahun 1957 menyatakan bahwa laut yang mengelilingi kepulauan di
nusantara merupakan suatu kepaduan yang menjadi wilayah nusantara. Konsep ini
diperjuangkan ke PBB dan pada tahun 1982 diterbitkan The United Nations Convention on
the Law of the Sea yang mengakui asas negara kepulauan (Archipelago State). Konvensi ini
kemudian diabsahkan melalui UU No. 17 Tahun 1985. Dampaknya wilayah laut Indonesia
menjadi sangat luas.
Konsep wawasan Nusantara terus berkembang dan meluas, tidak hanya terbatas pada
konsepsi kewilayahan yang mencakup Kawasan geografis, namun juga memasukkan elemen-
elemen lainnya seperti kesatuan pertahanan, hukum, politik dan sosial budaya.
Konsep kesatuan politik bermula sejak peristiwa Kebangkitan Nasional pada tahun 1908,
kemudian dilanjutkan dengan peristiwa Sumpah Pemuda pada tahun 1928 sebagai suatu
pernyataan eksistensi bangsa Indonesia yang dikukuhkan dengan Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945.
Kesatuan ekonomi melihat wilayah Indonesia beserta kekayaan bumi di dalamnya sebagai
potensi yang dapat dikembangkan bersama untuk kepentingan bangsa dan memberikan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengembangan ekonomi harus berdampak
secara berimbang di berbagai wilayah Indonesia tanpa meninggalkan kekhasan tiap-tiap
daerah dan pelestarian sumber daya alamnya.
Kesatuan pertahanan dan keamanan (hankam) melihat teritori Indonesia sebagai kesatuan
yang wajib dilindungi dari berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar. Dan karena
sifatnya yang melihat secara kesatuan, maka kepentingan pertahanan di suatu wilayah
Indonesia merupakan kepentingan pertahanan nasional juga.
Kesatuan sosial-budaya mengakui bahwa banyaknya variasi dan dimensi kebudayaan di
nusantara tidak menghilangkan esensi bahwa budaya bangsa tetap merupakan satu kesatuan
yang kaya. Kesatuan sosial-budaya bukan berarti menolak budaya-budaya lain yang tidak
merusak nilai-nilai luhur bangsa, selama ia membawa manfaat dan memberi kontribusi
terhadap kemajuan bangsa.
Pembahasan
Kebudayaan hadir dan turut tumbuh di dalam masyarakat dengan ragam rupanya yang begitu
banyak. Mulai dari kebiasaan dan cara bergaul sampai jenis musik yang didengarkan sehari-
hari. Menurut Kistanto, kebudayaan merupakan hasil dari proses-proses rasa, karsa dan cipta
manusia. Dengan definisi ini, cakupannya menjadi sangat luas. Termasuk pada pengertian ini
adalah hubungan manusia dengan makanan (kuliner). Kuliner merupakan kebudayaan yang
dimiliki setiap bangsa, ia timbul dengan karakternya masing-masing. Perbedaan di dalam
kuliner memungkinkan untuk adanya interaksi antar budaya (Utami, 2018).
Mengutip dari buku Antropologi Kuliner Nusantara, menurut William Wongso tidak ada yang
bernama makanan Indonesia, yang ada hanyalah masakan atau makanan daerah. “Tak adanya
makanan yang bisa dijadikan simbol itu terjadi karena perbedaan antara makanan di satu
daerah dan daerah lain begitu jauh, ‘Njomplang’.” Perbedaan ini dapat dilihat dari rasa-rasa
yang disajikan pada kuliner setiap daerah. Seperti kuliner Minang yang kaya akan rasa
rempah-rempah, kuliner Manado yang cenderung pedas dan kuliner jawa yang didominasi
rasa manis.
Dalam riset yang dilakukan Populix pada tahun 2023, makanan yang disukai generasi muda
adalah 44% makanan tradisional; 17% paduan makanan Indonesia dan Asia; 16% paduan
makanan Indonesia dan barat. Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya antusias generasi muda
terhadap makanan tradisional cukup tinggi. Ini merupakan potensi yang harus terus digali.
Baik dari sisi pemerintah maupun swasta dapat membawa peluang ini ke tahap yang lebih
lanjut hingga makanan tradisional menjadi sesuatu yang dikenal secara luas dan tidak hanya
terbatas pada wilayah geografis tertentu. Dampak positif yang muncul dari semakin
dikenalnya makanan tradisional adalah munculnya sikap apresiatif terhadap produk budaya
lokal dan rasa kesatuan yang semakin tinggi. Identitas bangsa semakin menyatu dengan
keseharian masyarakat. Terlebih lagi ini tidak bisa dilepaskan dari konteks hari ini di mana
banyak pengaruh budaya luar yang turut meramaikan budaya kuliner Indonesia seperti
makanan dan cemilan Korea, Jepang, Thailand dan bahkan negara-negara barat. Elemen-
elemen dari luar sebaiknya menjadi contoh pelajaran supaya Indonesia turut serta dapat
meningkatkan produksi kuliner tradisional sehingga dapat dinikmati pula oleh khalayak yang
lebih luas bahkan dalam skala global.
Penutup
Banyaknya rupa kuliner di berbagai wilayah Indonesia merupakan peluang bagi masyarakat
untuk mengeksplorasi dan mengapresiasi kekayaan bangsa. Ia menjadi modal yang dapat
dikembangkan dan menyejahterakan bangsa.
Daftar Pustaka
Lasiyo, Wikandaru R., Hastangka. (2021). Pendidikan Kewarganegaraan MKDU4111.
Universitas Terbuka
Kistanto, N. H. (2017). TENTANG KONSEP KEBUDAYAAN. Sabda: Jurnal Kajian
Kebudayaan vol. 10 no. 2.
https://doi.org/10.14710/sabda.10.2.%p
Utami, S. (2018). Kuliner Sebagai Identitas Budaya: Perspektif Komunikasi Lintas Budaya.
Journal of Strategic Communication Vol. 8 No. 2, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas
Pancasila.
https://doi.org/10.35814/coverage.v8i2.588
Tempo. (2015). Antropologi Kuliner Nusantara. Seri Buku Tempo. KPG.
CNN Indonesia. (2023). Kandungan Gizi Ulat Sagu, Ternyata Tinggi Protein dan Lemak.
CNN Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20231012153725-262-1010421/kandungan-gizi-
ulat-sagu-ternyata-tinggi-protein-dan-lemak
Alessandrina, D. (2023). Populix: Mayoritas Gen Z dan Milenial Suka Beli Makan di Luar.
Marketeers.
https://www.marketeers.com/populix-mayoritas-gen-z-dan-milenial-suka-beli-makan-di-luar/

Anda mungkin juga menyukai