Anda di halaman 1dari 13

Tugas Personal ke 2

(Minggu 7 / Sesi 11)

1. Bagaimana cara mengukur inflasi suatu negara ?


2. Apa dampak dari terjadinya inflasi di suatu negara ?
3. Jelaskan hubungan Inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi !

ECON6031 - Macroeconomics
Answer

1.Mengukur inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah


indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang
mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-
barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering
digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga
bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga
barang-barang konsumsi.
Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-
komoditas tertentu.
Indeks harga barang-barang modal
Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru,
barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya
inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti
dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan
nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan
investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi
tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan
perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung,
atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta
serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga
sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita
ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990,
uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003
-atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal
setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan
keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi.
Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji
mengikuti tingkat inflasi.

ECON6031 - Macroeconomics
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang
semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat
inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung,
dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia
usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.

Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan,
karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah
dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang
meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih
rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.

Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih
tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong
untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya.
Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila
tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan
bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara,


mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat
spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit
neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat.

Sumber : https://javalaw-bmg.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-inflasi-dan-cara-
mengukur.html

berikut 2 cara menghitung laju inflasi yang umum digunakan, yaitu:

1. Indeks Harga Konsumen (IHK)


Pemantauan inflasi dari tahun ke tahun harus dilakukan secara cermat
dengan melihat indikator-indikator perubahan harga pada komoditas tertentu.
Tujuan dari pemantauan ini akan berkaitan langsung dengan efisiensi
perencanaan paket kebijakan moneter yang akan diambil oleh Bank Sentral
untuk kepentingan masa sekarang dan masa yang akan datang. Indikator
yang paling sering digunakan untuk menganalisa dan mengukur laju inflasi
adalah IHK (Indeks Harga Konsumen). IHK merupakan sebuah nilai yang
digunakan untuk menghitung perubahan harga rata-rata terhadap barang dan
jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

ECON6031 - Macroeconomics
Perhitungan dengan IHK diperlukan sebuah perkiraan harga yang disusun
secara statistik, dimana data harga yang digunakan merupakan hasil dari
pengambilan sample harga terhadap beberapa jenis barang tertentu yang
diperoleh dari berbagai pihak konsumen maupun produsen yang telah
dikumpulkan dalam waktu tertentu dengan data yang akurat. Harga-harga
yang diperoleh tersebut kemudian akan dianalisis dan dihitung berdasarkan
jenis komoditas tertentu baik itu barang maupun jasa untuk ditentukan nilai
indeks-nya dengan pembobotan sesuai dengan porsi terhadap jumlah total
belanja masyarakat. IHK dihitung dalam kurun waktu setiap satu tahun dan
dalam hitungan perbulandan, dimana nilai IHK dari tahun ke tahun akan
mengalami perubahan yang fluktuatif, dari perubahan nilai IHK ini kemudian
akan dijadikan sebagai acuan untuk menentukan laju inflasi.

Dengan melihat pengertian dan perhitungan IHK diatas, maka secara garis besar
untuk menyusun dan menghitung IHK diperlukan 2 jenis data atau parameter yang
digunakan untuk menjelaskan dan menunjukkan dinamika IHK. Kedua jenis data
yang diperlukan tersebut adalah.

1. Data Harga. Data ini diperoleh dari pengumpulan sample harga dari barang
dan jasa di lokasi tertentu yang dilakukan secara sampling.
2. Data Pembobotan. Data ini menunjukkan estimasi mengenai perbandingan
antara total keseluruhan jenis belanja komoditas terhadap satu jenis
komoditas tertentu.

Dalam mengumpulkan data harga dan data pembobotan, terdapat sebuah


lembaga khusus yang melakukan peran tersebut. Di beberapa negara
umumnya yang memiliki tugas untuk melakukan perhitungan Index Harga
Konsumen adalah Badan Statistik Nasional, contohnya di Indonesia peran ini
diemban oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Langkah awal yang dilakukan
BPS untuk menghitung IHK dari tahun ke tahun adalah dengan
mengumpulkan varian harga dari berbagai jenis barang dan jasa yang
dilakukan secara acak dengan rentang yang cukup banyak dan bahkan
hingga ribuan sampling barang. Pengambilan banyak sample ini bertujuan
untuk memperoleh nilai Indeks Harga Konsumen yang lebih stabil dan akurat.

