Anda di halaman 1dari 23

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK LANJUT 2


PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN ANAK
TAHUN 2018

Nama : Inni Zakiyah

NPM : 22020170011

KASUS 2

Anak T, perempuan, usia 34 bulan 8 hari, dibawa ke poliklinik anak oleh ibunya

karena keluhan belum lancar berbicara seperti anak yang lain. Ia tidak menoleh

jika dipanggil namanya. Jika berbicara pun sering langsung berhenti tiba-tiba.

Dalam pergaulannya, anak T tidak suka bermain dengan temannya, ia lebih suka

main sendirian dan sering tampak asik berkonsentrasi melihat putaran kipas angin,

dan putaran air dalam toilet. Jika dilarang ia akan mengamuk dan membentur-

benturkan kepalanya ke lantai, dan jika sudah begitu ia tidak suka dipeluk dan

siusap-usap. Ibu mengaku sering bingung menghadapi anaknya itu, karena banyak

menunjukkan prilaku aneh yang menurutnya berbeda dengan kakaknya. Ibu

pernah mencoba menasehati anak T, tetapi responnya tak acuh dan selalu

mengarahkan pandangannya kearah benda-benda lain terutama benda yang

berputar. Selain itu ibu juga mengatakan bahwa prilaku agresif sering meningkat

bila setelah anak T makan roti, cake, atau es krim.


Pemeriksaan fisik, terdapat lebam dikepala anak. Kontak mata sangat minimal.

Hasil test Denver II menunjukan hasil suspect, terutama banyak failed pada sector

personal social dan bahasa.

JAWABAN

Nursing Care Plan/ Rencana Asuhan Keperawatan Kasus di Atas

A. Pengkajian Lanjut Berdasarkan Kasus

1. Biodata Anak

Nama : An. T

Umur : 34 bulan, 8 hari (2.8 tahun)

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke : Kedua

Diagnosa Medik : Autisme

2. Keluhan Utama

Anak T, dibawa ke poliklinik oleh ibunya dengan keluhan belum lancar

berbicara seperti anak lain.

3. Faktor Predisposisi

Ibunya mengatakan bahwa anak menunjukkan prilaku aneh dan prilaku

agresif meningkat setelah anak makan roti, kace, es krim.

4. Riwayat Kesehatan

a. Riwayak kesehatan dahulu (RKD)

Kaji riwayat kehamilan ibu, apakah ada gangguan pada saat

persalinan, karena hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan otak janin terganggu. Gangguan pada otak inilah


nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak

termasuk autisme.

b. Riwayak kesehatan sekarang (RKS)

Anak T, tidak mau bermain dengan teman-tmannya, anak T, ingin

menyediri (menarik diri), Kontak mata sangat sulit dengan lawan

bicaranya anak terfokus pda benda-benda yang berputar-putar. Tidak

peka terhadap sekitarnya. Kesulitan dalam berkomunikasi. Anak T,

juga berprilaku agresf dan mengamuk.

c. Riwayat kesehatan keluarga (SKG)

Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita

autisme.

5. Psikososial

a. Cita Tubuh : anak T, tidak mampu memusatkan atau memfokuskan

pandangannya terhadap suatu objek tertentu.

b. Identitas diri : anak T, tidak mengetahui dan tidak mengerti apa itu

jenis kelamin, dan belum mengetahui apakah ia berjenis kelamin laki-

laki atau perempuan.

c. Ideal diri : anak T, anak suka melakukan sesuatu yang tidak jelas,

klien lebih cenderung ingin sendiri, fokus pada satu kegiatan, anak T,

lebih suka berkonsentrasi melihat putaran-putaran kipas angin dan

putaran air di toilet, jika dipanggil anak T tidak menoleh, jika dilarang

anak akan mengamuk dan menciderai diri dengan membenturkan

kepala nya ke lantai, anak T juga tidak suka dipeluk dan di usap-usap

kepalanya, bula dinaehati anak T berespon tak acuh dengan


mengarahkan pandangan ke arah benda yang berputar. Anak T juga

menunjukan prilaku agresif saat setelah memakan makanan sejenis

roti, cake, es krim.

