Anda di halaman 1dari 12

Joged Mataram

Ingkang dipoen wastani djogèt punika ébahing sadaja sarandoening badan, kasarengan
oengeling gangsa, katata pikantoek wiramaning gendhing, djoemboehing pasemoen, kaliyan
pikadjenging djogèt (B.P.H. Suryodiningrat, 1934:3).
Konsep tari:
• Wiraga (ébahing sadaja sarandoening badan)
• Wirama (kesarengan wiraga kaliyan wiramaning gendhing)
• Wirasa (djumbuhing pasamuan kalian djoget)
Wiraga, wirama, wirasa dadus setunggal konpep ingkang dipun wastani jogèd Mataram (sawiji,
greged, sengguh, dan ora mingkuh). Joged mataram inggih menika falsafah ilmu ingkang dados
landasan kangge tari klasik gaya Yogyakarta. Menawi gaya Yogyakarta menika wujud lahiriah,
Joged Mataram dados jiwaingkang ngauripi. Sekawan dasar menika dipunsebat kawruh Joged
Mataraman.
• Sawiji ( konsentrasi lan fokus)
• Greget (sebagai semangat yang menjiwai)
• Sengguh (percaya diri ananging mboten jumawa)
• Ora mingkuh (mboten nyerah menawi pikanthuk masalah)

Konsep jogèd Mataram kasebar ing masyarakat awit ngadegkipun Kridha Beksa Wirama
(K.B.W.) tahun 1918. Konsep jogèd Mataram menika dipopuleraken kaliyan G.B.P.H.
Soeryobronto, inggih menika pangeran lan salah satunggaling pambeksa andal Keraton
Yogyakarta.
Ing wiwitan konsep menika rahasia, mboten pareng diajarken kangge tiyang sembarang. Menika
wonten ing tembang sinom, Babad Prayud,:
Sultan ngajaraken Putra Mahkota kangge mbeksa Beksan Sekar Medura. Lajeng mbeksa
menika dados satunggaling kewajiban kangge Putra Dalem, Sentana Dalem, Wayah Dalem,
kanthi Abdi Dalem Prajurit. Sri Sultan Hamengku Buwono I gadhah kesatuan prajurit ingkang
dipun isi kaliyanpambeksa-pembeksa, yaiku Bregada Nyutra.
Kaidah-kaidah yang ada, dimaksudkan untuk mendapatkan suatu pertunjukan tari yang
dibawakan penarinya dengan kesan pantes, luwes, resik, mungguh, dan mrabu.

• Pantes (serasi, sesuai wanda(ekspresi) peran penari)


• Luwes (tampak tidak kaku, lancar, mengalir sesuai dengan irama gamelan)
• Resik (Gerakan detail dan sesuai kaidah-kaidah yang berlaku)
• Mungguh (kesan dalam penghayatan peran)
• Mrabu (kesan berwibawa, agung, dan berkarisma).
Jenis Tari
Tari tunggal, jenis tarian yang diperankan oleh satu orang penari, baik oleh wanita maupun pria.
Biasanya tari putri yang dipentaskan terdiri dari empat jenis, yaitu:

