Anda di halaman 1dari 12

BAB 7

Measurement Aplication

7.1 Overview
Praktik akuntansi pengukuran menghadapi tantangan berat. Pertama adalah
reliabilitas, dimana manfaat pengambilan keputusan dari laporan keuangan yang
berdasarkan current value akan mengorbankan reliabilitasnya jika mengejar
relevansi yang tinggi. Kedua, skeptisme manajemen terhadap RRA dimana current
value tetap berlanjut pada akuntansi secara umum. Ketiga, manajer, investor dan
auditor mungkin lebih memilih akuntansi konservatif untuk current value accounting
dalam beberapa hal. Pendapat bahwa akuntansi konservatif dapat memberikan
kontribusi kepada investor untuk pengambilan keputusan dan mengurangi
kewajiban dari auditor.

7.2 Current Value Accounting


7.2.1 Dua Versi Akuntansi Nilai Saat Ini
1. Akuntansi didasarkan nilai sekarang
2. Akuntansi didasarkan pada nilai pakai.
Nilai pakai dapat diukur dengan diskonto nilai kini kas yang diharapkan
diterima atau dibayarkan sehubungan dengan penggunaan aset atau liabilitas. Nilai
pakai adalah yang paling relevan, karena nilai tersebut mengukur arus kas yang
diharapkan ke atau dari perusahaan. Nilai wajar didefinisikan sebagai harga yang
akan diterima untuk menjual aset atau kewajiban. Exit price atau harga keluar
mengukur baya kesempatan perusahaan untuk tujuan penggunaan aset dan
kewajiban. Nilai wajar didasarkan pada harga jual aset di pasar atau jumlah yang
harus dibayar untuk kewajiban atau liability dengan present value
Karena ketidaklengkapan pasar, tidak terdapat harga pasar yang baik untuk
banyak aset dan liabilitas, kedua standar tersebut menciptakan hierarki nilai wajar ,
yang terdiri dari tiga tingkatan yang dirangkum sebagai berikut:
Level 1 : Aset dan liabilitas dengan harga pasar yang cukup baik.
Level 2 : Aset dan liabilitas yang harga pasarnya dapat disimpulkan dari pasar. ket
harga barang serupa.
Level 3 : Aset dan liabilitas yang nilai pasarnya tidak dapat diamati atau disimpulkan.

7.3 Contoh Pengukuran Berlangsung Lama


Beberapa komponen dalam laporan keuangan merupakan komponen yang
dinilai dengan Current Value yang substansia. Beberapa contoh pengukuran berbasis
nilai yang umum dan sudah berlangsung lama. Komponen tersebut dijelaskan pada
sub-bab berikut:

7.3.1 Piutang dan Hutang


Dinilai berdasarkan jumlah kas yang akan diterima atau dibayar. Basis penilaian ini
menyesuaikan dengan present value.

7.3.2 Arus Kas Tetap Berdasarkan Kontrak


Ada banyak contoh dimana arus kas ditetapkan melalui kontrak. Valuasi yang
dilakukan banyak berdasarkan kepada basis nilai sekarang. Oleh karena itu, pasal
3065 CICA Handbook mengharuskan kontrak pinjaman modal dan asset-aset yang
terkait untuk dinilai pada nilai sekarang dari pembayaran sewa minimum, dengan
menggunakan tingkat bunga yang lebih rendah didalam sewa dan tingkat pinjaman
yang dilakukan oleh penyewa

7.3.3 Aturan Rendahnya Biaya atau Pasar


Aturan Lower-Of-Cost-or-Market merupakan contoh perspektif pengukuran lain yang
sudah lama dibentuk. Berdasarkan aturan ini, ketika nilai pasar dari duatu investasi
temporer berada di bawah nilai yang berlaku, Pasal 3010 CICA Handbook
mengharuskan adanya catatan terhadap nilai pasar.