Masalah : gangguang interaksi sosial, kesulitan berkomunikasi verbal,

resiko menciderai diri sendiri, gangguan pola nutrisi.

6. Status Mental

a. Penampilan : -

b. Pembicaraan : anak sulit berbicara (belum lancar), berbicara sering

berhenti secara tiba-tiba.

c. Aktifitas motorik : anak lebih suka menyendiri,

memperhatikan/berkonsentrasi pada benda-benda yang berputar

d. Afek : mengamuk jika dilarang

e. Interaksi sesama lawan bicara : respon tak acuh, kontak mata kurang,

dipanggil tidak menoleh.

f. Tingkat konsentrasi : anak suka berkonsentrasi pada benda-benda

yang berputar seperti kipas angin dan air dalam toilet.

7. Aktivitas sehari-hari yang harus dikaji lanjut pada anak T, :

a. Nutrisi

Kondisi Saat ini


) Selera makan Baik
Frekuensi makan 3 x sehari
Makanan pantangan Tidak ada
Cara makan Disuap
Ritual makan Anak dibimbing ibunya berdoa

b. Cairan

Kondisi Saat ini


Jenis minuman Air putih
Frekuensi minum 8-9 gelas/hari
Cara pemenuhan Menggunakan gelas

c. Eliminasi BAB/BAK

Kondisi Saat ini


Frekuensi 2 x/hari
Tempat pembangan Kamar mandi (WC)
Kesulitan Tidak ada

d. Istirahat dan tidur

Kondisi Saat ini


Jam tidur
 Siang Jam 14.00 WIT
 malam Jam 20.00 WIT
Pola tidur Baik
 Kebiasaan sebelum tidur berdoa

e. Personal hygiene

Kondisi Saat ini


Mandi
 Cara Mandi sendiri
 Frekuensi 2x/hari
Cuci rambut
 Cara Sendiri
 Frekuensi 2x/hari
Gunting kuku
 Cara Dibantu oleh ibu
 Frekuensi 1 minggu sekali
Gosok gigi
Sendiri
 Cara
2xsehari
 Frekuensi

f. Aktifitas/mobilitas fisik

Kondisi Saat ini


Aktivitas dirumah Anak lebih suka menyendiri
Aktivitas di luar rumah Anak sibuk bermain sendiri
Aktivitas di sekolah Fokus pada benda2 yang
berputar-putar
8. Mekanisme Koping

Anak tidak mampu memusatkan atau memfokuskan pandangannya

kepada lawan bicaranya, anak sibuk dengan memusatkan perhatian atau

berkonsentrasi pada bendar-benda yang berputar. Anak T, juga suka

menciderai dirinya sendiri jika dilarang.