Perhitungan nilai IHK tidak sekedar bertujuan untuk mengetahui inflasi,


namun indeks ini membawa peran penting dalam menentukan langkah
kebijakan yang akan diambil di masa mendatang mengenai perubahan
terhadap beberapa masalah, yaitu.

ECON6031 - Macroeconomics
 Sebagai standar dalam menentukan perubahan besar kecilnya UMR di
suatu daerah.

 Memberikan kemudahan terhadap pemantauan kestabilan harga pasar.

 Penentu arah kebijakan moneter dan fiskal yang bertujuan untuk


pembangunan ekonomi.

 Memudahkan dalam mengetahui tingkat penawaran dan permintaan yang


sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Contoh Perhitungan Laju Inflasi dengan IHK

Pertama temukan harga untuk produk-produk kebutuhan rumah tangga atau melihat
dari data IHK yang sudah ada. Dari data tersebut akan muncul nilai dari pembobotan
yang telah disesuaikan dan dihitung sesuai dengan total keseluruhan belanja yang
ada. Misalkan kita mengambil data dari BPS untuk melihat statistik data yang ada di
pasar, dari data diperoleh nilai IHK tahun 2016 adalah 123,62 dan IHK tahun 2015
adalah 118,71, maka untuk mengetahui besarnya laju inflasi tahun 2016 dapat
dikalkulasikan dengan formula seperti berikut

sebelum menghitung laju inflasi, terlebih dahulu kita harus mengetahui bagaimana
konsep penentuan nilai IHK yang dihasilkan oleh BPS. Nilai IHK merupakan
perbandingan harga antara harga saat ini dengan harga sebelumnya, dan periode ini
bisa dihitung berdasarkan bulan maupun tahun.

IHK = (Pn/Po)x100%

Laju Inflasi tahun n = (IHK(n-IHK(n-1) )(1/IHK(n-1)) x 100%

Dimana :

 Pn adalah harga saat ini.


 Po adalah harga di tahun sebelumnya.
 IHK(n) adalah IHK pada tahun dasar.
 IHK(n-1) adalah IHK pada tahun sebelumnya.

Dengan memasukkan data IHK ke dalam rumus tersebut, maka.

 Laju inflasi tahun 2016 = (123.62-118.71)(1/118.71) x 100%


 Laju inflasi tahun 2016 = 4.1%
 Dari perhitungan dengan menggunakan IHK diperoleh bahwa laju inflasi yang
terjadi pada tahun 2016 adalah 4.1%.

ECON6031 - Macroeconomics
2. 2. GDP Deflator (Gross Domestic Product)

GDP atau dalam bahasa Indonesia adalah Produk Domestik Bruto (PDB). GDP
Deflator adalah sebuah indikator yang menunjukkan tingkat perubahan harga produk
dan jasa yang ada di dalam negeri. Nilai GDP Deflator diperoleh dari total jumlah
produk yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di wilayah dalam negeri atau domestik
yang dihitung dalam kurun waktu satu tahun, produk yang dimaksud meliputi barang
dan jasa. Dengan mengetahui nilai GDP Deflator akan mempermudah perhitungan
terhadap laju inflasi yang terjadi dalam periode tertentu. Bagi Bank Sentral
perhitungan ini memberikan informasi terhadap penentuan cara dalam menjaga
kestabilan nilai mata uang, karena jika secara statistik nilai GDP deflator mengalami
kenaikan maka mata uang negara tersebut akan mengalami penguatan, begitu juga
sebaliknya ketika terjadi penurunan GDP deflator maka mata uang negara
mengalami pelemahan.

Dalam menghitung GDP Deflator sangat bergantung pada dua nilai atau parameter
penting yang akan menentukan tinggi rendahnya GDP Deflator dalam waktu
tertentu, dua nilai penting yang dimaksud tersebut adalah GDP Nominal dan GDP
Riil. GDP Nominal adalah nilai GDP yang muncul tanpa memperhatikan keterkaitan
dengan pengaruh harga yang ada. Sedangkan GDP Riil atau sering disebut juga
dengan istilah PDB Atas Dasar Harga Konstan merupakan nilai yang menunjukkan
tingkat koreksi terhadap angka GDP Nominal, koreksi ini diperoleh dengan
memasukkan unsur harga yang kemudian akan berpengaruh pada nilai GDP
Nominal tersebut. Dengan melihat dua parameter tersebut dapat dikatakan bahwa
perhitungan GDP Deflator diperoleh dengan cara membandingkan harga barang dan
jasa yang diproduksi saat ini dengan harga barang dan jasa yang diproduksi pada
tahun dasar atau tahun pembanding, dengan catatan harga jenis barang dan jasa
yang dibandingkan memiliki jenis yang sama.

