Anda di halaman 1dari 14

Tugas Terstruktur Pertama

(MAKALAH)

LANDASAN KURIKULUM
Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur Yang Diwajibkan Dalam Mengikuti
Perkuliahan Telaah Kurikulum Biologi Madrasah/Sekolah

Oleh,

KELOMPOK 3:

1. AGITA MARHAMAH MANURUNG (0310212057)


2. AVIVA TUNASIKA GINTING (0310212022)
3. DEVA HERDINA SARAGIH (0310213040)
4. SERI HARYANI HARAHAP (0310213026)
5. YASSIR NI’MA RANGGA WIRYAWAN (0310212035)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat beriring salam kami sampaikan
kepada junjungan alam Nabi kita Muhammad SAW semoga kita mendapat syafaat beliau di
yaumil akhir kelak.

Berikut ini kami mempersembahkan sebuah Makalah dengan materi yang berjudul
“Landasan Kurikulum” untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Telaah Kurikulum
Biologi Madrasah/Sekolah yang diampu oleh Ibu Ummi Nur Afinni Dwi Jayanti, M.Pd.
Mengenai pemaparan penjelasan materi akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.

Melalui kata pengantar ini kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah memberikan tugas makalah ini. Dan tidak lupa pula penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami
meminta maaf dan memohon ampun kepada Allah SWT. Serta pemakluman para pembaca bila
makalah ini memiliki banyak kekurangan dan terdapat penulisan yang kurang tepat, maka kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan.

Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT. Memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada
para pembaca sekalian.

Medan, 12 Maret 2023

Kelompo 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
2. Rumusan masalah ........................................................................................................... 1
3. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. Landasan Filosofis .......................................................................................................... 3
a) Filsafat Idealisme ........................................................................................................ 3
b) Filsafat Realisme ......................................................................................................... 3
c) Filsafat Pragmatisme ................................................................................................... 4
B. Landasan Histori ............................................................................................................. 5
C. Landasan Psikologi ......................................................................................................... 5
D. Landasan Sosial-Budaya ................................................................................................. 7
E. Teori Belajar ................................................................................................................... 7
BAB III .................................................................................................................................... 10
PENUTUP................................................................................................................................ 10
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan
kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka
dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang
kokoh dan kuat. Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki
pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam
pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan
secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat,
yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan
kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
pendidikan itu sendiri.
Kemajuan suatu negara salah satunya ditentukan oleh pendidikan bangsanya.
Dibalik pendidikan yang berkualitas ada kurikulum yang berperan penting di dalamnya.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan merupakan komponen
sekaligus penyangga sistem pendidikan. Kurikulum ikut berkembang menyesuaikan
dengan kebutuhan pendidikan masa kini. Agar kurikulum berjalan sesuai harapan,
kurikulum harus memiliki landasan yang kuat. Hal ini dimaksudkan agar saat
mengembangkan kurikulum, acuan dasar sudah dimiliki sehingga kurikulum dapat
diarahkan dengan lebih baik. Lebih lanjut akan diuraikan landasan-landasan kurikulum
dalam makalah berikut ini.

2. Rumusan masalah
Untuk memudahkan penulis dalam mengkaji bahasan topik landasan kurikulum, maka
penulis menyajikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu landasan filosofis?
2. Apa itu landasan historis?
3. Apa itu landasan psikologi?
4. Apa itu landasan sosial budaya?
5. Apa itu teori belajar?