• tari golek (Ayun-ayun, Kenyatinembe, Bawaraga, Sulungdayung, Lambangsari, dan


Asmarandana)
• tari Sekar Pudyastuti
• tari Santi Mangayu Hayu
• tari Bedhaya/Srimpi (Srimpi Muncar, Srimpi Pandhelori, dan Srimpi Renggawati)
Biasanya tari putra yang dipentaskan terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Alus
• Gagah
• kelana topeng.
Dua penari, Jumlah penari yang hanya dua memperlihatkan bahwa beksan merupakan sebuah
lakon kecil dari wayang orang. Contoh : Srikandi, Suradewati, Srikandi-Bisma, Gathutkaca-
Suteja, Arjuna-Niwatakawaca, Anila-Prahasta, Anoman-Yaksadewa, dan Beksan Menak. Melihat
judul tarian tersebut dapat disinyalir bahwa beksan sama dengan pethilan, artinya tarian yang
diambilkan dari cerita wayang orang.
Fragmen adalah jenis tarian yang diperankan oleh banyak orang penari. Fragmen merupakan
lakon besar/panjang dari wayang orang. Minimal jumlah penarinya adalah tiga orang. Contoh:
Candrakirana Boyong, Arjunawiwaha, Kelaswara Palakrama, Senggana Duta, Dasalengkara Lena,
Kikis Tunggarana, dan Ciptaning Mintaraga.
*Gladhen beksan ing kraton ing Kawedhanan Hageng Poenakawan Kridhamardawa Kraton
Yogyakarta (Kantor Besar Abdi dalem mengenai Kebudayaan). Penghageng: Drs. G. B. P. H. H.
Yudaningrat
*Beksan sakral: Beksan Etheng, Beksan Lawung, Tari Bedhaya serta tari Srimpi Renggowati.
Saat sekarang pengembangan tarian ini dilakukan oleh Bebadan Among Beksa Yogyakarta.

Beksan Etheng
Nama beksan ini diambil dari nama permainan anak-anak yang bernama 'etheng'. Beksan Etheng
ini menggambarkan peristiwa dahulu kala ketika para bangsawan membentuk jago-jago biten (adu
kekerasan kaki) lari cepat ataupun Etheng, untuk selanjutnya mengadakan perlombaan-
perlombaan, dan tidaklah jarang pula disampingnya diadakan totohan atau taruhan.
Pembawaan Beksan Etheng (pengantin Kraton diboyong ke Kepatihan setelah upacara
kepanggih di dalam Kraton):
• Malam resepsi pertama (tidak dihadiri sultan tapi mengirim beksan lawung dan beksan
etheng)
• Resepsi kedua (sultan datang dan selalu membawa beksan etheng)
Beksan Etheng terdiri atas 12 orang penari yang terbagi sebagai berikut:

• 4 penari Sawung; dengan ragam tari Kinantang Alus;


• 4 penari Botoh; dengan ragam tari Kagok Bapang Gagah;
• 4 penari pelayan (rencang) Botoh dengan tarian bebas
Iringan
• "Tawang Ganjur" Kendangan Ketawang Bedhugan laras Slendro pathet 9. (Sri Sultan)
• gendhing "Ayak-ayak" (peperangan)
• "Srepegan"
*percakapan (dialog) digunakan bahasa Madura bercampur Bahasa Bagongan Kedhaton
*Penari yang pertama kali menarikan beksan Etheng ini adalah: K.P.H. Brontodiningrat; K.R.T.
Wirodiprojo.; R.L. Sosroprawiro; R.L. Atmoprayitno; R.W. Atmonetya; R. Rio Tarunoseputra

Beksan Bedaya Semang


Sujarah
Beksan Bedhaya asalipun saking tembung bedhaya ateges patuladhan putri ing kraton.
Bedhaya merupakan salah satu tari putri klasik di Istana Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
yang sakral. Tari ini disakralkan karena merupakan reaktualisasi hubungan antara keturunan
Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul. Menurut babad Nitik, Panembahan Senopatilah
yang pertama kali berhubungan dengan Ratu Kidul. Ada perjanjian dimana Ratu Kidul akan selalu
membantu Mataram dan keturunannya. Istilah Semang sendiri ada pada saat Sultan Agung. Sultan
Agung sering bersemedi mengunjungi Ratu Kidul dan saat ituu beliau ditunjukan sebuah tarian
yang sangat indah. Beliau menamainya dengan Semang, dan membuatkan gendhing Semang.
Tarian ini dianggap sebagai pusaka. Hal ini dapat dibuktikan pada saat awal
pertunjukannya para penari keluar dari Bangsal Prabayeksa menuju Bangsal Kencono. (Bangsal
Prabayeksa: yaitu tempat untuk menyimpan pusaka-pusaka Kraton).
Bedhaya ada bermacam-macam karena setiap Sultan menciptakan Bedhaya, tetapi induk
dari semua Bedhaya adalah Bedhaya Semang. (DI PAPAN TULIS)
HB II : Bedhaya Bedah Madiun HB VII : Bedhaya Sumreg