9. Masalah Psikososial dan Lingkungan

a. Tidak meresponsif terhadap orang lain

b. Memiliki sikap menolak

c. Prilaku agresif

d. Tidak menoleh jika dipanggil

e. Mengamuk jika dilarang

B. Patoflow/ Mekanisme terjadinya gejala (Pathway)

C. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah

1 Ds:- Ibu klien mengatakan Kebingungan Kerusakan


klien belum lancar terhadap komunikasi
berbicara stimulus verbal
- Klien berbicara sering
berhenti secara tiba-tiba
- Jika dipanggil anak
tidak menoleh.
- Bila dinasehati anak T,
tidak acuh dan
mengrahkan pandangan
ke arah bena2 yang
berputar.
Do:- Anak T, tampak
menarik diri
- Renpon anak tampak
tak acuh
- Hasil test Danver II
hasil Suspect.
- Failed pada sector
bahasa
2 Ds:- ibu klien mengatakan Menarik diri dan Gangguan
anak T, tidak mau preokupasi interaksi sosial
bermain dengan teman- terhadap benda
temannya
- Ibu klien mengatakan
anak T, lebih suka main
sendirian
- Ibu klien juga
mengatakan anak T,
sering terlihat asyik
berkonsentrasi melihat
putaran kipas dan
putaran air di toilet.
Do:- Anak T, tampak
menarik diri
- Anak T, tampak
memfokuskan
pandnagan pada benda2
yang berputar.
- Tampak kontak mata
sangat minimal
- Hasil tes Danver
suspect
- Sector personal social
banyak yang failed

3 Ds:- Ibu klien mengatakan Resiko melukai Risiko


anak T, tidak bisa diri (menciderai membahayakan
dilarang, jika dilarang diri) diri sendiri (resti
akan mengamuk dan menciderai diri)
membentur-benturkan
kepalanya ke lantai
- Ibu mengatakan anak T,
tidak suka dipeluk dan
di usap-usap kepalnya.
- Ibu klien juga
mengatakan anak T,
suka berprilaku aneh
yang membuat ibu
kebingungan
Do:- Anak T, tampak
berprilaku agresif
- Anak T, tampak tak
acuh.
- Hasil tes Denver
suspect,
- Tampak ada lebam di
kepala
4 Ds:- ibu klien mengatakan Makanan yang Perilaku agresif
anak T, sering mengandung
berprilaku agresif Gluten, kasein,
setelah memakan MSG, dapat
makanan roti, cake, dan menyebabkan
es krim prilaku agresif
- Ibu mengatakan meningkat
anaknya suka
mengamuk jika
dilarang
Do:- Anak T, tampak ada
lebam dikepala

5 Ds:- Ibu klien mengatakan Kebingungan, Resiko


sering kebingungan ansietas, perubahan peran
pada saat anak ketakutan orangtua
berprilaku aneh terhadap keadaan
Do:- anak T, tampak anak
mengamuk
Anak T, suka membenturkan
kepalanya ke lantai

D. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan komunikasi verbal b/d kebingungan terhadap stimulus

