Anda di halaman 1dari 22

IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA TERHADAP

PENCEGAHAN INTOLERANSI

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Eco Socio Environment
Dosen Pengampu : Sutriono, S.P., M.Agr
Semester 1 D

Disusun Oleh :

1. Fitria Hariani (23053073)


2. Zahara As-shifa Panjaitan (23053069)
3. Mariana Ardila (23053102)
4. Jainafa Putri Anugrah (23053132)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ASAHAN

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Makalah ini berjudul Implementasi Nilai Pancasila Terhadap Pencegahan
Intoleransi.

Makalah ini akan menjelaskan contoh – contoh, penyebab, masalah, faktor –


faktor, peran, dan dampak apa saja yang dapat ditimbulkan akibat implementasi
nilai Pancasila terhadap pencegahan intoleransi. Tujuan dari penulisan makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Eco Socio Environment.

Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Sutriono, S.P., M.Agr
sebagai dosen mata kuliah Eco Socio Environment, yang telah memberikan
banyak bantuan, arahan, dan petunjuk yang sangat jelas sehingga mempermudah
kami dalam menyelesaikan tugas ini.

Terima kasih juga kepada teman – teman seperjuangan yang telah mendukung
selesainya makalah ini tepat waktu. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami sangat terbuka pada kritik dan saran
yang membangun, sehingga makalah ini bisa lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang
eco socio environment.

Terima kasih,

Kisaran, 17 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan Pembahasan.......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

2.1 Contoh Ketidakpahaman Implementasi Nilai Pancasila terhadap


Pencegahan Intoleransi........................................................................................4

2.2 Penyebab Kurangnya Pemahaman Implementasi Nilai Pancasila terhadap


Pencegahan Intoleransi........................................................................................6

2.3 Masalah yang Timbul Akibat Ketidakpahaman Implementasi Nilai


Pancasila terhadap Pencegahan Intoleransi..........................................................8

2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman terhadap Implementasi


Nilai Pancasila....................................................................................................10

2.5 Peran Pendidikan dalam Meningkatkan Pemahaman Nilai Pancasila dan


Mengurangi Intoleransi......................................................................................12

2.6 Dampak Kurangnya Pemahaman Implementasi Nilai Pancasila terhadap


Pencegahan Intoleransi......................................................................................13

BAB III PENUTUP...............................................................................................16

3.1 Kesimpulan..................................................................................................16

3.2 Saran.............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membahas implementasi nilai Pancasila terhadap pencegahan intoleransi memiliki


manfaat penting untuk memperkuat nilai – nilai kebangsaan dan meminimalisir
konflik. Kita perlu memahami hal ini agar mampu menjaga kerukunan dan
keberagaman dalam masyarakat. Sebagai mahasiswa, pemahaman ini esensial
untuk membentuk sikap positif terhadap perbedaan.

Tanpa pemahaman implementasi nilai Pancasila terhadap pencegahan intoleransi,


berbagai fenomena negatif dapat muncul seperti meningkatnya konflik antar etnis
atau agama. Asumsi dan pendapat yang keliru dapat meracuni masyarakat,
menciptakan ketidaksetaraan, dan merugikan harmoni sosial. Dampaknya
melibatkan kerugian bagi pembangunan sosial dan kesejahteraan bersama.

Sejalan dengan pemahaman tersebut, makalah ini bertujuan untuk mendalami


implementasi nilai Pancasila dalam konteks pencegahan intoleransi. Dengan
merinci fenomena, asumsi, dan pendapat yang mungkin muncul tanpa pemahaman
ini, kita dapat lebih memahami urgensi nilai – nilai Pancasila sebagai pilar
keberagaman dan persatuan dalam bingkai bangsa Indonesia.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini


dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana contoh ketidakpahaman implementasi nilai Pancasila terhadap


pencegahan intoleransi?
2. Apa penyebab kurangnya pemahaman implementasi nilai Pancasila
terhadap pencegahan intoleransi?
3. Apa masalah yang timbul akibat ketidakpahaman implementasi nilai
Pancasila terhadap pencegahan intoleransi?
4. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi pemahaman terhadap
implementasi nilai Pancasila?
5. Sejauh mana peran pendidikan dalam meningkatkan pemahaman nilai
Pancasila dan mengurangi intoleransi?
6. Bagaimana dampak kurangnya pemahaman implementasi nilai Pancasila
terhadap pencegahan intoleransi?

2
1.3 Tujuan Pembahasan

Merujuk pada rumusan masalah yang disampaikan di atas, maka tujuan


pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui contoh ketidakpahaman implementasi nilai Pancasila


terhadap pencegahan intoleransi.
2. Untuk mengetahui penyebab kurangnya pemahaman implementasi nilai
Pancasila terhadap pencegahan intoleransi.
3. Untuk mengetahui masalah yang timbul akibat ketidakpahaman
implementasi nilai Pancasila terhadap pencegahan intoleransi.
4. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pemahaman
terhadap implementasi nilai Pancasila.
5. Untuk mengetahui peran pendidikan dalam meningkatkan pemahaman
nilai Pancasila dan mengurangi intoleransi.
6. Untuk mengetahui dampak kurangnya pemahaman implementasi nilai
Pancasila terhadap pencegahan intoleransi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Contoh Ketidakpahaman Implementasi Nilai Pancasila terhadap


Pencegahan Intoleransi

Secara etimologi, istilah Pancasila berasal dari dua kata dalam bahasa sanskerta:
Panca dan Sila. Panca berarti lima (yang membentuk ke-utuh-an) dan sila berarti
prinsip atau mora- litas (yang melebur dalam ke-utuh-an). Pancasila merupakan
ideologi negara Republik Indonesia yang menjadi value, dimana kelima sila yang
ada terintegrasi satu dengan lainnya. Pemaknaan pada setiap nilai-nilai yang
dimiliki dalam setiap sila bersifat holistik dan netral (tidak berpihak pada
golongan tertentu). Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep,
kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberi
dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai,
dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner’sDictionary dikemukakan bahwa
implementasi adalah “Put something intoeffect”, (penerapan, sesuatu yang
memberikan efek atau dampak). Sedangkan nilai nilai Pancasila adalah nilai
nilai yang terdapat dalam lima sila Pancasila yaitu nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan sosial. Jadi
implementasi nilai pancasila adalah sebuah proses penerapan, ide konsep,
kebijakan untuk menerapkan atau mengaplikasikan lima nilai Pancasila dalam
kehidupan individu, sosial kemasyarakatan dan kebangsaan.

Intoleran dapat diartikan secara sederhana tidak menghargai perbedaan antara


sesama baik dari sisi agama, etnis ataupun yang lainnya sehingga dapat
menimbulkan kebencian bahkan kekacauan. Jika sikap intoleran terus terjadi
tanpa ada upaya kesadaran diri, dapat berakibat konflik sosial yang mengarah
pada proses disintegarasi bangsa. Intoleransi adalah suatu sikap, pandangan, dan
perilaku yang tidak menerima perbedaaan orang lain, kelompok lain, atau
komunitas lain, sehingga memandang sesuatu yang berbeda darinya dianggap

4
salah, haram, dan harus dimusuhi, diperangi, dan dimusnahkan (Projo Prastowo,
2006 : 31).

Banyak faktor yang dapat menimbulkan sikap dan perilaku intoleran, akan tetapi
agama bukan merupakan sumber dari penyebab intoleran itu sendiri melainkan
pemahaman yang bersifat intrisik terhadap ajaran agama itu sendiri. Sikap
eksklusifisme yang berlebihan menimbulkan gerakan-gerakan yang mengarah
kepada perbuatan intoleran.

Lingkungan pendidikan juga secara langsung maupun tidak langsung mem-


pengaruhi sikap toleransi. Kondisi lingkungan pendidikan yang memadai
meminimalisir terjadinya sikap dan perbuatan siswa yang dapat mengarah
intoleransi. Sikap itu diantaranya Bullying, tidak adanya penghormatan terhadap
sesama, melakukan tindakan yang tidak adil dan lain sebaginya. Beberapa tahun
terakhir muncul beberapa studi yang menunjukkan kecenderungan penurunan
tingkat toleransi di Indonesia. Salah satu sikap yang mengarah kepada nilai
toleransi yaitu munculnya gerakan radikalisme, berita bohong (hoax), dan
persekusi. Bahkan di tingkat mahasiswa , nilai toleransi muncul dalam bentuk
bullying, pembedaan berdasarkan agama, suku dan lainnya. Ini mengindikasi
adanya kesenjangan dalam penerapan nilai Pancasila, yang berdampak pada sikap
intoleransi di kalangan mahasiswa. Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk
yang memiliki berbagai keanekaragaman budaya, bahasa, suku, ras, adat dan
agama Keragaman budaya bangsa Indonesia dapat memicu konflik serta
berpotensi memunculkan beragam pemahaman dan gerakan radikal, baik yang
mengatasnamakan agama, suku, dan golongan. Namun, pada kenyatannya
gerakan radikalisme muncul tidak hanya diakibatkan oleh perbedaan SARA,
tetapi juga terdapat faktor dimensi global, politik, serta kesenjangan sosial yang
terjadi di dalam masyarakat. Penyelenggaran pendidikan tentunya di dasarkan
pada Undang undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Penyelenggaran pendidikan nasional harus mampu meningkatkan, memperluas,
dan menetapkan suatu Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Dalam hal ini
pembinaan sikap toleransi antar siswa sangat berperan penting dalam pengamalan
Pancasila. Kasus-kasus intoleransi di Indonesia yang sering terjadi misalnya

5
adalah penolakan aktifitas keagamaan umat tertentu, sulitnya perijinan rumah
ibadah, terlalu cepat mengkafirkan orang yang tidak seagama dengannya, dan
“menghalalkan” darah orang yang tidak seiman dengannya. Ditambah lagi dengan
adanya Perda-Perda yang diterbitkan oleh pemerintah daerah yang cenderung
mendiskreditkan umat tertentu, termasuk membawa politik identitas ke dalam
ranah politik, untuk mendulang keuntungan pribadi maupun elit politik tertentu
dalam kontestasi politik.

2.2 Penyebab Kurangnya Pemahaman Implementasi Nilai Pancasila


terhadap Pencegahan Intoleransi

Maraknya sikap dan perilaku intoleransi di Indonesia sebenarnya sangat


mengkhawatirkan terhadap keragaman Indonesia yang terbingkai dalam slogan
“Bhineka Tunggal Ika” dan dalam kerangka rumah besar bernama NKRI, yang
telah terbangun menjadi bangunan negara bangsa sejak Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Intoleransi merupakan tangga awal dari
terorisme, dimana intoleransi merupakan benih munculnya radikalisme, yang
kemudian akan menyebabkan aksi terorisme. Terorisme yang ada di tengah
masyarakat berawal dari sikap dan perilaku intoleransi yang kemudian
termanifestasikan dalam aksi teror. Aksi terorisme sangat membahayakan
kemanusiaan karena tidak sesuai dengan nilai-nilai keadaban, pluralisme,
multikulturalisme, dan inklusifisme. Untuk memerangi terorisme, maka
diperlukan upaya mendeteksi akar terorisme yang bermuara pada sikap intoleransi
dan radikalisme.

Para pelaku teror yang selama ini melakukan aksi terorisme memiliki ideologi
radikal yang cenderung tidak toleran terhadap keberbedaan, menentang
hetergonitas, dan anti kebhinekaan. Persebaran paham radikal dan intoleran
memang sudah marak terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia, hal ini dapat
membahayakan, karenanya harus segera mengambil langkah untuk dapat
menangkalnya. Menurut lembaga kajian Leimena Institute, bahwa paham radikal

6
sudah masuk ke sekolah- sekolah dan mempengaruhi siswa-siswa (BBC.com,
2017). Sikap yang tidak mau berbeda, menganggap dirinya yang paling benar,
memahami bahwa hanya agamanya yang paling benar, dan bahkan menganggap
bahwa dirinya memiliki otoritas kebenaran, sehingga meniadakan orang lain,
menganggap keyakinan orang lain salah, serta memaksakan kehendak agar supaya
orang lain sama keyakinannya dengan dirinya, merupakan cerminan sikap
intoleran, yang akan mengarah pada perilaku radikal. Indonesia dewasa ini
dihadapkan dengan persoalan dan ancaman radikalisme, terorisme dan
separatisme yang kesemuanya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan
konstitusi. Radikalisme, terorisme dan separatisme merupakan ancaman terhadap
ketahanan ideologi dan lebih jauh akan berdampak terhadap ketahanan nasional.
Untuk itu segala upaya untuk menangkal penyebaran paham radikal harus menjadi
komitmen dan gerakan bersama seluruh komponen bangsa. Radikalisme
diwujudkan dengan melakukan pengrusakan, penistaan, pengkafiran, dan
pembakaran terhadap fasilitas, benda, orang maupun sarana prasarana yang
dianggap berbeda dan bertentangan dengan keyakinannya.

Sikap intoleran, perilaku radikal, dan aksi terorisme merupakan mata rantai yang
saling berkaitan satu dengan yang lain. Agar supaya mampu memberantas aksi
terorisme, maka diperlukan upaya untuk meredam perilaku radikal. Perilaku
radikal hanya bisa dicegah dengan cara menghapus sikap intoleran di tengah
masyarakat. Sikap-sikap toleransi, kebersamaan, harmoni, kebhinekaan, yang
terbungkus dalam ideologi Pancasila harus dikedepankan di semua lapisan
masyarakat agar supaya mampu mengikis dan menghilangkan sikap intoleran.
Penanaman rasa toleransi keberagaman harus terpatri pada masyarakat Indonesia
sejak dini, khususnya sejak jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
Bahkan pendidikan dalam keluarga sejak balita harus dilakukan secara gencar
oleh orang tua agar supaya setiap orang Indonesia memahami keberagaman,
hetergonitas, dan kebhinekaan secara terbuka, berpikiran terbuka, dan modern
dalam berpikir, bertindak dan berbuat, sebagaimana amanat dalam Pancasila.

7
2.3 Masalah yang Timbul Akibat Ketidakpahaman Implementasi Nilai
Pancasila terhadap Pencegahan Intoleransi

Saat ini tidak terlihat ketegasan dalam penerapan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa penerapan pancasila
merupakan suatu keharusan karena merupakan cita-cita bangsa. Nilai-nilai
Pancasila selalu relevan dalam fungsinya memberikan pedoman bagi pengambil
kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
karena pancasila bersifat sebagai ideologi terbuka. Akan tetapi pada pada saat ini
implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat semakin terkikis
karena minimnya pemahaman masyarakat tentang makna dan arti dari nilai-nilai
pancasila yang berketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Adil dan Beradab
dan Keadilan Sosial. Minimnya pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai
Pancasila banyak mengakibatkan terjadinya tindakan kekerasan, ketidakadilan,
pelecehan, penganiayaan dan tindakan radikal yang menjadikan agama sebagai
alasan untuk melakukan tindakan kekerasan. Oleh karena itu perlunya dilakukan
tindakan khusus dari pemerintah untuk memberikan penekanan dan sosialisasi
nilai-nilai Pancasila agar masyarakat bisa lebih memahami arti dari nilai-nilai
Pancasila tersebut serta dapat terciptanya kehidupan yang rukun, damai dan
tentram. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa Pancasila cenderung
diabaikan di Tengah masyarakat yang modern, di era globalisasi, dan di era
revolusi industri 4.0. perkembangan media sosial dan dunia maya yang sangat
masif memungkinkan setiap manusia mendapatkan akses informasi secara cepat
melalui gadget pribadi sehingga berdampak buruk pada pola pikir dan gaya hidup
generasi muda, khususnya generasi milenial (Y) dan generasi Z yang serba
konsumeris, hedonis, individualis, dan liberalis. Selain itu, muncul perilaku
anarkis, radikalis, dan fanatisme tertentu akibat perkembangan informasi di media
sosial yang belum tentu kebenarannya, dan bahkan cenderung berita fake atau
hoax. Pancasila sebagai ideologi negara cenderung ditinggalkan oleh masyarakat
Indonesia, khususnya generasi muda, digantikan oleh ideologi-ideologi lain yang
bertentangan dengan Pancasila. Hasil survei Cyrus Network tahun 2019 tentang
Persepsi Publik terhadap penerimaan masyarakat pada ideologi Pancasila

8
menunjukkan bahwa ditemukan ada 4,7 persen responden yang secara terang-
terangan mendukung terbentuknya khilafah dan 13 persen menyatakan Indonesia
harus berlandaskan syariat Islam karena merasa Islam adalah agama mayoritas.
Pancasila dianggap kurang menarik bagi masyarakat sehingga mereka lebih
melirik Khilafah, yang tentunya hal ini sangat membahayakan.

Survei dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tahun 2019 juga


menunjukkan data yang mengkhawatirkan tentang eksistensi Pancasila sebagai
ideologi negara Indonesia, dimana data survei hasilnya adalah 19,4 pegawai
negeri sipil (PNS) di Indonesia tidak setuju dengan ideologi Pancasila. Penolakan
terhadap ideologi Pancasila di kalangan pegawai negeri tersebut jadi penyebab
lemahnya ketahanan nasional dan membahayakan keamanan nasional. Penyebab
turunnya ketahanan nasional di negara Indonesia adalah penurunan di masalah
ideologi bangsa, yakni Pancasila. Sekitar 19,4 persen PNS tidak setuju ideologi
Pancasila, yang tentunya merupakan data yang sangat mengagetkan semua pihak.

Survei Alvara Research Center Tahun 2017 juga menemukan ada sebagian
milenial atau generasi kelahiran akhir 1980-an dan awal 1990-an, yang setuju
dengan konsep khilafah sebagai bentuk negara Indonesia. Survei ini dilakukan
terhadap 4.200 milenial yang terdiri dari 1.800 mahasiswa dan 2.400 pelajar SMA
di seluruh Indonesia. Mayoritas milenial memang memilih Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara. Namun ada 17,8 persen
mahasiswa dan 18,4 persen pelajar yang setuju khilafah sebagai bentuk negara
ideal sebuah negara. Survei terhadap kalangan profesional yang melibatkan 1.200
responden ini dapat dimaknai bahwa Pancasila saat ini memang dalam ancaman
sehingga diperlukan berbagai upaya untuk melakukan pembumian Pancasila di
tengah masyarakat.

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Tahun


2017 juga melakukan penelitian dan mengungkapkan hasil riset bersama LIPI, UI,
dan sejumlah peneliti sosial lainnya di Indonesia tentang radikalisme dan
wawasan kebangsaan pada pelajar dan mahasiswa. Hasilnya, sekitar 23 persen
pelajar dan mahasiswa siap menegakan sistem khilafah. Artinya, ternyata
kalangan pelajar dan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa malah siap

9
berjihad untuk menegakkan sistem khilafah, yang jelas-jelas bertentangan dengan
Pancasila. Di kelompok mahasiswa menduduki 23,4 persen pada akhir tahun 2017
yang siap mengikuti khilafah. Sedangkan pada tingkat SMA mencapai 23,3
persen. Sebuah angka yang fantastis dan mencengangkan karena kalangan SMA
dan Mahasiswa adalah kalangan milenial yang tergolong sebagai generasi terdidik
di dunia pendidikan.

Oleh karena itu, akan dilihat implementasi nilai-nilai Pancasila di tengah


masyarakat saat ini dan apa yang seharusnya dilakukan agar supaya nilai- nilai
Pancasila tersebut dapat menjadi nilai yang praksis, aplikatif, operasional, dan
mampu dipahami serta diamalkan secara mudah oleh semua komponen bangsa.
Hal ini penting karena Pancasila harus dibumikan agar tidak terkesan menjadi
bahasa dewa-dewa yang sulit membumi. Tugas dari masyarakat Indonesia yang
harus membumikan Pancasila menjadi bahasa yang mudah dicerna, tindakan yang
kongkret dan contoh yang real dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman terhadap


Implementasi Nilai Pancasila

Pancasila sebagai ideologi terbuka mampu untuk menyesuaikan perkembangan


zaman yang terus berubah. Oleh karena itu perlu dilakukannya pengkajian secara
ilmiah dalam rangka aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Sebagai langkah awal untuk mengantisipasi dan menekan arus
radikalisasi di era globalisasi, didukung dengan (1) optimisme bangsa Indonesia
untuk dapat bertahan sampai masa yang akan datang, (2) bimbingan dan
pemberian sosialisasi masyarakat untuk merektualisasi nilai-nilai dasar Pancasila
yang menjadi penyangga atau pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, (3)
keadilan dan akhlak yang baik bagi manusia Indonesia, (4) keberagaman dan
menjunjung tinggi sikap saling menghormati.

Implementasi lima nilai dalam tubuh Pancasila merupakan semangat kebersamaan


untuk menjaga persatuan dari kejahatan kaum-kaum radikal dan terorisme. Nilai

10
ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan dan keadilan merupakan ide-ide
keseluruhan, manusia yang menjalani kelima nilai tersebut akan memelihara sikap
solidaritas antar manusia dan persatuan akan diletakkan diatas perbedaan. Nilai
yang terkandung dalam sila pertama merupakan induk dari nilai-nilai Pancasila
pada poin berikutnya, nilai ketuhanan memiliki makna kepercayaan kepada Tuhan
yang Maha Esa, kebebasan beragama, toleransi antara umat beragama serta
kecintaan pada semua makhluk ciptaan Tuhan. Praktek pemahaman ketuhanan
yang Maha Esa yang ada dalam nilai Pancasila merupakan keharusan bagi warga
negara untuk memiliki kepercayaan. Saat ini negara Indonesia memiliki 6 (enam)
keyakinan yang diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,
Budha dan Kong Hu Chu.

Nilai-nilai ideologi Pancasila yang menganut konsep ideologi terbuka pada


implementasinya pada saat ini tidak berjalan dengan baik, padahal secara
hakikatnya konsep ideologi terbuka yang digadang-gadang sangat fleksibel bagi
semua pihak hanya menjadi impian bagi bangsa karena tidak adanya implementasi
yang nyata. Ideologi terbuka yang memiliki nilai-nilai dasar yang tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945, nilai instrumental yang menjelaskan
penjabaran lebih lanjut serta memberikan arahan dalam pelaksanaan nilai-nilai
Pancasila serta nilai praktis yang merupakan implementasi dalam kehidupan
sehari-hari. Pada kenyataannya konsep ideologi terbuka tersebut tidak terlaksana
dengan baik dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari karena masih
banyaknya perselisihan, pertikaian, tindak kekerasan dari sudut pandang agama
dan kepercayaan. Sikap arogan dari beberapa kelompok yang mengatasnamakan
agama dengan melakukan tindakan kekerasan menjadi salah satu alasan pertikaian
tidak dapat dihindarkan, oleh karena itu perlu adanya aktualisasi pemahaman
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

11
2.5 Peran Pendidikan dalam Meningkatkan Pemahaman Nilai Pancasila dan
Mengurangi Intoleransi

Untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai Pancasila, diperlukan pemahaman


nilai-nilai tersebut melalui pendidikan dari tingkat pendidikan dasar hingga pada
tingkat pendidikan tinggi (Kaelan 2014). Berdasarkan Undang-Undang (UU)
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 2 yaitu Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Hal ini mengisyaratkan besarnya peran lembaga pendidikan dalam
menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila. Para siswa harus memahami, memaknai,
dan mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannnya agar dapat menjadi
pedoman hidup dan dapat terhindar dari pengaruh-pengaruh yang dapat merusak
moral.

Pendidikan di sekolah adalah salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi
pemikiran anak-anak bangsa. Gillin berpendapat bahwa fungsi pendidikan sekolah
ialah penyesuaian diri anak dan stabilitasi masyarakat. Sekolah memiliki daya
fungsi dalam pembentukan karakteristik siswa dalam bersikap. Salah satunya
adalah fungsi dalam transmisi kebudayaan, perilaku dalam sosial/ integrasi sosial,
perkembangan dan pembentukan pribadi dan lainnya. Sekolah merupakan salah
satu institusi sosial yang mempengaruhi proses sosialisasi dan berfungsi
merumuskan kebudayaan masyarakat kepada anak.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi dalam menyiapkan


generasi penerus. Dalam menenamkan dan membina sikap toleransi antara sesama
siswa, terutama yang tidak seagama (juga diperlukan) hanya terbatas dalam
membantu menyiapkan sarana yang diperlukan untuk upacara yang dimaksud, dan
bukan untuk menghadiri atau melaksanakan upacara (ritual) agama tertentu.

Secara psikologis siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas adalah individu yang
berada pada masa remaja, dimana masa bergejolak (sturm and drang). Remaja
cenderung bersikap progresif dan terus ingin mencoba dan berubah. Secara
psikologis, siswa yang pada umumnya berumur dari 15- 17 tahun yang tergolong

12
dalam masa remaja awal, biasanya masih memiliki sikap ikut-ikutan menjadi
salah satu sikap positif yang terbentuk dalam sikap tenggang rasa. Sikap ingin
tahu yang memuncul pada siswa dapat memotivasi untuk menjalin hubungan
dengan teman-teman lain yang seagama ataupun beda agama, dan bukan hanya itu
saja, melainkan berbagai perbedaan yang ada di kalangan siswa.

Faktor pendukung dan penghambat penguatan pendidikan Pancasila sebagai


upaya pencegahan sikap intoleran pada siswa Sekolah Menengah Umum (SMU)
Faktor pendukung dari upaya pencegahan sikap intoleran datang dari Pemerintah
(dalam hal ini dinas pendidikan), kepala sekolah, guru, dan lingkungan sekolah.
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dituangkan dalam Undang-Undang (UU)
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (sistem pendidikan nasional) dan
Permendikbud No. 59 TAHUN 2014 tentang kurikulum 2013 Sekolah Menegah
Atas/Madrasah Aliyah.

2.6 Dampak Kurangnya Pemahaman Implementasi Nilai Pancasila terhadap


Pencegahan Intoleransi

Menurut Wicaksosno, R. (2015) Nilai pancasila ini sebagai proses pembentukan


dari budaya Indonesia sendiri yang selalu diyakini oleh masyarakatnya karena
bermakna adanya kebenaran dan adanya manfaat, menjadi dasar juga motivasi
dalam tingkah laku ataupun perbuatannya di masyarakat. Tujuannya agar
tercapainya tujuan nasional sebagaimana dijelaskan pada Undang Undang Dasar
1945. Pengimplementasian adalah proses pelaksanaan dan penerapan konsep, ide
dan juga kebijakan dalam mencari tindakan yang praktis. Oleh karena itu, akan
adanya dampak terkait perubahan perubahan, diantaranya yaitu (1) adanya
perubahan dalam pengetahuan, (2) nilai nilai ataupun sikap, dan (3) keterampilan.

Perbedaan penerapan dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi negara


memberikan dampak adanya intoleransi, yang berkembang menjadi
radikalisme dan menjadi anarkhis yaitu terorisme. Hal ini terjadi karena
pemahaman yang tidak tepat terhadap ideologi Pancasila. Tim Ahli Badan

13
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan Purwantokepada
VOA mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara tujuan milisi
Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS). Pertimbangannya kata Wawan
diantaranya dikarenakan Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim
terbesar di dunia dan terbukti selama ini banyak militan-militan yang
muncul di Indonesia (Wardah, 2015:http//www.voaindonesia.com). Bahkan
dengan dalih agama membolehkan anarkhis dan terorisme.

Aksi terorisme masih menjadi momok yang mengancam kedamaian di Indonesia.


Pada tahun 2021 kepolisian Republik Indonesia menangani 170 kasus terorisme,
kasus tersebut naik drastis dari tahun sebelumnya yang hanya 82 kasus. Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme menyatakan ada 2,7 juta orang Indonesia
yang terlibat dalam serangkaian serangan teror bahkan jumlah itu belum termasuk
pengikut dan simpatisan jaringan teroris. Menurut Peneliti Pusat Kajian Terorisme
dan Konflik Sosial Universitas Indonesia (UI), sebelum tahun 2010 kelompok
teroris di Indonesia yang menjadi sasarannya adalah simbol-simbol barat (Far
Enemy), namun setelah tahun 2010 kelompok teroris mengubah sedikit sasaran
mereka dari yang tadinya Far Enemy menjadi Near Enemy, hal itu terjadi lantaran
banyak anggota teroris yang ditembak mati oleh pihak kepolisian (Rosyidah,
2017: http//www.kompasiana.com).

Kondisi demikian menggambarkan bahwa semakin lemahnya keutuhan persatuan


dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam UUD 1945
pasal 25 A menjelaskan bahwa NKRI adalah sebuah Negara kepulauan yang
berciri nusantara dan wilayahnya yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan Undang-Undang. Berbagai permasalahan dan persoalan yang sedang
dihadapi bangsa Indonesia mengundang berbagai elemen-elemen organisasi
umtuk mengambil langkah dan sikap dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Semua elemen bangsa harus menjaga keutuhan
NKRI karena merupakan bentuk dari implementasi ideologi dari bangsa Indonesia
yaitu Pancasila.

Menjaga keutuhan wilayah wajib dilakukan oleh seluruh elemen bangsa


khususnya pemuda. Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa

14
depan negeri ini bertumpu pada kualitas mereka. Namun ironisnya, kini tak
sedikit kaum muda yang justru menjadi pelaku terorisme. Serangkaian
aksiterorisme mulai dari Bom Bali-1, Bom Gereja Kepunton, bom di JW Marriot
dan Hotel Ritz-Carlton,hingga aksi penembakan Pos Polisi Singosaren di Solo dan
Bom di Beji dan Tambora, melibatkan pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana,
salah satu pelaku Bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yang saat itu berusia
18 tahun dan baru lulus SMA. Fakta tersebut diperkuat oleh riset yang dilakukan
Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP). Dalam risetnya tentang
radikalisme di kalangan siswa dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Jabodetabek, pada Oktober 2010-Januari 2011, LaKIP menemukan sedikitnya
48,9 persen siswa menyatakan bersedia terlibat dalam aksi kekerasan terkait
dengan agama dan moral (Rahman, 2015:http//abdurahman001.blogspot.com).

Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan terorisme patut menjadi


keprihatinan kita bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda
terseret ke dalam tindakan terorisme, mulai dari kemiskinan, kurangnya
pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi kelompok radikal, lemahnya
semangat kebangsaan, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, kurangnya
keteladanan, dan tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif.

Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan
terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan
upaya pencegahan melalui kontra- radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini
dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT)
di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas, Training of Trainer (ToT)
bagi sivitas akademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme
siswa SMA di empat provinsi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terorisme di
Indonesia yang dimulai dari generasi muda.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Implementasi nilai-nilai Pancasila di Indonesia memegang peranan penting dalam


membentuk sikap toleransi dan menghindari perilaku intoleran. Pentingnya
pembinaan sikap toleransi antar siswa dalam pendidikan nasional merupakan
upaya untuk mencegah konflik sosial dan disintegrasi bangsa. Faktor-faktor
seperti sikap eksklusifisme yang berlebihan, gerakan radikalisme, dan
ketidaksetaraan sosial dapat memicu sikap intoleransi di masyarakat.

Maraknya sikap intoleransi di Indonesia merupakan ancaman serius terhadap


keragaman dan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Intoleransi menjadi batu loncatan
menuju radikalisme, yang pada gilirannya dapat menyebabkan tindakan terorisme.
Aksi terorisme tidak sesuai dengan nilai-nilai keadaban dan pluralisme, dan untuk
melawan terorisme, penting untuk mendeteksi akar masalahnya yang terletak pada
sikap intoleransi dan radikalisme.

Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat saat ini


mengalami tantangan serius. Minimnya pemahaman masyarakat, terutama
generasi muda, terhadap makna dan arti nilai-nilai Pancasila dapat membahayakan
keberlangsungan ideologi negara. Globalisasi, revolusi industri 4.0, dan pengaruh
media sosial telah menyebabkan pergeseran nilai dan pandangan hidup, dengan
Pancasila cenderung diabaikan.

Untuk mengatasi arus radikalisasi di era globalisasi, perlu dilakukan pengkajian


ilmiah dalam aktualisasi nilai-nilai Pancasila. Langkah awal dapat dilakukan
melalui optimisme bangsa, bimbingan dan sosialisasi masyarakat, keadilan,
akhlak baik, serta menjunjung tinggi keberagaman dan saling menghormati.

16
Dalam rangka menjaga dan melestarikan nilai-nilai Pancasila, pendidikan
memegang peran kunci, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sekolah, sebagai
lembaga pendidikan formal, memiliki tanggung jawab besar dalam menanamkan
nilai-nilai Pancasila kepada siswa. Hal ini melibatkan pemahaman, pemaknaan,
dan pengamalan nilai-nilai Pancasila agar dapat menjadi panduan hidup dan
melawan pengaruh negatif.

Implementasi nilai-nilai Pancasila di Indonesia memainkan peran penting dalam


membentuk sikap dan perilaku masyarakat. Pendidikan memegang peran kunci
dalam menanamkan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda. Namun,
pemahaman yang kurang tepat terhadap Pancasila dapat berdampak negatif,
seperti munculnya intoleransi, radikalisme, dan bahkan tindakan terorisme.

3.2 Saran

Sebagai mahasiswa, kami berpendapat bahwa perlu adanya perhatian lebih


terhadap pemahaman dan penerapan nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat.
Kami usulkan agar pemerintah dan mahasiswa aktif berperan dalam meningkatkan
kualitas pendidikan nilai Pancasila di sekolah dan kampus. Pemanfaatan media
sosial juga perlu ditingkatkan untuk menyebarkan informasi positif tentang nilai-
nilai Pancasila. Kami berharap ada kerja sama antar perguruan tinggi dalam
menyelenggarakan kegiatan yang mendukung pemahaman Pancasila. Semua ini
diharapkan dapat membantu generasi muda, termasuk kami, memahami dan
menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

17
DAFTAR PUSTAKA

Baralaska, Sapta, and Utama Siagian. 2020. “Nilai- Nilai Pancasila Dalam
Menangani.” Jurnal Teologi Biblika 5(1): 36–45.

Deti, Salsabila, and Dini Anggraeni Dewi. 2021. “PENGIMPLEMENTASIAN


NILAI NILAI PANCASILA UNTUK MENCEGAHNYA RADIKALISME
DI INDONESIA.” 5(1): 557–64.

Helwig, Nathaniel E, Sungjin Hong, and Elizabeth T Hsiao-wecksler. “No 主観的


健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分
散構造分析 Title.”

Intoleran, Radikalimse Dan. 2022. “Ditasman+(91-104).” 2(1): 91–104.

Kasus, Studi, S M A Paba, Saiful Amir, and Andy Hakim. 2018.


“PENCEGAHAN SIKAP INTOLERANSI PADA SISWA MELALUI
PENGUATAN PENDIDIKAN PANCASILA (Studi Kasus SMA PABA
Binjai).” : 52–62.

Muhammad, Robin, and Slamet Widodo. 2022. “Implementasi Pancasila Untuk


Mencegah Isu Radikalisme Dalam Bingkai Kebhinekaan.” Jurnal Penelitian
Pendidikan 14(1): 57–65.

Oktanisa, Silvana, Fransisca Ully Marshinta Ibnu Maja, and Yulianto Wasiran.
2021. “Pemahaman Ideologi Pancasila Pada Aspek Agama.” Jurnal … 1(1):
22–30. http://ojs.politeknikdarussalam.ac.id/index.php/jpkm/article/view/
jpkm4.

Pudjiastuti, Sri Rahayu. 2020. “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam


Mencegah Paham Radikal.” Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi 19(02): 32–
39.

Subagyo, Agus. 2020. “Implementasi Pancasila Dalam Menangkal Intoleransi,

18
Radikalisme Dan Terorisme.” Jurnal Rontal Keilmuan PKn 6(1): 10–24.
http://journal.umpo.ac.id/index.php/JPK/article/view/734.

Tanamal, Nini Adelina, and Sapta Baralaska Utama Siagian. 2020. “Pancasila
Sebagai Landasan Visional Bagi Spiritualitas Kehidupan Bangsa Indonesia
Dalam Menangani Intoleransi.” Integritas: Jurnal Teologi 2(1): 35–48.

Teologi, Jurnal et al. 2021. “Pendahuluan.” 7(2): 435–45.

Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah, Jl Brawijaya, and Kec Kasihan. 2020.


“IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DALAM MENEKAN
RADIKALISME AGAMA Pendahuluan Ideologi Pancasila Dikenal Sebagai
Ideologi Terbuka Yang Memiliki Arti Yaitu Ideologi Yang Mampu
Mengikuti Arus Perkembangan Zaman , Dinamis , Sistem Pemikiran Yang
Terbuka , Dan Has.” 13(2016): 30–38.

Котлер, Филип. 2008. “No TitleМаркетинг По Котлеру.” : 282.

19

Anda mungkin juga menyukai