Anda di halaman 1dari 46

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Sistem Monitoring Panel Surya Menggunakan Metode


Jaringan Syaraf Tiruan Adaline (Studi Kasus: PT. PLN
(Persero) PLTS Kepulauan Selayar
Nama : Nurul Najmi
NIM : 210020301047
Program Studi : Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Menyetujui,

( Dr. Mustari Lamada, M.T ) ( Dr. Haripuddin,S.T.,M.T )


Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui:

Ketua Direktur
Program Studi Program Pascasarjana
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Negeri Makassar

( Dr. Anas Arfandi, M.Pd ) ( Prof. Dr. H. Hamsu Abdul Gani, M.Pd )
NIP. 198009202005011002 NIP. 196012311985031029
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................I

DAFTAR ISI...........................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................6

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................6

D. Manfaat Penelitian......................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................8

A. Kajian Teori................................................................................................8

1. Energi Baru Terbarukan...............................................................................8

A. Jenis Energi Baru Terbarukan (EBT)...............................................11

2. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).................................................15

3. Suhu dan Kelembaban...............................................................................21

4. Monitoring.................................................................................................22

5. Jaringan Syaraf Tiruan...............................................................................24

6. Algoritma Adaline..............................................................................25

B. Kajian Penelitian Relevan.........................................................................27

C. Kerangka Pemikiran..................................................................................32

BAB III METODE PENELITAN.........................................................................33

A. Jenis Penelitian.........................................................................................33

B. Waktu & Tempat Penelitian.....................................................................33


C. Design Penelitian.......................................................................................34

D. Subjek Penelitian.......................................................................................35

E. Definisi Operational..................................................................................36

F. Prosedur Penelitian...................................................................................37

G. Teknik Pengumpulan Data.......................................................................38

H. Instrument Penelitian...............................................................................39

I. Teknik Analisis Data.................................................................................40

J. Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian...................................................41

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangkit Listrik merupakan sekumpulan peralatan dan mesin yang

digunakan untuk membangkitkan energi listrik melalui proses transformasi energi

dari berbagai sumber energi. Sebagian besar jenis pembangkit listrik

menghasilkan tegangan listrik arus bolak-balik 3-fasa. Selain itu, sebagian besar

pembangkit listrik menggunakan generator sinkron yang didukung oleh penggerak

mula yang memperoleh energi dari bahan bakar atau sumber daya alam.

Komponen utama di dalam pembangkit listrik meliputi instalasi energi primer,

instalasi penggerak mula, instalasi pendingin dan instalasi listrik. Jenis

pembangkit listrik umumnya dinamakan sesuai dengan tenaga penggerak mula

yang digunakan, antara lain Air (PLTA), Diesel (PLTD), Uap (PLTU), Gas

(PLTG), Gas & Uap (PLTGU), Panas Bumi (PLTP) dan Nuklir (PLTN)(Upadana,

Wijaya & Sucipta, 2018).

Seiring berkembangannya teknologi pada industri 4.0 maka pembangkit

listrik pun telah mengalami perkembangan. Dikarenakan sumber energi yang

didapatkan dari Fossil akan mengalami penurunan jika digunakan secara terus

menerus. Indonesia memiliki 5.258 Unit Jenis Pembangkit Listrik Tenaga Diesel

(PLTD) atau 85,59% dari total unit pembangkit listrik yang digunakan oleh

Perusahaan Listrik Negara(Prabowo dkk, 2020).


Hal tersebut menjadi tantang baru untuk Perusahaan Listrik terutama

PT.PLN (Persero) dikarenakan Sumber Energi fossil atau solar yang digunakan

sebagai tenaga penggerak mula bagi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)

sering mengalami kelangkaan terutama pada daerah-daerah yang terpencil atau

yang memiliki akses sulit untuk mendapatkan Bahan Bakar Solar. Oleh Karena itu

PT. PLN (Persero) memiliki Program Terbaru yaitu Green Energy yang

mengusung tema energi terbarukan. Energi Terbarukan merupakan sumber energi

yang tersedia oleh alam dan bisa dimanfaatkan secara terus-menerus. Hal ini

senada dengan keterangan International Energy Agency (IEA) yang juga

menyatakan bahwa energi terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alam

yang diisi ulang terus menerus. PLTS atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya

merupakan salah satu dari energi terbarukan(Jawoto, Fadjar & Mega, 2019).

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah pembangkit listrik yang

mengubah energi surya menjadi energi listrik. Pembangkit listrik dengan energi

surya dapat dilakukan secara langsung menggunakan fotovoltaik atau secara tidak

langsung dengan pemusatan energi surya. Fotovoltaik mengubah secara langsung

energi surya menjadi energi listrik menggunakan efek fotolistrik. Komponen

utama di dalam pembangkit listrik tenaga surya meliputi Modul Surya, Inverter

dan baterai listrik. Sistem pembangkit listrik tenaga surya terbagi menjadi sistem

terhubung jalur listrik, tidak terhubung jalur listrik, sistem tersebar, sistem

terpusat dan sistem hibrida. Masing-masing jenis sistem mempunyai kondisi

penerapannya tersendiri. Akan tetapi dari manfaat yang didapatkan dari

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai Pembangkit Energi Terbarukan,


hal tersebut mempunyai beberapa kendala. Salah satunya adalah Panel Surya pada

yang merupakan komponen utama dapat mengalami overheat pada suhu tertentu,

sehingga hal tersebut mengakibatkan adanya Degradasi Produksi. Degradasai

Efisiensi Produksi adalah Penurunan jumlah energi yang dihasilkan oleh PLTS

dikarenakan terjadi Overheat pada Panel Surya. Suhu maksimum pada panel

sebesar 35oC, jika suhu diatas nilai tersebut maka panel surya akan mengalami

Degradasi Efisiensi produksi sebesar 10% bahkan lebih. Selain itu Overheat juga

akan menyebabkan masa pakai pada panel surya mengalami penurunan.

Umumnya panel surya dapat digunakan hingga 24 tahun, akan tetapi jika panel

sering mengalami overheat maka panel surya akan berkurang masa pakainya.

(Ana & Sugeng, 2021).

Pembangkit Listrik Tenaga Surya pada PT. PLN (Persero) Kabupaten

Kepulauan Selayar merupakan PLTS sistem Hybrid yang memiliki luas 1,46

hektar atau 14600 meter. Kepulauan selayar memiliki total daya sistem kelistrikan

sebesar 11,65 Megawatt dengan beban puncak sebesar 6,4 Megawatt. PLTS

selayar dapat menghasilkan listrik bersih sebanyak 1,3 Megawatt, jika beban

puncak sebesar 6,4 Megawatt maka beban 5,1 Megawatt didapatkan dari

Pembangkit Listrik Tenaga Diesel. Dengan adanya sistem PLTS selayar dapat

menurunkan emisi karbon sebesar 1400 ton setiap tahunnya. Selain itu sistem

PLTS bertujuan untuk mensukseskan program Green Energy yaitu penggunaan

Energi Terbarukan sebagai penggerak Pembangkit.

