Kebutuhan peserta didik/konseli dapat diidentifikasi berdasarkan asumsi teoretik dan hasil asesmen
kebutuhan yang dilakukan. Dalam melaksanakan tugasnya, guru Bimbingan dan Konseling terlebih
dahulu menyusun daftar kebutuhan (Need Assesment). Tujuan penyusunan instrumen tersebut untuk
mengetahui kebutuhan dan permasalahan Konseli.
Berdasarkan hasil catatan guru kelas yang sekaligus sebagai pemberi lananan bimbingan konseling,
yang dicatat dalam bentuk jurnal dan laporan persentase permasalahan pada masing-masing kelas
hasilnya tergambar dalam table berikut :
Memiliki kemampuan untuk membina Peserta didik dapat memiliki perasaan positif untuk
persahabatan agar tetap langgeng membina persahabatan dengan kegiatan positif serta
memilki rencana kegiatan untuk mengisi kegiatan
persahabatan yang positif
Mampu membangun persahabatan yang Peserta didik mampu membangun persahabatan yang
baik baik
Memiliki kebiasaan mengucapkan kata Peserta didik memiliki kebiasaan mengucapkan kata
maaf, tolong dan terimakasih dalam maaf, tolong dan terimakasih dalam pergaulan
pergaulan
BELAJAR Memiliki pemahaman tentang cara Peserta didik dapat menerapkan sikap dan kebiasaan
meningkatkan motivasi belajar yang benar dalam belajar hingga dapat
membangkitkan semangat belajar
Mampu mengevaluasi hasil prestasi Peserta didik mampu mengevaluasi kebiasaan belajar
belajar serta merencanakan pencapaian prestasi belajarnya
sesuai dengan target yang ingin dicapai
Memiliki kebiasaan belajar secara rutin Peserta didik memiliki kebiasaan belajar secara rutin
MORAL Memiliki pemahaman akan norma-norma Peserta didik dapat memahami aturan yang ada
yang berlaku dimasyarakat dimasyarakat
Memiliki kesadaran untuk mengontrol diri Peserta didik dapat menimbang prilaku yang akan
dikerjakannya
Memiliki sikap tanggungjawab Peserta didik memiliki rasa tanggung jawab akan
setiap yang dilakukannya
SPIRITUAL Mimiliki pengetahuan tentang keesaan Peserta didik mengetahu dengan pasti bahwa Tuhan
Tuhan itu Esa dan tidak ada peribadahan selain kepadaNya
Memiliki kesadaran diri untuk beribadah Peserta didik secara sadar melakukan ibadah karena
meyakinin bahwa hal tersebut diwajibkan oleh agama
Memiliki nilai-nilai keimanan dalam diri
SPIRITUAL Memiliki kesadaran diri untuk beribadah secara sadar melakukan ibadah karena meyakinin
bahwa hal tersebut diwajibkan oleh agama
Memiliki nilai-nilai keimanan dalam diri
Profil Individu kelas 1
no nama wawancara sosiometri observasi dokumen keterangan
1 Aisyah Alula Baik Sosial Baik Sosial Perlu konseling sosial
Tsabitaira
2 Akifa Naila Sosial, Bahasa Sangat kurang Baik Baik Perlu konseling sosial dan
Azahra dalam Bahasa
3. Aliyah Azzahidah Baik Sangat baik Baik Baik Baik
18. Syifa Kayyisah Sosial sosial Baik Sosial Perlu konseling sosial
Wardoyo
Karakteristik Peserta Didik/Konseli di Sekolah Dasar
Karakteristik peserta didik Sekolah Dasar (SD) diartikan sebagai ciri-ciri yang melekat pada peserta didik
di sekolah dasar yang bersifat khas dan membedakannya dengan peserta didik pada satuan pendidikan
lainnya. Karakteristik peserta didik Sekolah Dasar yang perlu dipahami meliputi aspek-aspek berikut.
1. Aspek Fisik-Motorik Perkembangan fisik peserta didik usia Sekolah Dasar dicirikan dengan beragam
variasi dalam pola pertumbuhannya. Keberagaman ini disebabkan karena beberapa hal seperti kecukupan
gizi, kondisi lingkungan, genetika, hormon, jenis kelamin, asal etnis, serta adanya penyakit yang diderita.
Pada fase ini pertumbuhan fisik tetap berlangsung sehingga peserta didik menjadi lebih tinggi, lebih berat,
lebih kuat. Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik
peserta didik sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan
atau minatnya, dapat menggerakan anggota badannya dengan tujuan yang jelas, seperti (1) menggerakan
tangan untuk menulis, menggambar, mengambil makanan, serta melempar bola; dan (2) menggerakan
kaki untuk menendang bola dan lari mengejar teman pada saat main kucing-kucingan. Fase atau usia
sekolah dasar (7 – 12 tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu,
usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik
motorik halus maupun motorik kasar.
