Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Keragaman Sosial Budaya

Untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi Pendidikan

Dengan dosen pengampu bapak Mudaim,M.Pd.

Disusun oleh:

Inggit Karina Anjani 23350105

Aida Wiridan Naya Fajri 23350119

Azzahra Dhea Vitaloka 23350124

Layda Durrotull Makhfudoh 23350109

Sabilla Aulia Putri 23350143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO


T.A 2023/2024
i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita kepada allah SWT atas nikmat sehat dan nikmat iman, dan atas Rahmat
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah kelompok pada matakuliah psikologi pendidikan
yang berjudul "konteks sosial dan teori psikososial" tak lupa juga sholawat serta salah kita
curahkan kepada nabi agung kita, nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di hari
akhir kelak, aamiin.

Kami selaku penulis sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang mendukung dalam
proses pembuatan makalah kelompok kami kali ini, kepada dosen pengampu mata kuliah
psikologi pendidikan yaitu bapak Dr. Mudaim,m.psi , orang tua dan keluarga ,serta rekan rekan
kami. semoga Allah mempermuda rezeki dan jalan mereka, dan tak lupa juga terimakasih untuk
rekan-rekan anggota kelompok 5 tanpa kontribusi kita bersama mungkin makalah ini tidak akan
terealisasikan.

Demikian yang dapat kami sampai kan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan kami juga mengharapkan kritik serta saran dari kalian agar kami bisa berkembang
lebih baik lagi. Kurang lebihnya kami mohon maaf, dan kepada Allah lah kami memohon
ampun.

metro,12 april 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A.Latar belakang...................................................................................................1
B.Rumusan Masalah..............................................................................................1
C.Tujuan Penulisan................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2
A.Teori Ekologi Brofenbrenner.........................................................................................2
B.Teori Life-Span Erikson................................................................................................3
C.Kontes Sosial Peserta Didik Dalam Keluarga, Teman Sebaya Atau Sekolah Dalam ....
Aspek Perkembangan....................................................................................................4
D.Perkembangan Pribadi (Self) dan Moral.......................................................................5
BAB III PENUTUP.........................................................................................................6
A. Kesimpulan.......................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................7

iii
BAB I

PEMBUKAAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem pendidikan yang ada saat ini cenderung terkesan mekanistik sehingga
mematikan kreativitas individu. Megawangi menyatakan bahwa, menurunnya moralitas
anak salah satu penyebabnya adalah pendidikan yang cenderung mengutamakan aspek
kognitif saja dan melihat hasil belajar berdasarkan ranking yang diperoleh anak. Hal
tersebut berdampak pada terabaikannya proses pembentukan karakter dan habit, yang
sesungguhnya jauh lebih penting dari prestasi akademis. Akibatnya individu tumbuh
menjadi orang yang pintar tapi tidak berkarakter positif, kondisi ini justru sangat
berbahaya ketika mereka kembali ke masyarakat.
pembentukan karakter harus berkaitan dengan aspek kognitif yang diperkuat dengan
aspek afektif karena jika sistem pendidikan masih lebih menekankan pada kognisi
semata maka akan semakin memicu lunturnya karakter yang telah dibangun berabad-
abad yaitu keramahan, kesopanan, toleransi, solidaritas sosial, termasuk kemampuan
dalam menghadapi masalah.
Adapun faktor pembentuk karakter dan habit dalam diri tiap peserta didik memang
teramat kompleks, sehingga diperlukan adanya berbagai pendekatan yang
komprehensif terkait pengembangan kurikulum.Teori ekologi merupakan sebuah teori
yang menekankan pada pengaruh lingkungan dalam perkembangan setiap individu di
mana perkembangan peserta didik merupakan hasil interaksi antara alam sekitar
dengan peserta didik tersebut.
Dalam konteks ini, interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sekitar dinilai secara
signifikan dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Diharapkan pembaca mengetahui lebih signifikan tentang teori-teori dalam
pendidikan.
2. Mengetahui apa saja aspek-aspek yang terdapat dalam teori berikut.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui lebih dalam tentang teori pendidikan yang jarang diketahui yaitu teori
ekologi broffenbenner dan teori life-span erikson.
2. Lebih memperdalam pengetahuan sebagai calon pendidik tentang konteks sosial
pada keluarga,teman sebaya & sekolah dalam perkembangan peserta didik.
3. Sebagai pemahaman awal pada pemahaman diri dan moral sebelum menjadi
seorang pendidik.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI EKOLOGI BROFENBRENNER