Cara Menghitung Laju Inflasi yang Umum Digunakan

Melihat fenomena harga yang ada saat ini, kita dapat melihat dan merasakan bahwa
dari tahun ke tahun harga semakin meningkat. Sangat jarang sekali kita menemukan
harga yang tergolong flat untuk berbagai jenis produk dan jasa. Harga yang terus
meningkat maka akan mengurangi nilai dari sebuah mata uang itu sendiri.
Sederhananya seperti ini, jika saat ini uang Rp 100.000 dapat digunakan untuk
membeli misalkan 5 produk sekaligus atau membayar jasa tertentu dalam 1 hari,
maka belum tentu pada tahun depan, uang Rp 100.000 masih bisa digunakan untuk
membayar barang dan jasa dengan jenis yang sama pada tahun saat ini. Fenomena
kenaikan harga dari tahun ke tahun ini secara ilmu ekonomi disebut dengan istilah
Inflasi, sebaliknya jika terjadi penurunan harga dari tahun ke tahun maka disebut
sebagai Deflasi (meskipun jarang sekali terjadi deflasi).

Inflasi secara ilmu ekonomi adalah suatu proses yang terjadi dan memiliki dampak
pada meningkatnya harga-harga barang dan jasa secara umum, dimana terjadinya
peningkatan harga ini berlangsung secara terus menerus sebagai akibat adanya
keterkaitan dengan perubahan aktivitas dan mekanisme pasar. Inflasi merupakan

ECON6031 - Macroeconomics
indikator penting dalam menentukan arah kebijakan-kebijakan ekonomi yang akan
dijalankan oleh pemerintah melalui Bank Sentral. Berangkat dari sini, maka sangat
penting sekali memantau perubahan laju inflasi dari tahun ke tahun, karena hal ini
akan berkaitan dengan kestabilan ekonomi negara.

Berikut 2 cara menghitung laju inflasi yang umum digunakan, yaitu:

1. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Pemantauan inflasi dari tahun ke tahun harus dilakukan secara cermat dengan
melihat indikator-indikator perubahan harga pada komoditas tertentu. Tujuan dari
pemantauan ini akan berkaitan langsung dengan efisiensi perencanaan paket
kebijakan moneter yang akan diambil oleh Bank Sentral untuk kepentingan masa
sekarang dan masa yang akan datang. Indikator yang paling sering digunakan untuk
menganalisa dan mengukur laju inflasi adalah IHK (Indeks Harga Konsumen). IHK
merupakan sebuah nilai yang digunakan untuk menghitung perubahan harga rata-
rata terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

Perhitungan dengan IHK diperlukan sebuah perkiraan harga yang disusun secara
statistik, dimana data harga yang digunakan merupakan hasil dari
pengambilan sample harga terhadap beberapa jenis barang tertentu yang diperoleh
dari berbagai pihak konsumen maupun produsen yang telah dikumpulkan dalam
waktu tertentu dengan data yang akurat. Harga-harga yang diperoleh tersebut
kemudian akan dianalisis dan dihitung berdasarkan jenis komoditas tertentu baik itu
barang maupun jasa untuk ditentukan nilai indeks-nya dengan pembobotan sesuai
dengan porsi terhadap jumlah total belanja masyarakat. IHK dihitung dalam kurun
waktu setiap satu tahun dan dalam hitungan perbulandan, dimana nilai IHK dari
tahun ke tahun akan mengalami perubahan yang fluktuatif, dari perubahan nilai IHK
ini kemudian akan dijadikan sebagai acuan untuk menentukan laju inflasi.Dengan
melihat pengertian dan perhitungan IHK diatas, maka secara garis besar untuk
menyusun dan menghitung IHK diperlukan 2 jenis data atau parameter yang
digunakan untuk menjelaskan dan menunjukkan dinamika IHK. Kedua jenis data
yang diperlukan tersebut adalah.