HB V : Bedhaya Pangkur, Sripi Renggowati HB VIII : Bedhaya Kuwung-Kuwung

HB VI : Bedhaya Babar Layar HB IX : Bedhaya Sapta


Unsur & Makna
1. Adat upacara
a. Tari bedhaya semang tersebut dipagelarkan untuk kepentingan ritual istana, seperti
peristiwa jumenengan, miyos ndalem dan dhawuh ndalem. (tahun 2002, terakhir
ditampilkan karena dhawuh dalem. Saat Jumenengan HB X tidak pakai Bedhaya
Semang)
b. Salebetipun beksan para tamu boten pareng dhahar,ngunjuk,ngeses lan wicantenan
2. Sakral
Gladhen beksan Bedhaya dipunwontenaken wonten dinten-dinten Anggarakasih
(Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon). Miturut kapitayan tertamtu Ratu Kidul ugi rawuh
kagem anggladhi para pambeksa. Wonten pemanggih kapitayan bilih satunggaling
pambeksa dipunsusupi Ratu Kidul.
3. Religius
Segi religius saged katingal saking tembung-tembung ingkang dipunsekaraken dening
sindhenipun.
4. Beksa gandrungan/wikraman
a. Beksa Bedhaya pralambang asok tresna gandrung asmara Kangjeng Ratu dhateng
Sinuhun
b. Busana saha paes mujudaken pinanganten putri ingkang nembe lelumban asmara.
Komposisi Penari
Jumlah penari sembilan orang dipahami dipahami sebagai simbolisasi arah mata angin
serta kedudukan bintang-bintang. Selain itu, sembilan penari juga melambangkan lubang hawa
(babadan hawa sanga) sebagai kelengkapan jasmaniah manusia yang meliputi, dua lubang hidung,
dua lubang mata, dua lubang telinga, satu lubang kemaluan, satu lubang mulut dan satu lubang
dubur.
Penari Bedhaya semang yang berjumlah sembilan orang terdiri dari: batak, endhel, jangga
(gulu), apit ngajeng, apet wingking, dhadha, endhel wedalam ngajeng, endhel wedalan wingking
dan buntil/boncitPeran-peran tersebut melambangkan mikroskopis (jagading manusia) yang
diasosiasikan dengan struktur tubuh manusia. Lebih detail sebagai berikut:

