Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KASUS

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah)

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

Nama : Ainoor Rahimah


NIM : 2110313320007

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2023
Deskripsi Kasus
1. Kasus Enron
Studi kasus ini menggambarkan kenaikan dan kejatuhan dramatis perusahaan Enron
pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an. Dalam kurun waktu tersebut, saham
Enron awalnya tumbuh sekitar 311 persen, namun kemudian mengalami lonjakan luar
biasa dengan peningkatan sebesar 56 persen pada tahun 1999 dan 87 persen pada tahun
2000, melebihi kenaikan Indeks Standard & Poor's 500. Pada puncaknya, harga saham
Enron mencapai $83,13, dengan kapitalisasi pasar lebih dari $60 miliar, meskipun
kemudian terungkap adanya manipulasi akuntansi dan skema keuangan yang meragukan.
Akhirnya, Enron menghadapi kebangkrutan dan reputasinya hancur dalam waktu singkat.
Studi kasus ini menggambarkan peran masalah tata kelola perusahaan, insentif, dan
intermediasi dalam menghantarkan perusahaan ke kebangkrutan dan menjadi ujian yang
berguna untuk mengidentifikasi potensi kelemahan dalam sistem pasar modal Amerika
Serikat.
Enron, yang semula merupakan perusahaan pipa gas alam, berkembang menjadi
konglomerat yang beroperasi dalam berbagai bisnis energi dan perdagangan finansial.
Namun, masalah muncul ketika perusahaan menggunakan entitas khusus untuk
mengelola risiko dan transaksi finansial, sementara tidak memberikan informasi yang
memadai tentang hubungan dengan entitas tersebut. Selain itu, auditors dan analis pasar
terlihat gagal mengidentifikasi ketidakberesan dalam laporan keuangan Enron.
Keseluruhan studi kasus ini menyoroti masalah dalam sistem intermediasi dan tata kelola
yang mengarah pada kenaikan dan kejatuhan perusahaan yang dapat memengaruhi pasar
modal secara keseluruhan.