2. Aspek Kognitif Pada usia sekolah dasar, peserta didik sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau
melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif
(seperti: membaca, menulis, dan menghitung atau CALISTUNG). Sebelum masa ini, yaitu masa
prasekolah (usia Taman Kanak-kanak), daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan atau
berkhayal, sedangkan pada usia sekolah dasar daya pikirnya sudah berkembang ke arah berpikir kongkrit
dan rasional. Dilihat dari aspek perkembangan kognitif, menurut Piaget masa ini berada pada tahap
operasi kongkrit, yang ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan (mengelompokkan) benda-
benda berdasarkan ciri yang sama, (2) menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan atau
menghitung) angka-angka atau bilangan, dan (3) memecahkan masalah (problem solving) yang
sederhana. Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya
berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat
diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung (CALISTUNG). Pada usia 11
tahun tahapan perkembangan kognitif memasuki tahap operasional formal ditandai dengan mampu
berpikir abstrak, menalar secara logis dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Di samping
itu, kepada anak juga sudah dapat diberikan dasar-dasar pengetahuan yang terkait dengan kehidupan
manusia, hewan, lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, dan agama. Untuk mengembangkan daya
nalarnya, daya cipta, atau kreativitas anak, maka kepada anak perlu diberi peluang-peluang untuk
bertanya, berpendapat, atau menilai (memberikan kritik) tentang berbagai hal yang terkait dengan
pelajaran, atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya.
3. Aspek Sosial Perkembangan sosial peserta didik usia SD ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di
samping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak
hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada usia SD, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan
diri dari sikap berpusat kepada diri sendiri (egosentris) kepada sikap bekerjasama (kooperatif) atau mau
memperhatikan kepentingan orang lain (sosiosentris). Anak mulai berminat terhadap kegiatan bersama
teman sebaya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang),
merasa tidak senang apabila ditolak oleh kelompoknya dan dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok
teman sebaya maupun lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan
perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok,
baik yang membutuhkan tenaga fisik (seperti membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas
yang membutuhkan pikiran (seperti merencanakan kegiatan berkemah dan membuat laporan study tour).
Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menampilkan
prestasinya, dan juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok,
peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati,
bertenggang rasa, dan bertanggung jawab.
4. Aspek Emosi
Pada usia Sekolah Dasar (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, 5, dan 6), anak mulai menyadari
bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh orang lain. Anak SD
belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya melalui peniruan dan latihan
(pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orangtua atau guru dalam mengendalikan emosinya
sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan di lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya
stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil atau sehat. Sebaliknya apabila kebiasaan
orangtua atau guru dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil atau kurang kontrol (seperti: marah-
marah, mengeluh), maka perkembangan emosi anak, cenderung kurang stabil atau tidak sehat. Emosi
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula
perilaku belajar. Emosi positif seperti: perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu yang
tinggi akan mempengaruhi individu untuk mengkonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti
memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif berdiskusi, mengerjakan tugas atau pekerjaan
rumah, dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya, apabila emosi yang menyertai proses belajar itu emosi
negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, maka proses belajar tersebut akan mengalami hambatan,
dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia
akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Mengingat hal tersebut, maka guru Sekolah Dasar
seyogianya mempunyai kepedulian untuk menciptakan suasana proses belajar-mengajar yang
menyenangkan atau kondusif. 5. Aspek Moral Penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis.
Peranan lingkungan terutama lingkungan keluarga sangat dominan dalam perkembangan aspek moral.
Pada mulanya anak melakukan perbuatan bermoral dari meniru (mengamati) kemudian menjadi
perbuatan atas prakarsa sendiri karena adanya kontrol atau pengawasan dari luar, namun kemudian
berkembang karena kontrol dari dalam dirinya. Sampai usia 7 tahun, anak mulai memasukkan nilai-nilai
keluarga ke dalam dirinya. Apa yang penting bagi orang tua juga akan menjadi penting baginya. Di
sinilah orang tua dapat mengarahkan perilakunya, sehingga sesuai dengan aturan dalam keluarga. Dalam
tahap inilah seorang anak mulai memahami bahwa apa yang mereka lakukan akan mempengaruhi orang
lain. Pada usia 7-10 tahun, campur tangan orang dewasa (orangtua, guru, dan sebagainya) tidak lagi
terlalu ‘menakutkan’ buat anak. Anak mengetahui bahwa orang tua adalah sosok yang harus ditaati, tetapi
anak juga tahu bahwa jika melanggar aturan harus memperbaikinya. Perasaan bahwa ‘ini benar’ dan ‘itu
salah’ sudah mulai tertanam kuat dalam diri anak. Anak usia ini juga mulai memilah mana saja perilaku
yang akan mendatangkan ‘keuntungan’ buat mereka.