2. Gangguan interaksi sosial b/d konsep diri, menarik diri dan preokupasi

terhadap benda

3. Risiko membahayakan diri sendiri (resti menciderai diri) b/d prilaku

agresif dan mengamuk

4. Perilaku agresif b/d makanan yang makanan yang mengandung gluten,

kasein, MSG

5. Resiko perubahan peran orangtua berhubungan dengan gangguan perilaku

dan sikap anak


E. Intervensi Keperawatan berdasarkan analisis Evidance Based Practice

Tujuan dan Kriteria


No Diagnosa Keperaatan Intervensi Rsional
Hasil
1 Kerusakan komunikasi Tujuan : Anak akan 1. Pertahankan konsistensi 1. Hal ini memudahkan
verbal b/d kebingungan mampu dan lancar tugas staf untuk memahami kepercayaan dan kemampuan
terhadap stimulus berbicara dengan tindakan-tindakan dan untuk memahami tindakan-
seorang pemberi komunikasi anak tindakan dan komunikasi
perawatan ditandai pasien
dengan sikap responsive 2. Antisipasi dan penuhi
dan kontak mata dalam kebutuhan-kebutuhan anak 2. Pemenuhan kebutuhan pasien
waktu yang telah sampai kepuasan pola akan dapat mengurangi
ditentukan dengan komunikasi terbentuk kecemasan anak sehingga anak
kriteria hasil: akan dapat mulai menjalin
3. Gunakan tehnik validasi komunikasi dengan orang lain
 Pasien mampu konsensual dan klarifikasi dengan asertif
berkomunikasi untuk menguraikan kode
dengan cara yang pola komunikasi
dimengerti oleh ( misalnya :" Apakah anda 3. Teknik-teknik ini digunakan
orang lain bermaksud untuk untuk memastikan akurasi dari
 Pesan-pesan mengatakan bahwa…..?" ) pesan yang diterima,
nonverbal pasien menjelaskan pengertian-
sesuai dengan 4. Latih anak untuk berbicara pengertian yang tersembunyi
pengungkapan dengan memperjelas ekspresi di dalam pesan. Hati-hati
verbal dari mulut. Contoh dalam untuk tidak "berbicara atas
Pasien memulai mengungkapkan satu kata nama pasien tanpa seinzinnya
berinteraksi verbal dan “orang”, huruf vokal “O” 4. Dengan memperjelas huruf
non verbal dengan harus jelas. konsonan pada huruf vokal
orang lain
5. Gunakan pendekatan tatap 5. Kontak mata mengekspresikan
muka berhadapan untuk minat yang murni terhadap dan
menyampaikan ekspresi- hormat kepada seseorang
ekspresi nonverbal yang
benar dengan menggunakan
contoh
2 Gangguan interaksi Anak akan 1. Jalin hubungan satu-satu 1. Interaksi staf dengan pasien
sosial b/d konsep diri, mendemonstrasikan dengan anak untuk yang konsisten
menarik diri dan kepercayaan pada meningkatkan meningkatkan pembentukan
preokupasi terhadap seorang pemberi kepercayaan anak kepercayaan
benda perawatan (ibu) yang
ditandai dengan sikap 2. Berikan benda-benda 2. Benda-benda ini
responsive pada wajah yang dikenal (misalnya: memberikan rasa aman
dan kontak mata dalam mainan kesukaan, slimut) dalam waktu-waktu aman
waktu yang ditentukan untuk me,berikan rasa bila anak merasa distress
denga kriteria hasil: aman dalam waktu-
- Anak mulai waktu tertntu agar anak 3. Karakteristik-karakteristik
berinterksi dengan tidak mengalami distress ini dapat meningkatkan
diri dan orang lain pembentukan dan
- Pasien 3. Sampaikan sikap yang mempertahankan hubungan
menggunakan hangat, dukungan dan saling percaya
kontak mata, sifat kebersediaan ketika anak
renponsive pada berusaha untuk 4. Pasien autisme dapat
wajah dan prilaku- memenuhi kebutuhan- merasa terancaman pada
prilaku nonverbal kebutuhan dasarnya suatu rangsangan yang
lainnya dalam untuk meningkatkan gencar pada pasien yang
berinteraksi dengan pembentukan dan tidak terbiasa
orang lain. mempertahankan
- Pasien tidak hubungan saling percaya 5. Kehadiran seorang yang
menarik diri dari telah terbentuk hubungan
kontak dengan 4. Lakukan dengan saling percaya dapat
orang lain. perlahan-lahan, jangan memberi rasa aman
memaksakan interaksi-
interaksi, mulai dengan
pengutan yang positif
pada kontak mata,
perkenalkan dengan
berangsur-angsur dengan
sentuhan, senyuman, dan
pelukan

