GENUE
Oleh :
Reza Fahlevi
21/490768/PKU/20060
Yogyakarta 2023
i
DAFTAR ISI
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR SINGKATAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Osteoarthritis
Osteoarthritis (OA) adalah suatu kondisi penyakit kronis yang ditandai dengan kerusakan
kartilago sendi disertai kekakuan, nyeri dan adanya gangguan gerak sendi. Osteoarthritis
merupakan penyakit sendi yang cukup sering terjadi di negara berkembang dan menyebabkan
disabilitas kronis (Siahaan & Suryawijaya, 2020).
Prevalensi osteoarthritis meningkat seiring dengan peningkatan usia disertai faktor risiko lain
yang mempengaruhi yaitu obesitas. Secara global, sebanyak 595 juta orang terkena
osteoarthtritis pada 2020, setara dengan 7.6% populasi global dengan peningkatan sebesar
132.2% dari total kasus tahun 1990 (Steinmetz, et al 2021). Di Indonesia, prevalensi OA yang
tampak secara radiologis mencapai 15.5% pada pria dan sebanyak 12.7% pada wanita yang
berusia 40-60 tahun (Hellmi, et al, 2023).
Osteoarthritis secara umum menyerang sendi lutut, tangan, kaki, tulang belakang, bahu
dan panggul. Diantara sendi-sendi yang diserang, OA lutut merupakan penyebab disabilitas
kronik yang cukup sering terjadi. OA lutut juga diketahui dapat menyerang usia lebih muda
terutama wanita dengan obesitas. Insidensi OA lutut dapat meningkat dengan bertambahnya usia
dan peningkatan rata-rata berat badan pada suatu populasi (Siahaan & Suryawijaya, 2020).
Gejala OA umumnya dimulai saat usia dewasa, dengan tampilan klinis kaku sendi yang
dirasakan terutama di pagi hari atau kaku sendir setelah istirahat. Sendi dapat mengalami
pembengkakan dan ditemukan krepitus saat digerakkan, dapat juga ditemukan keterbatasan
gerak sendi. Dalam kepentingan penyeragaman diagnosis, maka dipergunakan acuan berupa
klasifikasi diagnosis berdasarkan kriteria berdasarkan American College of Rheumatology (IRA,
2014).
1
Tabel 1.1 Klasifikasi diagnosis OA berdasarkan kriteria ACR
2
Gambar 1.1 Radiografi polos derajat OA lutut
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
komposisi dan karakteristiknya. Dohan Ehrenfest et al, menggambarkan bahwa ada 3 metode
untuk menghasilkan PRP, yaitu (1) metode double-spinning akan menghasilkan 4-8 kali lipat
perubahan pada konsentrasi platelet di atas level baseline dan juga konsentrat leukosit; (2)
metode single-spinning, akan menghasilkan 1-3 kali lipat perubahan konsentrasi platelet di atas
level baseline; dan (3) filtrasi darah selektif. Berdasarkan konten leukosit dan fibrinnya,
perbedaan formulasi PRP dapat dibagi menjadi: Pure Platelet-Rich Plasma (P-PRP), Leukocyte-
Platelet Rich Plasma (L-PRP), Pure Platelet-Rich Fibrin (P-PRF) dan Platelet-Rich Fibrin (L-
PRF). Walaupun sebagian hasil penelitian menunjukkan PRP dengan lekosit yang lebih tinggi
memberikan hasil yang lebih baik dibanding PRP dengan leukosit yang rendah, tetap saja
keunggulan formula PRP lainnya tetap perlu diteliti lebih lanjut.
Pada penelitian oleh Taniguchi et al tahun 2018 dijelaskan tentang prosedur persiapan
untuk mendapatkan PRP. Untuk menghindari efek dari makanan yang dikonsumsi sebelumnya
pada PRP murni, pasien diinstruksikan untuk berpuasa selama 4 jam sebelum pengambilan darah
pada hari penyuntikan, tidak ada batasan untuk asupan air. Dengan menggunakan teknik aseptik,
sekitar 36 mL darah vena diambil dari vena antecubital untuk menghindari iritasi dan trauma
pada trombosit. Darah dikumpulkan dalam empat tabung ekstraksi yang mengandung natrium
sitrat 3,8% sebagai antikoagulan. Selanjutnya tabung disentrifugasi dengan kecepatan 2100 rpm
selama 8 menit pada suhu kamar untuk memisahkan darah di setiap tabung menjadi plasma,
buffy coat, dan sisa sel darah merah. Selanjutnya, prosedur dilakukan seluruhnya di dalam
kabinet biosafety. Poor-Platelet Plasma (PPP), yang mewakili fraksi 2 mL paling atas di setiap
tabung, disedot dengan pipet dan dikirim untuk analisis hematologi. PRP, yang sesuai dengan
fraksi 2 mL yang lebih rendah dari masing-masing tabung, terletak tepat di atas sel darah merah
yang diendapkan secara selektif tetapi tidak termasuk buffy coat, disedot dengan hati-hati dari
setiap tabung menggunakan pipet. Untuk setiap pasien, empat sampel PRP 2 mL dikumpulkan
(dari empat tabung pengumpul darah) dan dicampur ke dalam sediaan 8 mL, dimana 6 mL
digunakan untuk injeksi. Sisa 2 mL sediaan PRP dibagi menjadi dua unit kecil masing-masing 1
mL; satu unit dikirim ke laboratorium untuk analisis hematologi, sedangkan unit lainnya
disimpan dalam tabung Eppendorf pada suhu –80°C untuk penentuan konsentrasi faktor
pertumbuhan selanjutnya (kepentingan penelitian).
