Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA

“DPT-HB-Hib (Petavalen)”

DOSEN PEMBIMBING :
Dwi Hendriani., M.Kes

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. DEFI NURWAHIDAH P. P07224219007
2. FANNY FIRA INDAYANI P07224219016
3. FITRI NISA AYU L. P07224219018
4. HUSNUL KHATIMAH P07224219021
5. LENI ANJARWATI P07224219022
6. SINTIYA AYU CANDRA K. P07224219037

PRODI DIII KEBIDANAN SAMARINDA TINGKAT II


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR

2020/2021

1
NO FOTO KETERANGAN
01.

NAMA : DEFI NURWAHIDAH P.


NIM : P07224219007
TUPOKSI : PPT

02.

NAMA : FANNY FIRA INDAYANI


NIM : P07224219016
TUPOKSI : BAB I PENDAHULUAN

03.

NAMA : FITRI NISA AYU L.


NIM : P07224219018
TUPOKSI : BAB II PEMBAHASAN

04.

NAMA : HUSNUL KHATIMAH


NIM : P07224219021
TUPOKSI : BAB III PENUTUP

05.

NAMA : LENI ANJARWATI


NIM : P07224219022
TUPOKSI : COVER, TUPOKSI dan KATA
PENGANTAR

2
06.
NAMA : SINTIYA AYU CANDRA K.
NIM : P07224219037
TUPOKSI : DAFTAR ISI, DAFTAR
PUSTAKA, MENYATUKAN MAKALAH

3
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Atas berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Kelompok untuk memenuhi mata
kuliah “Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita”. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “DPT-HB-Hib
(Petavalen)”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Samarinda, 6 juni 2020

Kelompok 4

4
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................... 1

TUPOKSI........................................................................................................ 2

KATA PENGANTAR................................................................................... 4

DAFTAR ISI.................................................................................................. 5

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 6

1.1 Latar Belakang................................................................................... 6


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penulis................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................ 10


DPT-HB-Hib (Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Haemophilus
Influenzae Tipe B)................................................................................... 10

2.1 Definisi.............................................................................................. 10
2.2 Cara Pemberian dan Dosis................................................................. 11
2.3 Efek Samping.................................................................................... 12
2.4 Indikasi.............................................................................................. 12
2.5 Kontra Indikasi.................................................................................. 12

BAB III PENUTUP...................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan....................................................................................... 13
3.2 Saran.................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 14

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban
ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara
penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak
mengenal batas wilayah administrasi, sehingga menyulitkan pemberantasannya.
Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka
tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah
atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat.

Imunisasi berarti suatu usaha untuk mendapatkan kekebalan tubuh


terhadap suatu penyakit dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan. Imunisasi bertujuan untuk memberikan
kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah terjadinya penyakit tertentu dan juga
mencegah kematian bayi serta anak.Dengan kata lain, tujuan dari pemberian
imunisasi ini adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang yang
sangat membahayakan kesehatan, bahkan bisa menyebabkan kematian pada
penderitanya.

Menurut World Health Organization (WHO) (2016), ada 21,8 juta anak
pada tahun 2013 tidak mendapatkan imunisasi. Pelaksanaan imunisasi dapat
mencegah 2-3 juta kematian setiap tahun akibat penyakit difteri, tetanus, pertusis,
dan campak pada tahun 2014, namun pada tahun 2014 terdapat 18,7 juta bayi
diseluruh dunia tidak mendapat imunisasi rutin DPT3, yang lebih dari 60% dari
anak-anak ini tinggal di 10 negara yaitu Republik Demokrasi Kongo, Eutopia,
India, Indonesia, Iraq, Nigeria, Pakistan, Philipina, Uganda, dan Afrika Selatan.

Persentase imunisasi menurut jenisnya berdasarkan data dari Profil


Kesehatan Indonesia tahun 2016 yang tertinggi sampai terendah adalah untuk
DPTHB1 (94,7%), DPTHB3 (93,0%), BCG (92,7%), Polio (92,2%) dan terendah
Campak (92,5). Bila dilihat masing-masing imunisasi menurut provinsi, Provinsi
Aceh menempati urutan ke 32 dari 34 provinsi dengan hasil BCG (73,8%), HB<7

6
hari (77,2%), DPTHB1 (70,2%), DPTHB3, 68,1%), Polio (71,7%) dan Campak
(73,5%).5 Adapun cakupan imunisasi dasar lengkap yang sudah di dapatkan anak
umur 0-12 bulan di Provinsi Aceh pada tahun 2016 sebanyak 79.512 anak
(69,1%).

Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan


imunisasi adalah Universal Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI.
UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0-11
bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar
lengkap. Pada tahun 2016 terdapat tiga provinsi memiliki capaian tertinggi yaitu
Bali (100%), DI Yogyakarta (100%), dan Jawa Tengah sebesar 99.93%.
Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Kalimanatan Utara (30,69%),
Papua Barat (56,77%) dan Papua (61.59%).

Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara
optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan
imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out
(DO) imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal
pemberian imunisasi, namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut Drop
Out Rate DPT/HB1-Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih
penurunan cakupan imunisasi campak terhadap cakupan imunisasi DPT/HB1.

Imunisasi DPT pada anak-anak diberikan sebanyak lima kali sejak anak
berusia 2 bulan hingga 6 tahun. Tiga pemberian pertama pada usia 2 bulan, 4
bulan, dan 6 bulan. Pemberian yang ke-4 adalah pada usia 18-24 bulan dan
pemberian yang terakhir pada usia 5 tahun. Dosis yang diberikan yakni satu kali
suntikan setiap jadwal imunisasi. Setelahnya, dianjurkan untuk melakukan booster
TD (imunisasi ulang Tetanus Difteri) tiap 10 tahun. Dari Persentase Imunisasi
dasar lengkap di Indonesia tahun 2016 yang menduduki tingkat yang paling tinggi
di Bali sekitar 62,3%, DKI Jakarta sekitar 61,2%, Bangka Belitung sekitar 60,0%,
yang paling rendah di Papua sekitar 20,3%, Papua Barat sekitar 18,3%, Maluku
Utara sekitar 17,7%.

Dari data diatas banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan


imunisasi dasar pada bayi yaitu kurangnya pengetahuan ibu tentang imunisasi

7
DPT/HB-HIB, manfaat dan bahaya bila bayinya tidak diimunisasi ditambah
memang ibu sendiri yang tidak mau membawa bayinya untuk diimunisasi
dikarenakan pengalaman lalu dan isu yang berkembang saat ini juga kurangnya
dukungan keluarga terutama suami, kondisi bayi, pekerjaan suami/ibu, pendidikan
formal suami/ibu, tingkat penghasilan keluarga, penyuluhan imunisasi, jarak ke
tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan vaksin, efek samping imunisasi dan,
sikap petugas kesehatan. Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit diptheri,
pertusis dan tetanus. Diptheri menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, yang
dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kesulitan bernafas bahkan kematian.
Tetanus menyebabkan kekakuan otot dan kekejangan otot yang menyakitkan dan
dapat mengakibatkan kematian. Pertusis atau batuk rejan mempengaruhi saluran
pernafasan dan dapat menyebabkan batuk hingga delapan minggu.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari 10 ibu yang mempunyai bayi


yang berada di suatu desa, hanya 4 orang (40%) ibu yang memiliki pengetahuan
baik tentang imunisasi DPT/HB-HiB dan bersedia bayinya untuk diberikan
imunisasi DPT/HB-HiB, 2 orang (20%) ibu mengatakan tidak perlu diberikan
imunisasi karena sudah mendapat imunisasi DPT1 dan 4 orang (40,%) tidak
bersedia bayinya di suntik karena takut bayinya demam, selain itu suami/keluarga
yang tidak mendukung untuk diberikan imunisasi DPT/HBHiB. Ibu juga
mengatakan bahwa penyuluhan dari tenaga kesehatan jarang dilakukan sehingga
ibu tidak mengetahui manfaat imunisasi DPT/HB-HiB dan tidak tahu jadwal
pemberiannya. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya maka
peneliti tertarik untuk mengetahui perilaku Ibu dalam pemberian Imunisasi
DPT/HB-HiB.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang ditetapkan


dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah definisi tentang imunisasi DPT/HB-HiB?