5. Dengan kehadiran
pengasuh atau yang
merawat beri dukungan
pada pasien yang
berusaha keras untuk
memebentuk hubungan
dengan ornag lain
dilingkungannya
3 Risiko membahayakan Anak memperlihatkan 1. Sediakan lingkungan 1. Anak yang austik dapat
diri sendiri (resti penurunan kondusif dan sebanyak berkembang melalui lingkungan
menciderai diri) b/d kecenderungan mungkin rutinitas sepanjang yang kondusif dan rutinitas, dan
prilaku agresif dan melakukan kekerasan periode perawatan di RS biasanya tidak dapat beradaptasi
mengamuk atau perilaku merusak terhadap perubahan dalam hidup
diri sendiri, yang
2. Lakukan intervensi mereka. Mempertahankan
ditandai oleh frekuensi
tantrum dan sikap keperawatan dalam sesingkat program yang teratur dapat
agresif atau destruktif dan sering. Dekati anak mencegah perasaan frustasi,
berkurang, serta dengan sikap lembut, yang dapat menuntun pada
peningkatan bersahabat dan jelaskan apa ledakan kekerasan
kemampuan mengatasi yang anda akan lakukan
frustasi dengan kalimat yang jelas, 2. Sesi yang singkat dan sering
dan sederhana. Apabila memungkinkan anak mudah
dibutuhkan, demontrasikan mengenal perawat serta
prosedur kepada orang tua lingkungan rumah sakit.
Mempertahankan sikap tenang,
3. Gunakan restrain fisik selama ramah dan mendemontrasikan
prosedur ketika prosedur pada orang tua, dapat
membutuhkannya, untuk membantu anak menerima
memastikan keamanan anak intervensi sebagai tindakan yang
dan untuk mengalihkan tidak mengancam, dapat
amarah dan frustasinya, mencegah perilaku destruktif
misalnya untuk mencagah
anak dari membenturkan 3. Restrain fisik dapat mencegah
kepalanya ke dinding anak dari tindakan mencederai
berulang-ulang, restrain diri sendiri. Biarkan anak
badan anak pada bagian terlibat dalam perilaku yang
atasnya, tetapi tidak terlalu membahayakan,
memperbolehkan anak untuk misalnya membanding bantal,
memukul bantal perilaku semacam ini
memungkinkan menyalurkan
4. Gunakan teknik modifikasi amarahnya, serta
perilaku yang tepat untuk mengekpresikan frustasinya
menghargai perilaku positif dengan cara yang aman
dan menghukum perilaku
yang negatif. Misalnya, 4. Pemberian imbalan dan
hargai perilaku yang positif hukuman dapat membantu
dengan cara memberi anak mengubah perilaku anak dan
makanan atau mainan mencegah episode kekerasan
kesukaannya, beri hukuman
untuk perilaku yang negatif 5. Setiap peningkatan perilaku
dengan cara mencabut hak agresif menunjukkan perasaan
istimewanya stres meningkat, kemungkinan
muncul dari kebutuhan untuk
5. Ketika anak berperilaku mengomunikasikan sesuatu
destruktif, tanyakan apakah
ia mencoba menyampaikan
sesuatu, misalnya apakah ia
ingin sesuatu untuk dimakan
atau diminum atau apakah ia
perlu pergi ke kamar mandi
4 Perilaku agresif b/d Klien memperlihatkan 1. Anak tidak terlepas dari 1. Dengan memilih makanan
makanan yang penurunan ornagtua, anjurkan yang tepat untuk anak autis
mengandung gluten, kecenderungan organgtua untuk dapat menguangi bahaya
kasien, MSG berprilaku agresif mengawasi makanan yang akan ditimbulkan oleh
ditandai dengan yang akan diberikan kandungan zat pada
penurunan frekuensi kepada anak. makanan tersebut terhadapat
tantrum, peningkatan prilaku anak.
kemampuan mengatasi 2. Beri edukasi kepada
prustasi. Mampu orangtua terkait bahaya 2. Kandungan zat glutin pada
menghindari makanan glutein pada makanan makanan dapat
yang mengandung oleh seperti: roti, es krim, menyebabkan perubahan
zat glutein pada cake terhadap prilaku prilaku pada anak autis
makanan anak yaitu perilaku morfinis, dan
bisa terjadi agresif
meningkat
3. Anjurkan orangtua untuk
megajak anak agar tidak 3. Prilaku lembut terhadap
mengkonsumsi makanan anak autis pada saat
yang mengandung mengajak atau
glutein dengan lembut mengintruksikan sesuatu
dan anpa paksaan dapat memebuat anak
merasa senang dan aman.
5 Resiko perubahan Orangtua 1. Anjurkan orang tua untuk 1. Membiarkan orang tua
peran orangtua mendemontrasikan mengekpresikan perasaan mengekpresikan perasaan dan
berhubungan dengan keterampilan peran dan kekhawatiran mereka kekhawatiran mereka tentang
gangguan perilaku dan menjadi orang tua yang
kondisi kronis anak membantu
sikap anak tepat yang ditandai oleh
ungkapan kekhawatiran 2. Rujuk orang tua ke kelompok mereka beradaptasi terhadap
mereka tentang kondisi pendukung autisme setempat frustasi dengan lebih baik,
anak dan mencari dan kesekolah khusus jika suatu kondisi yang tampaknya
nasehat serta bantuan diperlukan cenderung meningkat