7.3.4 Revaluasi Test Aset Tetap


IAS 16 mengizinkan opsi revaluasi. Sebagai alternatif terhadap biaya historis, aset
non-keuangan, seperti properti, pabrik, dan peralatan, dapat dinilai pada nilai wajar,
asalkan hal tersebut dapat dilakukan dengan andal. Setelah aset direvaluasi, nilai
wajar harus selalu diperbarui agar tidak berbeda secara material dengan nilai wajar
pada tanggal neraca. Revaluasi ini dapat meningkatkan atau menurunkan nilai
tercatat. Pilihan ini merupakan contoh utama lain dari pendekatan pengukuran.

7.4 INSTRUMEN KEUANGAN


Instrument keuangan adalah suatu kontrak yang memberikan kenaikan baik
terhadap asset keuangan maupun kewajiban atau isntrumen ekuitas pihak yang lain.
8 Aset dan liabilitas keuangan didefinisikan secara luas.
1. Uang Tunai
2. Instrumen ekuitas perusahaan lain
3. Hak kongtraktual
4. Menerima uang tunai atau aset keuangan lainnya dari perusahaan lain
5. Untuk menukarkan instrumen keuangan dengan perusahaan lain dengan kondisi
yang ada berpotensi menguntungkan
Demikian pula, liabilitas keuangan adalah setiap liabilitas yang ada
6. Kewajiban kontrak
7. Menyerahkan uang tunai atau aset lain kepada perusahaan lain
8. Menukar aset atau kewajiban kepada perusahaan lain dalam kondisi berpotensi
tidak menguntungkan.
Ini disebut sebagai instrumen utama

7.5 INSTRUMEN KEUANGAN UTAMA


7.5.1 Penetapan Standar Sedikit Mundur pada Akuntansi Nilai Wajar
Pembuat standar terjebak dalam posisi bahwa standar mereka menerapkan
akuntansi nilai wajar dengan asumsi bahwa pasar bekerja dengan baik, namun pasar
jelas tidak bekerja dengan baik. Dalam menghadapi kesulitan ini, mereka
memperkenalkan beberapa modifikasi pada tahun 2008:
 IASB dan FASB mengeluarkan panduan serupa tentang cara menentukan nilai
wajar ketika pasar tidak aktif (yaitu, tidak berjalan dengan baik). Panduannya
adalah ketika nilai pasar tidak ada dan tidak dapat disimpulkan secara andal dari
nilai item serupa, perusahaan dapat menentukan nilai wajar dengan
menggunakan asumsi mereka sendiri mengenai arus kas masa depan dari aset
dan liabilitas, yang didiskontokan pada tingkat suku bunga yang disesuaikan
dengan risiko
 IASB mengizinkan reklasifikasi aset keuangan tertentu untuk memungkinkan
konsistensi yang lebih besar dengan standar FASB, yang memungkinkan
pelonggaran nilai wajar dalam “keadaan yang jarang terjadi.” Keruntuhan pasar
dianggap sebagai keadaan seperti itu. Misalnya, pinjaman yang diberikan dan
piutang dapat dinilai berdasarkan biaya perolehan, meskipun nilai wajarnya
lebih rendah, sepanjang ekspektasi arus kas masa depan lebih besar daripada
biaya perolehannya.

