Anda di halaman 1dari 13

MK.

Keperawatan Gawat Darurat

MAKALAH KELOMPOK 3

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEGAWATDARURATAN


PEDIATRIC
“KEJANG DEMAM DAN TERSEDAK”
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Bayu Saputra, M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

Hartina 19031021
Sonia Wahyuni 19031022
Muhammad Farid 19031023
Kurniati 19031024
Diona Rosalina Putri 19031025
Sari Fitri Handayani 19031027
Chevindy Putri Virgita 19031028
Liza Ermita 19031029
Lydia Prastika Pratami Yeti 19031034
T. Aulya Azzahara 19031039
Sasra Efriani 19031040

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah terkait “Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Kegawatdaruratan Pediatric (Kejang Demam Dan Tersedak)” ini dengan baik.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Selain itu, kami juga berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita semua.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Semoga apa yang dituangkan dalam makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
kami dan umumnya teman-teman yang membaca. Dengan ini, kami memohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata, kalimat maupun bahasa yang kurang berkenan dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. Untuk itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 06 Juni 2022

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 3
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 4
1.2.1 Tujuan Umum ............................................................................................................. 4
1.2.2 Tujuan Khusus ............................................................................................................ 4
1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORI................................................................................................... 6
2.1 Konsep Kejang Demam ..................................................................................................... 6
2.1.1 Definisi Kejang Demam .............................................................................................. 6
2.1.2 Etiologi Kejang Demam ............................................................................................. 6
2.1.3 Manifestasi Klinis Kejang Demam ............................................................................ 6
2.1.4 Patofisiologi Kejang Demam ...................................................................................... 7
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam ................................................................. 8
2.1.6 Pathway Kejang Demam ............................................................................................ 9
2.1.7 Penatalaksanaan Kejang Demam .............................................................................. 9
2.1.8 Komplikasi Kejang Demam ..................................................................................... 10
2.1.9 Pencegahan Kejang Demam .................................................................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 11
3.2 Saran ................................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pediatri gawat darurat (PGD) adalah subspesialisasi ilmu kesehatan anak di Indonesia.
Subspesialisasi ini mencakup ranah keilmuan dan profesi yang meliputi kedaruratan pediatri
(pediatric emergency), tata laksana intensif (pediatric intensive care), dan transportasi anak
dengan kegawatan (pediatric transportation medicine). Di manca negara, subspesialisasi ini
termasuk dalam ranah pediatric critical care medicine.
Ilmu pediatric critical care telah mengalami kemajuan dramatis dalam beberapa dekade
terakhir, khususnya pediatric intensive care. Pada tahun 1993, Committee on Hospital Care and
Pediatric Section of the Society of Critical Care Medicine menerbitkan pedoman yang
membagi Pediatric Intensive Care Unit (PICU) menjadi level I dan II. Pedoman ini juga
mencakup ruang lingkup dan pelayanan pediatric critical care, struktur organisasi, fasilitas
rumah sakit, staf medis, obat-obatan dan peralatan, pemantauan, pelatihan dan pembelajaran
berkelanjutan.
Pediatric Intensive Care Unit merupakan unit dari rumah sakit, dengan staf dan
perlengkapan khusus, yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien anak
berusia 0-18 tahun (selain neonatus) yang menderita sakit kritis, cedera, atau penyakitpenyakit
yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia. PICU harus
mampu menyediakan sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang
fungsifungsi vital. PICU harus memiliki staf medis, perawat dan staf lain yang berpengalaman
dalam pengelolaan kondisi tersebut.
Kondisi kegawatdaruratan pediatric yang akan kami bahas pada makalah ini berfokus
pada kejang demam dan tersedak pada anak. Kejadian kejang demam diperkirakan 2- 4% di
Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira
20% kasus merupakan kejang demam yang kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada
tahun kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki.
Kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika orang tua terlambat mengatasi
kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental.
Keterbelakangan mental di kemudian hari, merupakan kondisi yang menyedihkan ini bisa
berlangsung seumur hidupnya. Untuk itu diperlukan adanya penanganan kejang demam yang
cepat dan benar. Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai

3
pada anak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.. Hampir 3% dari anak yang
berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Ayu et all, 2018 sekitar 17.537 kasus
tersedak paling sering terjadi pada anak usia Toddler (18-36 bulan) Adapun penyebab tersedak
pada kejadian ini adalah 59,5% karena makanan 31,4% tersedak pada benda asing dan sebesar
9,1% penyebab tersedak tidak di ketahui. Di Amerika Serikat tahun 2018 di dapatkan data 710
kasus tersedak terjadi pada anak usua di bawah 4 tahun dengan persentase kejadian 11,6%
terjadi pada anak usia 1 tahun hingga 2 tahun dan 29,4% terjadi pada anak usia 2 hingga 4
tahun (American Academy of pediatric;AAP 2018).
Tersedak adalah suatu kondisi gawat darurat yang harus cepat ditangani dan bisa terjadi
pada siapa saja terutama pada anak-anak, serta kejadian yang bisa di cegah tetapi sering
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada sekelompok anak. Anak-anak yang
berada pada tahap perkembangan dan menempatkan mereka berisiko mengalami kejadian
tersedak. Jenis makanan dan non makanan, seperti mainan, koin, uang, baterai dan kancing
sering menjadi penyebab tersedak pada anak sehingga dapat menimbulkan kekurangan
oksigren dan dapat menyebabkan kematian (Denny, Hodges, & Smith, 2015).
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Untuk memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat yaitu: “Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Kegawatdaruratan Pediatric (Kejang Demam Dan Tersedak)” serta dapat memahami
Tindakan kegawatdaruratan pada pasien yang terkena penyakit tersebut dan untuk memberi
pengetahuan kepada mahasiswa mengenai bagaimana tindakan yang diberikan untuk pasien
dengan masalah tersebut.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep penyakit kejang demam dan
tersedak pada anak
2. Mahasiswa mampu memahami penanganan pada kondisi kejang demam dan tersedak
pada anak
3. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada kondisi
kejang demam dan tersedak pada anak

4
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari pembuatan makalah adalah Makalah ini sekiranya dapat dijadikan
sebagai sumber pengetahuan mengenai Asuhan Keperawatan Klien Dengan Kegawatdaruratan
Pediatric (Kejang Demam Dan Tersedak), serta dapat menambah wawasan mahasiswa/i
keperawatan secara lebih dalam mengenai Konsep Kegawatadaruratan Pediatric.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kejang Demam


2.1.1 Definisi Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakarnium. Kejang demam merupakan
kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6
bulan sampai 4 tahun.
1. Menurut Milichap (1968) adalah hampir 3% daripada anak yang berumur dibawah 5
tahun pernah menderitanya.
2. Menurut Wegman (1939) dan Prichardl dan Mc. Greal (1958) adalah terjadinya
bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu
meningkat.
3. Menurut Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan
kejang demam diturunkan oleh sebuah gen domman dengan penetrasi yang tidak
sempurna.
4. Menurut Lernox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita
mempunyai riwayat kejang, sedangkan pada anak normal hanya 3%.
2.1.2 Etiologi Kejang Demam
Faktor-faktor yang mempengaruhi etiologi kejang demam ialah umur, kenaikan suhu
tubuh, faktor genetik dan gangguan sistem saraf pusat sebelum dan sesudah lahir. Kenaikan
suhu tubuh biasanya berhubungan dengan penyakit saluran nafas bagian atas, radang telinga
tengah, radang paru, gastroenteritis dan infeksi saluran kencing, kejang dapat pula terjadi pada
bayi mengalami kenaikan suhu sesudah vaksinasi terutama vaksinasi terhadap bentuk rejan.
Kadang-kadang juga terjadi setelah vaksinasi tampak akan tetapi angka kejadian kejang demam
pasca vaksinasi tampak lebih kecil (1,9%) bila dibandingkan dengan angkat kejadian bila
menderita penyakitnya sendiri (7,7%).
2.1.3 Manifestasi Klinis Kejang Demam
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat;
misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulasis, dan lain-lain. Umumnya kejang
demam berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk

6
sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya saraf.
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone (dimodifikasi oleh sub
bagian anak FKUI-RSCM Jakarta) :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Pemeriksaan EKG sebaiknya dilakukan sedikit setelah 1 minggu suhu normal, oleh
karena kenaikan suhu tubuh sendiri dapat menimbulkan kelainan yang tidak spesifik pada
gambaran EEG, yang dapat menetap hingga lebih kurang 1 minggu sesudahnya.
2.1.4 Patofisiologi Kejang Demam
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38°C, sedang pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40°C atau lebih. Kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama lebih dari 15 menit

7
biasanya disertai terjadinya apnea. Meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontruksi otot skelot yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi, areterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian
di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul odema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
Foto x-ray kepala dan CT-scan biasanya merupakan bagian dari tindakan diagnosa pada
kejang demam menunjukkan anatomi. Pemeriksaan metabolik dapat juga berguna,
pemeriksaan glukosa darah, elektrolit, kalsium dan fungsi hepar serta ginjal sering kali
didapatkan tentang platelet, kecepatan, sedimentasi dan pemeriksaan genelogi atau imunologi
mungkin juga dipesankan (Hudak dan Gallo, 1996 : 282).
LCS juga dapat diperiksa terhadap sel-sel dan protein, serta penurunan glukosa,
dibandingkan dan nilai serum normalnya. Semua glukosa setengah atau dua pertiga nilai serum.
EEG sering memberikan keuntungan dalam menentukan diagnosa kejang dan dalam
menemukan lesi jika keduanya terjadi memperlihatkan fungsi neurologi (Hudak dan Gallo,
1996 : 282).

