Disusun oleh:
Pembimbing:
Pendamping:
Disusun oleh:
Pembimbing:
Pendamping:
PENDAHULUAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok)
sampai fase lanjut.1
Luka bakar merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan kematian
di negara berkembang. Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi
para dokter. Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang
relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Di Amerika Serikat,
kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setiap tahunnya. Dari angka
tersebut, 112.000 penderita luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan
sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Namun, studi epidemologi luka
bakar di Indonesia masih jarang dilaporkan. 2,3,
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Luka bakar merupakan bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas atau suhu tinggi (seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik, radiasi, atau gesekan akibat objek yang bergerak sangat cepat)
atau suhu yang sangat rendah. Luka bakar adalah trauma yang dapat menyerang
siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Luka bakar dapat disebabkan oleh gesekan,
dingin, panas, radiasi, bahan kimia atau sumber listrik, tetapi sebagian besar luka
bakar disebabkan oleh panas dari cairan panas, padatan atau api. 1,6
B. Epidemiologi
Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Luka
bakar menyebabkan lebih dari 7,1 juta cedera, kehilangan hampir 18 juta tahun
kehidupan yang disesuaikan dengan kecacatan (disability-adjusted life years/
DALYs), lebih dari 180.000 kematian di seluruh dunia, dan sebagian besar
kematian ini terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC) dan
hampir dua pertiganya. terjadi di wilayah Afrika dan Asia Tenggara. 3
Kisaran 1% populasi Australia dan Selandia Baru (220.000) menderita luka
bakar dan membutuhkan perawatan medis setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 10% dirawat di RS dan tergolong luka bakar berat yang mengancam jiwa
dan 50% dari semua pasien luka bakar tersebut akan mengalami keterbatasan
dalam beraktivitas.7
Luka bakar sebesar 70% TBSA menghabiskan biaya $700.000 untuk
tatalaksana akut di rumah sakit, ditambah lagi biaya rehabilitasi, peningkatan
waktu kerja serta berkurangnya penghasilan pasien merupakan jumlah tanggungan
yang besar bagi masyarakat untuk menangani luka bakar. 7
Baik pada dewasa maupun anak anak, umumnya kecelakaan terjadi dirumah.
Pada anak anak >80% terjadi dirumah. Lokasi paling berbahaya adalah dapur dan
kamar mandi. Selain itu, larutan pencuci yang mengandung bahan kimia berbahaya
dan garasi atau gudang berisi bahan kimia dan cairan berbahaya yang mudah
terbakar.7
Lokasi anak (%) Lokasi dewasa (%)
Rumah 82% Rumah 56%
Di luar rumh 12% Tempat kerja 17%
Jalan Raya 3% Jalan raya 11%
Tempat kerja 1% Luar rumah 11%
Insitusi/sekolah 1% Institusi 3%
Lain-lain 1% Lain-lain 2%
Tabel 1. Epidemiologi Luka Bakar
C. Etiologi
Penyebab luka bakar pada dewasa dan anak berbeda. Paparan api merupakan
penyebab tersering pada dewasa sedangkan air panas merupakan penyebab
tersering pada anak. 7
Penyebab luka bakar pada anak (%) Penyebab luka bakar pada dewasa(%)
Air panas 55% Api 44%
Kontak 21% Air panas 28%
Api 13% Kontak 13%
Gesekan 8% Kimia 5%
Listrik 1% Gesekan 5%
Kimia 1% listrik 2%
Lainnya 1% Lainnya 3%
Tabel 2. Penyebab Luka Bakar pada Dewasa dan Anak di Australia, Selandia Baru
2009-2010
Luka bakar dapat dikelompokkan menurut panas, kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar termal yang terjadi dengan efek langsung lumpuh dengan panas tingkat
tinggi, kontak dengan benda panas, cairan panas, atau uap panas sering terlihat.