7.5.2 Perubahan Jangka Panjang terhadap Akuntansi Nilai Wajar


Berdasarkan standar IFRS 9 yang baru efektif tahun 2015, aset dan liabilitas
keuangan dicatat berdasarkan nilai wajar pada saat akuisisi. Penilaian selanjutnya
atas sebagian besar liabilitas didasarkan pada biaya perolehan diamortisasi.
Perubahan nilai wajar umumnya dimasukkan dalam laba bersih. Namun, untuk aset
keuangan yang merupakan investasi ekuitas, pada saat akuisisi, perusahaan dapat
memilih untuk memasukkan keuntungan dan kerugian nilai wajar yang belum
direalisasi ke dalam penghasilan komprehensif lain kecuali aset tersebut
dimaksudkan dijual kembali. Pada saat penulisan, aturan FASB untuk penilaian
sekuritas utang dan ekuitas agak berbeda. ASC 320-10 menerapkan klasifikasi tiga
bagian untuk aset keuangan:
 Perdagangan . Sekuritas ini diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali.
Pendapatan tersebut dinilai pada nilai wajar, dengan keuntungan dan kerugian
yang belum direalisasi dimasukkan dalam laba bersih.
 Dimiliki hingga Jatuh Tempo . Sekuritas ini diperoleh dengan tujuan untuk
dimiliki hingga jatuh tempo. Mereka dinilai pada biaya perolehan diamortisasi.
Jika nilai wajarnya lebih rendah dari biaya perolehan diamortisasi, maka efek
tersebut diturunkan sebesar nilai wajarnya.
 Tersedia untuk dijual . Sekuritas ini dinilai pada nilai wajar, dengan keuntungan
yang belum direalisasi dan kerugian yang termasuk dalam penghasilan
komprehensif lain.
7.5.3 Opsi Nilai Wajar IFRS 9 berisi opsi nilai wajar .
Ada dua hal mengenai perolehan yang perlu diperhatikan.
1. Penurunan nilai wajar utang menciptakan transfer kekayaan antar konstituen:
Pemegang saham memperoleh keuntungan melalui nilai ekonomi yang lebih
rendah dari utang perusahaan, dan pemegang utang mengalami kerugian
melalui peningkatan risiko pembayaran bunga dan pokok di masa depan.
2. Peningkatan risiko kredit suatu perusahaan biasanya disertai dengan penurunan
nilai wajar asetnya. Namun, banyak dari aset-aset ini, seperti nilai penelitian dan
pengembangan atau niat baik yang dikembangkan sendiri, tidak tercatat.

7.5.4 Pencadangan Kerugian Pinjaman


Hasil kedua dari proyek IASB untuk menggantikan IAS 39 adalah proposal
untuk merevisi aturan pengakuan penurunan nilai aset keuangan yang dinilai pada
biaya perolehan diamortisasi, seperti pinjaman yang diberikan. Usulannya adalah
untuk memasukkan kerugian kredit yang diperkirakan ke dalam perhitungan arus kas
masa depan yang diharapkan untuk pinjaman yang diberikan, sebuah proses yang
disebut penyisihan kerugian pinjaman. Akibatnya kerugian kredit akan diakui “lebih
cepat” dibandingkan dengan standar penurunan nilai sebelumnya, dimana kerugian
kredit tidak dicatat sampai suatu aset mengalami penurunan nilai.
Hal penting yang perlu diperhatikan mengenai usulan akuntansi ini adalah
bahwa kerugian pinjaman dicatat sebelum terjadinya gagal bayar kredit yang
sebenarnya. Sarana penting untuk memperlancar laba adalah penyisihan kerugian
pinjaman. Sejauh manajer mempunyai fleksibilitas untuk mengelola ketentuan ini,
perataan laba harus ditingkatkan.
Interaksi antara relevansi dan keandalan ini diteliti oleh Bushman dan
Williams (BW; 2012), berdasarkan sampel bank dari 27 negara selama tahun 1995–
2006.BW menemukan bahwa hubungan antara leverage dan risiko bank (diukur
dengan volatilitas aset) di suatu negara melemah seiring dengan meningkatnya
tingkat perataan laba di negara tersebut. BW juga menemukan bahwa semakin besar
kemampuan penyisihan kerugian pinjaman untuk secara akurat memprediksi
kerugian pinjaman di masa depan di suatu negara (yang berarti berkurangnya
keleluasaan untuk mengelola penyisihan kerugian pinjaman), semakin besar pula
peningkatan hubungan antara leverage dan risiko bank

