Anda di halaman 1dari 4

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) GENAP

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIDAYAH BOGOR


TAHUN AKADEMIK 2020-2021

Nama : Adi Muhamad Yusup


NIM : 201821011
Semester : VI/ekstensi
Mata Kuliah : Materi PAI Tingkat Menengah
Dosen : Drs. H. Wartono, M.Si
Jurusan/Prodi : Tarbiyah/PAI

1. Anda diminta ubtuk menjelaskan tentang: sunnah, qiyas, ijma, ijtihad!


Jawab: Sunnah menurut bahasa adalah thariqah yakni jalan, cara, dan kebiasaan. Bisa juga
diartikan sebagai shirah/ jalan. Sementara menurut istilah, bisa dibagi menurut ulama ahli hadits,
ulama ushul fiqih, dan ulama ahli fiqih. Menurut istilah ahli hadits, sunnah adalah sesuatu yang
diriwayatkan dari Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam, baik ucapan, perbuatan Nabi maupun ucapan
dan perbuatan shahabat yang tidak diingkari oleh Nabi SAW. Atau pula sifat, baik sifat fisik maupun
akhlak, perjalanan hidup Nabi, baik sebelum menjadi Nabi atau setelah menjadi Nabi. Sunnah
menurut ulama ushul fiqih adalah apa yang tidak terdapat dalam Al-Quran namun diriwayatkan
dari beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam, baik sunnah ini menjadi penjelasan bagi Alquran maupun
tidak. Sunnah menurut ulama ahli Fiqih adalah ungkapan untuk sesuatu yang hukumnya tidak
wajib, bukan haram dan bukan pula makruh.