• Batak adalah simbol akal pikiran manusia


• Endhel adalah simbol hawa nafsu manusia
• Dhadha melambangkan hati sebagai pengendalian diri manusia
• Jangga sebagai lambang dari leher manusia
• Apit Ngajeng melambangkan lengan kanan manusia
• Apit Wingking melambangkan lengan kiri manusia
• Endhel Wedalan Ngajeng simbol tungkai kanan manusia
• Endhel Wedalan Wingking simbol tungkai kiri manusia
• Bunthil sebagai lambang alat kelamin manusia
Dalam hal ini, bathak berposisi sebagai peran utama, sementara endhel melambangkan
kehendak dalam diri manusia. Peperangan bisa saja terjadi antara kedua peran tersebut yang dapat
dilihat pada posisi jengkang.
Penari keluar dari kiri ke kanan, bangsal Prabayeksa menuju bangsal Kencana. Sultan sebagai
center, penari berjalan dari kiri dan sila di depan Sultan akan teteapi posisi sultan tetap di sebelah
kanan penari. Hal ini menunjukan Sultan sebagai pedoman atau dalang tarian.
Penari Bedhaya mendapatkan status sebagai pegawai Kraton dengan sebutan abdi dalem Bedhaya.
Lama tari selama 3 jam tapi disingkat menjadi 1,5 jam. (DI PAPAN TULIS)
Tata Busana
Para penari Bedhaya semang memakai busana yang sama. Hal itu merupakan simbolisasi
bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan dan wujud yang sama. Namun demikian tata busana
yang dipakai para penari mengalami perubahan sesuai dengan kehendak sultan yang sedang
memerintah. Busana dan tata rias Tari Bedhaya semang mirip dengan busana dan rias mempelai
istana.
Sultan Hamengku Buwana VI:
• mekak (kemben, kain penutup badan atau dada),
• kain batik motif paranmg rusak sereden,
• udher cindhe, slepe dan keris sebagai lambang keprabon,
• hiasan kepala: rambut gelung bokor pakai klewer bunga melati,
• dikerik dipaes layaknya pengantin,
• cundhuk mentul,
• kelat bahu dan gelang yang kesemuanya menyerupaui pengantin istana
Sultan Hamenku Buwana VII
Secara garis besar, busana yang dikenakan para penari Bedhaya semang masih sama
dengan sebelumnya (Sultan Hamengku Buwana VI) yaitu menggunakan baju tanpa lengan yang
diberi gombyok, kain seredan, udhet cindhe, irambut digelung bokor dengan klewer di balut
dengan bunga melati, cunduk mentul, dipaes juga seperti halnya pengantin, memakai
gelang, slepe dan keris.
Sultan Hamengku Buwana VIII

Pakaian penari Bedhaya semang sudah agak berbeda, tidak kerikan, tetapi menggunakan
hiasan kepala jamang dan bulu-bulu, gelung bokor, ron kalung sung-sun, kelat bahu, gelang, baju
tanpa lengan seperti pada masa Hamengku Buwana VII, kain seredan motif prang rusak, udhet
cindhe.
Sultan Hamengku Buwana IX dan X
Pakaian yang dikenakan penari sama dengan yang digunakan pada masa Sultan Hamengku
Buwana VIII. Properti yang digunakan pada Tari Bedhaya Semang dalam adegan peperangan
dipergunakan senjata, yaitu: keris.
Iringan
Tercatat Serat Babad Nut Semang Bedhaya merupakan acuan dalam mengiringi
tari Bedhaya semang. Gendhing Semang terdiri dari gendhing Ageng, gendhing Ladran dan
gendhing Ketawang.
Lirik yang ada pada tari Bedhaya semang mengisahkan percintaan antara Panembahan
Senopati dengan Kanjeng Ratu Kencono sari atau Ratu Kidul. Iringan yang dipakai dalam
tari Bedhaya semang merupakan perpaduan antara instrumen musik jawa dengan instrumen musik
Barat meliputi: alat tiup (trombone), dan instrumen musik gesek.. Pada perkembangan selanjutnya
tari Bedhoyo semang menjadi induk dari beksan Budhaya di Kraton Yogyakarta.
Ritual
1. Pambeksa
a. Siyam, gadis. (Dulu diambil dari putri 8 pejabat dan putri patih sebagai batak, atau
dari keluarga keraton dan abdi dalem. Sekarang boleh dari kalangan luar keraton.
b. Tirakat/puasa yang dilakukan penari simbol penyucian diri sebelum menghadap
yang suci (sultan)
c. boten nedheng nggarap sari (penari bedhaya ada 9 dan 1 set cadangan)
2. Sugengan Ageng
a. Larungan utawi Labuhan, inggih menika sesaji bebanten awujud sesaji ing sekawan
pancer/titik mata angina/kiblat.
• Ler : Ardi Merapi penguwaosipun Kanjeng Ratu Sekar,
• Kidul : Segara Kidul kanthi penguwaos Ratu Kidul,
• Kilen : Tawang Sari kanthi penguwaos Sang Hingkang Pramori Durga
ing wana Krendhawahana,
• Wetan : Tawang Mangu kanthi penguwaos Argadalem Tirtamaya, lan Ardi
Lawu kanthi penguwaos Kyai Sunan Lawu.
b. Kraton dan kotagede
c. Nyerkar di imogiri (Semua dipimpin oleh Sultan dari keraton, karena Sultan hanya
boleh nyekar ke Imogiri satu kali sebelum Jumenengan)
3. Sajen
Saat latihan dan pementasan (Pawon Ageng khusus membuat sajen untuk ritual besar atau
kecil, pawon alit untuk masalah dhaharan sultan dan keluarga)