5
Gambar 2.2 Alur pembuatan PRP (Dhurat & Sukesh, 2014)
2.3 Keamanan, Dosis, Efek Samping dan Hasil dari Injeksi PRP
Belum ada standarisasi teknik pembuatan preparate PRP untuk terapi OA lutut sehingga
menimbulkan tingginya heterogenitas hingga saat ini (Hellmi et al, 2023). Sehingga dosis
pemberian PRP untuk injeksi intraartikular belum ditetapkan. Terdapat penelitian di Jepang oleh
Taniguchi et al tahun 2018, disebutkan pada metode penelitiannya digunakan 6mL PRP yang
diinjeksi dengan spuit ukuran 21. Pada awal prosedur dilakukan proses asepsis, lalu PRP
diinjeksi pada lutut dengan posisi fleksi 20, dengan pendekatan superolateral. Tanpa dilakukan
anestesi lalu setelah prosedur, pasien tidak diperbolehkan untuk beraktifitas berat seperti
berolahraga selama 24 jam, akan tetapi tidak ada larangan untuk aktivitas sehari-hari. Injeksi
dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval 1 minggu. Seluruh pasien dievaluasi sebelum
intervensi dan pada bulan ke-1,3, dan 6 setelah terapi. Setelah 6 bulan follow-up, 80% pasien
mengalami penurunan skor nyeri VAS sebanyak 50% atau lebih. Hanya beberapa efek samping
ringan yang ditemukan dan gejala mereda 48 jam setelah injeksi. Pada penelitian ini disimpulkan
6
bahwa PRP dinilai aman untuk OA lutut ringan-sedang dan berpotensi untuk mengurangi nyeri
hingga 6 bulan.
Gambar 2.3 Injeksi PRP pada kantong suprapatellar dengan pendekatan superolateral
Terdapat penelitian serupa yang dilakukan di Italia oleh Moretti et al tahun 2022.
Penelitian ini bersifat prospektif bertujuan untuk menilai efikasi dan kemanan penggunaan PRP
pada pasien OA lutut. Pada penelitian ini digunakan 5mL PRP yang diinjeksi pada lutut pasien.
Pasien berada pada posisi supine dengan lutut fleksi 90 lalu dengan menggunakan spuit ukuran
21, injeksi dilakukan ke area lunak antero-lateral lutut. Pasien dievaluasi pada saat rekruitmen,
bulan-ke1,3 dan 6 setelah injeksi. Tidak ada efek samping yang ditemukan pada penelitian ini.
Hasil dari penelitian inia dalah terdapat penurunan VAS skor, Knee Score Society (KSS) dan The
Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthtritis Index (WOMAC) yang signifikan
sehingga disimpulkan injeksi PRP dapat menjadi terapi konservatif untuk menguarngi nyeri,
meningkatkan kualitas hidup pasien OA lutut selama 6 bulan.
Berbagai penelitian menunjukkan efek samping minimal dalam penggunaan injeksi PRP
sebagai terapi intervensi OA lutut. Beberapa disebutkan terdapat nyeri setelah injeksi dan
bengkak sesaat setelah injeksi. Insidensi efek samping setelah injeksi PRP diketahui
berhubungan dengan konsentrasi leukosit, dan salah satu penelitian yang meneliti perbandingan
injeksi Leukocyte-Poor Platelet-Rich Plasma (LP-PRP) vs Leukocyte -Rich Platelet-Rich
Plasma (LR-PRP) pada OA lutut bahwa terdapat efek samping pembengkakan lutut post injeksi
7
lebih banyak pada kelompok yang menerima LR-PRP. Hal ini didukung secara teori bahwa
adanya leukosit pada PRP meningkatkan aktifitas proinflamasi dari ekspresi kaskade katabolic
dan pelepasan marker inflamasi (Kim et al, 2021).
8
di Indonesia, yaitu high molecular weight dan low molecular weight atau tipe campuran. Asam
hialuronat dapat meregulasi secara selular dan berkontribusi untuk meningkatkan viskoelastisitas
dari cairan sinovial pada celah sendi. Lebih lanjut, asam hialuronat dapat meningkatkan volume
cairan sinovial yang bermanfaat untuk meningkatkan fungsi lutut pada pasien OA. Terdapat
beberapa penelitian yang membandingkan terapi intervensi antara injeksi AH dengan injeksi
PRP. Salah satu systematic review dan meta-analysis oleh Li et al di tahun 2023 meneliti tentang
efikasi dari injeksi antara keduanya. Sebanyak 14 RCT yang dipublikasikan tahun 2012-2022
diikutsertakan dalam penelitian ini yang melibatkan 1512 partisipan. Hasil dari penelitian ini,
partisipan yang diinjeksi dengan PRP mendapatkan hasil VAS skor yang lebih rendah pada bulan
ke-3 (P<0.00009) dan bulan ke-12 (P<0.00001). Kelompok yang menerima injeksi PRP juga
mendapatkan skor International Knee Documentation Committee (IKDC) lebih tinggi pada bulan
ke-3 (P<0.003) dan bulan ke-6 (P<0.001).
Meskipun telah ada hasil positif dari berbagai penelitian yang meneliti efikasi dan
keamanan dari injeksi intra-artikular PRP pada OA lutut hingga kini masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Perhimpunan Reumatologi Indonesia tahun 2023 masih menyatakan
terapi PRP pada OA lutut masuk dalam kategori terapi yang belum direkomendasikan. Alasan
utamanya yaitu adanya prosedur atau protocol terapi yang belum terstandarisasi. Sistem
pengambilan volume PRP dan protokol persiapan hingga kini masih belum ada di berbagai
penelitian. Diketahui bahwa reseptor membran sel terbatas sehingga konsentrasi tinggi dari
growth factors kemungkinan tidak memberi manfaat untuk proses stimulasi sel. Sebagai
tambahan, waktu paruh biologis pada banyak growth factors dalam PRP dapat menjelaskan hasil
yang bervariasi dari beberapa hasil terapi PRP. Perbedaan besar dalam jumlah trombosit awal
antara masing-masing pasien dan perbedaan antara prosedur persiapan PRP dapat menghalangi
demonstrasi hubungan antara dosis dan konsentrasi growth factors yang teraktivasi (Idres &
Samaan, 2023). Berdasarkan penelitian klinis yang telah banyak dilakukan, maka disimpulkan
terapi PRP tergolong aman dan menghasilkan manfaat yang baik. Akan tetapi, masih diperlukan
berbagau penelitian lebih lanjut untuk dapat menentukan acuan persiapan PRP, volume dosis,
dosis interval, dan lain lain.
9
DAFTAR PUSTAKA
Dhurat R and Sukesh MS. Principles and Methods of Preparation of Platelet-Rich Plasma: A
Review and Author’s Perspective. J Cutan Aesthet Surg. 2014 Oct-Dec; 7(4): 189–197.
Dohan Ehrenfest DM, Andia I, Zumstein MA, Zhang CQ, Pinto NR, Bielecki T. Classification
of platelet concentrates (Platelet-Rich Plasma-PRP, Platelet-Rich Fibrin-PRF) for topical
and infiltrative use in orthopedic and sports medicine: current consensus, clinical
implications and perspectives. Muscles Ligaments Tendons J. 2014;4(1):3-9. Published
2014 May 8.
Hanggara, D.S., Platelet Rich Plasma (PRP) dan Prosedur Pembuatannya di Laboratorium,
2018., https://patologiklinik.com/2018/05/19/platelet-rich-plasma-prp-dan-prosedur-
pembuatannya-di-laboratorium/ diakses pada 31 Agustus 2023
Hellmi, R.Y., et al, 2023. Diagnosis dan Pengelolaan Osteoarthritis (Lutut, Tangan dan
Panggul). Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia
Idres FA, Samaan M. Intra-articular platelet-rich plasma vs. corticosteroid injections efficacy in
knee osteoarthritis treatment: a systematic review. Ann Med Surg (Lond). 2023 Feb
6;85(2):102-110.
Kim JH, Park YB, Ha CW, Roh YJ, Park JG. Adverse Reactions and Clinical Outcomes for
Leukocyte-Poor Versus Leukocyte-Rich Platelet-Rich Plasma in Knee Osteoarthritis: A
Systematic Review and Meta-analysis. Orthop J Sports Med. 2021 Jun
30;9(6):23259671211011948.
Li, S.; Xing, F.; Yan, T.; Zhang, S.; Chen, F. Multiple Injections of Platelet-Rich Plasma Versus
Hyaluronic Acid for Knee Osteoarthritis: A Systematic Review and Meta-Analysis of
Current Evidence in Randomized Controlled Trials. J. Pers. Med. 2023, 13, 429.
10
Siahaan, YMT dan N Suryawijaya. Peran Terapi Regeneratif Platelet-Rich Plasma (PRP) pada
Penanganan Osteoartritis Lutut. Journal of Anaesthesia and Pain. 2020;1(3):18-27.
Singjie, L.C., Kane, L.A., Penggunaan Platelet Rich Plasma Sebagai Terapi Simptomatik pada
Penderita Osteoarthritis, JIMKI, 2020, Vol 8(1):52-57
Steinmetz, J.D., et al, 2023, Global, regional, and national burden of osteoarthritis, 1990–2020
and projections to 2050: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study
2021, The Lancet Rheumatology
11