Sistem PLTS Selayar dinilai baik untuk masyarakat maupun perusahaan

dikarenakan penurunan emisi karbon dari PLTD, akan tetapi dari penerapan PLTS
selain dibutuhkan pendanaan yang besar juga PLTS mengalami kendala terutama

pada indikator suhu. Umumnya, kita mengetahui bahwa semakin panas suhu maka

akan semakin baik pada panel surya yang merupakan komponen utama pada

PLTS dan menghasilkan lebih banyak energi. Pada beberapa penelitian

didapatkan bahwa jika suhu pada panel surya mengalami kenaikan lebih dari 35 oC

maka panel surya akan mengalami degradasi produksi atau penurunan

energi.Suhu yang melebihi nilai maksimum selain menyebabkan degradasi

produksi, juga menyebabkan penurunan masa pakai panel surya. Umumnya panel

surya dapat digunakan hingga 24 tahun 8 bulan, akan tetapi jika panel surya

secara terus menerus mengalami degradasi produksi yang diakibatkan oleh suhu,

maka panel surya pun akan mengalami penurunan masa pakai. Penurunan masa

pakai bukan berarti panel tidak akan beroperasi atau berhenti menyerap energi,

akan tetapi panel akan berkurang dan/atau tidak maksimal dalam menyerap

energi.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kepulauan selayar saat ini belum

diketahui nilai suhu dan kelembaban minimum, Maksimum dan nilai ideal untuk

menghasilkan energi listrik. Serta solusi dalam mengatasi degradasi produksi pada

panel surya. Beberapa penelitian menyatakan angin dapat membuang panas pada

panel.

Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) merupakan salah satu

sistem pemrosesan informasi yang di design dengan menirukan cara kerja otak

manusia dalam menyelesaikan suatu masalah dengan melakukan proses belajar

melalui perubahan bobot sinapsisnya. Salah satu Jaringan Syaraf Tiruan adalah
Adaline. Adaline merupakan Jaringan saraf tiruan single layer awal dan nama

perangkat fisik yang mengimplemetasikan jaringan ini. Jaringan menggunakan

memistor. Adaline dikembangkan oleh Profesor Bernard Wodrow dan Mahasiswa

doktoralnya Ted Hoff di Universitas Stanford pada tahun 1960. Hal tersebut

didasarkan pada Neuron McCulloch-Pitts(Rahmat & Hastie, 2019).

Sistem monitoring merupakan sistem yang digunakan untuk memantau,

mengawasi dan mengontrol sistem yang berjalan. Pada sistem monitoring yang

sedang berjalan di PLTS kepulauan selayar hanya sebatas memantau, mengawasi

panel dan energi yang dihasilkan serta mengontrol aktifnya suatu panel surya.

Sedangkan sistem yang akan dibangun oleh penulis ialah Sistem Monitoring yang

mencakup sistem berjalan dan proses pengambilan keputusan oleh sistem.

Pengambilan keputusan tersebut merupakan sistem yang akan berjalan secara

otomatis untuk mengaktifkan coolar fan jika kondisi suhu dan kelembaban tidak

sesuai dengan rules yang telah ditetapkan. Hal tersebut memiliki manfaat untuk

mengurangi degradasi produksi serta sebagai proses maintenance pada panel

surya.

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neuron Network) Adaline

pada sistem Monitoring Panel Surya guna menghasilkan keputusan berupa aktif

tidaknya cooler pendingin panel yang berguna mengurangi tingkat Degradasi

Produksi pada Panel Surya. Hal tersebut bertujuan untuk memaksimalkan hasil

energi yang dihasilkan oleh PLTS serta mengurangi tingkat kerusakan pada panel

surya. Selain itu, penelitian penulis akan menghasilkan suatu aplikasi yang dapat

digunakan untuk melakukan proses monitoring pada panel surya yang berisikan
informasi Arus Listrik, Suhu, Kelembaban dan Hasil Energi yang didapatkan

dalam satu hari.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan pengarahan tujuan dari sebuah tulisan

ilmiah agar fokus terhadap pembahasan hal tertentu, maka rumusan masalah

dalam penelitian penulis ialah sebagai berikut:

1) Berapa nilai minimum dan maksimum suhu serta kelembaban panel

surya PT. PLN (Persero) Kepulauan Selayar?

2) Berapa nilai kenaikan energi yang didapatkan setelah diterapkan sistem

yang dibangun oleh penulis?

3) Bagaimana efektifitas sistem monitoring panel surya ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan rumusan yang akan dicapai pada suatu

penelitian, maka tujuan dari penelitian penulis ialah sebagai berikut:

1) Menerapkan metode adaline sebagai metode pemrosesan nilai input dan

menghasilkan nilai output berupa aktifnya coolar fan pada panel surya

secraa otomatis

2) Monitoring yang bertujuan untuk penurunan degradasi produksi pada

surya dan Aplikasi sebagai media monitoring PLTS.

3) Meningkatkan energi yang dihasilkan setelah diterapkannya sistem yang

dibuat oleh penulis.


D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan serangkaian atau kumpulan kegunaan hasil

penelitian, baik bagi kepentingan pengembang program maupun kepentingan ilmu

pengetahuan yang dianggap penting untuk dilakukan. Maka Manfaat penelitian

penulis ialah sebagai berikut:

1) Mengurangi tingkat degradasi produksi ketika memasuki waktu siang

hari, yang dimana pada siang hari terjadi peningkatan suhu dan rawan

terjadi degradasi produksi.

2) Meningkatkan hasil energi pada Panel Surya

3) Mengurangi tingkat kerusakan pada panel surya akibat peningkatan suhu

yang menyebabkan degradasi produksi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Energi Baru Terbarukan

Energi sudah menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat di negara

manapun, termasuk Indonesia. Seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk

Indonesia yang semakin bertambah memungkinkan penggunaan energi yang

meningkat pula. Kebutuhan energi di masyarakat sebagai ujung tombak berbagai

sector kehidupan manusia seperti pertanian, pendidikan, Kesehatan, transportasi

dan ekonomi. pernyataan ini dinyatakan oleh Azirudin tahun 2019 yang dikutip

pada Jurnal Pengabdian Masyarakat yang berjudul “Model Energi Indonesia,

Tinjauan Potensi Energi Terbarukan Untuk Ketahanan Energi Di Indonesia:


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
Literatur Review”

Pada tahun 2018 Total Produksi Energi Primer (TPEP) Indonesia terdiri

atas minyak bumi, gas bumi, batu bara, dan energi terbarukan dengan angka 411,6

MTOE. Sebanyak 64% atau sekitar 261,4 MTOE digunakan untuk ekspor batu

bara dan gas alam cair (LNG). Indonesia juga mengimpor minyak mentah untuk

untuk pembuatan bahan bakar minyak hingga mencapai 43,2 MTOE dan sejumlah

kecil batu bara berkalori tinggi untuk memenuhi kebutuhan sector industry.

Penggunaan energi di Indonesia untuk sector transportasi merupakan yang paling


tinggi yakni sebesar 40% dilanjutkan dengan sector industry 36%, rumah tangga

16%, kegiatan komersial 6% dan sector lain sebesar 2%. Hal tersebut berdasarkan

pernyataan kementrian ESDM tahun 2018; Tim Sekretaris Jenderal Dewan Energi

Nasional, 2019 yang dikutip dalam jurnal pengabdian masyarakat


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
.

Hingga sekarang, indoensia masih bertumpu pada sumber energi tidak

terbarukan, berupa BBM atau Bahan Bakar Minyak, yang diolah dari minyak

mentah. BBM digunakan di berbagai sector kehidupan seperti transportasi,

industry, hingga rumah tangga. Total konsumsi BBM secara nasional mencapai

1,63 juta barel setiap harinya. Selain minyak, energi listrik juga merupakan energi

yang selalu digunakan oleh masyarakat. Pada tahun 2013, ASEAN Centre For

Energy (ACE) mencatat bahwa indonesia merupakan negara dengan penggunaan

listrik yang paling boros di antara negara-negara ASEAN lain. Sebagai contoh,

Kota Bogor yang termasuk 20 kota besar dari 34 provinsi di Indonesia dengan

presentase konsumsi energi yang mencapai 91% dari konsumsi energi nasional.

