Ketidaklancaran Berujar Yang Terkait Dengan Kajian Fonetik
Ketidaklancaran Berujar Yang Terkait Dengan Kajian Fonetik
NIM : 11170910000028
Prodi : Teknik Informatika (1 B)
Fonologi terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik. Fonologi berbeda
dengan fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa
direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia,
terutama yang berhubungan dengan penggunaan dan pengucapan bahasa. Dengan kata lain,
fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau
bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Sementara itu, Fonemik
adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda
arti. Fonetik atau fonetika adalah bagian ilmu dalam linguistik yang mempelajari atau
menyelidiki bunyi bahasa yang diproduksi oleh manusia tanpa melihat fungsi bunyi itu sebagai
pembeda makna dalam suatu bahasa (langue). Ilmu fonetik meyelidiki bunyi dari sudut
pandang tuturan atau ujaran (parole). Di sisi lain fonologi adalah ilmu yang berdasarkan
fonetik dan mempelajari sistem fonetika.1
Dalam artikel kali ini akan dibahas ketidaklancaran berujar yang terkait dengan kajian
salah satu cabang dari fonologi yakni fonetik.
1
Wikipedia, “Fonologi”, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Fonologi, pada tanggal 29 Desember pukul
01.40
“Language disabilities commonly associated with learning disabilities which can be
predicted on the basic of the youngster’s rate of the linguistic rule. In the area of
language. Learning disable children may have problem forming verbal abstractions and
performing the logical opperations required to interpret the complex relationships
expressed in language. Their oral problems may lead to deficits in perceiving and
interpreting as well as informulating and producing spoken language.“ (wiig dan semel,
1984:4-5)
Pada umumnya, penutur yang memiliki ketidaklancaran berujar ini akan sukar atau tidak
langsung merespons yang sewajarnya atau keadaan lain yang tidak diharapkan dalam suatu
percakapan. Masalah ketidaklancaran berujar oleh penutur ini dapat dilihat dari segi keadaan
atau kelemahan organ pertuturannya, keadaan suaranya (terutama dari segi nada dan
kenyaringan), kelancaran berujar (Thomas dan Charmack, 1990:2). Permasalah ini dapat
disebabkan oleh kegagapan (stuttering), kelumpuhan saraf otak (celebral parsied), afasia
(aphasia), disleksia (dyslexia), disatria (disathria), dll.
1. Kegagapan (Stuttering)
Menurut Ainsworth (1975), gagap merupakan salah satu permasalahan yang berhubungan
dengan ketidaklancaran ketika berbahasa, yang dialami oleh seorang penutur. pada umumnya,
penutur yang gagap adalah penutur yang menghadapi masalah kekurangmampuan artikulator
untuk berfungsi secara normal, dan/atau masalah pengaturan pernapasan atau lewatan udara
dari paru-paru si penutur. Antara lain, yang termasuk ciri-ciri kegagapan adalah pemandekan,
pemanjangan, dan pengulangan.
Pemandekan (atau kemandekan) merujuk kepada ketidakmampuan penutur untuk
menggerakkan atau mengawali gerak artikulator-artikulator pertuturannya untuk menghasilkan
suatu perkataan yang dikehendaki.Kemandekan ini muncul secara spontan sehingga penutur
berupaya melancarkannya.Upaya penutur untuk “memaksa” artikulator-artikulatornya
bergerak ini begitu kuatnya sehingga raut muka terlihat memerah2.
Pemanjangan merujuk kepada keadaan memanjangkan bunyi tertentu dalam jangka waktu
yang lebih lama yang dibanding dengan jarak waktu normal.Pada umumnya,penutur yang
normal akan memanjangkan bunyi suatu bahasa dalam jangka waktu yang singkat dibanding
dengan penutur gagap.Misalnya,sewaktu mengucapkan bunyi [n] untuk mengujarkan kata
[napas] ,penutur gagap akan membunyikannya dalam jangka waktu yang lebih lama (bila
2
Masnur Muslich, Fonologi Bahasa Indonesia, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm.11
dibanding dengan penutur normal).Pemanjangan juga bisa dilihat dari pengekalan suatu
artikulator pada posisi tertentu unyuk jangka waktu yang lama,misalnya mengekalkan posisi
lidah dan rahang ketika mengucapkan bunyi [t] dalam kata [tiba].
Pengulangan merujuk pada keadaan mengulang secara berturut-turut bunyi-bunyi tertentu
dalam suku kata,kata,frasa,atau kalimat ketika dianjurkan dalam suatu percakapan. Misalnya,
kalimat Dia terjatuh ke dalam parit diucapkan “D-d-dia dia dia t-t-t-ter-terja-ja-tuh ke-ke-ke
da-da-dalam p-p-parit” (Lihat Thomas dan Carmach, 1990: 104-110)
Keadaan seperti pemandekan, pemanjangan, dan pengulangan ini mewujudkan masalah
pada pembentukan dan kualitas nada, keadaan kelancaran lewatan udara paru-paru, dan
kekuatan suara penutur yang bersangkutan.