6. Aspek Religius Kepercayaan anak kepada Tuhan pada usia ini, bukanlah keyakinan hasil pemikiran,
akan tetapi merupakan sikap emosi yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwa akan kasih sayang dan
perlindungan. Oleh karena itu dalam mengenalkan Tuhan kepada anak, sebaiknya ditonjolkan sifat-sifat
pengasih dan penyayang. Sampai kira-kira usia 10 tahun, ingatan anak masih bersifat mekanis, sehingga
kesadaran beragamanya hanya merupakan hasil sosialisasi orang tua, guru, dan lingkungannya. Oleh
karena itu pengamalan ibadahnya masih bersifat peniruan, belum dilandasi kesadarannya. Pada usia 10
tahun ke atas, semakin bertambah kesadaran anak akan fungsi agama baginya, yaitu berfungsi moral dan
sosial. Anak mulai dapat menerima bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari nilai-nilai pribadi atau nilai-
nilai keluarga. Anak mulai mengerti bahwa agama bukan kepercayaan pribadi atau keluarga, tetapi
kepercayaan masyarakat.
Tabel 10. Keunikan dan Keterkaitan Pelayanan Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran dengan Guru
Bimbingan dan Konseling atau Konselor
Dimensi Guru Konselor
1. Wilayah Gerak Khususnya Sistem Pendidikan Formal Khususnya Sistem Pendidikan Formal
2. Tujuan Umum Pencapaian Tujuan Pendidikan Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional
Nasional
3. Konteks Tugas Pembelajaran yang mendidik melalui Pelayanan yang memandirikan dengan skenario
mata pelajaran dengan skenario guru- konseling-konselor
murid
Fokus Kegiatan Pengembangan kemampuan Pengembangan potensi diri bidang pribadi, sosial,
penguasaan bidang studi dan masalah- belajar, karier, dan masalah-masalahnya.
masalahnya.
Hubungan Kerja Alih tangan (referal) Alih tangan (referal)
4. Target Intervensi
Individual Minim Utama
Kelompok Pilihan Strategis Pilihan Strategis
Klasikal Utama Minim
5. Ekspektasi Kinerja
Ukuran Keberhasilan Pencapaian Standar Kompetensi Kemandirian dalam kehidupan
Lulusan Lebih bersifat kualitatif yang unsur-unsurnya saling
Lebih Bersifat Kuantitaif terkait.
Pendekatan Umum Pemanfaatan Instructional Effects & Pengenalan diri dan lingkungan oleh konseling dalam
Nurturant Effects melalui rangka pengentasan masalah pribadi, sosial, belajar dan
pembelajaran yang mendidik karier. Skenario tindakan merupakan hasil transaksi
yang merupakan keputusan konseling.
Perencanaan tindak Kebutuhan belajar ditetapkan terlebih Kebutuhan pengembangan diri ditetapkan dalam proses
intervensi dahulu untuk ditawarkan kepada transaksional oleh konseli, difasilitasi oleh konselor.
peserta didik.
Pelaksanaan tindak Penyesuaian proses berdasarkan Penyesuaian proses berdasarkan respons ideosinkretik
intervensi respons ideosinkretik peserta didik konseli dalam transaksi makna yang lebih lentur dan
yang lebih terstruktur terbuka.
Hubungan antara Tugas Perkembangan dengan Aspek Perkembangan dalam Standar Kompetensi
Kemandirian Peserta Didik (SKKPD)
VISI DAN MISI 2023 - 2027
1. VISI DAN MISI SEKOLAH DASAR ISLAM AL HILAL
a. Visi
Mewujudkan lembaga pendidikan professional dan berkualitas yang selaras dengan nilai-nilai islam
berdasarkan prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah
b. Misi
1. Pelayanan Prima
Mengembangkan lembaga pendidikan dengan pelayanan prima, berkualitas didasarkan pada manajemen
professional dan manajemen mutu.
2. Infrastruktur Kondusif
Menyediakan sarana dan infrastruktur pembelajaran yang kondusif bagi seluruh partisipan, yaitu siswa,
orangtua, pelaksana dan penyelenggara sekolah, maupun partisipan lainnya.