Teori ekologi perkembangan anak diperkenalkan oleh Uri Bronfenbrenner, seseorang
ahli psikologi dari Cornell University Amerika Serikat. Teori ekologi memandang bahwa
perkembangan manusia dipengaruhi oleh konteks lingkungan. Hubungan timbal balik
antara individu dengan lingkungan akan membentuk tingkah laku individu tersebut.
Informasi lingkungan tempat tinggal anak akan menggambarkan, mengorganisasi, dan
mengklarifikasi efek dari lingkungan yang bervariasi.
Berofenbrenner menyebutkan adanya lima sistem lingkungan berlapis yang saling
berkaitan, yaitu mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem.
Teori ekologi merupakan sebuah teori yang menekankan pada pengaruh lingkungan
dalam perkembangan setiap individu di mana perkembangan peserta didik merupakan
hasil interaksi antara alam sekitar dengan peserta didik tersebut. Dalam konteks ini,
interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sekitar dinilai secara signifikan dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Teori ekologi perkembangan merupakan salah satu teori yang mencoba menguraikan
pengembangkan pendidikan karakter anak dengan pendekatan ekologi.
Pendekatan tersebut dilakukan melalui lima subsistem yang relevan dengan
pengembangan kurikulum Pendidikan di lingkungan sekolah yakni,
1. mikrosistem, yang mengkaji setting di mana individu hidup.
2. mesosistem, mengkaji interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro yang
meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau beberapa konteks.
3. eksosistem, mengkaji pengalaman- pengalaman dalam setting sosial lain di mana
anak tidak memiliki peran yang aktif tetapi berefek pada pengembangan
karakternya.
4. makrosistem, kajian tentang peran kebudayaan dalam pendidikan karakter.
5. kronosistem, yang meliputi kajian terkait pemolaan peristiwa-peristiwa
sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris.
Menurut Bronfenbrenner, dalam mengkaji suatu masalah berdasar teori ekologi maka
harus melibatkan aspekaspek prediktor yang mewakili empat komponen, yaitu konteks
masalahnya, orang yang terlibat, proses, dan waktu.
Oleh karena itu pengkajian teori ekologi terhadap pengembangan kurikulum Pendidikan
Agama Islam akan meliputi salah satu aspek prediktornya yang paling relevan, yakni
karakteristik lingkungan di mana pendidikan karakter dan penanaman habit itu
2
berlangsung (konteks), karakteristik individu (peserta didik), dan proses pendidikan
karakter serta penanaman habit di lingkup satuan pendidikan.
B. TEORI LIFE-SPAN ERIKSON
Salah satu ahli yang mendasari teorinya dari sudut sosial ialah Erik H. Erikson dengan
menyebut pendekatannya “Psikososial” atau “Psikohistoris”. Erikson berusaha
menjelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara pribadi dan kebudayaan sampai
orang tersebut menjadi dewasa.
Disini terlihat bahwa lingkungan hidup seseorang dari awal sampai akhir dipengaruhi
oleh sejarah seluruh masyarakat karena perkembangan relasi antara sesama manusia,
masyarakat serta kebudayaan semua saling terkait. Itu berarti tiap individu punya
kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang senantiasa berkembang
dari orang-orang atau institusi supaya ia bisa menjadi bagian dari perhatian kebudayaan
secara terus-menerus.
Dalam penelitiannya, Erikson membuktikan bahwa masyarakat atau budaya melalui
kebiasaan mengasuh anak, struktur keluarga tertentu, kelompok sosial maupun susunan
institusional, membantu
perkembangan anak dalam berbagai macam daya Ego yang diperlukan untuk menerima
berbagai peran serta tanggung jawab sosial.
Tahap-tahap Perkembangan Psikososial
Erikson berpendapat bahwa sepanjang sejarah hidup manusia, setiap orang mengalami
tahapan perkembangan dari bayi sampai dengan usia lanjut. Perkembangan sepanjang
hayat tersebut diperhadapkan dengan delapan tahapan yang masing-masing
mempunyai nilai kekuatan yang membentuk karakter positif atau sebaliknya.
Delapan tahapan perkembangan tersebut sebagai berikut:
1. Tahap I usia 0-2 tahun
Pada masa bayi atau tahun pertama adalah titik awal pembentukan kepribadian. Bayi
belajar mempercayai orang lain agar kebutuhan-kebutuhan dasarnya terpenuhi. Peran
ibu atau orang-orang terdekat seperti pengasuh yang mampu menciptakan keakraban
dan kepedulian dapat mengembangkan kepercayaan dasar.
2. Tahap II, usia 2-3 tahun
Konflik yang dialami anak pada tahap ini ialah otonomi vs rasa malu serta keraguraguan.
Kekuatan yang seharusnya ditumbuhkan adalah “keinginan atau kehendak” dimana
anak belajar menjadi bebas untuk mengembangkan kemandirian.
3. Tahap III, usia 3-6 tahun
Anak pada tahap ini belajar menemukan keseimbangan antara kemampuan yang
ada dalam dirinya dengan harapan atau tujuannya. Itu sebabnya anak cenderung

