Disusun Oleh :
Kelompok 9
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumus Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
A. Hakikat Dakwah......................................................................................................3
B. Hakikat Manusia......................................................................................................4
C. Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah...................................................................5
D. Manfaat Dakwah Bagi Manusia............................................................................11
E. Akibat Ketika Manusia Tidak Didakwahi Dan Tidak Melaksanakan Dakwah.......
A. Kesimpulan..............................................................................................................12
B. Saran.........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................13
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan informasi Al-Qur’an, ketika di alam arwah manusia telah melakukan
kesaksian bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Perjanjian ini disebut perjanjian ketuhanan
(‘ahd Allah) dan fitrah Allah. Nurcholish Madjid menyebutnya sebagai perjanjian primordial.
Namun sayangnya, semua manusia lupa akan perjanjian itu setelah ruh bersatu dengan jasad,
dalam proses kejadian manusia dan manusia lahir di alam dunia ini. Selanjutnya, Allah
kemudian memberikan din fitrah (agama yang cocok dengan syahadah ketika di alam ruh).
Dan din fitrah ini merupakan din al-Dakwah. Dengan demikian, dakwah diperlukan untuk
mengaktualkan syahadah ilahiah ke dalam kenyataan hidup dan kehidupan manusia.
Umat manusia sangat membutuhkan dakwah islamiyah ini. Mereka sangat butuh kepada
ajaran agama Allah yang kokoh ini. Dan Allah telah menciptakan manusia ini dalam keadaan
penuh kekurangan. Dari sini, maka bagaimana pun luas dan hebatnya pengetahuan mereka,
manusia tetap dalam kekurangan dan keterbatasanya. Karena inilah manusia sangat
membutuhkan orang yang mengajak untuk kembali kepada Allah. Berkaitan dengan masalah
ini Ibnul Qayyim mengatakan :
“ kebutuhan manusia kepada syariat islam ini adalah kebutuhan sangat mendesak,
melebihi kebutuhan mereka terhadap yang lainnya. Dan kebutuhan mereka terhadap syariat
ini jauh lebih hebat dibandingkan hajat mereka terhadap udara untuk pernafasan mereka,
bahkan jauh di atas kebutuhan terhadap makan dan minum. Oleh sebab itu tidak ada seorang
pun dari manusia yang kebutuhannya kepada sesuatu jauh lebih hebat di bandingkan
kebutuhan mereka terhadap ilmu pengetahuan tentang apa yang di bawa oleh Rasulullah
melaksanakannya mendakwahkannya dan bersabar menghadapinya”
Kepentingan dan keutamaan dakwah ini semakin terlihat jelas ketika fitrah manusia telah
mengalamai perubahan seiring dengan penyimpangan dari manhaj yang lurus ini menuju
peribadatan kepada selain Allah, baik melalui aturan pendidikan, lingkungan keluarga, atau
masyarakat yaang buruh atau dengan adanya da’i – da’i sesat yaitu padat syaitan dari kalangan
jin dan manusia. Sebagaimana Sabda Rasulullah :
“ tidak ada seoarang anak yang dilahirkan melainkan di lahirkan di atas fitrah ( Islam).
Lalu kedua orang tuanya yang membuatnya jadi yahhudi, Nashrani, atau majusi ( HR.
Bukhari dalam kitab Tafsir Surat Rum , 9/465 no/4775 dan Muslim Kitabul Qadar)
Maka tatkala berbagai hal yang merupakan faktor penyebab kesesatan manusia, Allah
memberi perintah untuk berdakwah dan Allah menurunkan kitab-kitabNya serta mengutus
para Rasul-Nya untuk berdakwah mengajak manusia KembalikepadaNya”.Selayaknya untuk
diungkapkan bahwa konsekuensi keberadaan mereka sebagai pengikut Rasulullah adalah
berdakwah mengajak manusia kepada Allah. Bahkan mutaba’ah itu tidak dianggap sempurna
kecuali dengan terpenuhinya hal ini.
Dakwah islam bertugas memfungsikan kembali indra keagamaan manusia yang memang
telah menjadi fikri asalnya, agar mereka dapat menghayati tujuan hidup yang sebenarnya untuk
berbakti kepada Allah. Sayid qutub mengatakan bahwa (risalah) atau dakwah islam ialah
mengajak semua orang untuk tunduk kepada Allah Swt. Taat kepada Rosul. Dan yakin akan
hari akhirat. Sasarannya adalah mengeluarkan manusia menuju penyembahan dan penyerahan
seluruh jiwa raga kepada Allah Swt. Dari kesempitan dunia ke alam yang lurus dan dari
penindasan agama-agama lain sudahlah nyata dan usaha-usaha memahaminya semakin mudah
sebaliknya, kebatilan sudah semakin tampak serta akibat-akibatnya sudah dirasakan di mana-
mana. Dengan demikian dakwah yang menjadi tanggung jawa kaum muslimin adalah bertugas
menuntun manusia ke alam terang, jalan kebenaran dan mengeluarkan manusia yang berada
dalam kegelapan kedalam penuh cahaya.
Dari uraian di atas, maka dapat disebutkan fungsi dakwah adalah: Dakwah berfungsi untuk
menyebarkan islam kepada manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga mereka
merasakan rahmat islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin bagi seluruh makhluk Allah SWT.
Dakwah berfungsi melestarikan nilai-nilai islam dari generasi ke generasi kaum muslimin
berikutnya sehingga kelangsungan ajaran islam beserta pemeluknyadari generasi ke generasi
berikutnya tidak terputus. Dakwah berfungsi korektif artinya meluruskan akhlak yang bengkok,
mencegah kemungkaran dan mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani.
B. Rumusan Masalah
a. Apa Hakikat Dakwah itu?
b. Apa Hakikat Manusia itu?
c. Bagaimana Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah?
d. Apa Manfaat Dakwah bagi Manusia?
e. Apa Akibat yang akan dialami oleh Manusia ketika ia Tidak didakwahi?
C. Tujuan Masalah
a. Mengetahui Apa Hakikat Dakwah itu?
b. Mengetahui Hakikat Manusia itu?
c. Mengetahui Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah?
d. Mengetahui Manfaat Dakwah bagi Manusia?
e. Mengetahui Akibat yang akan dialami oleh Manusia ketika ia Tidak didakwahi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Dakwah
Pengertian dakwah bagi kalangan awam disalahartikan dengan pengertian yang sempit
terbatas pada ceramah, khutbah atau pengajian saja. Pengertian dakwah bisa kita lihat dari segi
bahasa dan istilah. Berikut akan dibahas pengertian dakwah secara etimologis dan pengertian
dakwah secara terminologis.
1.Pengertian dakwah secara etimologis
Kata dakwah adalah derivasi dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yang berarti
memanggil, mengundang atau mengajak. Ism fa’ilnya (red. pelaku) adalah da’I yang berarti
pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi al-Lughoh wa al-a’lam disebutkan makna da’I
sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau mazhabnya.
Merujuk pada Ahmad Warson Munawir dalam Ilmu Dakwah karangan Moh. Ali Aziz (2009:6),
kata da’a mempunyai beberapa makna antara lain memanggil, mengundang, minta tolong,
meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan,
mendoakan, menangisi dan meratapi. Dalam Al-Quran kata dakwah ditemukan tidak kurang
dari 198 kali dengan makna yang berbeda-beda setidaknya ada 10 macam yaitu; mengajak dan
menyeru; berdo’a; mendakwa (menuduh); mengadu; memanggil; eminta; engundang; malaikat
Israfil; gelar; dan anak angkat.
Dari makna yang berbeda tersebut sebenarnya semuanya tidak terlepas dari unsur aktifitas
memanggil. Mengajak adalah memanggil seseorang untuk mengikuti kita, berdoa adalah
memanggil Tuhan agar mendengarkan dan mengabulkan permohonan kita,
mendakwa/menuduh adalah memanggil orang dengan anggapan tidak baik, mengadu adalah
memanggil untuk menyampaikan keluh kesah, meminta hampir sama dengan berdoa hanya saja
objeknya lebih umum bukan hanya tuhan, mengundang adalah memanggil seseorang untuk
menghadiri acara, malaikat Israfil adalah yang memanggil manusia untuk berkumpul di padang
Masyhar dengan tiupan Sangkakala, gelar adalah panggilan atau sebutan bagi seseorang, anak
angkat adalah orang yang dipanggil sebagai anak kita walaupun bukan dari keturunan kita. Kata
memanggil pun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meliputi beberapa makna yang diberikan
Al-Quran yaitu mengajak, meminta, menyeru, mengundang, menyebut dan menamakan. Maka
bila digeneralkan makna dakwah adalah memanggil.