3. Anjurkan orang tua untuk 2. Kelompok pendukung


mengikuti konseling (bila memperbolehkan orang tua
ada) menemui orang tua dari anak
yang menderita autisme untuk
berbagi informasi dan
memberikan dukungan
emosional

3. Kontak dengan kelompok


swabantu membantu orang tua
memperoleh informasi tentang
masa terkini, dan
perkembangan yang
berhubungan dengan autisme
F. Evidance Based Practice yang dapat diterapkan pada anak dengan

Autisme sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Levin, et.al., (2015), di Bucharest, Rumania

kepada 187 anak autis yang di lembagakan dengan menggunakan kriteria

inklusi. Anak dievaluasi dengan pemeriksaan fisik: dengan sindrom genetik,

sindrom alkohol janin, mikrosefali dikeluarkan dari penelitian dan tersisa

136 anak. Mereka meneliti tentang kesulitan/gangguan kominikasi sosial

pada anak autisme yang dilembagakan (lembaga khusus anak autis) sejak

bayi , dan dampak dari intervensi pengasuhan untuk meminimalkan risiko

kesulitan berkomunikasi sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menetukan

risiko kesulitan komunikasi sosial dan perubahan prilaku berulang pada

anak autis yang dilembagakan. Hasil penletian ini didaptkan bahwa anak-

anak autis yang dilembagakan memliki prilaku yang menyimpang artinya

mengalami komunikasi yang sulit dibandingkan dengan anak yang tidak

dilembagkan sebelumnya.

Analisis dari penelitian ini bahwa anak yang dilembagakan akan

mendapatkan pengasuhan dari orang lain selain keluarga mereka. pengasuh

anak pada suatu lembaga tidak intens dalam berkomunikasi dengan anak

dibanding orang tua sebagai orang terdekat anak yang memahami kondisi

anak tersebut. Hal ini menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam

komunikasi sosial. Intervensi berpusat pada kelurga yang meningkatkan

keterampilan komunikasi pada anak autis. Penelitian sangat berhubungan

dengan kasus di atas bahwa pengaruh orangtua sangat penting dalam


meningkatkan komunikasi sosial anak autis dibandingkan dengan pengasuh

lain.