Perbedaan Bedhaya Semang dan Ketawang


Waktu pelaksanaan
• Yogya : Jumenengan Ndalem, Miyos Ndalem, dhawuh Ndalem
• Solo : Tingalan Ndalem (setahun sekali)
Syarat Penari
• Yogya : Saat haid tidak boleh menari
• Solo : penari tetap diperbolehkan menari dengan syarat harus meminta izin kepada
Kanjeng Ratu Kidul dengan dilakukannya caos dhahar di Panggung Sangga Buwana,
Keraton Surakarta.
Busana
• Yogya : memakai kampuh dan gajah ngoling
• Solo : memakai dodot, tiba dada, gelung bokor mengkurep, garudha mungkur, sisir
jeram, cundhuk menthul.
Gendhing
Yogya : gendhing semang
Solo : gending ketawang, ladran semang-semang
Beksan Bedhaya Sumreg
Sumreg mempunyai makna ribut, gempar, gaduh, dan hiruk pikuk (prawiroatmodjo, 1985,
218) penggalan Serat Pasindhenan Kelangenan Dalem Bedhaya Sumreg (juga dikutip oleh Brakel-
Papenhuijen, 1992:176-177). Menggambarkan ramainya tentara yang berjalan dari Yogyakarta
dengan berbagai persenjataan mewarnainya. Kekuatan raja menimbulkan ilmu tipu daya saat
menghadapi musuh, sehingga senantiasa disegani oleh bala tentaranya,
Bedhaya Sumreg dikatakan sebagai bentuk upaya menduplikasi tarian Bedhaya Ketawang
Gendhing Bedhaya Sumreg mirip dengan Gendhing Ketawang. Oleh karena itu iringan Bedhaya
Sumreg disebut dengan Gendhing Ketawang Alit.
Meskipun dikatakan sebagai hasil karya dari Paku Buwono I, pada akhirnya Tari Bedhaya Sumreg
akan diwarisi oleh Kasultanan Yogyakarta. Hal ini berkaitan dengan prinsip dasar yang dianut oleh
Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dalam perjanjian Giyanti atau dikenal sebagai
Babad Paliyan Negari.

Fungsi Tari Bedhaya Sumreg


Difungsikan sebagai upacara ritual dan digelar hanya pada peristiwa-peristiwa penting atau
upacara besar dilingkungan istana.

Pola Lantai Bedhaya Sumreg


Sembilan penari bedhaya akan membentuk pola dengan konfigurasi berbeda-beda. Dari sini
dikenal istilah dalam pola lantainya yakni Rakit Lajur, Rakit Ajeng-ajengan, Rakit iring-iringan
serta Rakit Tiga-tiga.