1
3. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini antara lain untuk mendeskripsikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui landasan filosofis.
2. Untuk mengetahui landasan historis.
3. Untuk mengetahui landasan psikologi.
4. Untuk mengetahui landasan sosial budaya.
5. Untuk mengetahui teori belajar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Filosofis
Beberapa aliran filsafat yang mempunyai pengaruh besar terhadap kurikulum ialah:
filsafat idealisme, realisme, pragmatisme dan eksistensialisme. Aliran filsafat tersebut
masih mengilhami pelakasanaan kurikulum mulai pendidikan dasar sampai perguruan
tinggi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan keempat aliran tersebut:

a) Filsafat Idealisme
Filsafat idealisme menjelaskan kepada dunia bahwa moral, spiritual, kebenaran
dan nilai adalah absolute, universal dan kebenarannya tidak dibatasi oleh waktu.
Dunia ide atau pikiran(mind) adalah tetap, teratur dan tertib. Untuk mengetahui ide
yang bersifat laten (ide bawaan) dengan jalan berpikir, tugas guru mengajarkan
pengetahuan dengan sadar sebagai langkah proses pengembangan keterampilan
berpikir, belajar adalah melatih pikiran. Pendidikan menekankan pada konsep-
konsep materi. Kurikulum menekankan pada subject matter untuk mengembangkan
kecerdasan berpikir rasional dengan cara menyelaraskan konsep dengan
pengetahuan. Kurikulum bersifat khirarki yaitu bertingkat, kurikulum mementingkan
kebudayaan yang manusiawi, kedisiplinan, dan kurikulum berorientasi pada liberal
arts mencakup pelajaran: membaca (reading), menulis(writing), danberhitung
(arithmetic), (Juanda, 2014: 143).
Isi pesan filsafat idealisme menghendaki pengembangan dan implementasi
kurikulum mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi tetap menekankan
pentingnya pesan nilai-nilai (values), dan moral supaya diabadikan. Nilai dan moral
tetap diajarkan kepada setiap siswa di berbagai tingkat sekolah. Nilai dan moral
menurut kaum idealis adalah sesuatu yang tak mudah lapuk oleh hujan dan tak lekang
oleh panas, ia “abadi” sepanjang zaman. Nilai dan moral yang dimaksud sebagai
pegangan hidup yang ditransferkan kepada siswa diambil dari agama, budaya, dan
filsafat hidup yang dianut oleh individu atau kelompok tertentu.

b) Filsafat Realisme
Ozman dan Craver (1990) mengemukakan segi- segi kesamaan kaum realis
dengan kaum idealis, yaitu menekankan organisasi kurikulum pada separated subject
matter (mata pelajaran terpisah-pisah) sebagai isi kurikulum (content), dan klasifikasi

3
objek pengetahuan. Kurikulum bersifat khirakis atau bertingkat-tingkat. Materi
pelajaran meliputi pendidikan umum, logika, olah raga, etika, politik, ekonomi; dan
Tiga R (reading, writing, arithmetic) untuk siswa pendidikan dasar.
Implikasi filsafat realisme terhadap pengembangan kurikulum diberbagai
jenjang pendidikan mengutamakan penelitian ilmiah untuk mendapatkan sains.
Keyakinan kaum realis bahwa sumber pengetahuan diproleh dari penelitian
(research) berdasarkan fakta-fakta yang dapat diamati (observable) oleh panca indera
(mata, hidung, telinga, lidah dan kulit), dan dapat diukur (measurable) secara
matematis sebagai jalan terbukanya pengetahuan sains. Sumbangan filsafat ini di
sekolah-sekolah terlihat ada pelajaran IPA (fisika, kimia, biologi), sebagai materi
pelajaran yang bersifat kebendaan.

c) Filsafat Pragmatisme
Filsafat pragmatisme berbeda dengan filsafat tradisional (idelisme dan
realisme). Filsafat ini identik dengan filsafat eksperimentalisme yang menuntut
perubahan (change), proses (process), dan realitivitas (realtivity).
Contoh filsafat pragmatisme dalam kurikulum adalah Sekolah berorientasi pada
lingkungan masyarakat. Kurikulum yang ideal di samping menekankan pada
pengalaman belajar siswa juga pada minat dan mempersiapkan siswa untuk hidup
masa depan. Kurikulum mengutamakan “interdisipliner” (terjadi keterkaitan antar
ilmu), pembelajaran lebih baik “grup” dari pada “individual”, metode mengutamakan
problem solving, organisasi pelajaran bukan menekankan pada subject matter saja,
melainkan menggunakan metode ilmiah, dan pembelajaran bukan menumpuk-
numpuk faktafakta atau pendapat orang lain yang disimpan di dalam benak kepala
siswa, (Juanda, 2014: 147).
Pertimbangan kaum pragmatis bahwa proses belajar mengajar adalah perbaikan
pengalaman belajar berdasarkan metode ilmiah. Belajar banyak mengaktifkan siswa
berdasarkan kelompok atau grup dari pada individual, menekankan pemecahan
masalah, mata pelajaran merespon perubahan dunia. Bagi guru, yang penting untuk
siswa memperoleh pengetahuan melalui problem solving sebagai cara
pengembangan kecerdasan inteligensi siswa. 1

1
Anda Juanda, “Landasan Kurikulum dan Pembelajaran Berorientasi Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013”,
(jawa barat, cv confident,2014) h.41

4
B. Landasan Histori

Landasan Histori pendidikan terbagi menjadi 3 yaitu pendidikan pra abad ke-20,
pendidikan menjelang abad ke-20, dan pendidikan pada abadke-20. Pendidikan pra abad-
20 ditandai dengan adanya pendidikan mesir dan cina kuno, pendidikan yunani kuno,
pendidikan romawi kuno, pendidikan islam pendidikan abad pertengan, dan pendidikan
era renaisan dan reformasi. Pendidikan menjelang abad ke-20 ditandai dengan munculnya
nasionalisme sebagai cara mempertahankan nasionalisme itu. Artinya muncul perhatian
yang besar pada warga umum yang diikuti keinginan besar pula untuk menciptakan
keadilan dan persamaan pendidikan untuk semua anak sedangkan di Indonesia, Pada abad
ke-18 pendidikan dan pengajaran diberikan secara perseorangan. Pendidikan pada abad
ke-20. abad ke 20 adalah era pendidikan progresif, waktu lahirnya asosiasi pendidikan
progresif tahun 1919 yang promosikan ide dan Pratik dewey yang terfokus pada perhatian
besar pada siswa dalam pembelajaraan. Di Indonesia terdapat gerakan pembaruan atau
reformasi pada abad ke-20 mempunyai tiga pola, yakni reformasi yang cenderung pada
peradaban barat (westernisasi), pada basis islam murni: Qur’an dan Hadits, dan pada
nasionalisme.2

C. Landasan Psikologi

Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu manusia, yaitu antara peserta
didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya.
Manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena kondisi psikologisnya. Manusia
berbeda dengan benda atau tanaman, karena benda atau tanaman tidak mempunyai aspek
psikologis Manusia juga lain dari binatang, karena kondisi psikologis manusia jauh lebih
tinggi tarafnya dan lebih kompleks dibandingkan dengan binatang Berkat kemampuan-
kemampuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia
menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan
dibandingkan dengan binatang.

Apa yang dimaksud dengan kondisi psikologis itu? Kondisi psikologis merupakan
karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku perilaku tersebut
merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak

2
Cici Edawarni & Hery Noer aly,landasan histori (kurikulum pra abad ke-20, menjelang abad ke-20, abad ke-
20),jurmal pendidikan tematik,vol,13, no,3, (januari,2023).

5
tampak, perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor, Kondisi psikologis setiap individu
berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga
karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda
pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu di antara individu- individu
yang lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi
psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidiknya. Interaksi pendidikan di rumah
berbeda dengan di sekolah, interaksi antara anak dan guru pada jenjang sekolah dasar
berbeda dengan jenjang sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas.

Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas
utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta
didik secara optimal. Sejak kelahiran sampai menjelang kematian, anak selalu berada
dalam proses perkembangan, perkembangan seluruh aspek kehidupannya. Tanpa
pendidikan di sekolah, anak tetap berkembang, tetapi dengan pendidikan di sekolah tahap
perkembangannya menjadi lebih tinggi dan lebih luas. Apa yang dididikkan dan
bagaimana cara mendidiknya, perlu disesuaikan dengan pola-pola perkembangan anak.
Karakteristik perilaku individu pada tahap-tahap perkembangan, serta pola-pola
perkembangan individu menjadi kajian Psikologi Perkembangan.

Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi


karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan,
pemahaman, penerapan, maupun pemecahan masalah. Pendidik atau guru melakukan
berbagai upaya, dan menciptakan berbagai kegiatan dengan dukungan berbagai alat bantu
pengajaran agar anak-anak belajar.

Cara belajar-mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal serta
bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistematik dan mendalam.
Studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dari Psikologi Belajar. Jadi, minimal
ada dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu Psikologi
Perkembangan dan Psikologi Belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik di dalam
merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode
pembelajaran serta teknik-teknik. 3

3
Nanasyaodih sukmadinata”pengembangan kurikulum”,(bandung,Pt remaja rosdakarya,2020) h.45

6
D. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal
dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa
pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anak-anak berasal
dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun non formal
dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan
bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala
karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu agar
menjadi warga masyarakat yang diharapkan. Pendidikan adalah proses sosialisasi, dan
berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah “enkulturasi” atau pembudayaan.
“Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan
asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu
membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat
tersebut” (Sukmadinata, 1997:58).
Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan,
maka pendidikan memiliki peranan penting. Oleh karena itu kurikulum harus mampu
memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan
diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya
sebagai mahluk yang berbudayaPendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi
insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan
dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta
dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia. 4

E. Teori Belajar

Teori belajar behavioristik adalah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan
praktik pendidikan yang dikenal sebagai aliran behavioristik, yang menekankan
terbentuknya perilaku sebagai hasil belajar (Rachmawati, dkk., 2015:55).

4
Ade Ahmad Mubarok,dkk. “Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia”, Jurnal Dirosah
Islamiyah, Volume 3 Nomor 2 (2021).

7
Lalu, Amsari., Mudjiran (2018), menyatakan teori belajar behaviouristik adalah teori
belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia, memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Sehingga, pengalaman dan
pemeliharaan membentuk perilaku. Salah satu tokoh pengusung teori belajar behavioristik
adalah Edward Lee Thorndike (1874-1949).

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi


antara peristiwa- peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Stimulus adalah perubahan
dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme dalam
bereaksi. Sedangkan, respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya perangsang (Burhanuddin, 2008). Thorndike (dalam Moreno, 2010),
mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon mengikuti hukum-
hukum, berikut:

1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap organisme memperoleh


perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat;

2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut semakin kuat;

3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung


diperkuat jika akibatnya menyenangkan dan diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan.

Berdasarkan perkembangannya sebagai aliran psikologi belajar, behaviorisme


memandang individu dari sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek mental,
seperti kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam belajar (Andriyani, 2015).
Teori ini tidak memperhatikan bahwa manusia lahir memiliki potensi dalam dirinya, tetapi
teori belajar ini menekankan pada perlunya tingkah laku (behavior) yang dapat diamati.
Menurut aliran behavioristik, belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang
ditangkap panca indera dengan kecenderungan bertindak atau hubungan antara stimulus
dan respons (S-R). Sehingga, teori ini dinamakan teori Stimulus Respons. Belajar adalah
upaya membentuk hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya (Sanjaya,
2013:237).

Pengertian belajar menurut pandangan teori behavioristik adalah perubahan tingkah


laku dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar

8
jika telah menunjukkan perubahan tingkah laku (Rachmawati, dkk., 2015:55). Menurut
teori ini yang terpenting adalah input berupa stimulus dan output berupa respon.
Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak dapat
diperhatikan, karena tidak dapat diamati dan diukur. Adapun yang dapat diamati adalah
stimulus dan respon, sehingga apa yang diberikan guru berupa stimulus dan apa yang
dihasilkan siswa berupa respon, dapat diamati dan diukur.