2. Rapmauli, Matulessy, (2015), meneliti tentang pengaruh terrapi bermain

Flashcard untuk meningkatkan interaksi sosial anak autisme di Miracle

centre Surabaya. Partisipan dalam penelitian ini aadalah anak berusia 2-5

tahun berjumlah 6 anak. Education flashcards merupakan kartu-kartu

bergambar yang dilengkapi kata-kata. berukuran 25 cm × 30 cm. gambar

yang ditampilkan adalah gambaran tangan, foto, atau gambar yang sudah

ada yang ditempelkan pada lembaran kartu-kartu. Bermain flashcard ini

dimainkan dengan cara diperlihatkan kepada anak dan dibacakan secara

cepat, hanya dalam waktu 1 detik untuk masing-masing kartu. Tujuan dari

metode ini adalah melatih kemampuan otak kanan untuk mengingat gambar

dan kata-kata sehingga perbendaharaan kata dan kemampuan membaca anak

bisa dilatih dan ditingkatkan sejak usia dini. Proses Pembuatan

flashcardsebagai berikut: a) Siapkan kertas tebal sebagai penampang

gambar; b) Tandai dengan menggunakan pensil dan penggaris ukuran 25 x

30 cm; c) Potong kertas sesuai tanda lalu tempelkan gambar; d) Berikan

tulisan atau pesan pada bagian belakang kartu tersebut sesuai dengan objek

yang ada di bagian depannya; 2) Proses Persiapan : a) Kuasai dan latih

terlebih dahulu ketrampilan untuk menggunakan flashcard; Siapkan pula

bahan dan alat-alat pendukung yang diperlukan; b) Siapkan jumlah

flashcard yang cukup dan susun sesuai urutannya; Dan, tentukan juga butuh

atau tidaknya terhadap bantuan media lain; c) Atur posisi tempat duduk

antara guru dan pebelajar; Hal ini berhubungan dengan posisi guru sebagai
penyampai pesan harus dapat disimak oleh seluruh siswa. Proses ini

dilakukan setiap hari selama 4 jam 5 kali seminggu sampai anak benar-

benar paham dan merespon instruksi yang disampaikan oleh terapis. Hasil

penelitian didapatkan bahwa terapi bermain flashcard berpengaruh untuk

meningkatkan kemampuan kontak mata, dan kemampuan bahasa reseptif

tetapi kurang perpengaruh pada kemampuan imitasi (menirukan) dan

kemampuan bahasa ekspresif.

Analisis Penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada

kemampuan dalam kepatuhan dan kontak mata pada saat sebelum dan

sesudah dilakukan terapi Flashcard. Hal ini membuktikan bahwa anak autis

memerlukan terapi flashcard agar mampu menerima instruksi dan patuh,

bahkan dengan instruksi yang ditekankan pada kontak mata. Permainan

inijuga mampu membantu interaksi sosial anak. Walaupun kurang

berpengaruh terhadap kemampuan imitasi dan bahasa ekspresif.

3. Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Yumpie R, (2016) terkait peran

orangtua pada regulasi emosi anak autis. Penelitian ini menggunakan

pendekatan studi kasus dalam mengeksplorasi cara yang dilakukan orangtua

dalam membantu anak autis melakukan regulasi emosi. Tema yang muncul

dalam penelitian ini yaitu : a) menggunakan intonasi suara. b) melakukan

pencegahan melalui diet makanan. c) pengabaian. d) memijat. e)

meniadakan stimulus penyebab. f) memberitahu batasan prilaku. Hasil

penelitian ini menunjukkan peran orangtua dalam membantu anak mencapai

regulasi emosi.
Analisis, Anak autis dapat mencapai regulasi emosi dengan cara pengabaian

yang direncanakan orangtua, tampaknya orangtua sudah mengetahui bahwa

bila anak tantrum atau kehilangan kendali, maka respon pengabaian

membawa dampak pada regulasi emosi.

Selanjutnya, Orangtua melakukan pemijatan pada anak dalam membantu

anak mencapai regulasi emosi. Hal dapat membantu meningkatkan

hubungan

emosi antara anak dan orangtua.

Kemudian usaha orangtua dalam memberitahu lebih dahulu mengenai

batasan perilaku sehingga anak mengetahui cara memberikan respon untuk

melakukan regulasi emosi. Pemberitahuan adalah pernyataan yang

memberitahu anak bahwa ia harus melakukan kegiatan atau menghentikan

kegiatan, bila anak diberitahu lebih dahulu maka akan terjadi pengolahan

proses informasi, yaitu memasukkan informasi ke memori, menyimpan

informasi kemudian mengambil informasi. Anak akan membetuk gambaran

mental sehingga anak dapat menjalankan perintah orangtua dengan patuh.

Gambaran mental dari pemberitahuan ini membuat anak dapat meregulasi

emosi.