2. Kasus WorldCom
Studi kasus ini menggambarkan perjalanan dramatis perusahaan WorldCom selama
periode sepuluh tahun dari tahun 1994 hingga 2004. Perusahaan ini awalnya tumbuh
pesat melalui serangkaian akuisisi agresif dan melonjak menjadi pemain utama dalam
industri telekomunikasi. Namun, kejatuhan terjadi pada tahun 2000 ketika gelembung
DotCom meledak, dan industri telekomunikasi mengalami penurunan harga saham yang
signifikan. WorldCom menghadapi tekanan dari penurunan pendapatan dan marjin, yang
akhirnya mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan penipuan akuntansi yang
sangat besar. Praktik-praktik ilegal termasuk penggelembungan pendapatan dan
penurunan biaya secara tidak sah, yang mengarah pada kerugian yang sangat besar bagi
pemegang saham dan kebangkrutan perusahaan.
Kasus WorldCom juga menggambarkan pentingnya budaya perusahaan yang jujur
dan transparan, serta pentingnya tata kelola perusahaan yang kuat. Dalam situasi di mana
kontrol internal tidak efektif dan terlalu banyak kendali berada di tangan pimpinan
perusahaan, serta kurangnya ketidakpercayaan terhadap pelaporan yang tepat,
perusahaan bisa terjerumus ke dalam perilaku ilegal. Keseluruhan studi kasus ini
menyoroti bagaimana faktor-faktor seperti dorongan untuk mencapai target finansial,
kepercayaan bahwa tindakan ilegal tidak akan terungkap, dan kurangnya lingkungan di
mana karyawan merasa aman untuk melaporkan pelanggaran etika dapat berkontribusi
pada kehancuran perusahaan.
Analisis Studi Kasus
1. Kasus Enron
Enron Corporation mengalami kenaikan dan kejatuhan dramatis pada akhir tahun
1990-an dan awal 2000-an. Perusahaan ini, yang didirikan oleh Kenneth Lay pada tahun
1985, awalnya fokus pada kepemilikan dan pengoperasian pipa gas alam, yang
merupakan bisnis yang stabil dan menguntungkan. Namun, perusahaan ini memulai
strategi diversifikasi yang mencakup perdagangan berbagai komoditas dan ekspansi ke
proyek-proyek internasional.
Masalah di Enron sebagian besar berkaitan dengan masalah tata kelola dan
pelaporan keuangan. Perusahaan menggunakan entitas khusus tujuan (Special Purpose
Entities atau SPE) untuk mendanai atau mengelola risiko yang terkait dengan aset
tertentu. Meskipun tampak independen, SPE sering digunakan untuk menyembunyikan
utang dari neraca Enron dan menciptakan gambaran yang menyesatkan tentang
kesehatan keuangan perusahaan. Enron juga gagal mengungkapkan hubungannya dengan
entitas ini secara memadai, dan beberapa karyawan kunci, termasuk kepala keuangan,
diizinkan menjadi mitra dalam SPE ini, yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Selain itu, masalah akuntansi Enron diperparah oleh pengakuan bahwa beberapa
usaha baru mereka di bawah performa. Hal ini menyebabkan penurunan nilai aset dan
kerugian, yang menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan strategi perusahaan dan
kurangnya hambatan masuk bagi pesaing.
Kesalahan dalam mendeteksi masalah tersebar di berbagai pihak. Arthur Andersen,
auditor perusahaan, dikritik karena tidak menemukan ketidakberesan, dan analis di sisi
penjualan juga disalahkan karena penilaian yang terlalu optimis. Komite audit Enron,
meskipun terdiri dari individu dengan beberapa keahlian, mengadakan pertemuan yang
relatif sedikit, dan kemampuan mereka untuk mengungkap masalah terbatas.
Investor institusi memainkan peran dalam mendorong harga saham Enron ke
tingkat yang tidak realistis berdasarkan ekspektasi yang terlalu optimis, dan struktur
kompensasi mereka mendorong perilaku bergerombol. Masalah dari sisi permintaan ini
memengaruhi insentif auditor dan analis untuk memberikan informasi berkualitas tinggi.
Secara keseluruhan, masalah di Enron adalah hasil dari jaringan masalah yang
kompleks yang melibatkan pelaporan keuangan, tata kelola, dan perantara pasar. Masalah