1. Data Harga. Data ini diperoleh dari pengumpulan sample harga dari barang
dan jasa di lokasi tertentu yang dilakukan secara sampling.
2. Data Pembobotan. Data ini menunjukkan estimasi mengenai perbandingan
antara total keseluruhan jenis belanja komoditas terhadap satu jenis
komoditas tertentu.

Dalam mengumpulkan data harga dan data pembobotan, terdapat sebuah lembaga
khusus yang melakukan peran tersebut. Di beberapa negara umumnya yang
memiliki tugas untuk melakukan perhitungan Index Harga Konsumen adalah Badan
Statistik Nasional, contohnya di Indonesia peran ini diemban oleh Badan Pusat
Statistik (BPS). Langkah awal yang dilakukan BPS untuk menghitung IHK dari tahun
ke tahun adalah dengan mengumpulkan varian harga dari berbagai jenis barang dan
jasa yang dilakukan secara acak dengan rentang yang cukup banyak dan bahkan

ECON6031 - Macroeconomics
hingga ribuan sampling barang. Pengambilan banyak sample ini bertujuan untuk
memperoleh nilai Indeks Harga Konsumen yang lebih stabil dan akurat.

Perhitungan nilai IHK tidak sekedar bertujuan untuk mengetahui inflasi, namun
indeks ini membawa peran penting dalam menentukan langkah kebijakan yang akan
diambil di masa mendatang mengenai perubahan terhadap beberapa masalah,
yaitu.

 Sebagai standar dalam menentukan perubahan besar kecilnya UMR di suatu


daerah.
 Memberikan kemudahan terhadap pemantauan kestabilan harga pasar.
 Penentu arah kebijakan moneter dan fiskal yang bertujuan untuk
pembangunan ekonomi.
 Memudahkan dalam mengetahui tingkat penawaran dan permintaan yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Contoh Perhitungan Laju Inflasi dengan IHK

Pertama temukan harga untuk produk-produk kebutuhan rumah tangga atau melihat
dari data IHK yang sudah ada. Dari data tersebut akan muncul nilai dari pembobotan
yang telah disesuaikan dan dihitung sesuai dengan total keseluruhan belanja yang
ada. Misalkan kita mengambil data dari BPS untuk melihat statistik data yang ada di
pasar, dari data diperoleh nilai IHK tahun 2016 adalah 123,62 dan IHK tahun 2015
adalah 118,71, maka untuk mengetahui besarnya laju inflasi tahun 2016 dapat
dikalkulasikan dengan formula seperti berikut

Sebelum menghitung laju inflasi, terlebih dahulu kita harus mengetahui bagaimana
konsep penentuan nilai IHK yang dihasilkan oleh BPS. Nilai IHK merupakan
perbandingan harga antara harga saat ini dengan harga sebelumnya, dan periode ini
bisa dihitung berdasarkan bulan maupun tahun.

IHK = (Pn/Po)x100%

Laju Inflasi tahun n = (IHK(n-IHK(n-1) )(1/IHK(n-1)) x 100%

Dimana :

 Pn adalah harga saat ini.


 Po adalah harga di tahun sebelumnya.
 IHK(n) adalah IHK pada tahun dasar.
 IHK(n-1) adalah IHK pada tahun sebelumnya.

Dengan memasukkan data IHK ke dalam rumus tersebut, maka.

Laju inflasi tahun 2016 = (123.62-118.71)(1/118.71) x 100%

ECON6031 - Macroeconomics
Laju inflasi tahun 2016 = 4.1%

Dari perhitungan dengan menggunakan IHK diperoleh bahwa laju inflasi yang terjadi
pada tahun 2016 adalah 4.1%.