Selanjutnya Menggunakan intonasi suara menjadi sarana bagi orangtua

dalam meregulasi emosi. Orangtua menggunakan intonasi suara secara

bertahap, mulai nada rendah, sampai nada tinggi sesuai kebutuhan. Intonasi

suara menentukan respon individu. Begitu juga pada anak autis setiap anak

memiliki kepekaan yang berbeda dalam merespon intonasi dalam


memberikan respon, orangtua dapat menggunakannya sesuai kebutuhan

mengingat adanya masalah sensori pada anak.

Kemudian anak autis tidak bisa mencerna casein yang banyak terkandung

dalam susu sapi dan gluten yang banyak terkandung dalam terigu. Gluten

dan casein yang tidak dipecah, akan menjadi racun di otak. Bila jumlah

sumber gluten dan casein semakin berta dan terakumulasi, maka akan

terbentuk zat semacam morfin di otak Jika tetap mengkonsumsi makanan

tersebut, dapat dipastikan kadar morfin yang berasal dari zat-zat tersebut

meningkat, kemudian anak terkesan berperilaku seperti morfinis. Diet

gluten dan kasein atau diet CFGF adalah diet yang sebaiknya dilakukan oleh

anak autis, karena diet CFGF ini dapat memperbaiki gangguan pencernaan,

serta mengurangi gejala atau tingkah laku autistic.

Hasil penelitian ini telah menggambarkan bahwa orangtua memiliki peran

dalam membantu anak autis mencapai regulasi emosi dengan cara

mengidentifikasi pemicu munculnya emosi negative.

4. Mayrani, Hartati, (2013) meneleti tentang terapi audio dengan murottal surah

Ar-Rahman terhadap prilaku anak autis. Penelitian ini menggunakan metode

desain pra eksperimental di SLB Semarang. Kelompok subjek dilakukan

pretest pada hari pertama, kemudian dilakukan intervensi terapi audio dengan

murottal surah Ar-Rahman selama tiga hari berturut-turut pada hari kedua,

tiga, dan empat dilanjutkan posttest setelah intervensi pada hari kelima. Terapi

audio dengan murottal surah Ar-Rahman dapat digunakan sebagai alternatif

terapi pendamping pada anak autis bahwa suara dapat mengontrol seluruh

tubuh, mengatur operasi-operasi vital, dan koordinasi gerakan-gerakan. Terapi


audio dapat menghilangkan tegangan otot dan stress, mengurangi rasa sakit,

kecemasan, menstimulasi sistem imun, menurunkan tekanan darah, serta

meningkatkan komunikasi pada pasien dengan autisme, gangguan

pendengaran, dan penyakit Alzheimer. Hasil penelitian didapatkan Delapan

anak yang belum berpengalaman dalam medengarkan rekaman murottal

menunjukkan respon positif yang sama dari hari pertama terapi hingga hari

ketiga. Respon yang umum ditunjukkan kedelapan anak ini adalah anak

bersedia duduk diam, terlihat mendengarkan dengan seksama, serta anak

terlihat tenang dan nyaman.

Analisis, pada efek suara berkaitan dengan proses impuls suara ditransmisikan

ke dalam tubuh dan mempengaruhi sel-sel tubuh. Suara yang diterima oleh

telinga kemudian dikirim ke sistem saraf pusat kemudian ditransmisikan ke

seluruh organ tubuh. Suara mempengaruhi sel tubuh yang memiliki vibrasi

masing-masing dan menyebabkan sel tubuh menyusun ulang artikelal di

dalamnya. Saraf vagus membantu regulasi kecepatan denyut jantung, respirasi,

kemampuan bicara, membawa impuls sensorik motorik ke tenggorokan,

laring, jantung, dan diafragma, sehingga efek suara pada anak autis dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi anak. Jelas dari penelitian ini

mengatakan bahwa terapi murotal dapat menenagkan anak dari prilaku-prilaku

yang muncul akibat autisme. Termasuk prilaku tantrum pada anak yang bisa

melukai diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai