Sebagian aktivis justru mempertanyakan, siapa yang memberikan mandat Civil Society Watch untuk
mengawasi ormas sipil? Siapa nanti yang akan mengawasi Civil Society Watch itu? Bahkan, sebagian
aktivis mempertanyakan, jangan-jangan Civil Society Watch adalah kepanjangan tangan pemerintah
untuk membungkam kebebasan sipil. Untuk melihat secara jernih polemik mengenai pengawasan
ormas sipil itu kita harus terlebih dahulu paham apa sejatinya yang disebut masyarakat sipil itu? Tanpa
memahami apa sejatinya masyarakat sipil, perdebatan tentang perlu tidaknya pengawasan masyarakat
sipil hanya menghasilkan debat kusir yang tak berujung.2
Menurut filsuf dan teoritikus politik Italia, Antonio Gramsci, masyarakat sipil adalah ruang relasi
antarkelompok yang tidak dilakukan dengan cara koersi. Pengertian koersi di sini adalah praktik
memaksa dari pihak lain untuk berperilaku sesuai dengan keinginan mereka dengan menggunakan
ancaman, imbalan, intimidasi, atau bentuk lain dari tekanan atau kekuatan. Gramsci menilai, dalam
masyarakat sipil, terjadi proses hegemoni oleh kelompok-kelompok dominan. Hegemoni menurut
Gramsci adalah menguasai dengan kepemimpinan moral dan intelektual secara konsensus alias tanpa
tindakan koersi. Melalui hegemoni inilah pihak yang dominan membujuk masyarakat beserta pranata-
pranata untuk taat pada mereka. Proses hegemoni biasanya dilakukan oleh pranata masyarakat sipil
(civil society) melalui lembaga-lembaga masyarakat, seperti ormas sipil.3
Dengan berpijak pada prespektif Gramsci ini, kita dapat melihat bahwa ormas sipil bukan sebuah
entitas yang bebas nilai. Ormas sipil adalah medan pertarungan kekuatan ekonomi-politik untuk
melakukan hegemoni. Dalam konteks inilah pengawasan terhadap ormas sipil justru merupakan
keniscayaan. Ormas sipil yang telah terhegemoni oleh kekuasaan ekonomi-politik tertentu akan
mengawasi, bahkan dalam beberapa kejadian juga berkonflik, dengan ormas sipil yang berseberangan.
Di beberapa daerah di Indonesia, misalnya, beberapa ormas sipil lingkungan hidup, yang telah
terhegemoni dengan pemikiran eco-fascism, bukan lagi saling mengawasi, melainkan juga sudah
terlibat konflik terbuka dengan ormas sipil lingkungan hidup lain, yang telah terhegemoni ide eco-
populism. Pemikiran pengelolaan lingkungan ala eco-fascism menempatkan kelestarian lingkungan
untuk lingkungannya itu sendiri. Menurut paham tersebut, lingkungan atau sumber daya alam kalau
perlu harus ”dimurnikan” dari masyarakat yang telah turun-temurun mendiami kawasan tersebut demi
menjaga kelestarian lingkungan/sumber daya alam itu sendiri. Sementara pemikiran eco-populism
menempatkan konservasi lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat. Jargon ormas sipil yang
Tugas 3_IPEM4215_20232
mengadopsi pemikiran ini, yang paling terkenal, misalnya ”hutan untuk rakyat”, ”laut untuk rakyat”,
dan sebagainya.4
kan
Saling mengawasi
Merujuk pada pengertian Gramsci dan praktik-praktik di lapangan, maka ada atau tidak ada Civil
Society Watch, seperti yang digagas Ade Armando, ormas sipil yang berbeda pandangan akan selalu
saling mengawasi. Jadi, pengawasan terhadap ormas sipil tidak perlu terlalu ditakutkan akan
memperlemah ormas sipil yang pada ujungnya akan membunuh demokrasi. Dalam konteks Indonesia,
faktor yang memperlemah ormas sipil bukanlah soal pengawasan, melainkan ketergantungan
pendanaan ormas sipil terhadap lembaga donor internasional. Sebagian ormas sipil Indonesia
Tugas 3_IPEM4215_20232
memang sudah melakukan kegiatan fundraising untuk melepas ketergantungan dari lembaga donor
internasional. Namun, komposisi pendanaan lembaga donor internasional masih cukup dominan
dalam operasionalnya. Dengan dominasi itu, sejatinya yang selama ini secara nyata telah
mempraktikkan kontrol dan pengawasan terhadap ormas sipil Indonesia adalah lembaga donor
internasional.5
Lembaga-lembaga donor internasional juga bukanlah sebuah institusi yang bebas nilai. Mereka
membawa nilai-nilai, bahkan kepentingan ekonomi-politik yang mereka anggap benar. Melalui
pendanaan yang mereka salurkan ke ormas sipil Indonesia, mereka menyebarluaskan nilai-nilai dan
kepentingan ekonomi-politik mereka. Dengan kata lain, melalui pendanaan itu, mereka juga
melakukan hegemoni terhadap ormas sipil yang ada di Indonesia. Dalam konteks ini, yang perlu segera
dilakukan oleh ormas sipil Indonesia bukan menakutkan adanya pengawasan pihak lain yang
berseberangan, melainkan sesegera mungkin memutus ketergantungan pendanaan terhadap lembaga
donor internasional. Memutus ketergantungan terhadap lembaga donor internasional bukan saja
berkaitan dengan kesehatan keuangan organisasi, melainkan juga upaya counter hegemoni.
Bagaimanapun konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik Indonesia berbeda dengan negara-negara
tempat lembaga donor internasional itu berada.6
Hegemoni lembaga-lembaga donor internasional yang terlalu dalam akan membuat ormas sipil
tersebut tidak relevan dalam konteks Indonesia. Ketika ormas sipil sudah tidak relevan, maka itu adalah
langkah awal bagi kematiannya. Ketika ormas sipil Indonesia berguguran, saat itulah demokrasi di
negeri ini tumbang.7
SOAL:
Gagasan civil society berkembang terus sesuai perkembangan situasi kondisi masyarakat, akibatnya
pengertian civil society juga mengalami pengayaan makna, terutama bagaimana masyarakat bisa
terus terlibat dalam sistem politik yang mengacu pada demokratisasi. Tugas Anda adalah membaca
tulisan di atas mengaitkan tulisan di atas dengan konsep Larry Diamond terkait kontribusi terhadap
proses demokrasi.
Bentuk Tugas: Tulisan singkat. Untuk masing-masing tidak lebih dari 3 halaman.
Tugas 3_IPEM4215_20232
3. Unggah Tugas Anda pada fitur Tugas dan perhatikan batas waktu unggah!
4. Jangan melakukan copy-paste, secara sistem akan dilakukan cek plagiarism (kemiripan) pada tugas
yang diunggah. Bila terdeteksi kemiripan ≤ 30% akan langsung diberi nilai 0.
Tugas 3_IPEM4215_20232