ini menyoroti perlunya pengawasan dan regulasi yang lebih baik terhadap praktik
perusahaan, serta perubahan insentif dan interaksi dari perantara pasar. Kasus Enron
menjadi pelajaran berharga tentang potensi kelemahan dalam sistem pasar modal AS dan
perlunya tata kelola perusahaan yang lebih transparan dan akuntabel.
Dalam kasus Enron, terdapat beberapa pemangku kepentingan yang terlibat dalam
perusahaan ini. Para pemegang saham merupakan pemangku kepentingan utama karena
mereka memiliki saham dalam perusahaan dan berharap agar nilai saham mereka
tumbuh. Banyak di antara mereka adalah investor individu dan institusi yang percaya
pada pertumbuhan cepat Enron. Namun, ketika kebenaran tentang praktik akuntansi
yang meragukan dan masalah keuangan perusahaan terungkap, banyak pemegang saham
menderita kerugian besar, dan kepercayaan mereka dalam pasar modal tergoncang.
Selain pemegang saham, karyawan Enron adalah pemangku kepentingan yang
sangat penting. Mereka bekerja untuk perusahaan dan bergantung pada pekerjaan
mereka. Banyak karyawan juga memiliki saham perusahaan melalui program kompensasi
karyawan. Ketika Enron mengalami kejatuhan, ribuan karyawan kehilangan pekerjaan dan
investasi mereka dalam saham perusahaan menjadi tidak bernilai.
Para kreditur, seperti bank-bank yang memberikan pinjaman kepada Enron, juga
merupakan pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan dalam pembayaran utang
dan kesehatan keuangan perusahaan. Mereka terkena dampak negatif ketika Enron tidak
mampu membayar utangnya, dan kepercayaan terhadap perusahaan sebagai peminjam
pun merosot. Di samping itu, pemerintah dan regulator seperti Komisi Sekuritas dan
Bursa (SEC) memiliki peran dalam mengawasi dan mengatur perusahaan seperti Enron
untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan dan peraturan yang berlaku.
Masyarakat umum juga dapat dianggap sebagai pemangku kepentingan karena
dampak sosial dan ekonomi dari kejatuhan Enron memengaruhi masyarakat secara luas.
Kepercayaan terhadap perusahaan dan pasar modal juga terkikis, dan kasus Enron
menimbulkan kekhawatiran tentang praktik bisnis dan pengawasan di perusahaan-
perusahaan lain. Keseluruhan, kegagalan dalam mengelola kepentingan berbagai
pemangku kepentingan ini menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan kejatuhan
Enron dan menekankan pentingnya tata kelola perusahaan yang transparan dan
akuntabel.
Prinsip Etika yang Dilanggar oleh Perusahaan Enron yaitu :Enron melanggar
sejumlah prinsip etika dalam praktik bisnisnya. Beberapa prinsip etika yang dilanggar
termasuk:
a) Kepentingan Pemegang Saham Utama (Stakeholder Primacy): Enron mengejar
kepentingan finansial sejumlah individu tertentu, seperti para eksekutif dan pemegang
saham utama, di atas kepentingan seluruh pemangku kepentingan perusahaan.
Mereka melakukan tindakan yang merugikan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya demi keuntungan pribadi.
b) Keterbukaan dan Transparansi: Enron gagal memberikan informasi yang jujur dan
transparan kepada pemegang saham dan masyarakat umum. Mereka
menyembunyikan utang dan kinerja bisnis yang buruk melalui praktik akuntansi yang
meragukan dan entitas khusus tujuan yang merugikan kepentingan pemegang saham.
c) Konflik Kepentingan: Enron memungkinkan beberapa karyawan, termasuk pejabat
eksekutif, untuk menjadi mitra dalam entitas khusus tujuan yang melakukan bisnis
dengan perusahaan. Hal ini menciptakan konflik kepentingan yang signifikan antara
kepentingan individu dan kepentingan perusahaan.
d) Integritas dan Etika Bisnis: Enron melanggar prinsip integritas dan etika bisnis dengan
melakukan praktik akuntansi yang meragukan, menutupi kerugian, dan menghasilkan
laporan keuangan yang tidak akurat. Mereka juga terlibat dalam tindakan curang yang
merugikan pemegang saham dan kreditur.