3
menguji kemampuannya tanpa mengenal potensi yang ada pada dirinya. Konflik
yang terjadi adalah Inisiatif atau terbentuknya perasaan bersalah.
4. Tahap IV, usia 6-12 tahun
Konflik pada tahap ini ialah kerja aktif vs rendah diri, itu sebabnya kekuatan yang
perlu ditumbuhkan ialah “kompetensi” atau terbentuknya berbagai keterampilan.
Membandingkan kemampuan diri sendiri dengan teman sebaya terjadi pada tahap
ini. Anak belajar mengenai ketrampilan sosial dan akademis melalui kompetisi yang
sehat dengan kelompoknya.
5. Tahap V, usia 12-20 tahun
Pada tahap ini anak mulai memasuki usia remaja dimana identitas diri baik dalam
lingkup sosial maupun dunia kerja mulai ditemukan. Bisa dikatakan masa remaja
adalah awal usaha pencarian jati diri sehingga anak berada pada tahap
persimpangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.
6. Tahap VI, usia antara 20-40 tahun
Pada tahap ini kekuatan dasar yang dibutuhkan ialah “kasih” karena muncul konflik
antara keintiman atau keakraban vs keterasingan atau kesendirian. Agen sosial pada
tahap ini ialah kekasih, suami atau isteri termasuk juga sahabat yang dapat
membangun suatu bentuk persahabatan sehingga tercipta rasa cinta dan
kebersamaan.
7. Tahap VII, usia 40-65 tahun
Seseorang telah menjadi dewasa pada tahap ini sehingga diperhadapkan kepada
tugas utama untuk menjadi produktif dalam bidang pekerjaannya serta tuntutan
untuk berhasil mendidik keluarga serta melatih generasi penerus.
8. Tahap VIII, usia 65 tahun-kematian
Pribadi yang sudah memasuki usia lanjut mulai mengalami penurunan fungsi-fungsi
kesehatan. Begitu juga pengalaman masa lalu baik keberhasilan atau kegagalan
menjadi perhatiannya sehingga kebutuhannya adalah untuk dihargai.
C. KONTEKS SOSIAL PESERTA DIDIK DALAM KELUARGA , TEMAN SEBAYA ATAU SEKOLAH
DALAM ASPEK PERKEMBANGAN
1. Dalam lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan sosial
anak. Interaksi dengan anggota keluarga, terutama orang tua, membentuk dasar
perilaku sosial anak. Lingkungan yang penuh kasih sayang, dukungan, dan
komunikasi yang terbuka dapat membantu anak mengembangkan kemampuan
berempati, pemahaman aturan sosial, serta keterampilan komunikasi yang efektif.
Selain itu, model peran yang diberikan oleh anggota keluarga dapat memberikan
contoh yang positif bagi anak dalam hal sikap sosial, tanggung jawab, dan toleransi.