2. GDP Deflator (Gross Domestic Product)

GDP atau dalam bahasa Indonesia adalah Produk Domestik Bruto (PDB). GDP
Deflator adalah sebuah indikator yang menunjukkan tingkat perubahan harga produk
dan jasa yang ada di dalam negeri. Nilai GDP Deflator diperoleh dari total jumlah
produk yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di wilayah dalam negeri atau domestik
yang dihitung dalam kurun waktu satu tahun, produk yang dimaksud meliputi barang
dan jasa. Dengan mengetahui nilai GDP Deflator akan mempermudah perhitungan
terhadap laju inflasi yang terjadi dalam periode tertentu. Bagi Bank Sentral
perhitungan ini memberikan informasi terhadap penentuan cara dalam menjaga
kestabilan nilai mata uang, karena jika secara statistik nilai GDP deflator mengalami
kenaikan maka mata uang negara tersebut akan mengalami penguatan, begitu juga
sebaliknya ketika terjadi penurunan GDP deflator maka mata uang negara
mengalami pelemahan.

Dalam menghitung GDP Deflator sangat bergantung pada dua nilai atau parameter
penting yang akan menentukan tinggi rendahnya GDP Deflator dalam waktu
tertentu, dua nilai penting yang dimaksud tersebut adalah GDP Nominal dan GDP
Riil. GDP Nominal adalah nilai GDP yang muncul tanpa memperhatikan keterkaitan
dengan pengaruh harga yang ada. Sedangkan GDP Riil atau sering disebut juga
dengan istilah PDB Atas Dasar Harga Konstan merupakan nilai yang menunjukkan
tingkat koreksi terhadap angka GDP Nominal, koreksi ini diperoleh dengan
memasukkan unsur harga yang kemudian akan berpengaruh pada nilai GDP
Nominal tersebut. Dengan melihat dua parameter tersebut dapat dikatakan bahwa
perhitungan GDP Deflator diperoleh dengan cara membandingkan harga barang dan
jasa yang diproduksi saat ini dengan harga barang dan jasa yang diproduksi pada
tahun dasar atau tahun pembanding, dengan catatan harga jenis barang dan jasa
yang dibandingkan memiliki jenis yang sama.

Jika dalam perhitungan IHK terdapat sebuah lembaga khusus yang memiliki peran
dalam melakukan perhitungan harga yaitu BPS, maka sama halnya dalam
perhitungan GDP Deflator, BPS juga memiliki peran yang sama dalam perhitungan
data tersebut. Namun diantara kedua data tersebut terdapat mekanisme
penyampaian laporan yang berbeda yaitu jika pada laporan IHK, BPS memberikan
laporan dalam kurun tahun atau bahkan dalam tiap bulan, sehingga data inflasi tidak
hanya bisa dilihat dari tiap tahun saja namun dapat dilihat perbandingannya pada
tiap bulan yang sama dengan tahun yang berbeda. Sedangkan laporan GDP deflator
dirilis setiap 3 bulan sekali dalam kurun waktu satu tahun.

Cara Menghitung Laju Inflasi dengan GDP Deflator

Perhitungan GDP Deflator diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut.

ECON6031 - Macroeconomics
GDP Defaltor = (GDP Nominal/GDP Riil)x100%

Misal pada tahun 2015 diperoleh data GDP Nominal $ 100.000 dan GDP Riil $
45.000, maka GDP deflator adalah.

GDP Deflator = (100.000/45.000)x100% = 222.22

Pentingnya menghitung laju inflasi adalah agar pemerintah mampu menentukan


kebijakan dengan tepat atau tidak salah sasaran. Bagaimanapun dampak dari inflasi
sangat buruk bagi semua lapisan ekonomi negara. Sebagai contoh dampak inflasi
dalam kegiatan industri adalah meningkatnya kebutuhan modal untuk memperoleh
bahan baku, modal yang terus meningkat akan mempengaruhi kondisi keuangan
perusahaan. Jika kondisi keuangan memburuk kemungkinan terjadinya potensi
gelombang PHK semakin besar karena perusahaan tidak siap dengan dampak
inflasi. Di lain sisi harga-harga yang terus naik akan berdampak pada mahalnya
segala kebutuhan barang dan jasa, hal ini akan memicu berbagai masalah baru
seperti tuntutan kenaikan upah atau standar UMR yang terus naik dari tahun ke
tahun.