Peran Kantor Akuntan Publik (KAP) dari Perusahaan Ini yaitu Kantor Akuntan Publik
yang bertanggung jawab atas audit dan pengawasan akuntansi perusahaan Enron adalah
Arthur Andersen. KAP ini memiliki peran kunci dalam memverifikasi laporan keuangan
perusahaan dan memastikan kepatuhan perusahaan terhadap standar akuntansi yang
berlaku. Namun, dalam kasus Enron, Arthur Andersen gagal menjalankan perannya
dengan benar. Mereka disalahkan karena tidak mengungkapkan praktik akuntansi yang
meragukan dan entitas khusus tujuan yang digunakan Enron untuk menyembunyikan
utangnya. Selain itu, Arthur Andersen juga terlibat dalam menghancurkan dokumen
terkait dengan investigasi yang dilakukan terhadap Enron. Tindakan ini mengakibatkan
kehilangan bukti yang sangat penting dalam kasus ini dan menimbulkan pertanyaan serius
tentang integritas dan etika bisnis KAP tersebut.

Pemerintah Amerika Serikat merespons skandal Enron dengan berbagai tindakan


untuk mencegah peristiwa serupa terulang di masa mendatang. Beberapa tindakan yang
diambil antara lain:
a) The Sarbanes-Oxley Act (SOX): Pemerintah Amerika Serikat mengesahkan SOX pada
tahun 2002. Undang-undang ini mengatur praktik bisnis, transparansi, dan akuntansi
perusahaan, serta memperkuat peran Dewan Direksi dan komite audit dalam
pengawasan perusahaan.
b) Pemeriksaan dan Pengawasan Lebih Ketat: Badan regulasi seperti SEC meningkatkan
pemeriksaan dan pengawasan terhadap perusahaan publik. Mereka memeriksa lebih
ketat laporan keuangan dan praktik bisnis perusahaan untuk memastikan kepatuhan
terhadap regulasi.
c) Tanggung Jawab dan Hukuman yang Lebih Berat: Para eksekutif dan direktur
perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam laporan keuangan dan
kewajaran praktik bisnis mereka. Pelanggaran dapat mengakibatkan hukuman yang
lebih berat, termasuk pidana.

Upaya ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih etis dan
transparan, serta untuk melindungi pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
dari praktik bisnis yang meragukan. Pemerintah berkomitmen untuk mencegah
terulangnya skandal seperti Enron dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pasar
modal dan bisnis korporasi.

2. Kasus WorldCom
Perusahaan WorldCom mengalami perjalanan dramatis selama satu dekade dari
tahun 1994 hingga 2004. Awalnya, perusahaan ini tumbuh pesat melalui serangkaian
akuisisi agresif, menjadi salah satu pemain terbesar di industri telekomunikasi. Namun,
pada tahun 2000, ledakan gelembung DotCom dan masalah kelebihan kapasitas serta
penurunan lalu lintas data menghantam industri telekomunikasi, yang berdampak pada
penurunan harga saham WorldCom. Pada tahun 2002, perusahaan ini menghadapi krisis
keuangan yang serius, dipicu oleh kredit yang ketat, penurunan pendapatan, dan beban
hutang yang tinggi. Akhirnya, tindakan curang dalam akuntansi dilakukan untuk menutupi
penurunan pendapatan dan margin yang menyebabkan perusahaan memasuki salah satu
kasus penipuan akuntansi terbesar dalam sejarah.
Dalam skandal WorldCom, ada beberapa pihak yang dapat disalahkan. Manajemen
perusahaan, terutama CEO Bernard Ebbers, terlibat dalam melakukan penyesatan dalam