Lamanya kontak dan derajat temperatur menentukan derajat kerusakan sel. Luka
bakar kimia karena garam dan larutan asam atau alkali dapat menyebabkan luka
bakar karena efek korosif dari zat ini. Selain itu, luka bakar juga dapat berkembang
karena arus listrik, radiasi, ultraviolet, dan sinar laser. Luka bakar serius akibat
lumpuhnya senjata, bahan peledak, dan bahan mudah terbakar dapat terjadi selama
peperangan.8
D. Patofisiologi
Efek lokal terhadap termal atau panas pada kulit dan jaringan subkutan terlihat dari
tiga zona kerusakan hasil eksperimental model luka bakar oleh Jackson (1950).
Termal tidak hanya merusak kulit secara lokal tetapi juga meningkatkan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi kebocoran plasma dari kapiler ke interstitial diikuti edema dan
penurunan kadar albumin di sirkulasi. Hilangnya plasma merupakan penyebab syok
hipovolemik pada luka bakar.
E. Klasifikasi
Berdasarkan Luas Luka Bakar
Patokan yang masih dipakai dan diterima luas mengikuti Rules of Nines dari
Wallace. Luka bakar yang terjadi pada daerah muka dan leher jauh lebih
berbahaya daripada luka bakar di tungkai bawah dan harus waspada terhadap
timbulnya obstruksi jalan napas.10,12
Perhitungan Rules of nines relatif akurat untuk orang dewasa, namun tidak
akurat untuk anak-anak karena anak-anak secara proporsional memiliki kepala
dan bahu lebih besar dibandingkan dewasa. 10,12
Sedangkan untuk mengestimasi luas luka bakar pada luka bakar yang tidak
luas dapat menggunakan area palmar (jari dan telapak tangan) dari tangan
pasien yang dianggap memiliki 1% total body surface area (TBSA). Metode ini
sangat berguna bila pasien memiliki luka bakar kecil yang tersebar sehingga
tidak dapat menggunakan metode “Rule of Nine”.10,12
Gambar 4. Palmar area untuk estimasi luka bakar kecil
F. Pemeriksaan Emergensi
Penilaian cepat dan penanganan awal pada korban luka bakarsangat penting
untuk menyelamatkan nyawa. Berapa pun luas luka bakarnya, pasien akan
dikategorikan ke dalam salah satu dari dua kategori; cedera non-luka bakar yang
terlihat jelas dan tersembunyi. 7
Pasien yang tidak komunikatif, baik yang tidak sadar, intubasi, psikotik, atau di
bawah pengaruh zat-zat tertentu, harus dianggap berpotensi mengalami cedera yang
lain dan ditata laksana dengan tepat.7
Setelah pertolongan pertama diberikan sesegera mungkin, dilanjutkan dengan
prinsip-prinsip survei primer dan sekunder dan resusitasi simultan. Petugas medis
harus mengenakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, kacamata dan
apron sebelum menemui pasien.7
Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama efektif pada tiga jam pertama dari waktu kejadian
terjadinya luka bakar. Terdiri dari:7
a. Menghentikan proses terbakar
Pada luka bakar api, penderita berguling di tanah secara aktif maupun pasif
menerapkan Stop, Drop, Cover (face) & Roll technique. Pakaian yang
terbakar harus segera dilepaskan secepat mungkin. 7
b. Menurunkan suhu luka
Permukaan luka harus diturunkan suhunya menggunakan air mengalir guna
meredam reaksi inflamasi dan menghentikan progres kerusakan zona stasis.
Suhu ideal adalah 15oC atau berkisar antara 8oC sampai 25oC. Caranya dapat
dengan menyemprotkan air.7,9
Primary Survey
Pada kondisi yang mengancam kehidupan lakukan identifikasi dan
manajemen darurat. Jangan terganggu oleh luka bakar. 7
a. Airway maintanance dengan fiksasi tulang belakang servikal
b. Breathing dan ventilasi dengan pemberian oksigen
c. Circulation dengan kontrol perdarahan dan pasang akses intravena
d. Disability- periksa status neurologis
e. Exposure pengendalian lingkungan dan estimasi TBSA/luas luka bakar
A. Airway Maintenance dengan Kontrol Tulang Belakang Cervical
Periksa apakah jalan napas paten, paling mudah dengan berbicara
kepada pasien. Jika jalan nafas tidak paten, bersihkan saluran napas dari
bahan asing dan buka saluran napas dengan chin lift/ jaw thrust. Hindari
gerakan tulang belakang servikal seminimal mungkin dan jangan
diposisikan hiperfleks atau hiperekstensi kepala dan leher.7
Kontrol cervical spine (paling baik dengan rigid collar). Cedera di
atas klavikula, seperti cedera pada wajah atau pasien tidak sadar, sering
dikaitkan dengan fraktur servikal.7
B. Breathing dan Ventilasi
- Periksa dada dan pastikan ekspansi dada cukup dan sama.