2. Ada 12 istilah fiqih yaitu 1. fardhu ,2 wajib 3 . manduub/ sunnah,4.Haram, 5.makruh tanziih, 6.
Makruh tahriim, 7.Mubah, 8. Assabab, 9. Syarat dan rukun, 10.Mani’ , 11. Sah (shihah),
Rusak(fasid), 12. Ada’ (tunai) , I’adah (mengulang) .
Jawab: Fardhu: apa-apa yang dituntut untuk dikerjakan oleh agama dengan tuntutan yang pasti dan
harus, dengan dalil qath’I (pasti), Wajib: apa-apa yang dituntut untuk dikerakan oleh agama dengan
tuntutan yang keras, dengan dalil yang dzan (tidak pasti), seperti, wajibnya zakat fitrah, shalat witir
dengan dalil dari hadits ahad (tidak mutawatir).. Menurut qaidah lain, sesuatu yang diberi pahala jika
dikerjakan, dan disiksa jika ditinggalkan dan tetapi tidak dihukumi kafir jika meninggalkannya.
Jumhur ulama menyamakan antara wajib dan fardlu kecuali Madzhab Al-Hanafiyah, Mandub/
Sunnah: Apa-apa yang dituntut untuk dikerjakan oleh syara’, tetapi tidak dengan keras, atau apa-apa
yang diberi pahala ketika mengerjakannya tetapi tidak disiksa jika meninggalkannya. Haram: apa
yang dituntut untuk ditinggalkan oleh agama dengan tuntutan yang keras, menurut Al- Hanafiyah,
sesuatu yang harus ditinggalkan berdasarkan dalil yang qath’i seperti, haramnya membunuh, minum
khamar, berzina dan lain sebagainya. Maka hukumnya wajib menjauhinya dan akan disiksa ketika
meninggalkannya, Al-hanafiyah menamakan haram juga dengan, ma’shiyah, dzanba, qabih, mazjur
anhu, muatawaidan alaih. Makruh Tanzih: Menurut Al-Hanafiyah, adalah sesutau yang dituntut
oleh agama untuk ditinggalkan tetapi tidak keras tuntutannya dan tidak disiksa bila sampai
melakukannya, seperti wudlu dari bekas ludah kucing, memakan hasil buaruan burung seperti elang
dan gagak dan lain sebagainya Menurut jumhur ulama makruh hanya satu jenis yaitu sesuatu yang
dituntut untuk dikerjakan oleh agama dengan tuntutan yang tidak keras, atau dengan kata lain sesuatu
yang diberi pahala ketika meninggalkannya tetapi tidak disksa ketika mengerjakannya. Makruh
Tahrim: Adalah apa yang harus dituntut untuk ditinggalkan oleh agama dengan tuntutan yang keras
tetapi dengan dalil dzani, seperti haramnya menjual dagangan orang lain, haramnya mengkhitbah
yang sudah dikhitbah oleh orang lain, haramnya memakai sutra, dan emas bagi laki-laki Apa bila
ulama Al-Hanafiyah mengatakan makruh biasanya makruh tahrim dan hal ini lebih dekat kepada
haram menurut mereka. Mubah: apa-apa yang diperbolehkan oleh agama, baik ditinggalkan atau
dikerjakan, seperti makan, minum, tidur, berjalan dan lain sebagainya. Sabab (sebab, faktor):
Adalah susuatu yang menjadikan hukum itu ada, apakah hal itu di akui oleh syara’ atau tidak.
Misalnya, memabukan adalah yang menyebabkan keharaman khamar, safar (bebrgian) yang menjadi
sebab dibolehakanya berbuka shaum di bulan Ramadhan dan diperbolehlkannya mengqoshor shalat,
sedang sebab yang tidak diakui oleh syara’ misalnya, tergelincir matahari yang menyebbkan
diwajibkannya shalat Dzuhur atau terlihatnya hilal di bulan Sya’ban menjadi sebab diwajibkannya
shaum pada esok harinya. Syarat: Adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu tetapi bukan
bagian dari sesuatu, seperti, wudlu yang menjadi syarat shahnya shalat tapi wudlu bukan bagian dari
shalat. Rukun: Sesuatu yang menyebabkan shahnya sesuatu dan merupakan bagian dari sesuatu, ,
mislanya, takbiratul ihram adalah yang menyebabkan shahnya shalat dan takbiraul ihram merupakan
bagian dari shalat. Mani’ (penghalang): Sesutu yang apa bila ada menyebabkan hukum menjadi
tidak ada atau menjadi bathal karenanya, contohnya, adanya najis pada pakaian menjadi sebab tidak
shahnya hukum shalat, atau punya utang menjadi sebab tidak wajibnya zakat bagi seseorang.
Sah/shahih: Apa-apa yang terpenuhi rukun dan syaratnya menurut Syara’ misalnya, shalat yang
dilakukan menurut rukun dan syaratnya, menyebabkan shalat itu shah. Bathil (batal): Sebaliknya
dari Shahih menurut jumhur ulama, adapun menurut ulama Al-Hanafiyah bathil adalah, sesuatu yang
terdapat cacat dalam aqad pokok, yang merupaan rukun dari sesuatu itu. Misalnya, kesalahan dalam
akad jual beli, kesalahan pada yang melakukan aqadnya misalnya ia orang gila atau anak kecil. Fasid
(rusak): Menurut jumhur ulama sama dengan bathil, tetapi menurut ulama Al-Hanafiyah adalah
sesuatu yang terdapat cacat dalam satu kriteria aqad atau dalam salah satu syaratnya. Misalnya,
menjual barang dengan harga yang tidak diketahui, menikahkan tanpa saksi, maka muamalah itu
menjadi fasid karena salah satu kriteria syaratnya tidak terpenuhi. Al-ada’: Mengerjakan suatu
kewajiban pada waktu yang ditentukan menurut syara’ misalnya, shalat atau shaum pada waktunya.
Al-I’adah (mengulang): Mengerjakan suatu kewajiban yang kedua kalinya pada waktunya.
Misalnya mengerjakan shalat berjama’ah di masjid setelah mengerjakannya dirumah, atau mengulang
puasa kedua kalinya karena yang pertama tidak sah karena suatu sebab.
3. Apa itu takliid ? Sebutkan sebab-sebab takliid! Karya apa saja yang ulama lakukan pada masa
takliid?
Jawab: Pengertian taqlid: menurut bahasa, taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa
berpikir. Sementara itu menurut syara’, taqlid adalah melaksanakan pendapat orang lain tanpa
disertai hujjah yang kuat. Misalnya orang awwam yang mengambil pendapat seorang mujtahid, atau
seorang mujtahid yang mengambil pendapat mujtahid lain. Sebab-sebab taqlid: Pergolakan politik,
fanatisme madzhab, terkodoifikasinya pendapat-pendapat madzhab, hakim-hakim diangkat dari
orang-orang yang bertaqlid, penutupan pintu ijtihad. Karya ulama pada masa taqlid: Pada masa ini,
ulama fiqih lebih banyak memberikan penjelasan terhadap kandungan kitab fiqih yang telah disusun
dalam mazhab masing-masing. Penjelasan yang dibuat bisa berbentuk mukhtashar (ringkasan) dari
buku-buku yang mu’tabar (terpandang) dalam madzhab atau hasyiah dan takrir (memperluas dan
mempertegas pengertian lafal yang di kandung buku mazhab), tanpa menguraikan tujuan ilmiah dari
kerja hasyiah dan takrir tersebut. 2. Setiap ulama berusaha untuk menyebarluaskan tulisan yang ada
dalam madzhab mereka. Hal ini berakibat pada semakin lemahnya kreativitas ilmiah secara mandiri
untuk mengantisipasi perkembangan dan tuntutan zaman. Tujuan satu-satunya yang bisa ditangkap
dari gerakan hasyiah dan takrir adalah untuk mempermudah pemahaman terhadap berbagai persoalan
yang dimuat kitab-kitab mazhab.