• Rakit Lajur sebagai symbol kelahiran,


• Rakit Ajeng-ajengan melambangkan adanya konflik
• Rakit Iring-iringan melambangkan adanya konflik
• Rakit Gelar memuat cerita kepahlawanan Pangeran Mangkubumi dalam menyiapkan bala
tentaranya untuk menghadapi musuh. Pangeran Mangkubumi diperankan oleh Batak yang
berdiri sendiri dalam rangkaiannya.
• Rakit Tiga-tiga memuat pencapaian kesadaran dan kemanunggalan
BEKSAN SRIMPI
Pangertosan
Tari srimpi inggih menika beksan klasik saking Yogyakarta ingkang dibeksakaken kalihan sekawan
pambeksa estri.
Tembung srimpi tegesipun impi utawi mimpi, amargi menawi mirsakaken beksan srimpi, pamirsa kados
kebekta alunan musik lan obahing awak pambeksa ngantos pamirsa kados mlebet ing alam mimpi.
Wonten ing Kadipaten Pakualaman nyariosaken menawi beksan srimpi punika beksan ingkang dipun
pentasaken wonten ing adicara sepekenan utawi gangsal dinten bibar adicara pawiwahan ageng
boyongan putri Pakualam dhateng Pakualaman. Beksan srimpi punika ugi dipun pentasaken kagem
adicara mangayubagya resepsi kados tradisi Kasunanan Surakarta.
Srimpi ing Pakualaman jinisipun mawarni-warni, amargi srimpi punika beksan ingkang dados beksan
babon kados bedhaya.
Tembung serimpi ugi dikaitaken kalihan 4 unsur pagesangan inggih menika grama(geni), angin, toya,
lan bumi(lemah).
Sujarah
Miturut sujarahipun, beksan srimpi menika sampun wonten saking jaman Kerajaan Mataram ing
pemerintahan Sultan Agung. Ing jaman kasebat beksan menika kalebet salah sawijining beksan sakral
ingkang namung dipentasaken ing wilayah kraton kangge ritual kenegaraan lan pengetan jumenengan.
Amargi sifatipun ingkang sakral, pambeksan srimpi menika pambeksan ingkang sampun dipilih kalihan
keluarga kerajaan. Nanging sakwisipun kerajaan mataram pecah dados kalih inggih menika kesultanan yk
lan kasunanan sk, gerakan beksan menika berubah sanajan inti saking beksan taksih sami.
Beksan srimpi wonten ing Kesultanan Yogyakarta inggih menika Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel,
lan Serimpi Genjung. Ing di Kesunanan Surakarta inggih menika Serimpi Anglir Mendung lan Serimpi
Bondan.
Filosofi
Beksan srimpi menika ngemut swasana wingit aura mistis. Beksan srimpi gadhah cariyos ingkang sami
kaliyan beksan Bedhaya Sanga, ingkang nyariyosaken babagan akal nepsu tiyang manungsa ingkang
nembe paprangan.
Miturut Baoesastra Djawa, srimpi ateges lelangen beksa, ingkang mbeksa tiyang èstri cacahipun sekawan,
amargi srimpi menika dasanama saking wanda sekawan.
Makna
• Nggambaraken bab ingkang sae lan boten sae, leres lan boten leres, akal manungsa lan nepsu
manungsa.
• Nggambaraken perang, amargi wonten kalih pasang prajurit.
Jinisipun Beksan
Wonten ing pèriode Paku Alam ingkang kaping setunggal dumugi Paku Alam kaping sanga, beksan srimpi
ingkang dipun pentasaken inggih menika:
1. Srimpi Gandrung Winangun
Srimpi Gandrung Winangun inggih menika beksan srimpi minangka kiblat punjer beksan Srimpi
Beksan Srimpi Gandrung Winangun dipun beksakaken kalian putri ingkang cacahipun sekawan,
saha dipun iringi kalian gendhing ingkang namanipun Gandrung Winangun.
Beksan Srimpi Winangun sejatosipun beksan ingkang dados tradisi saking Kasultanan
Ngayogyakarta ingkang dipun terasaken kalian Kadipatèn Pakualaman.
2. Srimpi Ela-ela
Beksan Srimpi Ela-ela sejatosipun sami kalian srimpi sanesipun. Beksan Srimpi Ela-ela dipun
beksanaken kalian putri ingkang cacahipun sekawan, saha dipun iringi kalian gendhing Ela-ela.
Beksan Srimpi Ela-ela menika sejatosipun beksan tradisi saking Kasultanan
Ngayogyakarta ingkang dipun terasaken kalian Kadipatèn Pakualaman.
3. Srimpi Nadheg Putri
Beksan Srimpi Nadheg Putri inggih menika beksan ingkang kasebat wonten ing naskah Langen
Wibawa, wonten ing Pamarintahan ipun K.G.P.A.A. Paku Alam IV. Naskah ingkang kaserat kalian
basa Jawi, miturut data kodikologis dipun serat kalian sekawan panyerat. Ingkang nyerat kaping
sepisan wonten ing warsa 1866, inggih menika wonten ing wekdal Paku Alam IV jumeneng (warsa
1864 dumugi 1878).
Ingkang nyerat kaping kalih dumugi kaping sekawan boten nyerat tarikh utawi wekdal, amargi
taksih nyebataken raja ingkang jumeneng, inggih menika Haryo Prabu Suryadilaga utawi Paku
Alam V, ingkang jumeneng warsa 1878 dumugi 1900.
Wonten ing lebet ipun naskah Langen Wibawa, wonten kathah wedana rerenggan utawi seratan
ingkang dipun sukani gambar-gambar ingkang nyariosaken babagan seni tari. Salah
satunggalipun wedhana rerenggan nyariosaken 8 tiyang ingkang saweg beksa, ingkang dipun ubet
maneka warni sato kewan lan taneman. Beksan ingkang dipun ceriosaken inggih menika beksan
Srimpi Nadheg.
4. Srimpi Mangunkung
Beksan Srimpi Mangunkung dipun kinten beksan srimpi ingkang sampun cures, amargi sedaya
sumber saha maneka warna naskah ingkang nyariosaken babagan beksan menika boten wonten.
Beksan Srimpi Mangunkung kairing kalian gending Mangunkung.
5. Srimpi Sangupati