akuntansi, termasuk mengurangi pengeluaran dan melepaskan akumulasi dana tanpa
dukungan yang sah. Selain itu, ada penyelamatan biaya yang mencolok melalui
pengkapitalan biaya operasional, yang tidak memiliki dasar yang kuat. Akuntan internal
dan eksternal juga terlibat dalam kesalahan akuntansi tersebut. Selain itu, penekanan
terlalu kuat pada pencapaian target keuangan dan ketidaksensitifan terhadap praktik
bisnis yang meragukan dalam upaya mencapai pertumbuhan pendapatan juga
merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya skandal. Ini menunjukkan perlunya etika
yang kuat dan transparansi di lingkungan perusahaan, serta pengawasan yang ketat dari
pihak otoritas regulasi.
Pemangku kepentingan dalam perusahaan WorldCom termasuk:
1. Pemegang saham: Para pemegang saham perusahaan, termasuk investor individu dan
institusional, memiliki kepentingan dalam pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan
serta nilai saham mereka.
2. Karyawan: Karyawan WorldCom adalah pemangku kepentingan yang penting karena
mereka terkait dengan kelangsungan pekerjaan dan kesejahteraan mereka. Penurunan
perusahaan dapat berdampak pada keamanan pekerjaan dan kompensasi karyawan.
3. Pelanggan: Pelanggan yang menggunakan layanan telekomunikasi WorldCom adalah
pemangku kepentingan karena mereka bergantung pada layanan yang disediakan oleh
perusahaan ini. Ketidakstabilan dalam perusahaan dapat berdampak pada kualitas
layanan dan harga yang mereka bayar.
4. Pemberi pinjaman dan kreditur: Institusi keuangan dan kreditur yang memberikan
pinjaman atau kredit kepada WorldCom memiliki kepentingan dalam pembayaran
kembali utang dan kesehatan keuangan perusahaan.
5. Pemerintah dan regulator: Pemerintah dan badan regulasi memiliki peran dalam
mengawasi dan mengatur praktik bisnis perusahaan untuk memastikan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
6. Supplier dan mitra bisnis: Para pemasok dan mitra bisnis WorldCom juga memiliki
kepentingan dalam kesehatan perusahaan karena mereka bergantung pada hubungan
bisnis dengan perusahaan tersebut.
7. Masyarakat: Masyarakat setempat di wilayah operasi WorldCom juga dapat dianggap
sebagai pemangku kepentingan karena dampak sosial dan ekonomi perusahaan
terhadap komunitas tersebut.
Dalam kasus WorldCom, skandal akuntansi dan kebangkrutan perusahaan
berdampak pada semua pemangku kepentingan ini, dengan banyak di antaranya
mengalami kerugian signifikan. Perusahaan WorldCom melanggar beberapa prinsip etika
dalam praktik bisnisnya. Diantaranya adalah:
a) Kepentingan Pemangku Stakeholder: Perusahaan tidak mempertimbangkan
kepentingan semua pemangku stakeholder, terutama para pemegang saham, dengan
melakukan tindakan curang dalam akuntansi yang bertujuan untuk menjaga harga
saham dan pertumbuhan perusahaan.
b) Integritas dan Kejujuran: Tindakan curang dalam akuntansi yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan dan departemen keuangan melanggar prinsip integritas dan
kejujuran. Mereka dengan sengaja merancang manipulasi akuntansi untuk menutupi
kinerja yang buruk.
c) Tanggung Jawab Sosial: Perusahaan gagal menjalankan tanggung jawab sosialnya
terhadap pemangku kepentingan dengan merugikan pemegang saham, karyawan, dan
mitra bisnis.