Sebagaimana telah disebutkan di Bab I, definisi dakwah dari literature yang ditulis oleh pakar-
pakar dakwah antara lain adalah:
1.Dakwah adalah perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan
hidup sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik
(Aboebakar Atjeh, 1971:6).
2.Dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk sertmenyuruh kepada
kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh
Muhammad Al-Khadir Husain).
3.Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia
dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
4.Dakwah adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui
cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini
(dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin)
Dari defenisi para ahli di atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan
atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada
Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam
kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah,
seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Setelah kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan
dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasive bukan represif, karena
sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman
Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Maka penyebaran Islam
dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa dikatakan sesusai dengan misi dakwah.
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah menurut bahasa artinya
mengajak, menyeru, dan memanggil. Menurut istilah, dakwah adalah suatu proses mengajak
manusia untuk mengerjakan kebaikan dan menngikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik
dan melarang mereka dari berbuat jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan
akhirat, melalui metode dan media tertentu. Bebtuk-bentuk dakwah adalah tabligh, irsyad,
tadbir, dan tathwir. Adapun jenis-jenis dakwah adalah dakwah nafsiyah, fardiyah, fi’ah qalilah,
dan hizbiyah.
B. Hakikat Manusia
1. Pengertian Manusia
Menurut bahasa, manusia itu sendiri berasal dari kata “Nasia” yang artinya lupa.
Maksudnya adalah bahwa manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan Allah sewaktu di
alam ruh. Dalam arti lain, hakikat manusia memang pelupa. Hadits Rasul menjelaskan bahwa
manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Al-Qur’an menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam istilah
yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-insaan, an-naas, al-basyar, dan banii
Aadam. Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperlukan
teguran dan peringatan. Sedangkan kata an-naas (terambil dari kata an-naws yang berarti gerak;
dan ada juga yang berpendapat bahwa ia berasal dari kata unaas yang berarti nampak)
digunakan untuk menunjukkan sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau
sekelompok tertentu dari manusia.
Manusia disebut al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu
disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia menunjukkan
pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati
dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan ke mana ia akan kembali.
Penggunaan istilah banii Aadam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil
evolusi dari makhluk anthropus (sejenis kera). Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan kepada
Adam dalam al-Qur’an oleh Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikianjuga penggunaan
kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu menggunakan kata tunggal
(anta) dan bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 35.
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang
zalim.” (QS. Al-Baqarah: 35)
Manusia dalam pandangan al-Qur’an bukanlah makhluk anthropomorfisme yaitu makhluk
penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Qur’an menggambarkan
manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya.
Disamping itu manusia dianugerahi akal yang memungkinkan dia dapat membedakan nilai baik
dan buruk, sehingga membawa dia pada sebuah kualitas tertinggi sebagai manusia takwa.
Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan
sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal
bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam
dan istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada
hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai
makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci
dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa
saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai
makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah.
Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu . Sungguhpun
demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu
mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut
mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat
seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang
saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek
selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas
mutaqqin di atas.
Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada
teori superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan
yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa
manusia.
Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai
tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego
(nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu
muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan
sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan
justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi ditambah dengan petunjuk
wahyu bagi orang beragama bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa
memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar
dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu
sendiri.