Srimpi Sangupati inggih menika beksan ingkang sampun dados beksan tradisi saking Pura
Pakualaman. Beksan menika gadhah sumber saking tradisi beksan Kasunanan Surakarta.
Srimpi Sangupati dipun pentasaken kalian putri ingkang cacahipun sekawan kagem atur raos
kinurmatan dhateng sedaya ksatriya ingkang sampun kendel mengsah walandi. Beksan Srimpi
Sangupati dipun ripta I.S.K.S. Paku Buwana X, saha dipun paringaken dhateng wayah
ipun K.G.P.A.A. Paku Alam VIII minangka bebungah. Beksan Srimpi Sangupati dumugi samenika
dipun leluri kalian Pura Pakualaman.
6. Srimpi Lagu Dhempel
Beksan Srimpi Lagu Dhempel inggih menika beksan ingkang dados tradisi saking Pura
Pakualaman, sajaman kalian Srimpi Gambirsawit. Beksan Srimpi Lagu Dhempel dipun pentasaken
kalian sekawan putri. Miturut kalian cariyos ipun beksan srimpi sanesipun, sedaya srimpi dipun
beksaaken kanthi pasangan saha ungkur-ungkuran, amargi beksan menika boten nyariosaken
ingkang sasap utawi nggejejer saha ingkang kawon utawi seleh.
7. Srimpi Gambir Sawit

Beksan Srimpi Gambir Sawit inggih menika beksan srimpi ingkang dados tradisi saking Surakarta.
Beksan menika nyariosaken perang antawis bab ingkang sae saha ingkang kirang sae, ingkang leres
saha ingkang lepat. Sedaya putri ingkang beksa Srimpi Gambir Sawit ngginakaken cundrik saha
dhadhap.
8. Srimpi Sukarsih
Kados Srimpi Gambir Sawit, Beksan Srimpi Sukarsih inggih menika beksan ingkang dados tadisi
saking Kasunanan Surakarta, saha dipun leluri kalian Pura Pakualaman. Putri ingkang beksa Srimpi
Sukarsih menika cacahipun sekawan saha ngginakaken pistol.
9. Srimpi Anglirmendhung