4. Apa itu mazhab? Jelaskan secara bahasa dan istilah! Kapan munculnya mazhab?
Jawab: Menurut bahasa Arab, “madzhab” (‫ذهب‬FF‫)م‬berasal dari shighah masdar mimy (kata sifat)
dan isim makan (kata yang menunjukkan keterangan tempat) dari akar kata fiil madhy “dzahaba” (
‫ )ذهب‬yang bermakna pergi. Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-
thariq). Menurut Istilah: mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam
mujtahid dalam memecahkan masalah; atau mengistinbathkan hukum Islam. Disini bisa disimpulkan
pula bahwa mazhab mencakup;(1) sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali seorang imam
mujtahid; (2) ushul fiqh yang menjadi jalan (thariq) yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali
hukum-hukum Islam dari dalil-dalilnya yang rinci. Kemunculan Madzhab: Bila diruntut ke
belakang, mahzab fiqih itu sudah ada sejak zaman Rosulullah SAW, Madzhab pada zaman Rosululah
adalah sebatas Ijitihad (pendapat) para sahabat dalam memahami agama, karena pada zaman itu
sumber hukum islam adalah hanya al-Quran dan Hadits, sehingga ketika para sahabat terjadi
perselisihan dan berijtihad masing-masing; maka mereka langsung melaporkan masalah tersebut
kepada Rosulullah. Madzhab Pada Masa Shahabat: Mahzab fiqih itu pada sejak zaman sahabat
mulai tumbuh seiring dengan meninggalnya Rosulullah SAW; karena ketika di zaman Rosulullah
para Sahabat menemukan sebuah masalah, akan tetapi setelah wafatnya Rosulullah, Para sahabat
masing-masing memiliki pendapatnya. Misalnya pendapat Aisyah ra, pendapat Ibn Mas’ud ra,
pendapat Ibn Umar. Masing-masing memiliki kaidah tersendiri dalam memahami nash Al-Qur’an Al-
Karim dan sunnah, sehinga terkadang pendapat Ibn Umar tidak selalu sejalan dengan pendapat Ibn
Mas’ud atau Ibn Abbas. Tapi semua itu tetap tidak bisa disalahkan karena masing-masing sudah
melakukan ijtihad. Madzhab Pada Masa Tabiin: Di masa tabi’in, kita juga mengenal istilah fuqaha
al-Madinah yang tujuh orang yaitu; Said ibn Musayyib, Urwah ibn Zubair, Al-Qasim ibn
Muhammad, Kharijah ibn Zaid, Ibn Hisyam, Sulaiman ibn Yasan dan Ubaidillah. Termasuk juga
Nafi’ maula Abdullah ibn Umar. Di kota Kufah kita mengenal ada Al-Qamah ibn Mas’ud, Ibrahim
An-Nakha’i guru al-Imam Abu Hanifah. Sedangkan di kota Bashrah ada al-Hasan Al-Bashri dan
Imam Sufyan as sauri. Dari kalangan tabiin ada ahli fiqh yang juga cukup terkenal; Ikrimah Maula
Ibn Abbas dan Atha’ ibn Abu Rabbah, Thawus ibn Kiisan, Muhammad ibn Sirin, Al-Aswad ibn
Yazid, Masruq ibn al-A’raj, Alqamah an Nakha’i, Sya’by, Syuraih, Said ibn Jubair, Makhul ad
Dimasyqy, Abu Idris al-Khaulani. Periode pembentukan madzhab (Abad 2 – 3 Hijrah): Madzhab
Imam Abu Hanifah, Madzhab Imam Malik, Madzhab Imam Syafi’i, dan Madzhab Imam Ahmad bin
Hambal.

Anda mungkin juga menyukai