- Selalu berikan oksigen tambahan -100% aliran tinggi (15 l/ menit) melalui
NRM.
- Jika diperlukan ventilasi melalui bag and mask atau intubasi pasien jika
perlu.
- Keracunan karbon monoksida dapat memberi warna cherry pink,dan
pasien tidak bernafas.7
C. Circulation dengan Haemorrhage Control
- Berikan tekanan pada titik perdarahan
o Pucat terjadi akibat kehilangan 30% volume darah.
o Terganggunya mental terjadi saat kehilangan 50% volume darah.
- Periksa denyut nadi sentral - apakah kuat atau lemah?
- Periksa tekanan darah
- Capillary refill time (di pusat dan perifer) -normalnya adalah ≤2 detik. Jika
CRT lebih lama menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan akan
escharotomy pada anggota badan tersebut; periksa anggota badan lain7
D. Disability: Status Neurologis
- Menentukan tingkat kesadaran:
A- Alert
V- Respon terhadap rangsangan vokal (Vocal)
P - Merespon rangsangan nyeri (Pain)
U- tidak responsif (Unresponsive)
- Periksa respon pupil terhadap cahaya.
- Ingatlah bahwa hipoksemia dan syok dapat menyebabkan kegelisahan dan
penurunan tingkat kesadaran.7
E. Exposure with Environmental Control
- Lepas semua pakaian dan aksesoris termasuk cincin dan arloji
- Log roll pasien untuk memvisualisasikan permukaan posterior
- Jaga agar pasien tetap hangat
- Area yang terbakar diperkirakan dengan menggunakan metode Rule of
Nines atau palmar (Rule of One's) .7
Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan menyeluruh, pemeriksaan dari
kepala hingga kaki setelah kondisi yang mengancam jiwa telah ditata laksana.
Riwayat: 7
A – Alergi
M – Medication (Pengobatan)
P– Past illness(penyakit masa lalu)
L– last meal(makan terakhir)
E - Events / Environment yang berkaitan dengan cedera
Mekanisme Cedera
Harus diperoleh informasi mengenai interaksi antara orang dan
lingkungannya selengkap-lengkapnya. Pada kasus luka bakar, informasi yang
harus didapat:7
- Jangka waktu pemaparan
- Jenis pakaian yang dipakai
- Suhu dan sifat cairan jika luka bakar cairan
- Pertolongan pertama yang dilakukan
Re-evaluate
Evaluasi ulang primary survey – khususnya pernapasan, Insufisiensi
sirkulasi perifer, penurunan neurologis, resusitasi cairan yang adekuat,
meninjau hasil radiologi, dan perhatikan warna urin untuk haemochromogen.7
F. Resusitasi Cairan
Pada luka bakar, terjadi sekuestrasi cairan ke daerah cedera dan proses ini dapat
menjadi sistemik ketika luas luka bakar >20% luas permukaan tubuh. Edema
sistemik menyebabkan berkurangnya volume plasma secara signifikan. Hilangnya
volume sirkulasi ini ditambah adanya evaporative loss pada permukaan luka bakar
yang lembab. Hal ini akan menyebabkan hypovolemia intravascular manakala tidak
dikoreksi, akan memicu terjadinya kegagalan system organ, khususnya gagal
ginjal.7,10
Luas Luka bakar digambarkan pada burn body chart dan dihitung menggunakan
rule of nines. Bila estimasi luas luka bakar >10% pada anak atau >20% pada dewasa
maka diperlukan resusitasi cairan intravena. Resusitasi cairan diberikan dengan
tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah
vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ
sistemik. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan
menghadapi intervensi bedah seawal mungkin. 7
Luas luka bakar dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika memungkinkan
timbang berat badan pasien atau tanyakan saat anamnesis. Data-data ini sangat
diperlukan untuk menghitung menggunakan formula resusitasi cairan yaitu
Parkland formula modifikasi.7