Alat seperti laringoskop dapat membantu fonetisi untuk memahami masalah pemandekan
yang dihadapi penutur gagap. Dengan bantuan alat ini, akan terlihat keadaan pita suara yang
tertutup rapat yang menyekat kelancaran aliran udara dari paru-paru penutur.
Untuk mengetahui kedudukan lidah dengan tepat sewaktu penutur gagap menghadapi
masalah pemandekan, fonetisi bis3a menggunakan teknik sineradiograf. Dengan sineradiograf
ini fonetisi bisa mengambil satu per satu gambar pergerakan setiap satu artikulator ketika
penutur berujar, di samping mengetahui dengan pasti kedudukan titik artikulasinya. (Painter,
1979:69)
Ciri pemanjangan (bunyi atau suku kata) yang terjadi pada penutur gagap dapat diukur
dengan menggunakan spektograf. Ukuran ini dipaparkan dalam cermin kata spektograf dalam
bentuk pola spektografik. Setiap kali sesudah penutur gagap diajarkan bagaimana peletakan
lidah yang betul untuk menghasilkan kualitas yang baik, maka spektograf pula yang akan
digunakan sebagai perbandingan kualitas bunyi-bunyi yang dihasilkan (Ohde dan Sharf,
1992:9). Cara ini akan membantu penutur yang bersangkutan untuk menghasilkan pola
spektografik yang mencerminkan kualitas ujaran yang baik. Teknik yang sama juga dapat
digunakan untuk membantu penutur gagap berjenis pengulangan3.
3
Ibid hlm. 12
penghasilan ujaran. Ketidaklancaran ini berkaitan dengan keadaan pernapasan yang tidak
normal yang berdampak pada aliran udara yang dipelukan ketika menghasilkan bunyi bahasa,
kenyaringan dan kejelasan suara, dan kemampuan gerakan artikulator-artikulator pertuturan.
Fonetisi berupaya memahami masalah kondisi pernapasan yang tidak normal ini dengan
menggunakan beberapa alat tertentu, misalnya pneumokatograf dan respirometer. Alat
pneumokatograf berfungsi untuk mengukur volume setiap pergerakan udara dalam bentuk mili
liter (mL), sedangkan alat respirometer memberikan petunjuk tentang kapasitas paru-paru dan
perubahan volume paru-
paru (Painter, 1979).
Dalam kasus ini, fonetisi berusaha membantu penutur yang mengalami kelumpuhan saraf
otak ini untuk berlatih menggerakkan artikulator-artikulator ke kedudukan atau posisi yang
tepat sesuai dengan bunyi bahasa yang ingin dihasilkan. Penutur bisa diajari jika menyalurkan
gerakan-gerakan udara dari paru-paru ke rongga hidung atau rongga mulut.
4
Ibid hlm. 13
Berdasarkan pemahaman tentang keadaan artikulator dan titik artikulasi serta tekanan dan
aliran rongga mulut atau hidung, penutur yang mempunyai belahan langit-langit mulut ini, ahli
fonetik bisa mencoba membantu perbaikan kualitas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan.
Bantuan ini bisa dengan cara mengajarkan penutur yang bersangkutan dengan posisi lidah yang
betul pada titik yang dapat menghasilkan bunyi bahasa yang dikehendaki, di samping
pengajaran daris egi cara letusan dan letupan dua bibir yang betul dalam penghasilan bunyi
afrikatif dan plosif
5
Masnur Muslich, Fonologi Bahasa Indonesia, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 15
Artinya :
Lihatlah kepada orang-orang yang lebih rendah daripada kalian, dan janganlah kalian
melihat kepada orang-orang yang berada di atas kalian, karena yang demikian itu lebih patut
bagi kalian, supaya kalian tidak meremehkan nikmat Allâh yang telah dianugerahkan kepada
kalian.” (H.R al-Bukhâri (no. 6490); Muslim (no. 2963 (9))6
Dari hadits di atas dapat diambil pesan bahwa sebagai hamba Allah, harus bersyukur
dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. pada diri setiap manusia karena apa yang
telah ditetapkan Allah itulah yang terbaik. Melihat ke atas sebagai motivasi untuk menjadi yang
lebih baik dan melihat ke bawah untuk selalu bersyukur.
Semoga artikel ini bermanfaat
6
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas, “Anjuran mensyukuri nikmat”, diakses dari
https://almanhaj.or.id/4102-anjuran-mensyukuri-nikmat.html pada tanggal 29 Desember 2017 pukul 01.50