2. Tugas manusia
Tugas manusia di muka bumi berdasarkankan tuntunan Al-Qur’an setidaknya ada dua,
yaitu sebagai khalifah dan sebagai ma’bud. Dari dua tugas tersebut, dalam perspektif filsafat
dakwah, bisa ditarik suatu benang, bahwa tugas manusia adalah sebagai subjek dakwah (da’i)
dan objek dakwah (mad’u). karena pada dasarnya da’i dan mad’u merupakan tugas manusia
sebagai wujud dari perilaku ma’bud pula, sebagaimana perintah Allah dalam firman-Nya dan
sabda Rasulullah saw yang pada intinya memerintahkan untuk melaksanakan dakwah,
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
3. Subjek Dakwah (Da’i)
Da’i/muballigh adalah setiap orang yang mengajak, memerintahkan orang di jalan Allah
(fi-Sabiilillah), atau mengajak orang untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-
Sunnah nabi Muhammad SAW. Berhasil tidaknya gerakan dakwah sangan ditentukan oleh
kompetensi seorang da’i, yang dimaksud dengan kompetensi da’i adalah sejumlah pemahaman,
pengetahuan, penghayatan, dan prilaku serta keterampilan yang harus dimiliki oleh para da’i,
oleh karena itu para da’i harus memilikinya, baik kompetensi substantif maupun kompetensi
metodologis
4. Objek Dakwah (Mad’u)
Objek dakwah (mad’u) ialah orang yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia,
sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainka kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (QS. As-Saba’: 28)
8. Dengan Dakwah Manusia Lebih Produktif Beramal Dan Tidak Egois (Individual)
وقل اعملوا فسيرى هللا عملكم ورسوله والمؤمنون
“katakanlah wahai muhammad, bekerjalah kalian, niscaya Allah swt akan melihat amal kalian, begitu
juga rosulNya dan orang-orang beriman.”
Pada hakikatnya dakwah bukanlah rantaian kata-kata yang tersusun menjadi kalimat yang keluar
dari lisan semata. Tetapi ia disampaikan dengan lisan dan diwujudkan dengan amal nyata. Karena itulah
Allah swt berfirman dalam surat as-shaf :
)3( ) َك ُبَر َم ْقًتا ِع ْنَد ِهَّللا َأْن َتُقوُلوا َم ا اَل َتْفَع ُلوَن2( َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ِلَم َتُقوُلوَن َم ا اَل َتْفَع ُلوَن
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (qs.
Asshaf : 1-2)
Kalau kita melihat sirah Rosulullah saw. Beliau adalah teladan dalam segala hal. Beliau adalah
orang pertama kali yang melakukan sebelum ia menyuruh umatnya untuk melakukannya. bahkan beliau
lebih banyak mencontohkan dengan amalnya. Sebagaimana yang pernah beliau lakukan ketika
membangun masjid kuba, beliau sendiri ikut serta dengan mengambil batu-batu untuk pondasi masjid.
Di perang akhzab ketika menggali parit, beliau juga yang menghancurkan batu-batu yang besar dimana
tidak ada sahabat yang sanggup menghancurkannya.
Inilah sebagian contoh bahwa dakwah melahirkan amal nyata. ada suatu kaidah yang mengatakan
“lisanul hal afsoh min lisanil maqol” perbuatan itu lebih mengena dari pada perkataan. karena dakwah
tidaklah menciptakan manusia yang pandai beretorika dan berdebat, tetapi ia melahirkan generasi yang
bisa membuktikan iman yang menghujam di dalam hati dengan amal dan karya nyata.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengertian Dakwah
Secara Etimologi, Dakwah berarti Menyeru, mengajak, mengundang. Sedangkan secara
terminologi, Dakwah berarti menyeru manusia menuju jalan Allah.
Pengertian Manusia
Menurut bahasa, manusia berasal dari kata “Nasia” yang artinya lupa. Maksudnya
adalah bahwa manusia hakikatnya lupa akan perjanjian dengan Allah sewaktu di alam ruh.
Dalam arti lain, hakikat manusia memang pelupa. Hadits Rasul menjelaskan bahwa manusia
adalah tempatnya salah dan lupa.
Ada dua aspek makna pentingnya dakwah bagi manusia, yaitu:
a. Memelihara dan mengembalikan martabat manusia
b. Membina akhlak dan memupuk semangat kemanusiaan
Makalah ini kami selesaikan dengan tidak mudah, dengan kerja keras, dan dengan
usaha yang semaksimal mungkin. Hal ini kami lakukan pastinya demi mendapatkan hasil
makalah yang sesuai. Walau demikian tentunya kami menyadari kekurangan dalam makalah
kami ini, hal itu pastinya karena kurangnya ilmu dan pengetahuan kami. Untuk itu kami
mengucapkan permohonan maaf kepada Desen kami dan kepada rekan-rekan sekalian.
Ambillah hal positif yang bisa didapat dari makalah ini dan berikan kepada kami saran, kritik
dan hal yang bersifat membangunlainnya. Hal itu pastinya demi kebaikan kami.
DAFTAR PUSTAKA
http://emmarachmatika.blogspot.com/2013/06/kebutuhan-manusia-terhadap-dakwah.html?
m=1