Kesantunan berhubungan dengan bahasa dan perilaku. Berkenaan dengan bahasa, pujangga
Melayu Raja Ali Haji (1809-1873), dalam bukunya Bustan Al Katibin (Taman Tulisan :
1267H/1850M) menulis : “Adab dan sopan itu daripada tutur kata dan juga asalnya,
kemudian barulah pada kelakuan.” (Lihat Hasim bin Musa, 2005 : 5). Bahasa yang beradab,
sopan, dan santun itu dengan demikian adalah kegiatan yang mengarus dari akal Budi
(pikiran dan hati) ke lidah. Fungsi penanda jati diri dan cermin budi, menegaskan kaitan erat
dengan etika dan etiket dalam adat dan budaya Melayu : dari bagaimana bahasanya, orang
dapat menentukan dimana posisi penutur bahasa tersebut dalam ranah etika dan adab. Ingat :
Hendak mengenal orang berbangsa – lihat kepada budi bahasa. (Raja Ali Haji : Gurindam 12)
Adat dan adab Melayu membedakan pemakaian bahasa dalam tiga kelompok, yakni :
1. Bahasa mendaki, digunakan oleh orang muda terhadap orang yang lebih tua, atau
orang yang lebih rendah kedudukannya terhadap orang yang lebih tinggi
kedudukannya.
2. Bahasa mendatar, digunakan antara sama sebaya, atau yang berkedudukan setara.
3. Bahasa menurun, digunakan oleh yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya,
terhadap yang lebih muda atau lebih rendah kedudukannya.
Ketiga kelompok pemakaian kata tersebut sejajar dengan tiga sikap afektif Melayu terhadap
sesamanya, sebagaimana digambarkan dalam ungkapan : Yang tua dihormati, yang sebaya
dikasihi, yang muda disayangi. Tindakan kebahasaan yang santun dan bermarwah ialah
berbahasa yang mengedepankan adab, sesuai dengan nilai – nilai asas adat dan budaya
Melayu, serta norma – norma sosial. Dari khasanah petuah Melayu, Tennas Effendy (2010 :
21 – 22) mencatat, tindakan kebahasaan yang santun itu mencakup :
Kesimpulannya, dalam budaya Melayu, bahasa dan etika merupakan dua hal yang sebati, dan
di simpul kesebatiannya itu memancar harkat, martabat, dan Marwah seseorang di tengah –
tengah kelompok, kaum dan bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA
Raja Ali Haji 1850. Butsan Al-Katibin. [Seri Karya Agung, Suntingan Hasim bin Musa,
2005]. Kuala Lumpur : Yayasan Karyawan.
Tenas Effendy 2013. Kearifan. Pemikiran Melayu. Pekanbaru : Tenas Effendy Foundation.