7.6 NILAI WAJAR VERSUS BIAYA SEJARAH


Berdasarkan akuntansi nilai wajar, bank kemudian harus mencatat
kepemilikan aset jangka panjang mereka ke harga likuiditas, yang menyebabkan
pelanggaran persyaratan modal hukum dan kebangkrutan teknis, meskipun
berdasarkan nilai pakai aset tersebut mampu membayar utang. Berdasarkan
akuntansi biaya historis, penurunan nilai ini tidak terjadi dan bank tetap mampu
membayar utang. Allen dan Carletti (AC; 2008) menyajikan model di mana bank dan
perusahaan asuransi memiliki aset keuangan jangka panjang dan jangka pendek.
Apabila suatu keadaan alamiah terjadi dimana perusahaan asuransi tidak dapat
membayar klaimnya, maka perusahaan tersebut harus melakukan likuidasi,
termasuk menjual aset jangka panjangnya
Karena nilai pakai lebih besar daripada nilai wajar berdasarkan penetapan
harga likuiditas, maka pemegang saham akan lebih diuntungkan jika pinjaman
dimiliki hingga jatuh tempo. Akan tetapi, keinginan manajer untuk memaksimalkan
laba bersih pada tahun berjalan bertentangan dengan hal ini. Hasilnya adalah
berdasarkan akuntansi nilai wajar, harga pasar aset tidak likuid didorong jauh di
bawah nilai aktualnya bagi lembaga keuangan. Sebaliknya, asumsikan bahwa
pinjaman dicatat berdasarkan biaya historis murni. Kemudian, tidak ada penurunan
nilai pada akhir tahun. Hal ini menghilangkan motivasi manajer untuk menjual,
mendorong perusahaan untuk mempertahankan pinjaman mereka dan dengan
demikian mengurangi jatuhnya nilai pasar.

7.7 RISIKO LIKUIDITAS DAN KUALITAS PELAPORAN KEUANGAN


Dari beberapa penelitian sebelumnya Kami menyimpulkan bahwa risiko
likuiditas dapat menjadi kontributor yang signifikan terhadap biaya modal, terutama
pada saat kondisi pasar sedang lesu, dan pelaporan keuangan yang berkualitas,
dengan mengurangi risiko likuiditas, dapat membantu mengurangi dampak buruk
risiko likuiditas terhadap biaya modal.
7.8 PENGHENTIAN PENGAKUAN DAN KONSOLIDASI
Pembiayaan di luar neraca, yang menyembunyikan sebagian besar risiko yang
ditanggung oleh lembaga keuangan, tidak akan mungkin terjadi tanpa penghentian
pengakuan aset dan kegagalan selanjutnya untuk mengkonsolidasikan entitas-entitas
di luar neraca yang memiliki banyak aset sponsor yang dihentikan pengakuannya.
Persyaratan penghentian pengakuan ini telah disesuaikan dengan standar FASB.
Dengan demikian, Standar penghentian pengakuan AS (ASC 860-20) pada dasarnya
serupa dengan IFRS 9. Standar baru juga memerlukan pengungkapan tambahan yang
substansial terkait dengan konsolidasi dan penghentian pengakuan. IFRS 12
mensyaratkan, misalnya, pengungkapan “pertimbangan signifikan” yang dibuat
dalam menentukan apakah perusahaan memiliki kendali atas entitas lain
Implikasi dari standar penghentian pengakuan, konsolidasi, dan
pengungkapan tambahan ini adalah sebelum terjadinya krisis pasar, investor tidak
memiliki informasi yang cukup untuk mengevaluasi aktivitas off balance sheet secara
menyeluruh. Jika tidak, mengapa harus mewajibkan standar baru? Kami
menyimpulkan bahwa pembuat standar berupaya untuk meningkatkan pelaporan
dan pengungkapan, sehingga praktik akuntansi yang berkontribusi terhadap krisis ini
tidak akan terulang kembali. Namun, sejauh mana individu yang cerdas menemukan
cara untuk menyiasati standar baru ini masih harus dilihat.

7.9 INSTRUMEN KEUANGAN DERIVATIF


7.9.1 Karakteristik Derivatif
Instrumen derivatif adalah kontrak yang nilainya bergantung pada harga
dasar , suku bunga, nilai tukar mata uang asing, atau variabel lainnya. Contoh umum
adalah sebuah opsi, seperti opsi beli (call option), yang memberikan hak kepada
pemegangnya untuk membeli. Semakin tinggi harga pasar, semakin tinggi nilai
opsinya, hal-hal lain dianggap sama. instrumen derivatif adalah instrumen derivatif
umumnya mensyaratkan atau mengizinkan penyelesaian secara tunai—penyerahan
aset terkait dengan kebutuhan yang mendasarinya tidak terjadi.
Banyak perlindungan yang dapat diperoleh dengan biaya yang relatif rendah.
Leverage adalah alasan lain mengapa penggunaan derivatif meningkat pesat. Tentu
saja leverage adalah pedang bermata dua. Jika manajer menggunakan derivatif
secara oportunis untuk berspekulasi mengenai harga dasar dan bukan untuk
mengelola risiko, jumlah kerugian yang mungkin timbul, karena investasi awal yang
rendah, bisa sangat besar. Perubahan nilai wajar instrumen derivatif diakui dalam
laba bersih berdasarkan IFRS 9 dan ASC 815-10-35, kecuali untuk kontrak lindung
nilai tertentu

7.10 KESIMPULAN AKUNTANSI INSTRUMEN KEUANGAN


7.10.1 Pendahuluan
Instrument keuangan adalah suatu kontrak yang memberikan kenaikan baik
terhadap asset keuangan maupun kewajiban atau isntrumen ekuitas pihak yang lain.
Akuntansi nilai wajar untuk instrumen keuangan adalah contoh utama pergerakan
pembuat standar menuju akuntansi nilai wajar. Standar akuntansi nilai wajar yang
ada dipandang terlalu rumit untuk mengatasi tekanan yang diakibatkannya. Pembuat
standar terpaksa merevisi standar untuk memungkinkan peningkatan penggunaan
nilai pakai dan akuntansi biaya diamortisasi untuk instrumen keuangan yang ingin
dimiliki perusahaan hingga jatuh tempo. Namun, hal ini menimbulkan kekhawatiran
mengenai keandalan penilaian yang dihasilkan. Selain itu, pembuat standar telah
merevisi standar penghentian pengakuan, konsolidasi, derivatif, dan pengungkapan,
karena kelemahan dalam standar ini berkontribusi terhadap kehancuran pasar.

7.11 AKUNTANSI HUKUM TIDAK BERWUJUD


7.11.1 Pendahuluan
Aset tidak berwujud adalah aset modal yang tidak memiliki substansi fisik,
seperti paten, merek dagang, waralaba, tenaga kerja yang baik, lokasi,
restrukturisasi, teknologi informasi, nama situs Internet, dan, yang lebih umum
Goodwill. Aset tak berwujud tersebut harus diuji penurunan nilainya. Penurunan
nilai diwajibkan berdasarkan IAS 36 jika jumlah terpulihkan aset kurang dari nilai
buku, dimana jumlah terpulihkan adalah yang lebih besar antara nilai wajar (setelah
dikurangi biaya penjualan) dan nilai pakai
7.11.2 Akuntansi Goodwill yang Dibeli
Goodwill adalah bagian Aset dalam neraca keuangan perusahaan,
diklasifikasikan dalam aset tak berwujud yang muncul pada saat terjadi akuisisi suatu
perusahaan terhadap perusahaan yang lain. Karena goodwill merupakan aset tidak
berwujud, maka sulit dilakukan pengukuran secara pasti. Hal ini karena manfaat yang
diperoleh dari goodwill dirasakan di masa datang, seperti brand yang settled, produk
atau perusahaan yang terkenal, respon pasar yang besar dan sebagainya. Munculnya
goodwill ketika terjadi pembayaran (pembelian) atas transaksi strategis dengan
harga di atas harga pasar aset bersih (nilai buku). Selisih yang timbul inilah yang
dinamakan Goodwill. Sehingga, dapat dikatakan Goodwill merupakan representasi
angka yang lebih besar dari nilai buku yang dibayarkan suatu entitas untuk bisa
mendapatkan entitas lain.

7.11.3 Goodwill yang Dikembangkan Sendiri


Goodwill yang dikembangkan sendiri berbeda dengan goodwill yang dibeli
atau yang diperoleh dari akuisisi perusahaan. Pada godwill yang dikembangkan
sendiri tidak ada transaksi yang langsung dapat diidentifikasi untuk menentukan
harga goodwill, sehingga konsekuensinya, biaya yang terjadi mungkin dapat
menciptakan goodwil, seperti R&D. Goodwill lain yang dikembangkan dari biaya ini
adalah sebagai abnormal return pada laporan keuangan berikutnya. Namun alasan
ini sudah tidak dapat diyakini lagi, karena alasan utama mengapa harga saham
merespon pengumuman pendapatan adalah karena pasar melihat net income
dengan hati-hati untuk petunjuk earning power di masa depan.
Pada dasarnya, Goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh
dikapitalisasi dalam akun, karena pengukuran komponen goodwill terlalu kompleks
dan menghubungkan setiap biaya dengan manfaat masa depan yang sulit. Goodwill
bisa saja muncul tanpa biayak husus untuk mengembangkannya.
Kesulitan untuk menentukan apakah suatu aset tidak berwujud yang
dihasilkan secara internal atau dari hasil pengembangan oleh perusahaan dapat
memenuhi kriteria untuk diakui tersebut, antara lain :
1. Menentukan apakah saat timbulnya aset yang dapat diidentifikasi akan
menghasilkan manfaat ekonomis masa depan.
2. Menentukan dengan tepat biaya perolehan aset tak berwujud tersebut. Dalam
beberapa kasus, biaya untuk menghasilkan suatu aset tidak berwujud tidak
dapat dibedakan dengan biaya untuk memelihara atau meningkatkan goodwill
yang dihasilkan secara internal atau biaya untuk menjalankan operasi sehari-hari

7.11.4 Model Surplus Bersih Ditinjau Kembali


Pendekatan lain untuk menilai Goodwill yang dikembangkan sendiri adalah
dengan menggunakan model surplus bersih. Alternatifnya, penghitungan goodwill
surplus bersih mungkin bisa berfungsi sebagai uji penurunan nilai untuk goodwill
yang dibeli. Jika, dalam kasus Canadian Tire, nilai buku goodwill yang dibeli melebihi
$2.207 juta, hal ini menunjukkan bahwa goodwill yang dibeli harus dicatat agar tidak
melebihi nilai ini. 30 Namun, prosedur seperti itu mengaburkan perbedaan antara
niat baik yang dibeli dan yang dikembangkan sendiri. Misalnya, goodwill yang dibeli
mungkin tidak bernilai, dalam hal ini goodwill tersebut harus diturunkan menjadi nol,
dan $2,207 juta tersebut kemudian akan dikembangkan sepenuhnya sendiri.

7.11.5 Ringkasan
Akuntansi untuk aset tak berwujud adalah ujian akhir dari pendekatan
pengukuran. Penerapan pendekatan pengukuran akuntansi goodwill menimbulkan
masalah keandalan yang parah. Masalahmasalah ini mungkin dapat diatasi dengan
niat baik yang dibeli, karena setidaknya tersedia perkiraan biayanya. Namun, bahkan
untuk goodwill yang dibeli, amortisasinya pada dasarnya sewenang-wenang karena
sulitnya menentukan masa manfaatnya.