Teori ini mengutamakan pengukuran sebagai hal penting untuk melihat terjadi
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting dari teori
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Sehingga menjadi bagian dari pengertian lanjutan atas
teori belajar behavioristik, yaitu belajar adalah kontrol instrumental yang berasal dari
lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor kondisional lingkungan
(Siregar, dkk., 2010:25).

Maka, disimpulkan bahwa perubahan tingkah laku dibentuk sesuai keinginan


lingkungan, karena individu merespon sesuai dengan stimulus yang diberikan. Selain itu,
respon yang diberikan akan baik, jika seseorang siap menerima stimulus, sehingga
menimbulkan kepuasan bagi individu tersebut. Untuk mendapatkan hasil belajar yang
baik berupa perubahan tingkah laku, maka pemberian stimulus dilakukan berulang kali,
agar respon yang diberikan semakin baik.5

5
Ety Mukhlesi Yen & ; Riandi Marisa,” Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah
Dasar Berdasarkan Kurikulum 2013”, Majalah Ilmiah Universitas Almuslim, Volume 13, Nomor 2, Juni 2021.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kurikulum harus dibuat berdasarkan landasan filosofis seperti idealisme, realisme,
dan pragmatisme. Landasan psikologis juga berpengaruh penting dalam penyusunan
kurikulum, karena kurikulum harus menyesuaikan dengan kondisi psikologis peserta
didik. Dan dalam pengembangannya, kurikulum harus menggunakan landasan sosiologis
dan IPTEK, agar bersifat fleksibel mengikuti perubahan zaman.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa landasan adalah hal yang
penting dalam mengembangkan kurikulum. Tanpa landasan, pengembangan kurikulum
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Bagi civitas akademik yang mendalami
bidang pendidikan, landasan pengembangan kurikulum ini perlu dipahami dengn baik
agar pengembangan kurikulum khususnya di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan
landasan yang telah disebutkan, yakni landasan filosofis, landasan psikologis, serta
landasan sosiologis dan IPTEK.

B. Saran
Landasan-landasan kurikulum ini sangat penting dalam pengembangan kurikulum
karena tanpa landasan-landasan tersebut isi kurikulum akan kurang relevan jika dikaitkan
dengan kehidupan nyata. Peserta didik jangan diberikan bentuk kurikulum saja namun
harus mengetahui isi kurikulum, landasan-landasan pengembangan kurikulum serta
komponen-komponen kurikulum yang sesungguhnya akan sangat berguna bagi peserta
didik dalam kehidupan bermasyarakat atau kehidupannya yang nyata kelak.
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan. Besar harapan
kami makalah ini dapat bermanfaat untuk banyak pembaca. Karena keterbatasan
pengetahuan dan referensi, penulis sangat menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan sangat diharapkan agar
makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ade Ahmad Mubarok, dkk. “Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia”,


Jurnal Dirosah Islamiyah, Volume 3 Nomor 2 (2021).

Cici Edawarni & Hery Noer aly, landasan histori (kurikulum pra abad ke-20, menjelang abad
ke-20, abad ke-20), Jurnal Pendidikan Tematik, vol,13, no,3, (januari,2023).

Ety Mukhlesi Yen & Riandi Marisa,” Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran
Matematika Sekolah Dasar Berdasarkan Kurikulum 2013”, Majalah Ilmiah Universitas
Almuslim, Volume 13, Nomor 2, Juni 2021.

Juanda, Anda. “Landasan Kurikulum dan Pembelajaran Berorientasi Kurikulum 2006 dan
Kurikulum 2013”, (jawa barat, cv confident,2014) h.41

Sukmadinata, Nanasyaodih. ”Pengembangan Kurikulum”, (bandung, Pt remaja


rosdakarya, 2020) h.45

11

Anda mungkin juga menyukai