Inflasi yang tidak terkendali juga aka mengganggu masyarakat untuk melakukan
kegiatan investasi. Bagi perbankan inflasi memicu kenaikan suku bunga yang
berdampak pada menurunnya kegiatan permodalan terhadap kegiatan usaha
masyarakat. inflasi juga akan menghambat pemerintah dalam menjalankan program
pembangunan negara, sehingga akan berakibat juga pada rendahnya pertumbuhan
ekonomi yang terjadi di suatu negara. Untuk mengatasi masalah inflasi, Bank
Sentral adalah lembaga yang memiliki kewajiban dalam melakukan pengawasan,
pengaturan, dan pelaksanaan terhadap semua kegiatan yang bertujuan untuk
menghadirkan kebijakan-kebijakan yang terarah dan protektif terhadap kondisi
keuangan dan ekonomi negara.

Sumber : https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/ekonomi-makro/cara-menghitung-
laju-inflasi

ECON6031 - Macroeconomics
2. dampak dari terjadinya inflasi di suatu Negara :
a. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif
dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat
terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan
perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung,
atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta
serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga
sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

b. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih
tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong
untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya.
Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila
tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan
bangkrut (biasanya terjadi pada Pengusaha kecil).
c. Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu
negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang
bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi,
defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat
Sumber : http://faradillauke.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-dan-dampak-inflasi-
terhadap.html

ECON6031 - Macroeconomics
3. Hubungan antara Tingkat Pengangguran dan Inflasi
Tingkat inflasi mempunyai hubungan positif atau negatif terhadap jumlah
pengangguran. Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada
harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat
pada peningkatan pada tingkat bunga (pinjaman). Oleh karena itu, dengan tingkat
bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan sektor-sektor
yang produktif. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah pengangguran yang tinggi
karena rendahnya kesempatan kerja sebagai akibat dari rendahnya investasi.
Dengan adanya kecenderungan bahwa tingkat inflasi dan pengangguran
kedudukannya naik (tidak ada trade off ) maka menunjukkan bahwa adanya
perbedaan dengan kurva philips dimana terjadi trade off antara inflasi yang rendah
atau pengangguran yang rendah. Pada awalnya, kurva Phillips memberikan
gambaran kasar mengenai kausalitas proses inflasi. Rendahnya tingkat
pengangguran dianggap memiliki keterkaitan dengan ketatnya pasar tenaga kerja
dan tingginya tingkat pendapatan dan permintaan dari konsumen. Kurva Phillips juga
memberikan gagasan mengenai pilihan (trade off) antara pengangguran dan inflasi.
Jika tingkat inflasi yang diinginkan adalah rendah, maka akan terjadi tingkat
pengangguran yang yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi yang
diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang relatif rendah. Kurva
Phillips menggambarkan hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat
pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari
adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat,
berdasarkan teori permintaan, permintaan akan naik, kemudian harga akan naik
pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut
produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja
(tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output).
Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja, maka dengan naiknya harga-harga
(inflasi) pengangguran berkurang.
Misalnya saja pda tahun 2008 ke tahun 2009 inflasi terlihat mengalami penurunan
dan di ikuti pula oleh penurunan jumlah pengangguran di Indonesia. Hal ini
menunjukan adanya hubungan positif ntara inflasi dengan tingkat pengangguran.
Pada tahun 2010 inflasi kembali naik namun tingkat pengangguran tidak mengalami

ECON6031 - Macroeconomics
kenaikan juga melainkan mengalami penurunan. Hal ini menunjukan adanya
hubungan negatif antara inflasi dengan tingkat pengangguran

Hubungan antara Tingkat Pengangguran dengan Pertumbuhan Ekonomi

Secara teori setiap adanya peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia


diharapkan dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi jumlah
pengangguran.
Dari data yang ada pada tabel 1 dan 3 terlihat bahwa terdapat hubungan yang
negatif antara tingkat pengangguran dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pada
tabel 1 terlihat tingkat pengangguran di Indonesia pada tahun 2008 – 2012
mengalami penurunan, berbeda dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2008 – 2012 yang justru mengalami peningkatan. Hubungan negatif antara
pertumbuhan ekonomi dan jumlah pengangguran ini disebabkan karena
pertumbuhan ekonomi yang meningkat di Indonesia memberikan peluang kerja baru
ataupun memberikan kesempatan kerja dan berorientasi pada padat karya,
sehingga pertumbuhan ekonomi mengurangi jumlah pengangguran.
Sumber : http://sabarila.blogspot.co.id/2014/12/analisis-hubungan-tingkat-
pengangguran_65.html

ECON6031 - Macroeconomics

Anda mungkin juga menyukai