4
2. Dalam lingkungan sekolah dan pertemanan
Selain keluarga, interaksi dengan teman sebaya juga memiliki peran penting dalam
perkembangan sosial anak. Melalui interaksi ini, anak belajar berbagi, bekerja sama,
menyelesaikan konflik, serta membangun keterampilan komunikasi interpersonal.
Pertemanan sebaya juga memberikan kesempatan bagi anak untuk merasakan
persahabatan, dukungan emosional, dan sense of belonging yang penting untuk
perkembangan psikososial yang sehat.
D. PERKEMBANGAN PRIBADI (SELF) DAN MORAL
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaaan manusia menjadi
satu kesatuan, tidak terpecah-pecah dalam fungsi-fungsi. Memahami kepribadian
berarti memahami aku, diri, self atau memahami manusia seutuhnya. Hal terpenting
yang harus diketahui berkaitan dengan pemahaman kepribadian adalah bahwa
pemahaman itu sangat dipengaruhi paradigma yang dipakai sebagai acuan untuk
mengembangkan teori itu sendiri.
proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar.
Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas
proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun
di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan
kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma
moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yangberlaku dalam
masyarakat.

5
BAB III
PENUTUP
E. KESIMPULAN
perkembangan sosial anak dalam keluarga dan teman sebaya memiliki implikasi yang
signifikan terhadap proses pembelajaran di kelas. Lingkungan yang mendukung,
interaksi yang positif, dan pembelajaran keterampilan sosial yang efektif dapat
membantu anak mengembangkan keterampilan sosial yang penting dalam kehidupan
mereka. Dalam konteks pendidikan, upaya kolaboratif antara keluarga, sekolah, dan
masyarakat dapat berkontribusi pada pembentukan individu yang memiliki
keterampilan sosial yang kuat dan siap menghadapi tantangan di masa depan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, cet-1, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Berk, Child Development (5th ed.), Boston: Allyn and Bacon, 2000.
Budimansyah, dkk., Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Penguatan PKn,
Layanan Bimbingan Konseling dan KKN Tematik di Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010.
Bronfenbrenner, “Ecology of the Family As A Context for Human Development Research
Perspectives” dalam Developmental Psychology, 22 Juni 1986.
Bronfenbrenner, U., Morris, P. A., The Ecology of Developmental Processes. In W.
Damon (Series Ed.) & R. M. Lerner (Vol. Ed.), dalam Handbook of Child Psychology: Vol.
1: Theoretical Models of Human Development, New York: Wiley, 1998.
Colgan dalam Azhar Aziz, “Pengembangan Karakter Anak Melalui Pendidikan Karakter”,
Jurnal Intelektua, Vol. 3.
Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasinya Secara Terpadu di
Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013. Megawangi, Character Building (Tinjuan Berbagai Aspek), Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2008.
Morisson, George, Fundamentals of Early Childhood Education, Terj.
Suci Romadhona dan Apri Widiastuti, Jakarta: Indeks, 2012.
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma, Manajemen Kelembagaan,
Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, Jakarta: Rajawali, 2009.
Na’imah, Tri, “Pendidikan Karakter (Kajian Dari Teori Ekologi Perkembangan)” dalam
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami, 21 April 2012.

Anda mungkin juga menyukai