4 ml/kg/jam sampai 10 kg
Formula 4ml/ KgBB/ %TBSA diberikan pada pasien dengan trauma inhalasi,
full thickness injury, trauma multipel, trauma listrik, dan pasien yang terlambat di
resusitasi (delayed resuscitation). 12
Dalam 24 jam kedua post trauma, cairan koloid dapat digunakan untuk
membantu mengembalikan volume formula.7
Pemilihan cairan resusitasi yang digunakan adalah yang dapat secara efektif
mengembalikan volum plasma pada pasien tanpa munculnya efek samping. Cairan
kristaloid, hipertonik dan koloid sering diganakan untuk memenuhi tujuan ini.10
1. Kristaloid
Kristaloid merupakan larutan yang terdiri dari garam mineral serta dapat
ditembus secara bebas melalui membran sel. Ion utama yang menentukan
tonisitasnya adalah natrium dan klorin. Penggunaan terapi cairan intravena
pertama yang dilaporkan, dilakukan oleh Thomas Latta pada tahun 1832 di
mana ia menggunakan larutan garam untuk menyadarkan pasien kolera.
Sepanjang sejarah protokol resusitasi luka bakar, sebagian besar formula
resusitasi menganjurkan penggunaan larutan kristaloid yang seimbang.
Sayangnya tidak ada uji coba terkontrol acak yang cukup besar untuk
menentukan pilihan terbaik untuk cairan resusitasi kristaloid isotonik. 11
Keuntungan utama pemberian kristaloid isotonik adalah redistribusi yang
cepat ke kompartemen cairan ekstravaskular (interstitium), yang membutuhkan
cairan intravena lebih lanjut untuk mempertahankan volume di kompartemen
intravaskular. Selanjutnya, penurunan tekanan onkotik plasma, akibat dari
hemodilusi, menyebabkan kebocoran ekstravaskular dan pembentukan edema.
Kekhawatiran tentang pergerakan terapi cairan kristaloid ini telah memicu
kontroversi terkait mana yang lebih baik, pemberian kristaloid-koloid atau
kombinasinya. Berdasarkan bukti yang ada, dapat disimpulkan bahwa larutan
kristaloid seimbang adalah cairan resusitasi awal yang pragmatis pada sebagian
besar pasien yang sakit akut (dan luka bakar). 11
2. Cairan Hipertonik
Pentingnya ion Na di patofisiologi syok luka bakar telah ditekankan oleh
beberapa studi sebelumnya. Na masuk ke dalam sel sehingga terjadi edema sel
dan hipo-osmolar intravascular volume cairan. Pemasangan infus cairan
hipertonik yang segera telah dibuktikan meningkatkan osmolaritas plasma dan
membatasi edema sel. Penggunaan cairan dengan konsentrasi 250 mEq/L,
Moyer at al. mampu mendapatkan resusitasi fisologis yang efektif dengan total
volume yang rendah dibandingkan cairan isotonic pada 24 jam pertama. Namun
Huang et al. menemukan bahwa setelah 48 jam pasien yang diterapi dengan
cairan hipertonik atau RL memberikan hasil yang sama. Mereka juga
mendemonstrasikan bahwa resusitasi cairan hipertonik berhubungan dengan
peningkatan insidens gagal ginjal dan kematian. Saat ini, resusitasi dengan
cairan hipertonik menjadi pilihan menarik secara fungsi fisiologis sesuai
teorinya, tetapi memerlukan pemantauan ketat dan resiko hipernatremi dan
gagal ginjal menjadi perhatian utama.11,12
3. Koloid
Cairan koloid mengandung molekul besar dalam larutan pembawa (paling
sering kristaloid isotonik). Molekul dengan berat molekul tinggi ini cenderung
tidak bocor ke kompartemen ekstravaskular dan akan meningkatkan tekanan
onkotik plasma saat berada di kompartemen intravaskular.3 Cairan ini secara
teoritis meningkatkan ekspansi volume intravaskular. Ini merupakan kelebihan
utama dibandingkan cairan kristaloid. Formula tradisional menggambarkan
rasio kristaloid: koloid 1: 3 untuk mencapai efek intravaskular yang serupa.