Kados beksan Srimpi Gambir Sawit saha beksan Srimpi Sukarsih, beksan Srimpi Anglirmendhung
inggih menika beksan srimpi ingkang dados tradisi saking Surakarta. Amargi ingkang dados
kabèntenan saking beksan Srimpi Anglirmendhung,inggih menika sedaya putri ingkang beksa
mboten ngagem keris utawi pistol, langkung ngagem sampur.
10. Srimpi Ludira Madu
Beksan Srimpi Ludira Madu inggih menika beksan srimpi ingkang kados srimpi sanèsipun. Wonten
ing kaping pisan, beksan Srimpi Ludira Madu anama Srimpi Ludira Madura, ingkang ateges trah
katurunan Madura. Trah Madura ingkang kasebut inggih menika Sinuhun Paku Buwono V. ipun
ingkang ngiringi.
Sajatosipun beksan Srimpi Ludira Madu menika kacipta kaliyan Sinuhun Paku Buwono V ingkang
dados putra mahkota Kasunanan Surakarta, ingkang misuwur kanthi gelar Kanjeng Gusti Pangeran
Adipati Anom. Sanesipun cariyos ingkang dados mula bukanipun beksan Srimpi Ludira Madu
inggih menika cariyos kagem mengeti Ibu saking trah keturunan Madura, inggih menika
putri Adipati Cakraningrat saking Pamekasan. Wonten ing beksan menika, kacariyosaken ibu
ingkang wicaksana. Sedaya cariyos menika kasebat wonten ing kandha saha gendhing
.
Beksan srimpi Yogyakarta
Beksan srimpi ingkang wonten ing yk
• Beksan Srimpi Cina
Beksan putri klasik ing Kraton Nyayogyakarta Hadiningrat menika, para pambeksan ngginakaken
busana cina.
• Beksan Srimpi Pistol
Beksan estriputri klasik Yogyakarta ingkang dipun ripta kaliyan Sultan Hamengku Buwono VII,
beksan menika ngangge properti pistol.
• Beksan Srimpi Pandhelori
Beksan menika dipun ripta kaliyan Sultan Hamengku Buwana VI lan VII. Ing beksan menika
ngangge properti pistol lan cundrik, ngangge dongeng “Menak” inggih menika dongeng perang
tandhing Dewi Sirtu Pelaeli lan Dewi Sudarawerti, lan Beksan menika ngangge iringan Gending
Pandhelori.
• Beksan Srimpi Merak Kasimpir
Dipun cipitakaken kaliyan Sultan Hamengku Buwana VII. Beksan menika ngangge properti pistol
lan jemparing. Gending ingkang dipun kagem inggih menika Gendhing Merak Kasimpir.
• Beksan Srimpi Pramugari
Dipunripta Sultan Hamengku Buwana VII lan ngangge properti pistol. Gendhing ingkang kaagem
inggih menika Gendhing Pramugari
• Beksan Srimpi Renggawati
Dipuripta dening Sultan Hamengku Buwana V. Gadhah 5 beksan, salah sawijining beksan menika
dados putri renggawati. Beksan menika nyariosaken dongeng “Angling Dharma” inggih menika
putra mahkota ingkang dikutuk dados peksi mliwis. Putra mahkota kasebat saged wangsul dados
wujud manungsa menawi kedemok astanipun putri renggawati.
Properti saking beksan menika yaiku taneman lan peksi mliwis warni pethak.

Busana

Busana ingkang kaagem ing beksan srimpi menika inggih menika awujud busana penganten putri ingkang
ngagem rerenggan kepalatari lan gelung bokor kangge rerenggan lan dodotan.

Nanging busana sakmenika dados busana tanpa asta inggih menika ‘kain seredan’, gelungan kaliyan
rerenggan sekar ceplok, lan hiasan rerenggan ing mustaka ngangge wulu kasuari. Karakteristik pambeksan
srimpi inggih menika keris ingkang diselipaken ing ngajeng. Keris menika dados pralambang peprangan
ingkang nggambaraken pertikaian antawis babagan ingkang sae lan boten sae.

Anda mungkin juga menyukai