7.12 PELAPORAN RISIKO


7.12.1 Risiko Beta
Dalam SFAC 1, badan akuntansi profesional mengakui bahwa investor
membutuhkan informasi risiko. Teori mengusulkan bahwa beta saham merupakan
satu-satunya ukuran risiko spesifik terhadap perusahaan bagi diversifikasi portofolio
investor rasional. Beta biasanya diperkirakan dengan menggunakan analisis regresi.
Oleh karena itu, pelaporan keuangan memiliki peran yang kecil terhadap pelaporan
risiko perusahaan. Tetapi perlu diketahui bahwa beta dan ukuran risiko berbasis
akuntansi saling berkorelasi. Ukuran risiko berbasis laporan keuangan dapat
mengindikasikan arah dan besarnya perubahan dalam beta. Cara untuk
mengestimasi beta adalah dengan analisis regresi pada model pasar. Pengukuran ini
dapat mengindikasikan arah dan besarnya perubahan dalam risiko daripada model
pasar yang biasanya memerlukan waktu untuk pengumpulan data dan reestimasi.
Yang pertama kali menguji hubungan antara beta dengan ukuran rasio berbasis
pelaporan keuangan adalah Beaver et al. (1970), bisa disebut dengan BKS. BKS
menggunakan sampel 307 perusahaan yang terdaftar di NYSE untuk periode 1947 –
1956 dan 1957–1965. BKS mengukur berbagai ukuran risiko berbasis laporan
keuangan (misalnya dividend payout, leverage, dan earnings variability). BKS
menemukan bahwa variabel akuntansi merupakan penaksir yang lebih baik terhadap
beta masa depan dibandingkan dengan beta sekarang.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Hamada (1972) menunjukkan bahwa, dalam
kondisi ideal, ada hubungan langsung antara rasio debt to equity terhadap beta. Lev
(1974) menemukan bahwa, dalam kondisi ideal, ada hubungan langsung operating
leverage (rasio biaya operasi tetap terhadap biaya variabel) terhadap beta. Dalam
kondisi tidak ideal, setidaknya sebagian dari hubungan langsung tersebut dapat
terjadi. Beta pasar diukur dengan formula CAPM. Sedangkan accounting based beta
dapat dilihat dari:
 Financial leverage (perbandingan utang dengan modal). Semakin besar utang,
semakin besar risiko perusahaan.
 Operating leverage (perbandingan fixed cost dengan variable cost). Semakin
besar fixed cost perusahaan, maka semakin besar risiko perusahaan tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, badan penyusun standar menuntut
perusahaan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan risiko dalam
laporan keuangan tahunan. Pada dasarnya informasi mengenai risiko perusahaan,
selain beta, dihargai oleh pasar saham, setidaknya untuk lembaga keuangan.

7.12.2 Mengapa Perusahaan Mengelola Risiko Spesifik Perusahaan?


1. Pelaporan keuangan telah merespon dengan meningkatnya pelaporan
menggunakan nilai wajar bagi instrumen finansial yg dilengkapi dengan
pembahasan tentang risiko dan bagaimana pengaturannya dan dengan
pengungkapan informasi kontrak instrumen finansial.
2. Menjadikan investor mampu mengevaluasi jumlah, waktu, dan ketidakpastian
ROI.
3. Disagregasi yang meningkat tentang informasi instrument finansial akan
membantu investor dalam evaluasi

7.12.3 Reaksi Pasar Saham terhadap Risiko Lainnya


Beta pasar diukur dengan formula CAPM. Accounting based beta dapat dilihat dari:
 Financial leverage (perbandingan utang dengan modal). Semakin besar utang,
semakin besar risiko perusahaan.
 Operating leverage (perbandingan fixed cost dengan variable cost). Semakin
besar fixed cost perusahaan, maka semakin besar risiko perusahaan tersebut.

7.12.4 Pendekatan Pengukuran terhadap Pelaporan Risiko


Dalam beberapa tahun terakhir ini, badan penyusun standar menuntut
perusahaan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan risiko dalam
laporan keuangan tahunan. FASB 107 tentang Disclosures about Fair Value of
Financial Instruments dan FAS 133 tentang Accounting for Derivatives and Hedging
Activities menuntut untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan risiko,
misalnya informasi suplemen tentang eksposur terhadap risiko kredit dan pasar serta
risiko kebijakan manajemen. Tidak hanya yang bersifat kualitatif yang perlu
dilaporkan, tetapi juga terkait dengan perspektif pengukuran yang bersifat
kuantitatif.

Anda mungkin juga menyukai