3. Menebar Manfaat
Menebarkan manfaat kepada berbagai lapisan masyarakat, terutama dalam bidang Pendidikan
11. Baik Sangat baik Belum mandiri Belajar Perlu konseling penguasaan
Kenza Adzra
konten
Faeyza
Perlu konseling kelompok
12. Luffyta Zahiya Sosial sosial Baik Baik Perlu konseling kelompok
Almahyra
13. Belajar Sosial Belum mandiri Belajar Perlu konseling individu so
Nuha Aisyah
Perlu konseling penguasaan
Labibah
konten
14. Bahasa Cukup baik Kurang kognitif Bahasa Perlu konseling individu so
Rifa Almahyra
Perlu konseling penguasaan
Kirani
konten
15. Sosial, belajar sosial Belum mandiri Sosial Perlu konseling individu so
Ruqoyyah Perlu konseling penguasaan
konten
16. Sosial, Bahasa, sosial Belum mandiri, Sosial, belajar Perlu konseling individu so
belajar, kognitif, blum Perlu konseling kelompok
Salwa Aina Inara dapat mngontrol Perlu konseling penguasaan
emosi konten
17. Sosial, belajar Cukup baik Belum mandiri dan Sosial Perlu konseling individu so
Shaffiyah
belum memiliki Perlu konseling kelompok
Asheela
kesadaran belajar Perlu konseling penguasaan
Prasetyo
konten
18. Sosial Cukup baik Baik Sosial Perlu konseling individu so
Amirah Perlu konseling penguasaan
konten
20 Thafana Rafaila Sosial Sosial Belum mandiri Sosial Perlu konseling individu so
Chandra Perlu konseling kelompok
Perlu konseling penguasaan
konten
17. Sosial, belajar Cukup baik Kurang Kurang Perlu konseling individu sos
Misha Nayara Perlu konseling kelompok
Syakira Perlu konseling penguasaan
konten
18. Baik Sosial Baik Kurang Perlu konseling individu sos
Mufiidah Laila
Perlu konseling penguasaan
Najmia
konten
19 Baik Cukup baik Belum mandiri Kurang Perlu konseling kelompok
Perlu konseling penguasaan
Nusaibah
konten
12. Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu layanan pendidikan yang harus diperoleh
semua peserta didik telah termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 89 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990
tentang Pendidikan Dasar dan Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah.
13. ”Konselor” sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab I Pasal 1 angka 6 dinyatakan
bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.
14. Pelayanan konseling yang merupakan bagian dari kegiatan pengembangan diri telah termuat dalam
struktur kurikulum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Menengah.
15. Beban kerja Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor pada Pasal 54 ayat (6) Peraturan Pemerintah
republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang menyatakan bahwa beban kerja Guru
Bimbingan dan Konseling atau Konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan
adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per
tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan. Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 54 ayat (6) yang
dimaksud dengan “mengampu layanan bimbingan dan konseling” adalah pemberian perhatian,
pengarahan, pengendalian, dan pengawasan kepada sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta
didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka terjadwal di kelas dan layanan
perseorangan atau kelompok bagi yang dianggap perlu dan memerlukan.
16. Penilaian kinerja Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor pada Pasal 22 ayat (5) Peraturan bersama
Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor
14 tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dinyatakan
bahwa penilaian kinerja guru bimbingan dan konseling atau konselor dihitung secara proporsional
berdasarkan beban kerja wajib paling kurang 150 (seratus lima puluh) orang Konseli dan paling banyak
250 dua ratus lima puluh) orang Konseli per tahun.
17. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, yang menyatakan bahwa kualifikasi akademik konselor
dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah: (i) sarjana pendidikan (S-1)
dalam bidang bimbingan dan konseling; (ii) berpendidikan profesi konselor. Kompetensi konselor
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional,
yang berjumlah 17 kompetensi dan 76 sub kompetensi.
18. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 Tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/MTs, Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMA/MA, dan Nomor 70 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum SMK/MAK, yang memberikan kesempatan kepada peserta didik belajar berdasarkan minat
mereka. Struktur kurikulum memperkenankan peserta didik melakukan pilihan dalam bentuk pilihan
kelompok peminatan, lintas minat atau pendalaman minat.
19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 111 Tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling pada
pendidikan dasar. Dalam permendiknas tersebut menyebutkan bahawa Komponen layanan Bimbingan
dan Konseling memiliki 4 (empat) program yang mencakup: (a) layanan dasar; (b) layanan peminatan dan
perencanaan individual; (c) layanan responsif; dan (d) layanan dukungan system. Bidang layanan
bimbingan dan konseling mencakup : (a) bidang layanan pribadi, (b) bidangan layanan belajar, (c) bidang
layanan sosial, (d) bidang layanan karir
20. Permendikbudristek No. 5 Tahun 2022 Standar Kompetensi Lulusan PAUD, Didasmen dikeluarkan untuk
melaksanakan Pasal 7 PP No. 57 Tahun 2021.
21. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional
Pendidikan telah diubah dengan PP No. 4 Tahun 2022 tentang SNP.
22. Permendikbudristek No. 5 Tahun 2022 tentang SKL PAUD dan Dikdasmen ditetapkan pada tanggal 4
Februari 2022 dan diundangkan pada 8 Februari 2022.