Sebanyak 100 orang di Kota Bogor memiliki perilaku konsumtif energi listrik

yang dominan dan berbanding terbalik terhadap perilaku konservasi

(penghematan) energi listrik pada sector rumah tangga di Kota Bogor. Di sisi lain,

sebanyak 100 orang di Surabaya sudah memiliki kesadaran akan pentingnya


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
menghemat energi listrik .

Pemerintah Republik Indonesia memiliki tugas untuk menemukan solusi

untuk memenuhi kebutuhan energi secara nasional, mulai dari kebijakan

pengembangan energi baru dan terbarukan, kebijakan efisiensi ebergi, konservasi


energi, hingga diversifikasi energi. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5

Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) mengatur mengenai

bauran energi nasional. Akibat tingginya konsumsi energi tidak terbarukan (energi

dari fosil), pada 2007 diterbitkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang

Energi untuk pemanfaatan energi secara nasional. Banyak sumber-sumber energi

baru dan terbarukan di Indonesia yang berpotensi untuk menggantikan energi


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
tidak terbarukan dari produk energi fosil (minyak) .

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi,

pengertian Energi Baru terdapat pada pasal 1 ayat (5) yakni energi yang berasal

dari sumber energi baru. Sedangkan, Sumber Energi Baru adalah sumber energi

yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi

terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain Nuklir, Hidrogen,

Gas Metana batu bara (Coal bed Methane), batu bara tercairkan (Liduified Coal),
(Azhar & Adam Satriawan, 2018)
dan batu bara tergaskan (Gasified Coal) .

Pengertian energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber

energi terbarukan. Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dapat

digunakan tanpa batas waktu dan tidak akan pernah habis karena dapat dipulihkan

dalam waktu relatif singkat. Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007

tentang Energi, pengertian energi terbarukan tercantum pada pasal 1 ayat (6),

yakni “Sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang

berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergy,

sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gertakan dan perbedaan suhu
(Azhar & Adam Satriawan, 2018)
pelapisan laut” .
Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang sangat ramah

lingkungan karena tidak menghasilkan pencemaran lingkungan dan tidak

termasuk salah satu penyebab dari perubahan iklim dan pemanasan global, karena

energi yang dihasilkan berasal dari proses alam yang berkelanjutan seperti angin,

air, sinar matahari, panas bumi, dan biofuel. Negara Indonesia adalah negara yang

memiliki potensi sumber energi terbarukan dalam jumlah yang sangat besar

karena pengaruh astronomis dan geografis negara Indonesia. Potensi sumber

energi terbarukan yang terkandung di Indonesia seperti energi panas bumi, surya,
(Azhar & Adam Satriawan, 2018)
air, laut/Samudera, bioenergy .

A. Jenis Energi Baru Terbarukan (EBT)

1. Panas Bumi (Geothermal Energy)

Pemanfaatan panas bumi sebagai energi listrik di Indonesia sudah

dimulai sejak 1980-an yakni Februari 1983 mulai beroperasi Pembangkit

Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang Unit 1 berkapasitas 30

Megawatt. Menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), tahun 2025

kelas kontribusi PLTP ditargetkan sebesar 7,2 Gigawatt penggunaan secara

nasional. Namun hingga saat ini pengembangan panas bumi masih sedikit di

Indonesia, padahal Indonesia menyimpan potensi panas bumi sebesar 28,5

Gigawatt dan hingga September 2018 tercatat baru sekitar 1.948,5

Megawatt pemanfaatan panas bumi di Indonesia, yakni dengan beroperasi


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
12 PLTP di Indonesia .

Kedua belas PLTP di Indonesia itu tersebar di Sumatera Utara

(PLTP sibayak 12 Megawatt, PLTP Sarulla 110 Megawatt), Lampung


(PLTP Ulubelu 220 Megawatt), Jawa Barat (PLTP Patuha 55 Megawatt,

PLTP Darajat 270 Megawatt, PLTP Wayang Windu 227 Megawatt, PLTP

Kamojang 235 Megawatt), Nusa Tenggara Timur (PLTP Mataloko 2,5

Megawatt, PLTP Ulumbu 10 Megawatt). Secara teori Indonesia baru

memanfaatkan sebesar 7% dari total potensi panas bumi di Indonesia


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
.

2. Energi Air (Hydro Energy) dan Angin (Wind Energy)

Energi baru dan terbarukan merupakan solusi dari penggunaan

teknologi yang ramah lingkungan dalam sistem pembangkit listrik. Seperti

pada pembangkit listrik berbasis hidro (air) dan angin. Komposisi

penggunaan energi secara nasional pada 1007 tercatat sebanyak 4,4% sudah

menggunakan energi baru terbarukan. Pemanfaatan energi air sebesar 8,6%

diantaranya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sebesar

0,216% Pembangkit Listrik Tenaga Angin sebesar 0,028% secara nasional.

Sedangkan pada tahun 2012 total kapasitas terpasang dalam sistem

pembangkit yang mengonversikan tenaga angin di indonesia baru sebesar


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
2,731 Megawatt .

Pemanfaatan energi air di Indonesia hingga tahun 2019 ditargetkan

sudah mencapai 50 Megawatt untuk pembangkit listrik tenaga mini dan

mikro hidro. Tenaga air sendiri termasuk bagian dari energi baru terbarukan

yang berbasis air. Namun, walaupun pembangkit berabsis air merupakan

teknologi yang ramah lingkungan (Green Energy), tetap masih saja perlu

diperhatikan dampak terhadap lingkungan. Faktor-Faktor penting yang


berpengaruh terhadap lingkungan seperti ketersediaan lahan, kualitas air,
(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
dan emisi gas rumah kaca (CO2) .

3. Bioetamol, Biodiesel (CO2) Biomassa (Bioenergy)

Energi alternatif untuk mengurangi pemakaian minyak lebih

banyak dipergunakan untuk sector transportasi dan industry. Pemerintah

mempercepat pemanfaatan potensi bioethanol dan biodiesel sebagai bahan

bakar pengganti solar dan bensi untuk bidang transportasi, industry,

komersial, dan pembangkit listrik. Pemanfaatan bioethanol di bidang

industry pada tahun 2018 di Indonesia total mencapai 40.000 Kiloliter,

biodiesel total mencapai 12.059.369 Kiloliter, biodiesel total produksi

mencapai 6.168 Kiloliter. Tahun 2015 ditargetkan pemanfaatan biosolar

untuk transportasi mencapai 10%, industry mencapai 20% dan pembangkit

listrik mencapai 30%. Sedangkan pemanfaatan biodiesel, Pemerintah

Republik Indonesia melalui Kementrian ESDM meningkatkan target

mandataris pemanfaatan biodiesel di seluruh sector, sehingga dengan

rencana prospek bioethanol dan biodiesel ini diharapkan akan menghemat


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
devisa sebesar 3,1 juta dollar .

4. Energi Arus Laut

Energi laut salah satunya energi arus laut merupakan salah satu

jenis energi baru terbarukan di Indonesia. Potensi energi ini di Indonesia

sendiri sebesar 17,9 GW, namun pemanfaaatnya masih sangat minim (Tim

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, 2019)


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
.
5. Energi Nuklir (Nuclear Energy)

Teknologi konversi energi untuk pembangkit listrik sudah banyak

ditemukan dengan berbagai skala (kapasitas) dan termasuk jenis energi baru

terbarukan, salah satunya energi nuklir dan termasuk pembangkit berskala


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
besar dan dapat juga berskala kecil .

Secara teori, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) untuk tipe

Combined Cycle dengan efisiensi 50% memiliki nilai intensitas energi

sebesar 2 kWhprim/kWh. Adapun alternatif pembangkit selain nuklir yang

berpotensi yakni pembangkit listrik tenaga mini hidro dan mikro hidro.

