Anda di halaman 1dari 2

Sejarah perlawanan rakyat Minahasa, Sulawesi Utara, terhadap Spanyol terjadi tahun 1644 hingga 1654.

Perang ini
ditengarai disebabkan oleh ketidaksenangan rakyat Minahasa terhadap usaha monopoli perdagangan yang dilakukan oleh
Spanyol. Pada abad ke-16, tepatnya tahun 1512, menjadi awal dari masuknya pengaruh bangsa Eropa yaitu Portugis ke
Nusantara yakni di Ternate, Maluku Utara. Kedatangan Portugis ini bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen Katolik
sembari mencari rempah-rempah yang akan dijual di pasar internasional.

Selanjutnya, pada 1521, Spanyol mengikuti jejak Portugis dengan mendarat di Tidore. Seiring berjalannya waktu, kekuatan
Portugis dan Spanyol semakin meluas di daerah Sulawesi. Kedua bangsa Eropa ini berhasil memasuki daerah utara
Sulawesi, tepatnya wilayah Minahasa.

Latar Belakang Misi Spanyol di Minahasa

Dalam buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Utara (1984) karangan J.P. Tooy dan
kawan-kawan dijelaskan bahwa misi kedua bangsa ini masuk ke Minahasa untuk menyebarkan ajaran Nasrani. Pada 1563,
Raja Siau dibaptis bersama rakyat Minahasa.

Misi penyebaran agama Kristen Katolik di Minahasa oleh Portugis dilanjutkan oleh Spanyol sejak tahun 1580. Awalnya,
keberadaan Spanyol diterima baik oleh rakyat Minahasa. Pada 1606. Sebuah armada pimpinan Christoval Suarez untuk
mengikat persahabatan antara Kerajaan Spanyol dengan rakyat Minahasa.

Akan tetapi, itikad baik dari rakyat Minahasa kepada disalahgunakan oleh Spanyo, juga niat kaum misionaris mereka dalam
menyebarkan agama Katolik harus tercoreng oleh ulah para tentara. Tindakan para prajurit Spanyol sangat menyakiti hati
rakyat Minahasa. Mereka dengan seenaknya merampas makanan, bahkan tega bertindak tidak senonoh terhadap kaum
perempuan di Minahasa, demikian tulis J.P. Tooy dan kawan-kawan dalam bukunya.

Jalannya perlawanan rakyat Minahasa terhadap Spanyol

Tahun 1642, tahun dimana perlawanan total diseluruh tanah Minahasa.

Perang terbuka sesungguhnya telah terjadi sejak awal kedatangan Spanyol di tanah Minahasa. Namun perlawanan semakin
kencang terjadi pada tahun 1642. Tahun 1644, tahap awal konfrontasi total di seluruh wilayah Minahasa meletup.
Penghinaan terhadap para Ukung menjadi pemicu luapan balas dendam yang terpendam lama. Perang pun berkecamuk
dimana-mana.

Tahun 1643, perang antara rakyat Minahasa kepada Spanyol

Pada bulan Desember tahun 1643, bentrokan antara Minahasa dan Spanyol adalah 40 tentara Spanyol di Tanawangko yang
terdiri dari Bangsa Spanyol dan Bangsa Filipina. Karena takut menghadapi serangan balasan dari Spanyol, maka Suku
Minahasa meminta bantuan VOC pada tanggal 21 April 1644. Mereka mengutus delapan orang untuk menemui Wouter
Seroijen yang sebagai gubernur Maluku saat itu.

Tahun 1644, kemarahan dan ketidaksenangan rakyat.

Ketidaksenangan rakyat atas perilaku tentara Spanyol memuncak pada 1644. Tentara Spanyol yang sedang memasuki desa
menyerang dan melukai salah seorang pemimpin rakyat Minahasa yang ada di Tomohon.Perlawanan dimulai di Tomohon.
Rakyat Minahasa mengangkat senjata untuk melawan pasukan Spanyol. Pemimpin Minahasa kemudian meminta bantuan
Belanda untuk mengusir Spanyol.

Tahun 1645, Belanda dan rakyat Tomohon memukul mundur bangsa Spanyol.

Spanyol berhasil dipukul mundur dari minahasa pada tahun 1645. Spanyol akhirnya mundur ke Pulau Siau.

Tahun 1647, terusir Spanyol dari Minahasa.

Menurut Pallar, diperkirakan orang Spanyol terusir dari Minahasa sekitar tahun 1646 atau 1647.
Menurut membuktikan Pastor Juan Yranzo, ia dan kawan-kawannya lolos dari Tomohon dan tiba di pantai pada bulan April
tahun 1645 lalu berangkat dengan sampan menuju Kolongan (Sangir).

Tahun 1661, perlawanan di Walak Tomohon

Saat para pihak Spanyol menculik anak perempuan dari wilayah Ukung Tombulu yang bernama Tendenuata, para pasukan
Tombulu diperintahkan untuk mengejar dan merebut kembali putrinya yang diculik. Pengejaran ini pun berhasil membantu
sang putri dalam keadaan selamat serta membunuh beberapa perwira dari Spanyol.

Tahun 1662, perlawanan Walak Toulour


Saat Spanyol berada di wilayah Walak Toulour , mereka merasa marah atas sikap Ukung wilayah tersebut yang bernama
Mononimbar karena tidak menurut perintah untuk memberikan hasil tanaman padi kepada Spanyol, meskipun telah
dibayar. Akibat perilaku ini, Pedro Alkasas berhasil memperdaya Mononimbar dengan memberikannya wiski agar sang
ukung mabuk. Saat keadaan mabuk, mereka pun menangkap Mononimbar dan mengikatnya di pohon sampai
tewas. Masyarakat Tondano pun marah.

Tahun 1663 perlawanan Walak Tonsea

Setelah kalah di walak Tondano, Spanyol tetap berusaha menguasai walak Tonsea yaitu Sawangan. Mereka menyerang
wilaha ini bersama dengan Tidore dan berhasil membunuh seorang Walian saat upacara upacara Poso sekaligus
menangkap para perempuan dan menjadikan mereka budak. Selanjutnya mereka juga memerangi walak tonsea bersama
pasukan Bolaang Mongondouw serta Tidore di Pantai Kaburukan. Walak Tonsea berhasil memenangkan peperangan ini .

Tahun 1664, perlawanan Walak-Walak Tonsawang, Tombasian, Tembonan di Amurang.

Pada tahun 1664, Spanyol kembali menngunjungi Amurang dengan jumlah pasukan yang lebih besar untuk menguasai
wilayah sumber daya di Minahasa, terutama Pontak dan Tonsawang.

Anda mungkin juga menyukai