8
2.1.7 Pathway Kejang Demam

2.1.7 Penatalaksanaan Kejang Demam


Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :
1. Memberantas kejang secepatnya
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus, obat pilihan utama adalah
diazepam yang diberikan secara intravena. Efek terapeutiknya sangat cepat yaitu kira-kira 30
detik 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan secara
perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg per suntikan. Dosis sesuai dengan BB < dari 10 kg
0,5-0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan di atas 20 kg 0,5 kg/kg BB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg/kg BB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak
berumur < dari 5 tahun dan 10 mg pada anak yang lebih besar.
2. Pengobatan penunjang

9
Sebelum memberantas kejang tidak boleh melupakan perlunya pengobatan penunjang
yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung, usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan
intubasi atau trakeostomi dan pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
3. Pengobatan rumit
Lanjutan pengobatan rumit tergantung dari pada keadaan pasien pengobatan ini dibagi
atas dua bagian yaitu :
a) Profilaksis intermiten
Untuk mencegah berulangnya kejang kembali dikemudian hari pasien yang menderita
kejang demam, sederhana diberikan obat campur anti konvulsan dan antipirektika.
Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/kg BB/hari. Obat anti
piretika yang dipakai misalnya aspirin, dosis yang diberikan 60 mg/tahun/kali, sehari diberikan
3 kali. Untuk bayi di bawah umur 6 bulan diberikan 10 mg/bulan/ kali, sehari diberikan 3 kali.
b) Profilaksis jangka Panjang
Ini diberikan pada keadaan 1) Epilepsi yang diprovokas oleh demam, 2) yang telah
disepakati pada konsensus bersama ialah pada semua kejang demam yang mempunyai ciri :
1. Terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti paralisis serebral retardasri
perkembangan dan mikrosefali.
2. Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan
saraf yang sementara atau menetap.
3. Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua
dan saudara kandung.
4. Pada kasus tertentu yang dianggap perlu yaitu bila kadang-kadang terdapat
kejang berulang atau kejang demam pada bayi berumur di bawah umru 12
bulan.
2.1.8 Komplikasi Kejang Demam
• Kerusakan otak
• Retardasi mental
• Epilepsi
2.1.9 Pencegahan Kejang Demam
• Cegah trauma • Cegah perdarahan
• Cegah infeksi • Atur nutisi
• 10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak.
Infeksi saluran pernafasan merupakan penyakit yang paling sering berhubungan dengan
timbulnya kejang demam.Faktor-faktor yang mempengaruhi etiologi kejang demam ialah
umur, kenaikan suhu tubuh, faktor genetik dan gangguan sistem saraf pusat sebelum dan
sesudah lahir. Usia paling banyak yaitu dibawah 48 bulan, Frekuensi terbanyak ditemukan pada
golongan umur 6 bulan dan 4 tahun , Tipe kejang demam kompleks ditemukan lebih banyak
daripada tipe simplek. Penderita dengan riwayat kelahiran abnormal, pernah kejang demam
sebelumnya, dan memiliki riwayat kejang demam pada lini pertama dalam keluarga ditemukan
lebih sering mengalami tipe kejang demam kompleks dibandingkan simplek. Riwayat kejang
demam lebih dari 3 kali dialami sebelumnya ditemukan paling sering terjadi jika usia anak
pertama kali kejang 3 -12 bulan. Kejang yang berlangsung lama lebih dari 15 menit biasanya
disertai terjadinya apnea.
3.2 Saran
Sangat diharapkan adanya pengawasan dan penatalaksaan menyeluruh dari kelompok
yang beresiko tinggi untuk tipe kejang demam, untuk hal ini diperlukan kerjasama yang baik
antara orang tua penderita, keluarga, dan pihak medis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul A, 2006, Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan, Salemba
Medika, Jakarta

Hidayat, Aziz Alimul A, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1, Salemba Medika, Jakarta

Judha, Mohammad, 2011, Sistem Persyarafan (Dalam Asuhan Keperawatan), Gosyen


Publishing, Yogyakarta

Kusyati, Eni, 2006, Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar, EGC,
Jakarta

Muscari, Mary E, 2005, Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Ed 2, EGC, Jakarta

Nursalam, 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan), Salemba
Medika, Jakarta

IDAI, 2008, Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi krdua, Badan penerbit IDAI, Jakarta.

Potter, Paricia dan Anne G Perry, 2010, Fundamentals of Nursing Fundamental


Keperawatan,Salemba Medika, Indonesia

Purtri, Triloka dan Baidul Hasniah, 2009, Menjadi Dokter Pribadi bagi Anak Kita,Katahati,
Jogjakarta

12

Anda mungkin juga menyukai