Pembangunan PLTN sendiri merupakan hasil dari keputusan negara yang

bersangkutan. Pembangunan PLTN di Indonesia sendiri masih banyak pro-

kontra terhadap masyarakat. Disisi lain, kepentingan ekonomi dan politik

serta militer sangat memerlukan tenaga nuklir. Adanya penolakan dari

masyarakat, belum ditemukan solusi energi nuklir tanpa menimbulkan

radiasi menjadikan masih sedikitnya pembangunan PLTN di Indonesia.

Bahkan dilaporkan Indonesia membeli energi nuklir dari PLTN ke negara

tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
.

6. Energi Surya (Solar Energy)

Sumber utama energi baru terbarukan juga termasuk energi surya

(Matahari) yang ramah lingkungan. Potensi energi surya di Indonesia

mencapai 207,8 Gigawatt dengan penjabaran distribusi penyinaran kawasan

barat Indonesia sebesar 4.5 kWh/M2 hari, variasi bulanan sekitar 10%
kawasan Indonesia Timur sebesar 5.1 kWh/M 2 hari, variasi bulanan sekitar

9%, sehingga rata-rata (mean) di Indonesia sebesar 4.8 kWh/m2 hari, variasi

bulanan sekitar 9%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa

Indonesia disinari oleh radiasi surya hampir merata di sepanjang tahunnya

dan kawasan timur Indonesia memiliki potensi penyinaran lebih baik dari

pada kawasan barat Indonesia. Indonesia sendiri merencanakan pada tahun

2025 kapasitas pembangkit yang bersumber dari energi surya mencapai 296

Gigawatt sumber dari Kementrian ESDM tahun 2018; Panunggul Et al.,

2018; Tim Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional


(Ridlo Al Hakim et al., 2020)
.

Penelitian penulis akan membahas perihal Energi Baru Terbarukan (EBT)

pada jenis energi terbaru yaitu Energi Surya (Solar Energy) terutama pada

wilayah Indonesia Timur yaitu Provinsi Sulawesi Selatan yang telah memiliki

pembangkit dengan menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) pada wilayah

Kabupaten Kepulauan Selayar. Alasan penulis memilih pembahasan tentang

Energi Baru Terbarukan (EBT) Energi Surya (Solar Energy) adalah pemanfaatan

tidak hanya digunakan oleh suatu instansi tetapi dapat juga digunakan oleh

masyarakat umum.

2. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

PLTS merupakan kependekan dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya.

PLTS merupakan system pembangkit listrik yang menggunakan energi matahari

sebagai sumber energi utamanya. Energi matahari dikonversikan menjadi energi

listrik melalui penggunaan panel surya (solar panel) yang terdiri dari banyak sel
fotovoltaik. PLTS menggunakan efek fotovoltaik, yaitu fenomena di mana cahaya

matahari menghasilkan arus listrik Ketika jatuh pada material semikonduktor

khusus, seperti silikon. Ketika sinar matahari mengenai panel surya, electron-

elektron dalam sel fotovoltaik terbebaskan, menciptakan aliran listrik.

PLTS terdiri dari beberapa komponen utama, seperti panel surya, inverter,

baterai (jika PLTS sudah menggunakan system On Grid), dan system control.

Panel surya menangkap energi matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik

searah (DC). Inverter kemudian mengubah energi listrik searah menjadi energi

listrik bolak-balik (AC) yang dapat digunakan untuk menyuplai daya ke rumah

atau listrik. Baterai digunakan untuk menyimpan energi yang dihasilkan oleh

panel surya untuk digunakan saat sinar matahari tidak tersedia.

PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) muncul sebagai salah satu bentuk

energi terbarukan yang semakin populer. Berikut adalah beberapa alasan mengapa

PLTS muncul dan semakin digunakan:

1. Sumber Energi Terbarukan: PLTS menggunakan energi matahari yang

merupakan sumber energi terbarukan yang melimpah. Matahari adalah

sumber energi yang tak terbatas dan dapat diandalkan, yang

memungkinkan pembangkit listrik tenaga surya untuk menghasilkan

energi secara berkelanjutan tanpa menguras sumber daya alam.

2. Keberlanjutan Lingkungan: PLTS merupakan sumber energi yang

bersih dan tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca atau polutan lainnya

selama operasinya. Dalam era perubahan iklim dan kesadaran akan

pentingnya melindungi lingkungan, PLTS membantu mengurangi jejak


karbon dan membantu mengatasi dampak negatif pembakaran bahan bakar

fosil terhadap pemanasan global.

3. Penurunan Biaya: Selama beberapa tahun terakhir, biaya instalasi PLTS

telah menurun secara signifikan. Kemajuan teknologi panel surya,

produksi massal, dan dukungan pemerintah dalam bentuk insentif dan

subsidi telah membantu membuat PLTS lebih terjangkau dan

memungkinkan bagi individu, perusahaan, dan pemerintah untuk

mengadopsinya.

4. Kemandirian Energi: PLTS memberikan kesempatan untuk

menghasilkan energi secara mandiri, terutama di daerah yang terpencil

atau sulit dijangkau oleh jaringan listrik yang terpusat. Dengan memasang

sistem PLTS, individu atau komunitas dapat memenuhi kebutuhan energi

mereka sendiri dan mengurangi ketergantungan pada pasokan energi

eksternal.

5. Pengembangan Teknologi dan Inovasi: Terdapat peningkatan signifikan

dalam pengembangan teknologi PLTS, termasuk efisiensi panel surya

yang lebih tinggi, penyimpanan energi baterai yang lebih baik, dan

integrasi sistem pintar yang memungkinkan pemantauan dan

pengoptimalan kinerja. Inovasi ini memperkuat keandalan, efisiensi, dan

daya saing PLTS.

6. Dukungan Pemerintah: Banyak negara telah memberikan dukungan

pemerintah dalam bentuk insentif, subsidi, dan kebijakan yang mendorong

pengembangan PLTS. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengurangi


ketergantungan pada energi fosil, mempercepat transisi menuju energi

terbarukan, dan mencapai target emisi gas rumah kaca yang lebih rendah.

PLTS telah membuktikan diri sebagai solusi yang menarik dalam

memenuhi kebutuhan energi yang bersih, berkelanjutan, dan terjangkau.

Kelebihan energi matahari yang melimpah, dampak lingkungan yang rendah, dan

penurunan biaya telah mendorong munculnya PLTS sebagai salah satu pilihan

utama dalam sektor energi terbarukan.

2.1 Faktor Penyebab Kerusakan Panel Surya

Ada beberapa factor penyebab kerusakan PLTS yang dapat

mempengaruhi kinerja dan keandalan system. Beberapa faktor tersebut

antara lain:

1. Penuaan dan Degradasi panel surya: Seiring waktu, panel

surya dapat mengalami penuaan dan degradasi, yang dapat

mengurangi efisiensi konversi energi matahari menjadi

listrik. Faktor-faktor seperti paparan terhadap kondisi cuaca

ekstrem, polusi, dan perubahan suhu dapat mempercepat

proses ini.

2. Kerusakan fisik: Kerusakan fisik pada panel surya, seperti

retak, goresan, atau pecah, dapat menggangu kinerja

system. Hal ini bisa disebabkan oleh benda asing yang jatuh

di atas panel atau kecelakaan fisik lainnya.

3. Kegagalan inverter: Inverter merupakan komponen penting

dalam system PLTS yang mengubah energi listrik searah


menjadi energi listrik bolak-balik yang dapat digunakan.

Kegagalan inverter dapat menyebabkan gangguan pada

aliran listrik dan mempengaruhi kinerja system secara

keseluruhan.

4. Masalah pada kabel dan konektor: Kabel dan konektor yang

rusak atau longgar dapat mengganggu aliran listrik antara

panel surya, inverter, dan baterai. Hal ini dapat

menyebbakan penurunan kinerja system atau bahkan

kegagalan total.

5. Gangguan pada system penyimpanan energi: Jika PLTS

dilengkapi dengan system penyimpanan energi, seperti

baterai, masalah pada baterai seperti degradasi, kegagalan

sel, atau pengisian yang tidak optimal dapat menyebabkan

kerusakan system.

6. Kerusakan perawatan dan pemeliharaan: Kurangnya

perawatan dan pemeliharaan rutin pada system PLTS dapat

mengakibatkan akumulasi kotoran, debu, atau residu

lainnya pada panel surya, inverter, dan komponen lainnya.

Hal ini dapat mengurangi efisiensi system dan

mempercepat kerusakan.

7. Gangguan system Kontrol: Sistem Kontrol yang tidak

berfungsi dengan baik atau mengalami kerusakan dapat

menyebabkan gangguan dalam operasi system PLTS. Hal


ini dapat mempengaruhi pengaturan daya, pelacakan posisi

matahari, atau pengaturan pengisian baterai.

Pentingnya untuk melakukan pemeliharaan rutin, memperhatikan

tanda-tanda kerusakan, dan melibatkan tekknisi yang terlatih dalam

merawat dan memperbaiki system PLTS guna menjaga kinerja dan

keandalan system tersebut.

Fokus dalam penelitian penulis ialah Degradasi Energi yang terjadi pada

PLTS akibat Suhu yang melebihi batas normal pada panel surya. Umumnya kita

mengetahui bahwa semakin tinggi suhu yang ditangkap oleh panel surya maka

akan semakin tinggi energi yang dihasilkan, namun kenyataan tersebut berbanding

terbalik. Beberapa jurnal penelitian menyebutkan bahwa suhu tinggi pada panel

surya akan menyebabkan degradasi atau penurunan hasil energi yang dihasilkan

panel surya.

Penelitian M. Rizky Saputra dan Rafil Arizona pada jurnal energi dan

manufaktur disebutkan bahwa ada beberapa masalah yang muncul pada kinerja

panel surya, salah satunya yaitu temperature panel yang terlalu tinggi. Oleh karena

itu M. Rizky Saputra dan Rafil Arizona melakukan analisis pengaruh variasi

pendingin pada permukaan bawah panel surya terhadap daya output dan efisiensi

panel surya berdasarkan variasi pendingin. Untuk mendapatkan perbandingan

data, penulis menggunakan satu panel tanpa menggunakan pendingin. Total panel

surya yang digunakan adalah 3 buah panel surya monocrystalling 180 WP. Alat

yang digunakan pada saat penelitian adalah anemometer, pyranometer,

thermometer couple, tang meter dan multimeter. Dari penelitian yang dilakukan,
panel surya tanpa pendingin memiliki nilai daya output rata-rata sebesar 141,04

W dan nilai efisiensi rata-rata sebesar 17,65%. Panel surya dengan variasi blower

memiliki daya output rata-rata sebesar 146, 65 W dan nilai efisiensi rata-rata

sebesar 18,42%. Panel surya dengan varian pendingin kipas angin memiliki nilai

daya output rata-rata sebesar 151,55 W dan nilai efisiensi rata-rata sebesar

18,95%.

3. Suhu dan Kelembaban

Suhu adalah Ukuran seberapa panas atau dingin suatu objek, benda, atau

lingkungan. Ini mengacu pada derajat panas atau dinginnya sesuatu dan biasanya

diukur dengan menggunakan satuan seperti derajat Celcius ( oC), Fahrenheit (oF),

atau Kelvin (K), tergantung pada sistem pengukuran yang digunakan.

Dalam pengertian yang paling dasar, suhu adalah manifestasi dari energi

termal dalam suatu sistem. Semakin tinggi energi termalnya, semakin tinggi suhu

yang akan terjadi. Ketika suhu naik, partikel atau molekul dalam suatu benda atau

lingkungan menjadi lebih bergerak secara acak, yang menghasilkan peningkatan

suhu.

Kelembaban adalah Ukuran seberapa banyak uap air yang terkandung

dalam atmosfer atau dalam lingkungan tertentu pada suatu waktu. Ini mengacu

pada jumlah uap air yang ada dalam udara relative terhadap seberapa banyak uap

ait maksimum yang dapat diangkut oleh udara pada suhu dan tekanan tertentu.

Kelembaban umumnya diukur dalam bentuk persentase dan dikenal sebagai

kelembaban relative.
Kelembaban dapat memiliki pengaruh terbatas pada kinerja panel surya,

tetapi pengaruhnya cenderung kurang siginifikan dibandingkan dengan factor-

faktor lain seperti suhu dan intensitas Cahaya matahari. Kelembababn berlebihan

yang terus-menerus dapat menyebabkan korosi pada komponen panel surya

seperti kabel, konektor, dan bingkai. Ini dapat memengaruhi kinerja dan umur

panel surya jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, penting untuk

melindungi panel surya dari kelembaban yang berlebihan, terutama di lingkungan

yang cenderung lembap.

4. Monitoring

Monitoring panel surya adalah proses pemantauan dan pengawasan kinerja

panel surya atau sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Monitoring ini

dilakukan untuk memastikan bahwa panel surya berfungsi dengan efisien dan

menghasilkan listrik yang diharapkan. Berikut adalah beberapa aspek yang perlu

diperhatikan dalam monitoring panel surya:

a. Produksi Energi: Pemantauan produksi energi adalah salah satu elemen

utama dalam monitoring panel surya. Ini melibatkan pengukuran

seberapa banyak listrik yang dihasilkan oleh panel surya setiap hari,

bulan, atau tahun. Data ini membantu dalam menentukan apakah

sistem PLTS bekerja sesuai dengan harapan.

b. Efisiensi: Efisiensi panel surya dapat dipantau untuk memastikan

bahwa panel-panel tersebut tidak mengalami masalah seperti

kerusakan atau kotoran yang dapat menghalangi penyerapan Cahaya


matahari. Dengan memahami efisiensi panel, petugas PLTS dapat

mengambil Tindakan perawatan jika diperlukan.

c. Kondisi Fisik: Pemantauan kondisi fisik panel surya melibatkan

pemeriksaan visual terhadap panel-panel tersebut. Hal ini mencakup

memeriksa apakah ada pecah, retak, atau kerusakan lain pada panel

atau komponen seperti inverter dan kabel. Pemantauan kondisi fisik

penting untuk pemeliharaan dan perbaikan.

d. Orientasi dan Kemiringan: penentuan orientasi dan kemiringan panel

surya yang tepat adalah kunci dalam memaksimalkan produksi listrik.

Pemantauan orientasi dan kemiringan dapat memaksimalkan produksi

listrik, selain itu dapat membantu menentukan apakah panel-panel

tersebut sudah diposisikan dengan benar agar menerima Cahaya

matahari seoptimal mungkin.

e. Pemantauan cuaca: informasi cuaca, seperti curah hujan, suhu, dan

kelembababn, dapat memengaruhi kinerja panel surya. Pemantauan

cuaca dapat membantu petugas PLTS memahami bagaimana factor-

faktor cuaca memengaruhi produksi energi.

f. Pemantauan konsumsi dan penyimpanan energi: jika sistem PLTS

terhubung ke sistem penyimpanan energi (misalnya, baterai),

pemantauan konsumsi dan penyimpanan energi adalah penting. Ini

membantu mengoptimalkan penggunaan listrik yang dihasilkan oleh

panel surya dan menyimpan energi untuk digunakan saat diperlukan.


g. Pemantauan jarak jauh: beberapa sistem PLTS dilengkapi dengan

teknologi pemantauan jarak jauh yang memungkinkan pemilik untuk

memantau kinerja sistem dari jarak jauh melalui aplikasi atau

perangkat lunak khusus.