2. Bagaimana cara pemberian dan dosis imunisasi DPT/HB-HiB?
3. Apakah efek samping dari pemberian imunisasi DPT/HB-HiB?
4. Apakah indikasi dalam pemberian imunisasi DPT/HB-HiB?

8
5. Apakah kontra indikasi dalam pemberian imunisasi DPT/HB-HiB?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui definisi tentang imunisasi DPT/HB-HiB.


2. Untuk mengetahui bagaimana cara pemberian dan dosis imunisasi
DPT/HB-HiB.
3. Untuk mengetahui efek samping dari pemberian imunisasi DPT/HB-
HiB.
4. Untuk mengetahui indikasi dalam pemberian imunisasi DPT/HB-HiB.
5. Untuk mengetahui kontra indikasi dalam pemberian imunisasi
DPT/HB-HiB.

9
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DPT-HB-Hib (Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Haemophilus


Influenzae Tipe B)

2.1 Definisi

Imunisasi DPT-HB-Hib Imunisasi DPT adalah pencegahan terhadap


penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus, HB untuk pencegahan
penyakit Hepatitis 13 B dan Hib untuk pencegahan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b. Vaksin DPT-HB-Hib dapat digunakan secara
kombinasi yang disebut dengan vaksin Pentavalen/Pentabio
(Kementerian kesehatan RI, 2014).

Vaksin DPT-HB-Hib adalah suatu vaksin yang terdiri dari difteri


murni, toksoid, tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan
hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak infeksiusl, dan komponen HiB
sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida Haemophilus
Influenzae tipe b (HiB) tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada
protein toksoid tetanus. Vaksin ini dikemas dalam vial 5 dosis. Vaksin ini
digunakan untuk mencegah terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis
(batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
(Hib). Vaksin tidak akan membahayakan individu yang sedang atau
sebelumnya telah terinfeksi virus hepatitis B.

Difteri disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae. Manifestasi


khas difteri adalah terbentuknya suatu lapisan tebal abu-abu (membran)
di tenggorokan. Corynebacterium diphtheria dapat memproduksi toksin
yang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga dapat terjadi
obstruksi saluran pernapasan, miokarditis, bahkan dapat berakhir pada
gagal jantung dan kematian (National Institute For Communicable
Disease, 2016). Pertusis atau biasa disebut batuk rejan/batuk 100 hari
disebabkan oleh Bordetella pertussis dengan gejala utama batuk-batuk

10
dan disertai mata merah serta demam (Pratiwi, 2012). Sedangkan tetanus
disebabkan oleh Clostridium tetani yang dapat menghasilkan neurotoxin
yang menimbulkan gejala kaku otot yang nyeri (Kementerian Kesehatan
R.I, 2013). Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus Hepatitis B (HBV) yang akan menyebabkan nekrosis dan inflamasi
pada sel hepar (WHO, 2015). Haemophilus influenzea type b (Hib)
adalah tipe dari infeksi Haemophilus influenzae yang dapat menyebabkan
berbagai manifestasi seperti pneumonia, meningitis, dan lain-lain (CDC,
2018).

2.2 Cara Pemberian dan Dosis

Imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak tiga dosis sebagai


imunisasi dasar (pada usia 2 bulan, tiga bulan, dan empat bulan), lalu
diberikan sebagai imunisasi ulangan satu kali pada rentang usia 18-24
bulan (interval satu tahun setelah DPT3) (Gunardi H., Kartasasmita CB.,
Hadinegoro SRS et al., 2017). Vaksin DPTHB-Hib (vaksin pentavalen)
diberikan secara intramuskular pada anterolateral paha atas. Satu dosis
anak adalah 0,5 ml (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Paparan suhu
beku dapat merusak vaksin DPT karena vaksin DPT merupakan jenis
vaksin inaktif yang sensitif terhadap suhu beku (Hikmarida, 2014).

Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar


suspensi menjadi homogen kemudian disuntikkan secara intra muskuler
tepatnya di paha untuk bayi dan lengan kanan untuk balita dengan dosis
pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama diberikan pada umur
2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4
minggu (1 bulan). Di unit pelayanan statis vaksin DPT-HB-Hib yang
telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan :
1. Vaksin belum kadaluarsa

2. Vaksin disimpan dalam suhu 2ºC - 8ºC

3. Tidak pernah terendam air

11
4. Sterilitasnya terjaga

5. Vaksin yang sudah dibuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari
berikutnya.

2.3 Efek Samping


Efek samping yang dapat timbul berupa reaksi lokal sementara
(bengkak, nyeri, kemerahan) pada lokasi suntikan, demam, dan
perubahan perilaku seperti rewel, dan menangis (Rizky, 2010). Gejala-
gejala ini dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian imunisasi
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Kejang merupakan efek samping
yang jarang ditemui, jika terdapat kejang pada anak maka vaksin pertusis
harus dihilangkan pada imunisasi selanjutnya (Sari, 2018)

2.4 Indikasi
Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus,
pertusis (batuk rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus Influenzae
tipe b dengan cara simultan.

2.5 Kontra indikasi


Kontraindikasi pada kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru
lahir atau kelainan saraf serius (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Hipersensitif terhadap komponen vaksin, atau reaksi berat terhadap dosis
vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk bentuk reaksi sejenis lainnya,
merupakan kontra indikasi absolute terhadap dosis berikutnya.
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan
saraf serius lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen
pertusis. Dalam hal ini tidak boleh diberikan bersama vaksin kombinasi,
tetapi vaksin DT harus diberikan sebagai pengganti DPT, vaksin
Hepatitis B dan Hib diberikan secara terpisah.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Imunisasi DPT-HB-Hib Imunisasi DPT adalah pencegahan terhadap penyakit


difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus, HB untuk pencegahan penyakit
Hepatitis 13 B dan Hib untuk pencegahan infeksi Haemophilus influenzae tipe b.
Vaksin DPT-HB-Hib dapat digunakan secara kombinasi yang disebut dengan
vaksin Pentavalen/Pentabio.

Imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak tiga dosis sebagai imunisasi


dasar (pada usia 2 bulan, tiga bulan, dan empat bulan), lalu diberikan sebagai
imunisasi ulangan satu kali pada rentang usia 18-24 bulan (interval satu tahun
setelah DPT3).

Efek samping yang dapat timbul berupa reaksi lokal sementara (bengkak,
nyeri, kemerahan) pada lokasi suntikan, demam, dan perubahan perilaku seperti
rewel, dan menangis. Kontraindikasi pada kejang atau gejala kelainan otak pada
bayi baru lahir atau kelainan saraf serius (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

3.2 Saran

Imunisasi pada dasarnya adalah menyuntikkan virus yang sudah dilemahkan


ke dalam tubuh untuk merangsang keluarnya antibodi, sehingga tubuh kita sudah
tahu cara “melawan” ketika ada virus sejenis yang menyerang. Maka dari itu,
sebaiknya memberikan imunisasi kepada bayi agar mampu mencegah bayi tertular
penyakit berbahaya – sekaligus menularkannya pada orang lain –hingga ia dewasa
nanti.

Jika anak tidak diimunisasi, ia memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular
penyakit berbahaya yang dapat mengakibatkan kecacatan hingga kematian. Maka,
sebaiknya bayi diberikan imunisasi dasar lengkap untuk menghindarkannya dari
risiko tersebut termasuk imunisasi petavalen.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan. 2015. Profil kesehatan Indonesia 2014. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


(KMK RI) Nomor: HK.02.03/I/IV/2/9278/2015 Tentang penetapan buku ajar
imunisasi, buku ajar kesehatan ibu dan anak, dan pedoman implementasi bahan
ajar materi imunisasi dan kesehatan ibu dan anak sebagai acuan dalam penguatan
materi imunisasi dan kesehatan ibu dan anak pada institusi pendidikan kebidanan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Triana V. 2016. Faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar


lengkap pada bayi tahun 2015. JKMA. 10(2): 123-35

Departemen Pendidikan Indonesia. 2008. Kamus besar Bahasa Indonesia.


Jakarta: 65 Balai Pustaka

http://repository.helvetia.ac.id/924/2/BAB%20I%20-%20BAB%20III.pdf

Salsabila Itsa. Nanda. 2019. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN STATUS IMUNISASI LANJUTAN PENTAVALEN (DPT-HB-Hib).
Diakses pada 5 Juni 2020 melalui
http://digilib.unila.ac.id/55361/3/SKRIPSI%20TANPA%20PEMBAHASAN.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai