Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENDIDIKAN DAN HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu:
Bagus Setiawan, M.Pd

Oleh:
Kelompok 2

Ananda Mita Ufatun Ni’mah (17205163287) 


Anggun Miftakhul Janah (17205163046) 
                                Ari Sri Rahayu (17205163272) 
                                Amalia Risyda (17205163343)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
Maret 2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas
perkenan-Nya tugas penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah yang berjudul “Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok” ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pendidikan.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada:
1.      Dr. Maftukhin, M.Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
2.      Bagus Setiawan, M.Pd selaku dosen pengampu
3.      Teman-teman dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaat dan
mendapat ridha dari Allah SWT.

Tulungagung, 15 Maret 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang........................... 1
B.       Rumusan Masalah .................... 1
C.       Tujuan .............................. 2

BAB II : PEMBAHASAN
A.      Prasangka dalam Hubungan Antar Kelompok...................................................... 3
B.       Pendidikan Umum dan Hubungan Antar Kelompok............................................ 5
C.       Struktur Hubungan Antar Kelompok di Sekolah.................................................. 5
D.      Usaha-Usaha Memperbaiki Hubungan Antar Kelompok di Sekolah................... 7
E.       Efektivitas Pendidikan Antar Golongan............................................................... 8
F.        Dasar-Dasar Bagi Pendidikan Antar Golongan.................................................... 9

BAB III : PENUTUP


A.      SIMPULAN...............................10
B.       SARAN................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA................................... ........................................................12


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Sosiologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu
struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam
melalui analisis atau pendekatan sosiologis. Menurut Dr.Ellwood, Sosiologi Pendidikan adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang proses belajar dan mempelajari antar orang yang
satu dengan orang yang lain.
Kamanto Sunarto menjelaskan keterkaitan antara pendidikan dan hubungan antar kelompok.
Keilmuan dan kearifan individu melalui tempaan Pendidikan akan dapat merapatkan dan
memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan antar kelompok.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan menguraikan bagaimana Pendidikan dan
Hubungan antar kelompok itu sebenarnya. Mencangkup tentang prasangka dalam hubungan
antar kelompok, struktur hubungan antar kelompok dan usaha-usaha memperbaiki hubungan
antar kelompok di sekolah.

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimana prasangka dalam hubungan antar kelompok?
2.      Bagaimana pendidikan umum dan hubungan antar kelompok?
3.      Bagaimana struktur hubungan antar kelompok di sekolah?
4.      Bagaimana usaha-usaha memperbaiki hubungan antar kelompok di sekolah?
5.      Bagaimana efektivitas pendidikan antar golongan?
6.      Bagaimana dasar-dasar bagi pendidikan antar golongan?

C.    Tujuan
1.      Untuk mendeskripsikan prasangka dalam hubungan antar kelompok.
2.      Untuk mendeskripsikan pendidikan umum dan hubungan antar kelompok.
3.      Untuk mendeskripsikan struktur hubungan antar kelompok di sekolah.
4.      Untuk mendeskripsikan usaha-usaha memperbaiki hubungan antar kelompok di sekolah.
5.      Untuk mendeskripsikan efektivitas pendidikan antar golongan.
6.      Untuk mendeskripsikan dasar-dasar bagi pendidikan antar golongan.

BAB II
PENDAHULUAN

A.    Prasangka Dalam Hubungan Antar Kelompok


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia prasangka adalah pendapat (anggapan) yang kurang
baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri. Namun dalam
kaitannya dengan hubungan antar kelompok istilah ini mengacu pada sikap bermusuhan yang
ditunjukan terhadap suatu kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa kelompok tersebut
mempunyai ciri yang tidak menyenangkan. Prasangka berarti membuat keputusan sebelum
mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut.
Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasarkan ras seseorang sebelum memiliki
informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga
diterapkan pada bidang lain selain ras. John E. Farley mengklarifikasi prasangka terbagi menjadi
tiga kategori antara lain sebagai berikut.1[1]
1.      Prasangka Kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
2.      Prasangka Afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
3.      Prasangka Konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Bermacam-macam teori yang telah dikemukakan bahwa prasangka adalah sebagai sesuatu
yang wajar yang sendirinya timbul bila terjadi hubungan antara dua kelompok yang berlainan.
Manusia sadar akan kesamaan dalam kalangannya sendiri dan merasa solider dengan kelompok
itu.

1.      Prasangka sebagai sesuatu yang dipelajari


Teori ini memandang prasangka sebagai hasil proses belajar seperti halnya dengan sikap-
sikap lain yang terdapat pada manusia. Sikap senang atau tidak senang terhadap golongan lain
adalah hasil pengalaman pribadi yang  berlangsung lama atau berdasarkan pengalaman yang
traumatis.
2.      Prasangka sebagai alat mencapai tujuan praktis
Golongan yang dominan ingin menyingkirkan golongan minoritas dari dunia persaingan.
Sikap itu terdapat dikalangan penjajah terhadap bangsa yang dijajah agar dapat dieksploitasinya.
Untuk membenarkan diri mereka mencari alasan penindasan itu dengan jalan rasionalisasi.
3.      Prasangka sebagai aspek pribadi
Menurut penelitian Murphy dan Likert ada dua orang yang mempunyai pribadi yang
berprasangka. Orang yang pribadinya berprasangka menaruh prasangka terhadap berbagai hal.
Maka kepribadian merupakan suatu faktor penting bila kita ingin memahami hakikat dan
perkembangan prasangka.
4.      Pendekatan multi dimensional
Dalam berbagai faktor yang dapat menimbulkan prasangka dapat diambil kesimpulan bahwa
untuk memahami prasangka harus kita gunakan pendekatan yang multi dimensional. Prasangka
dalam hubungan antar-kelompok perlu kita ketahui bahwa prasangka bukanlah suatu instink
yang dibawa lahir, melainkan sesuatu yang dipelajari. Karena prasangka itu dipelajari, maka
prasangka itu dapat diubah atau dikurangi bahkan dapat dicegah timbulnya.2[2]

B.     Pendidikan Umum Dan Hubungan Antar Kelompok


Menurut penelitian, maka semakin tinggi pendidikan seseorang makin kurang prasangkanya
terhadap golongan lain, makin toleran sikapnya terhadap golongan minoritas. Mereka yang
berpendidikan universitas ternyata menunjukkan sikap yang toleran. Namun, ada tidaknya

2
prasangka tidak semata-mata ditentukan oleh pendidikan saja. Pendidikan dapat merupakan
faktor yang menentukan kedudukan, rasa harga diri, rasa ketentraman hidup yang turut
menentukan prasangka. Ada kemungkinan mengurangi, tetapi dapat pula memperkuat
prasangka.3[3]

C.    Struktur Hubungan Antar Kelompok Di Sekolah


Sekolah biasanya terlampau memusatkan perhatian kepada pendidikan akademis. Salah satu
aspek yang perlu mendapat perhatian ialah memupuk hubungan sosial dikalangan murid.
Program pendidikan antar murid-murid, antar golongan ini bergantung pada struktur sosial
murid-murid. Ada tidaknya golongan minoritas dikalangan mereka mempengaruhi hubungan
antar kelompok itu.
Kebanyakan negara mempunyai penduduk multi rasial, menganut agama yang berdeba-beda,
dan mengikuti adat kebiasaan yang berlainan. Perbedaan golongan dapat juga disebabkan oleh
perbedaan kedudukan sosial dan ekonomi.
Murid-murid disekolah sering menunjukan perbedaan asal kesukaan, agama, adat istiadat,
dan kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaan-perbedaan itu timbul golongan minoritas
dikalangan murid-murid. Yang tersembunyi ataupun yang nyata.
Guru-guru hendaknya memperhatikan struktur golongan-golongan dikalangan murid-
muridnya. Apakah anak-anak yang berasal dari daerah tertentu, yang berasal dari keturunan
asing atau yang berlainan agama diperlakukan dengan cara yang wajar atau tidak wajar oleh
teman-temannya. Karena dengan perlakuan yang demikian anak-anak yang didiskriminasikan
akan merasa dirinya asing dan tak diterima sebagai anggota penuh dari masyarakat sekolahnya.
Tiap sekolah mempunyai pola hubungan tertentu antar guru, antar murid, antar guru dengan
murid, yaitu stuktur sosial yang mempengaruhi sikap dan kelakuan murid.
Kelompok dalam sekolah dapat dikategorikan berdasarkan antara lain sebagai berikut.
1.      Status sosial orang tua murid
Tidak dapat dipungkiri, status sosial dapat mempengaruhi pergaulan seseorang didalam
lingkungan ataupun luar sekolah.
2.    Hobi/minat/kegemaran
Kesamaan dalam hal yang disukai seperti hobi, minat akan cenderung intensif bersama
kelompok yang sama.
3.    Intelektualitas
Ada juga peluang terjadi kelompok-kelompok berdasarkan tingkatan intelektualitas mereka,
meskipun tidak dominan. Orang pintar karena biasanya suka membaca lebih berada
diperpustakaan dari pada dikantin. Kehidupan mereka disekolah benar-benar padat dengan
kegiatan akademis.
4.    Jenjang Kelas
Perbedaan jenjang kelas ini merupakan faktor dominan. Biasanya senior merasa lebih tua
dan berhak berbuat sesuka hati kepada junior atau adik kelas. Dan junior merasakan ketakutan
dengan senior lebih memilih bergaul dengan teman sebaya. Menyebabkan pergaulan mereka
menjadi kotak-kotak dan kurang harmonis.
5.    Agama

3
Ada peluang terbentuknya kelompok karena persamaan agama. Kegiatan perayaan dan
peribaratan agama yang mereka anut sering mempertemukan mereka dalam kebersamaan dan
kepemilikan. Namun, hal ini bukanlah faktor dominan dikalangan anak sekolahan.

6.    Asal Daerah


Kesamaan asal daerah juga memberikan peluang bagi ter-bentuknya kelompok disekolah.
Namun, bukan juga merupakan faktor dominan.4[4]

D.    Usaha-Usaha Memperbaiki Hubungan Antar Kelompok Di Sekolah


Tiap sekolah perlu memperhatikan hubungan antar-murid dan antar-kelompok, terlebih jika
terdapat golongan minoritas. Berbagai usaha dapat dijalankan untuk memperbaiki hubungan
antar-kelompok, antara lain sebagai berikut.
1.      Menggugah nilai-nilai dan sikap anak-anak secara individual, rasa keadilan, rasa keagamaan
yang mengemukakan kesamaan manusia di hadapan Tuhan. Cara ini dapat dilakukan melalui
pemberian informasi diskusi kelompok, hubungan pribadi dan sebagainya.
2.      Memberikan contoh-contoh tokoh besar yang menunjukan toleransi besar terhadap sesama
manusia atau tokoh-tokoh olahraga, musik dan lain-lain dari kaum minoritas yang membawa
keharuman bagi negara berkat prestasi yang gemilang.
3.      Tidak mendiskriminasikan minoritas, atau tidak mendominankan mayoritas.
Di tengah pendidikan yang dikonsep sebagai arena perjuangan antar kelas/strata sosial maka
pendidikan harus bisa diubah menjadi kekuatan yang bisa membebaskan diri dari operasi kelas
dominan. Perjuangan ini dimulai dengan pemberian penyadaran terhadap siswa dan seluruh
praktisi pendidikan. Mereka harus memiliki self-awareness dan kesadaran kelas. Intervensi ke
sekolah harus dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk mengubah karakter sekolah/pendidikan.5[5]
E.     Efektivitas Pendidikan Antar Golongan
Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan di mana hasil yang dicapai sesuai
dengan rencana atau program yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika rencana yang telah dibuat
tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut tidak efektif.
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk
dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat tercapai tujuan sesuai yang diharapkan.
Dengan demikian pendidik dituntut untuk dapat meningkatkan keaktifan pembelajaran agar
pembelajaran tersebut berguna. Sehingga peserta didik tidak hanya dapat belajar dengan mudah,
melainkan mereka juga bias menjalin hubungan yang baik antar kelompok tanpa adanya
prasangka-prasangka lain.
Usaha-usaha perbaikan hubungan antar kelompok didasarkan atas anggapan atau asumsi-
asumsi tertentu:
a.       Asumsi pertama
Prasangka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Oleh sebab itu seseorang dapat
dibebaskan dari prasangka dengan memberikan informasi yang cukup kepadanya.
b.      Asumsi kedua
Pengalaman di sekolah dapat mengubah kelakuannya di luar sekolah dan situasi-situasi lain
c.       Asumsi ketiga

5
Hubungan pribadi dengan anggota kelompok lain akan mengurangi prasangka. Oleh sebab
itu bila hubungan tidak disertai dengan pengalaman yang menyenangkan maka prasangka yang
ada tidak akan berkurang.

Sekolah merupakan lembaga yang efektif untuk mengurangi prasangka yang tidak dapat
didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Efektifitas program khusus tentang hubungan
antar kelompok tidak mudah dinilai. Kebanyakan program itu corak pemberian informasi yang
kemudian diuji dengan tes tertulis.6[6]
Sudarja menyebutkan bahwa sebagai sebuah sistem, sekolah mempunya iketerkaitan dengan
sistem lainnya di luar sekolah. Sistem luar itu meliputi orang tua siswa, masyarakat sekitar
sekolah, dinas-dinas, kepolisian, lembaga keagamaan, dan lain-lain.7[7] Sekolah hanya salah satu
dari sejumlah daya-daya sosial yang mempengaruhi hubungan antar golongan. Sekolah tak
mampu mengubah masyarakat. Untuk menghilangkan prasangka terhadap golongan lain, seluruh
masyarakat harus turut serta termasuk pemerintah yang harus berusaha meniadakan segala
macam bentuk deskriminasi. Juga guru-guru harus menjadi model pribadi yang toleran ucapan
maupun perbuatannya.

F.     Dasar-Dasar Bagi Pendidikan Antar Golongan


Program-program tentang hubungan antar-golongan dapat dilakukan menurut pola pelajaran
yakni dengan menyampaikan informasi seperti pelajaran sejarah, geografi, dan lain lain.
Prasangka dapat pula menjadi aspek kebudayaan yang diperoleh melalui proses sosialisasi,
melalui situasi yang dihadapi anak dalam hidupnya. Sekolah dapat memberikan pelajaran agar
anak tidak berprasangka, namun apakah akan terjadi transfer ke dalam situasi-situasi lain di luar
sekolah menjadi pertanyaan, karena kelakuannya akan bertentangan dengan yang lazim
dilihatnya dalam masyarakat.8[8]

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
1.      Prasangka dalam hubungan antar kelompok:
a.       Prasangka sebagai sesuatu yang dipelajari
b.      Prasangka sebagai alat mencapai tujuan praktis
c.       Prasangka sebagai aspek pribadi
d.      Pendekatan multi dimensional
2.      Makin tinggi pendidikan seseorang makin kurang prasangkanya terhadap golongan lain, makin
toleran sikapnya terhadap golongan minoritas.
3.      Tiap sekolah mempunyai pola hubungan tertentu antar guru, antar murid, antar guru dengan
murid, yaitu stuktur sosial yang mempengaruhi sikap dan kelakuan murid.

8
4.      Usaha-usaha untuk memperbaiki hubungan antar kelompok di sekolah salah satunya antara lain
menggugah nilai-nilai dan sikap anak-anak secara individual, rasa keadilan, rasa keagamaan
yang mengemukakan kesamaan manusia di hadapan Tuhan.
5.      Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan di mana hasil yang dicapai sesuai
dengan rencana atau program yang telah ditetapkan sebelumnya. Sekolah merupakan lembaga
yang efektif untuk mengurangi prasangka yang tidak dapat didukung dengan bukti-bukti yang
meyakinkan.
6.      Program-program tentang hubungan antar-golongan dapat dilakukan menurut pola pelajaran
yakni dengan menyampaikan informasi seperti pelajaran sejarah, geografi, dan lain lain.

B.     Saran
Untuk pendidik dan calon pendidik diharapkan mampu menerapkan interaksi yang positif
dalam hubungan antar kelompok.
  

DAFTAR PUSTAKA

Mahmud. 2012. SosiologiPendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia


Meyribkha. 2013. Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok,
http://meyribkha.blogspot.co.id/2013/12/pendidikan-dan-hubungan-antar-kelompok.html diakses
pada Jumat, 17 Maret 2017
Nasution, S. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Soerya, Thiara. 2016. Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok,
http://thiarasoerya.blogspot.co.id/2016/05/pendidikan-dan-hubungan-antar-kelompok.html
diakses pada Jumat, 17 Maret 2017
9
[1]Thiara Soerya, Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok,
http://thiarasoerya.blogspot.co.id/2016/05/pendidikan-dan-hubungan-antar-kelompok.html
diakses pada Jumat, 17 Maret 2017
10
[2] Meyribkha, Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok,
http://meyribkha.blogspot.co.id/2013/12/pendidikan-dan-hubungan-antar-kelompok.html diakses
pada Jumat, 17 Maret 2017
11
[3] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,2004), hal. 50
12
[4]Thiara Soerya, Pendidikan dan Hubungan Antar..., diakses pada Jumat, 17 Maret 2017
13
[5]Meyribkha, Pendidikan dan ..., diakses pada Jumat, 17 Maret 2017
14
[6]Nasution. S, SosiologiPendidikan,.(Jakarta: Bumi Aksara, 2004) hal. 56.

10

11

12

13
15
[7] Mahmud, SosiologiPendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hal. 169.
16
[8] Meyribkha, Pendidikan dan ..., diakses pada Jumat, 17 aret 2017

14

15

16

Anda mungkin juga menyukai