Pemantauan panel surya adalah Langkah penting dalam menjaga kinerja

yang optimal, mengidentifikasi masalah potensial, dan mengambil Tindakan

perbaikan atau pemeliharaan jika diperlukan.

5. Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah suatu alat yang sangat berguna dalam proses

monitoring dan pengendalian dalam berbagai aplikasi. Dalam konteks monitoring

JST dapat digunakan untuk menganalisa data dan mengambil keputusan

berdasarkan pola dan tren yang terindentifikasi. Berikut beberapa cara di mana

JST dapat digunaakn dalam proses monitoring:

1. Prediksi kegagalan perangkat: JST dapat digunakan untuk memprediksi

kegagalan perangkat atau sistem. Dengan menganalisa data pemantauan

dari perangkat atau sistem. Dengan menganalisa data pemantauan dari

perangkat atau sistem yang kompleks, JST dapat mengidentifikasi pola

yang mengindikasikan potensi masalah atau kegagalan mendatang. Ini

memungkinkan untuk melakukan Tindakan perawatan perventif sebelum

masalah menjadi serius.

2. Pengenalan anomaly: JST dapat digunakan untuk mengenali anomaly atau

eprilaku yang tidak biasa dalam data pemantauan. Misalnya, dalam

jaringan komputer, JST dapat digunaakn untuk mendeteksi serangan siber


atau penggunaan data yang tidak sah dengan mengidentifikasi pola

anomaly.

3. Prediksi Kinerja: JST dapat digunakan untuk memprediksi kinerja sistem

atau perangkat berdasarkan data historis. Ini dapat membantu dalam

perencanaan kapasitas dan pengoptimalan sumber daya.

4. Klasifikasi Data: JST dapat digunakan untuk mengklasifikasin data

pemantauan ke dalam berbagai kategori atau kelas. Misalnya, dalam

pemantauan media, JST dapat digunakan untuk mengklasifikakan gambar

radiologi ke dalam kategori yang sesuai dengan diagnosis.

5. Optimasi Proses: JST dapat digunakan untuk mengoptimalkan proses

produksi atau operasi berdasarkan data pemantauan yang terus-menerus.

Ini dapat membantu dalam mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi.

6. Pemantauan lingkungan: Dalam pemantauan lingkungan, JST dapat

digunakan untuk mengidentifikasi pola dalam data seperti perubahan suhu,

kelembaban polusi udara, atau perilaku alam lainnnya. Ini membantu

dalam pemahaman lebih baik tentang lingkungan dan perubahan iklim.

6. Algoritma Adaline

Metode Adaline Adaline merupakan singkatan dari Adaptive Linear

Neuron. Metode ini lebih kepada menggunakan fungsi transfer linier daripada

hard-limiting, yakni pembatasan terhadap suatu masalah. Dengan demikian,

keluarannya bisa beragam (perseptron hanya 1 atau -1). Metode ini juga

merespons perubahan lingkungannya pada saat beroperasi. Berbeda dengan


perceptron adalah cara modifikasi bobotnya. Bobot modifikasi dengan aturan

delta. Fungsi aktivasi yang di pakai adalah fungsi identitas.

Net =∑ Xi Wi+ b
i

Adaline memiliki decision boundary (batasan keputusan) yang ditentukan

olehvektor-vektor input yang menghasilkan input jaringan η bernilai 0. Dengan η

= 0,diperoleh persamaan Wp + b = 0, yang akan menghasilkan decision boundary

sbb.

Algoritma Adaline adalah sebagai berikut:

1) Inisialisasi semua bobot dan bias ( umumnya wi = b = 0 )Set laju

pembelajaran α ( untuk penyederhanaan set α = 0,1 Tentukan

toleransi kesalahan yang diijinkan2.

2) Selama maxi Δwi > batas toleransi, lakukan :

a. Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1,..,n)

b. Hitung respon unit keluaran: net = ixi wi+ by = f(net) = net = ixi

wi+ b

c. Perbaiki bobot pola yang mengandung kesalahan ( y ≠ t )

menurut persamaan:

Wi(Baru)=Wi( Lama)+∝(t− y) Xi

b (Baru)=b( Lama)+∝(t− y )

setelah proses pelatihan telah selesai, maka Adaline dapat diigunakan

untuk mengenali suatu pola. Oleh karena itu, umum digunakan fungsi threshold

bipolar.
B. Kajian Penelitian Relevan

Pada sub bab ini akan membahas tentang penelitian yang dilakukan

sebelum nya. Sehingga menjadi acuan untuk pengembangan dipenelitian yang

akan dilakukan oleh penulis.

Pada penelitian pertama, panel surya memiliki maksimum suhu yang akan

mempengaruhi hasil energi yang dihasilkan. Maka pada penelitian ini adalah

membuat pendingin panel surya menggunakan heatsink fan. Suhu maksimal panel

surya jneis SHARP ND 120TID ialah 45oC. Jika suhu melebihi batas maksimal

tersebut maka panel akan mengalami penurunan penghasilan energi. Penelitian ini

menggunakan suhu rata- rata panel surya yaitu 50,14oC pada jam 9:00 hingga jam

16:00 dan energi yang dihasilkan rata-rata 18,80 Volt. Sedangkan jika

menggunakan heatsink suhu rata-rata yaitu 36oC dan energi yang dihasilkan

adalah 19,11 Volt. Maka jika penggunakan heatsink panel surya akan mengalami

penutunan suhu sebanyak 28,20% dan peningkatan energi yang dihasilkan sebesar

1,64% dari efisiensi panel yang hanya 12,1% (Warsito et al., 2013).

Pada penelitian kedua, seiring peningkatan jumlah listrik rumah tangga

maka semakin terjadinya krisis energi dikarenakan untuk saat ini untuk

mendapatkan listri mesin akan bergerak jika menggunakan bahan bakar fossil.

Oleh karena itu, adanya inovasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Tetapi

setiap hal pastinya mempunyai kekurangan, salah satunya pada PLTS terletak di

panel surya. Suhu pada panel surya mempengaruhi hasil energi yang didapatkan.

Maka pada penelitian ini membahas tentang pengaruh pendingin terhadap

efisiensi panel surya. Pada penelitian juga membandingkan panel dengan


pendingin dan tanpa pendingin. Maka didapatkan bahwa panel surya dengan

pendingin menghasilkan efisiensi sebanyak 18,53% dibandingkan panel surya

tanpa pendingin. (Sumbodo et al., 2018).

Pada penelitian ketiga, untuk meningkatkan hasil energi yang dihasilkan

panel surya yaitu menambahkan intensitas cahaya yang diterima oleh reflector.

Tetapi jika menambahkan intensitas cahaya maka akan menyebabkan kenaikan

suhu pada panel surya sehingga menyebabkan berkurangnya hasil energi energi

yang didapatkan atau yang biasanya disebut dengan degradasi efisiensi produksi.

Oleh karena itu maka dibutukan pendingin pada panel surya untuk mencegah

terjadinya degradasi efisiensi produksi. Pada penelitian ini menggunakan heatsink,

heatsink akan ditempatkan pada setiap sudut sisi belakang panel surya untuk

mencegah terjadinya resistansi termal, maka pada panel surya dan heatsink akan

diisi dengan paste termal. Pada penelitian ini melihat perbandingan antara panel

surya yang menggunakan pendingin heatsink dan panel surya tanpa pendingin

heatsink. Maka didapatkan bahwa panel surya dengan pendingin mendapatkan

penurunan suhu sebanyak 18,26% dan peningkatan energi yaitu sebesar 10,14%

dibandingkan dengan panel surya tanpa pending. (Pawawoi & Zulfahmi, 2019).

Pada penelitian keempat, Sinar Matahari merupakan salah satu energi yang

dapat diperbaharui tanpa adanya perusakan alam dan mempunyai banyak

keuntungan. Tetapi untuk hasil energi yang didapatkan belum sebesar dengan

penggunaan bahan bakar fossil. Pada penelitian ini memiliki tujuan untuk

meningkatkan hasil energi yang didapatkan dari panel surya dengan menggunakan

pendingin. Maka hasil yang didapatkan keseluruhan ketika suhu menurun,


tegangan open circuit, tegangan saat maximum power dan daya maksimum

meningkat. Pada suhu 35oC masing-masing menghasilkan 17,5V dan 22 V dan

daya maksimum ialah 10W. Ketika suhu turun didapatkan masing-masing 20V

dan 24V. daya kelauran meningkat 12W ketika suhu menyentuh angka 20 oC.

maka pada penelitian ini disimpulkan bahwa dengan penurunan suhu dibawah

35oC maka panel mengalami peningkatan arus energi yang dihasilkan

dibandingkan dengan panel surya tanpa pendingin (Isyanto et al., 2017).

Pada penelitian ke lima, Efek pendinginan pada sel surya dapat berjalan

dengan baik tetapi melihat dari segi efisiensi penggunaan energi tidak begitu

menguntungkan. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, diperoleh peningkatan

daya sebesar 4 W pada intensitas 1000 W/m2 dengan pendinginan tetapi pada

intensitas cahaya yang lebih kecil, 600 W/m2, menunjukkan penurunan daya

sebesar 1 W pada luaran panel surya. Hal lain yang diperoleh adalah penggunaan

pendingin pada panel surya belum efektif mengingat terdapat penggunaan daya

listrik untuk menghidupkan sistem pendingin sebelum sel surya mulai digunakan

untuk memperoleh suhu permukaan sel surya sebesar 25oC (Widiantara &

Sugiartha, 2019).

Pada penelitian ke enam, pada jurnal ini membahas tentang pengaruh

peningkatan suhu pada panel surya terhadap daya energi yang dihasilkan.

Pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendingin dengan

menggunakan air. Dimana ketika suhu menyentuh batas maksimum yang telah

ditentukan maka alat akan mengeluarkan air dan mengalirkan air pada panel surya

unntuk mengurangi suhu pada body panel surya. Maka pada penelitian ini
didapatkan bahwa semakin besarnya suhu yaitu 50,92oC maka energi yang

dihasilkan panel surya tanpa pendingin air ialah 42,51 Watt, tetapi pada panel

surya yang menggunakan pendingin dengan aliran air mengalami kenaiakan

output daya energi yaitu sebanyak 45,36 Watt dan temperature body panel surya

ialah 34,36oC, diperoleh pada intensitas matahari yang sama (Pido, 2019)

Tabel 2. 1 State Of The Art

No Nama Penulis Persamaan Perbedaan


Jurnal

1 Warsito Membahas tentang pada jurnal, penelitian


pendingin untuk panel cooler diaktifkan secara
surya dan manual, sedangkan pada
menggunakan penelitian penulis
pendingin heatsink dilakukan secara otomatis
fan sebagai pendingin dengan bantuan matode
untuk panel surya Adaline

2 Sumbodo Membahas tentang Pada penelitian


panel surya sebelumnya membahas
tentan perbandingan
kinerja panel surya
menggunakan cooler dan
tidak menggunakan cooler
pada panel surya,
sedangkan pada penelitian
penulis memfokuskan
penggunaan metode
Adaline dalam pengaktifan
cooler
secara otomatis.
3 Pawawoi dan Membahas tentang sel Pada penelitian
Zulfahmi surya dan cooler panel sebelumnya cooler
surya diaktifkan secara
manual sedangkan
pada penelitian
penulis cooler
diaktifkan secara
otomatis.

4 Isyanto Membahas tentang sel Pada penelitian


surya dan cooler panel sebelumnya cooler
surya diaktifkan secara
manual sedangkan pada
penelitian penulis cooler
diaktifkan secara
otomatis.

5 Widianta Membahas tentang sel Pada penelitian sebelumnya


ra dan surya dan cooler panel hanya memfokuskan
sugiartha surya tentang efektifitas cooler
pada panel surya,
sedangkan pada penelitian
penulis membahas tentang
bagaimana cooler dapat
aktif dengan menggunakan
metode
Adaline.

6 Pido Membahas tentang sel Pada penelitian sebelumnya


surya membahas tentang
penyebab kenaikan suhu
pada panel surya,
sedangkan pada penelitian
penulis membahas tentang
solusi dari kenaikan suhu
pada panel
surya.
C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran


BAB III
METODE PENELITAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengembangkan sistem monitoring

pada Panel Surya selain sebagai alat monitoring sistem juga memiliki fungsi lain

yaitu alternatif dalam mengurangi degradasi produksi pada panel surya.

Berdasarkan tujuan itu, Maka jenis penelitian penulis ialah Research and

Development (R&D) yang berguna untuk pengembangan sistem dengan tujuan

menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang diangkat pada penelitian

penulis.

Menurut Sugiyono (2008:407) metode penelitian dan pengembangan

(Research and Development) adalah metode penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.

B. Waktu & Tempat Penelitian

Tempat Penelitian : PLTS Kepulauan Selayar

Alamat : Tangkala, Kec. Bontomanai, Kab. Kepulauan Selayar,

Sulawesi Selatan 92851

Tanggal Mulai : 10 Agustus 2023

Tanggal Berakhir : 10 Desember 2023


C. Design Penelitian

Gambar 3. 1 Design Penelitian

Berikut adalah penjelasan dari setiap tahap Gambar 3.1 diatas:


1) Perancanaan

Pada tahap perencanaan ini dilakukan Analisis kebutuhan yang

mana berisikan Analisis sistem usulan dan juga Analisis pengumpulan

data. Setelah Analisis selesai dilakukan maka hal yang selanjutnya


dilakukan dalam tahap perencanaan ini ada proses pengumpulan data

dengan melakukan observasi, wawancara dan studi literatur dengan pihak

yang terkait untuk memenuhi kebutuhan data yang diperlukan.

2) Perancangan

Berdasarkan data yang sudah dikumpulkan melalui proses

penganalisaan maka dilakukan perencanaan sistem dengan tujuan untuk

membuat sistem lebih baik.

3) Pengkodean

Pada tahap ini dilakukan pengkodean berdasarkan rancangan

sistem yang dilakukan sebelumnya dengan menerjemahkan rancangan

sistem tersebut kedalam Bahasa pemrograman.

4) Pengujian

Setelah sistem diterapkan kedalam Bahasa pemrograman, maka

tahap selanjutnya yaitu melakukan uji coba sistem yang gunanya untuk

mengetahui tingkat kesempuraan sistem, sehingga dapat mengetahui

kesalahan yang masih ada didalam sistem dengan menggunakan metode

blackbox testing dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) digunakan

sebagai pengujian akurasi output terhadap hasil dari algoritma adaline.

5) Pembuatan Laporan

Tahap terakhir adalah pembuatan laporan hasil pembuatan sistem.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian penulis adalah Manager dan Staff Lapangan dari PT.

PLN (Persero) PLTS Kepulauan Selayar.


Sumber data dalam penelitian ini yaitu:

1) Data penelitian yang akan digunakan merupakan data yang didapatkan

dari hasil wawancara Manager dan Staff PT. PLN (Persero) serta

observasi lapangan pada PLTS Kepulauan Selayar.

2) Adapun data pendukung yaitu data maksimum nilai suhu yang digunakan

penulis merupakan data yang telah ditentukan berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan sebelum penelitian penulis serta konfirmasi pada

Staff PT. PLN (Persero) perihal data tersebut.

E. Definisi Operational

Definisi Operational merupakan pemberian atau penetapan makna bagi

suatu variabel dengan spesifikasi kegiatan atau pelaksanaan dan/atau operasi yang

dibutuhkan untuk mengukur, mengkategorisasi, atau memanipulasi variabel.

Maka definisi operational dalam penelitian penulis ialah sebagai berikut:

1) Indikator:

A. Suhu Minimum Panel Surya, suhu minimum merupakan suhu

terendah agar panel surya dapat menghasilkan energi.

B. Suhu Maximum Panel Surya, suhu maximum merupakan suhu

tertinggi pada panel surya ketika bekerja.

C. Kelembapan Minimum Panel Surya, kelembapan minimum

merupakan nilai kelembapan yang baik untuk panel surya.

D. Kelembapan Maximum Panel Surya, kelembapan maximum

merupakan nilai kelembapan yang baik untuk panel surya.


E. Minimum Hasil Energi PLTS, merupakan nilai minimum tegangan

listrik yang dihasilkan oleh Panel Surya.

F. Maximum Hasil Energi PLTS, merupakan nilai maximum tegangan

listrik yang dihasilkan oleh Panel Surya.

F. Prosedur Penelitian

Pada proses perencangan sistem cooler fan otomatis lebih cocok

menggunakan prototype dikarenakan alur pada metode prototype sangat

mendukung dalam pembuatan sistem cooler fan otomatis pada panel surya yang

sesungguhnya. Berikut adalah gambaran metode prototype:

Gambar 3. 2 Metode Prototype

Dalam gambar metode prototype diatas proses kerja alat cooler fan

otomatis panel surya menggunakan algoritma/metode Adaline berbasis Arduino

Mega 2560 adalah sebagai berikut:

1) Pengumpulan Kebutuhan, menganalisa permasalahan dan kebutuhan

hardware yang akan digunakan.

2) Membangun Prototyping, membangun prototype alat yang akan

dibangun.
3) Evaluasi Prototyping, mengevaluasi kebenaran dari alat yang akan telah

dirakit.

4) Mengkodekan Sistem, memasukkan algoritma yang digunakan.

5) Menguji Sistem, menguji kesuksesan prototype yang dibangun, apakah

telah sesuai atau belum dengan perancangan.

6) Evaluasi Sistem, pada tahap ini menentukan apakah alat/prototype yang

telah dibangun telah sesuai, jika belum maka akan Kembali ke nomor 4.

Penggunaan sistem, ini adalah step akhir dimana prototype sudah dapat digunakan

oleh khalayak umum.

G. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam tahap analisis kebutuhan

perangkat lunak adalah observasi, wawancara dan angket (kuesioner).

1) Observasi, Kegiatan observasi dilakukan dengan mengamati bagaimana

proses PLTS dan pengujian suhu, kelembapan dan hasil tegangan yang

didapatkan sebelum adanya sistem penulis.

2) Wawancara, Wawancara bertujuan untuk mengetahui informasi

mengenai permasalahan yang terjadi, sistem yang dibutuhkan sebagai

solusi permasalahan tersebut dan kebutuhan sistem.

3) Studi Literatur, Studi literatur dilakukan untuk mencari referensi dalam

proses perancangan sistem, memilih teknologi dan tools yang tepat untuk

proses pengembangan dan pengujian pada sistem.


H. Instrument Penelitian

Instrument Penelitian merupakan alat-alat yang diperlukan atau digunakan

untuk mengumpulkan data. Maka instrument penelitian penulis di bagi menjadi 2

yaitu Instrument Hardware dan Instrument Software.

Tabel 3. 1 Instrument Hardware

Instrument Hardware

Asus Core i5 8th Gen

Panel Surya

Arduino

DHT 22

Cooler Fan

Tabel 3. 2 Instrument Software

Instrument Software

Arduino IDE

Microsoft Word

Microsoft Excel

Microsoft Power Point

Edraw Max
I. Teknik Analisis Data

Gambar 3. 3 Flowchart Algoritma Adaline

Pada gambar 3.3 diatas merupakan flowchart dari algoritma Adaline yang

dimana dimulai dari menyiapkan alat kemudian menginput nilai sensor

temperature. Jika sensor 1 membaca nilai panas tertinggi maka kipas fan akan

menyala namun jika tidak akan dilanjutkan ke sensor 2. Jika sensor 2 membaca

nilai panas tertinggi maka kipas fan akan menyala namun jika tidak akan

dilanjutkan ke sensor 3. Jika sensor 3 membaca nilai panas tertinggi maka kipas

fan akan menyala namun jika tidak akan dilanjutkan ke sensor 4. Jika sensor 4

membaca nilai panas tertinggi maka kipas fan akan menyala. Kemudian
dilanjutkan dengan tahapan implementasi jika semua tahap sudah selesai maka

proses selanjutnya sistem akan berhenti.

J. Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian

Tabel 3. 3 Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian

September Oktober November


N Uraian
I II I I II I I II I Tempat
o Kegiatan I I I
I I V I I V I I V

Wawancara dan
1 Selayar
Observasi Lokasi

Analisis Sistem
2 Selayar
Berjalan

Analisis
3 Selayar
Permasalahan

Selayar,
Analisis Sistem
4 Makassa
Usulan
r

Persiapan

Komponen Makassa
5
Hardware & r

Software

Pembuatan Makassa
6
Sistem r
7 Pengujian Sistem Selayar

Selayar,

8 Evaluasi Sistem Makassa

Pembuatan Makassa
9
Laporan r
DAFTAR PUSTAKA

Isyanto, H., Budiyanto, Fadliondi, & Chamdareno, P. G. (2017). Pendingin


untuk peningkatan daya keluaran panel surya. Seminar Nasional Sains
Dan Teknologi 2017, November, 1–2.

Pawawoi, A., & Zulfahmi, Z. (2019). Penambahan Sistem Pendingin Heatsink


Untuk Optimasi Penggunaan Reflektor Pada Panel Surya. Jurnal Nasional
Teknik Elektro, 8(1), 1. https://doi.org/10.25077/jnte.v8n1.607.2019

Pido, R. (2019). Analisa Pengaruh Kenaikan Temperatur Permukaan Solar Cell


Terhadap Daya Output. Gorontalo Journal of Infrastructure and Science
Engineering, 2(2), 24. https://doi.org/10.32662/gojise.v2i2.683
Sumbodo, J. S., Kirom, M. R., & Pangaribuan, P. (2018). Efektifitas Pendingin
Menggunakan Termoelektrik Pada Panel Surya. E-Proceeding of
Engineering, 5(3), 3895–3902.

Warsito, A., Adriono, E., Nugroho, M. Y., & Winardi, B. (2013). Dipo Pv
Cooler, Penggunaan Sistem Pendingin Temperatur Heatsink Fan Pada
Panel Sel Surya (Photovolatic) Sebagai Peningkat Kerja Eergi Listrik Baru
Terbarukan Metode. Teknik Elektro.

Widiantara, I. B. G., & Sugiartha, N. (2019). Pengaruh Penggunaan Pendingin


Air Terhadap Output Panel Surya Pada Sistem Tertutup. Matrix : Jurnal
Manajemen Teknologi Dan Informatika, 9(3), 110–115.
https://doi.org/10.31940/matrix.v9i3.1582

Anda mungkin juga menyukai