Kantor Akuntan Publik yang bertanggung jawab atas audit keuangan perusahaan,
dalam hal ini adalah Arthur Andersen, juga ikut terlibat dalam skandal WorldCom. Kantor
tersebut tidak melakukan audit yang memadai untuk mendeteksi tindakan curang dalam
akuntansi. Mereka tidak secara independen mengidentifikasi atau melaporkan
pelanggaran yang terjadi. Hal ini menunjukkan kegagalan dalam peran kantor akuntan
publik untuk memberikan keyakinan yang akurat tentang laporan keuangan perusahaan
kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Untuk mencegah peristiwa serupa terulang di masa mendatang, Pemerintah
Amerika Serikat mengambil beberapa tindakan. Salah satu tindakan yang diambil adalah
menerapkan undang-undang dan peraturan yang lebih ketat dalam bidang akuntansi dan
keuangan, seperti Undang-Undang Sarbanes-Oxley (SOX) tahun 2002. SOX memberikan
kerangka kerja yang lebih ketat untuk praktik akuntansi dan pengungkapan, serta
menetapkan standar yang lebih tinggi bagi auditor. Pemerintah juga meningkatkan
pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik bisnis yang tidak etis dan
melibatkan penipuan akuntansi. Selain itu, ada peningkatan kesadaran tentang
pentingnya etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan, yang mengharuskan
perusahaan untuk lebih transparan dalam operasinya. Pemerintah juga mendorong peran
Dewan Direksi yang lebih aktif dalam pengawasan perusahaan dan peran Kantor Akuntan
Publik yang lebih independen dalam audit keuangan. Semua ini bertujuan untuk
menciptakan lingkungan bisnis yang lebih etis dan bertanggung jawab di masa depan.
Kesimpulan
Kasus Enron dan WorldCom adalah contoh yang sangat mencolok tentang kegagalan
tata kelola perusahaan dan etika bisnis yang merugikan pemangku kepentingan. Kedua
kasus tersebut menyoroti bagaimana tindakan tidak etis, ketidaktransparan, dan praktik
akuntansi yang meragukan dapat mengarah pada konsekuensi serius bagi perusahaan dan
masyarakat secara luas. Meskipun setiap kasus memiliki konteks dan faktor-faktor yang
berbeda, ada beberapa kesamaan yang menonjol.
Kedua kasus tersebut melibatkan pemangku kepentingan utama seperti pemegang
saham, karyawan, pelanggan, pemberi pinjaman, dan pemerintah, yang semuanya
menderita dampak negatif akibat tindakan tidak etis dan penipuan akuntansi. Pemegang
saham mengalami kerugian besar ketika harga saham turun secara drastis, karyawan
kehilangan pekerjaan dan investasi mereka, pelanggan mungkin mengalami gangguan
layanan, dan pemberi pinjaman kehilangan uang mereka. Selain itu, pemerintah dan
regulator harus mengeluarkan sumber daya yang besar untuk mengatasi kasus-kasus ini
dan mencegah terulangnya skandal serupa.
Peran Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam kedua kasus tersebut juga
menggarisbawahi pentingnya independensi dan integritas KAP dalam audit dan
pengawasan perusahaan. Dalam kasus Enron, Arthur Andersen terlibat dalam
menghancurkan bukti-bukti yang memperumit investigasi, sementara dalam kasus
WorldCom, KAP tersebut gagal mendeteksi tindakan curang dalam akuntansi. Hal ini
menunjukkan perlunya peraturan yang lebih ketat dan peningkatan etika profesi akuntan.
Pemerintah Amerika Serikat merespons kedua kasus ini dengan mengesahkan
undang-undang seperti Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk meningkatkan pengawasan,
transparansi, dan akuntabilitas perusahaan. Undang-undang ini bertujuan untuk
mencegah praktik-praktik yang merugikan pemangku kepentingan.
Kesimpulannya, kedua kasus tersebut menekankan perlunya tata kelola perusahaan
yang lebih baik, transparansi, integritas, dan peraturan yang ketat dalam dunia bisnis.
Mereka juga menunjukkan bahwa pelanggaran etika bisnis dan kegagalan dalam
melibatkan pemangku kepentingan dapat memiliki konsekuensi serius. Dalam konteks
bisnis modern, menjaga kepercayaan pemangku kepentingan dan mengutamakan prinsip
etika bisnis harus menjadi prioritas utama perusahaan agar kejadian serupa tidak
terulang di masa mendatang.
Daftar Referensi
Fizi, A., & Helmina, M. R. A. (2023). Penerapan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) pada Perusahaan. Surplus: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 1(2), 379-387.
Fizi, A., & Helmina, M. R. A. (2023). Penerapan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) pada Perusahaan. Surplus: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 1(2), 379-387.
Hafsah, H., & Harahap, K. (2021, August). Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Whistleblowing System Pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesi. In
Seminar Nasional Teknologi Edukasi Sosial dan Humaniora (Vol. 1, No. 1, pp. 159-165).
Kirana, G. C., & Ichrom, M. (2019). Pengaruh Otonomi, Ambiguitas Peran Dan
Profesionalisme Terhadap Kinerja Auditor Pada Kantor Akuntan Publik (Kap) Di Jakarta
Selatan. Jurnal Liabilitas, 4(2), 52-66.
Fitria, F., Nengsih, Y. R., Indriani, J. D., Kemala, S., & Gusti, S. (2023). Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Pengungkapan Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia. JEMSI (Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi), 9(2), 450-
460.

Anda mungkin juga menyukai