Dalam 15 tahun terkahir ini, banyak minat peneliti untuk memeperbanyak
penggunaan koloid didorong oleh kesadaran morbiditas terkait dengan volume
resusitasi yang tidak tepat dan aliran cairan. 11
Larutan koloid dapat berasal dari bahan alami (berasal dari darah, misalnya
albumin atau plasma beku segar) atau semi-sintetis. Keterbatasan utama untuk
koloid alami karena biayanya yang mahal. Subkelas utamanya adalah
hidroksiletil pati (HES), gelatin dan dekstrans, dengan larutan HES yang paling
umum digunakan. Molekul HES dimetabolisme perlahan, menghasilkan
ekspansi volume intravaskular yang berkepanjangan, tetapi dengan potensi
terakumulasi dalam jaringan retikuloendotel seperti kulit, hati dan ginjal.
Kelemahan koloid alamiah ini adalah efek akibat molekul dengan berat molekul
tinggi yang dikaitkan dengan morbiditas dan insiden gagal ginjal akut
dibandingkan dengan cairan lain.11
BAB III
KESIMPULAN
. Luka bakar dapat disebabkan oleh gesekan, dingin, panas, radiasi, bahan
kimia atau sumber listrik, tetapi sebagian besar luka bakar disebabkan oleh panas
dari cairan panas, padatan atau api.
Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh. Semua sistem terganggu terutama sistem kardiovaskuler. Semua organ
memerlukan aliran darah yang adekuat sehingga perubahan fungsi kardiovaskuler
memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan pasien. Luas area luka
bakar dapat ditentukan berdasarkan rules of nine. Pada dewasa digunakan rumus
ini, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas
atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan,
serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia.
Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.
Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar > 10% pada anak-anak
atau > 20% pada dewasa. Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi
perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Dengan adanya
resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat
mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi
bedah seawal mungkin.
Formula yang digunakan untuk manajemen cairan pada luka bakar mayor
modified Parkland formula.. Sedangkan untuk resusitasi luka bakar yang ideal
adalah mengembalikan volume plasma dengan efektif tanpa efek samping yang bias
digunakan adalah Kristaloid isotonic, cairan hipertonik, dan koloid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. EGC. Jakarta. p 66-88
2. Febrianto R, Farhanah N, Sari Ep. Hubungan Luka Bakar Derajat Sedang Dan
Berat Menurut Kategori American Burn Association Dan Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Sepsis Di Rsup Dr. Kariadi. Jurnal Kedokteran
Diponegoro. Vol. 5 No 4. 2016. p 1526-1534.
4. RSU Dr. Soetomo, 2004, Pedoman Diagnosa dan Terapi. Rumah Sakit
Dr.Soetomo. Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam. Fakutas Kedokteran
UniversitasAirlangga Surabaya.
5. Sjamsuhidajat, R., De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke- 2. EGC,
Jakarta, Indonesia.
6. Jeschke MG, Baar MEV, Choudry MA, dkk. Burn Injury. Article citation.
Disease Primers. 6.11.2020.
9. Yesti AC, Senel E, Saydam M, Dkk. Guideline and Treatment Algorithm For
Burn Injuries. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. Vol. 21 No. 2. March 2015.
10. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka
Bakar. No HK.01.07. 555. 2019.
11. Shahara H. Penatalaksanaan Resusitasi Cairan pada Pasien Luka Bakar. Jurnal
Kedokteran Nanggroe Medika. Vol 3 No 3. 2020.