Anda di halaman 1dari 6

Nama : M.

Faiq Zuhrul Anam


NIM/No. Presensi : 8111421204 / 39
Rombel : Ilmu Hukum 04
Mata Kuliah : Hukum Penitensier Selasa 15.00
Dosen : Dr. Anis Widyawati, S.H., M.H.

TUGAS HUKUM PENITENSIER


1. Menguraikan tata cara pelaksanaan pidana mati? (sdh pada dikerjakan kah, jika sdh dilewati
saja)
Jawab :
Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1964 tentang Tata-Cara Pelaksanaan
Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Militer,
pasal 1 menjelaskan bahwa pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan ditembak sampai mati.
Penpres Nomor 2 tahun 1964 ini mengganti ketentuan pada pasal 11 KUHP WvS yang
menggunakan metode gantung di tiang gantungan, karena metode ini sudah tidak relevan
dengan perkembangan zaman. Waktu dan tempat pelaksanaan pidana mati ditentukan oleh
Kepala Polisi Komisariat Daerah tempat kedudukan pengadilan yang memutus vonis pidana
mati tersebut berdasarkan nasihat dari Jaksa yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan
pidana mati tersebut.
Terhukum diberitahukan tentang pelaksanaan pidana mati 3x24 jam sebelum waktu
pelaksanaan, dan terpidana hukuman mati diberikan kesempatan untuk menyampaikan pesan-
pesan terakhir pada hari-hari tersebut (sebagai catatan, terpidana mati berjenis kelamin
Perempuan yang sedang hamil pelaksanaan hukumannya ditunda sampai 40 hari kelahiran
anaknya).
Pelaksanaan pidana mati (Pasal 4 Perkapolri Nomor 12 tahun 2020) terdapat beberapa
tahapan yaitu :
a. Persiapan
Persiapan dilakukan Kepala Polisi Komisariat dengan membentuk sebuah regu yang
semuanya Brigadir Mobile (Brimob) dengan komposisi satu seorang bintara, 12 orang
tamtama, yang berada dibawah pimpinan perwira. Persiapan mencakup personel,
materiil dan persiapan. Pelatihan dengan jarak 10 s.d 15 meter di siang dan malam hari
dengan tembak bersama atau salvo dan sikap berdiri.
b. Pengorganisasian

Dibagi menjadi regu penembak dan regu pendukung yang berasal dari anggota Brimob,
dengan rincian berikut ini.
1. Regu Penembak, terdiri dari 1 orang komandan pelaksana berpangkat Inspektur
Polisi, 1 orang komandan regu berpangkat Brigadir atau Brigadir Polisi Kepala
(Bripka), dan 12 orang anggota berpangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda) atau
Brigadir Polisi Satu (Briptu).
2. Regu Pendukung, terdiri dari regu 1 tim survei dan perlengkapan, regu 2
pengawalan terpidana, regu 3 pengawalan pejabat, regu 4 penyesatan route, dan
regu 5 pengamanan area.
c. Pelaksanaan
1. Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum
dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati;
2. Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat
didampingi oleh seorang rohaniawan;
3. Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu
pelaksanaan pidana mati;
4. Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 jam sebelum
pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan;
5. Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang
di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 s.d. 10 meter dan
kembali ke daerah persiapan;
6. Komandan pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa Eksekutor
dengan ucapan “LAPOR, PELAKSANAAN PIDANA MATI SIAP”;
7. Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan
persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati;
8. Setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan
memerintahkan kepada komandan pelaksana dengan ucapan “LAKSANAKAN”
kemudian komandan pelaksana mengulangi dengan ucapan “LAKSANAKAN”;
9. Komandan pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk mengisi
amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan
3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi
1 butir peluru, disaksikan oleh Jaksa Eksekutor;
10. Jaksa Eksekutor memerintahkan komandan regu 2 dengan anggota regunya untuk
membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat
kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati
dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh Jaksa.
11. Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit
dengan didampingi seorang rohaniawan;
12. Komandan regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika
terpidana menolak;
13. Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi
jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan regu 2 menjauhkan diri
dari terpidana;
14. Komandan regu 2 melaporkan kepada Jaksa Eksekutor bahwa terpidana telah siap
untuk dilaksanakan pidana mati;
15. Jaksa Eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada komandan pelaksana untuk
segera dilaksanakan penembakan terhadap terpidana;
16. Komandan pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada komandan regu penembak
untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan
posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana;
17. Komandan pelaksana mengambil tempat di samping kanan depan regu penembak
dengan menghadap ke arah serong kiri regu penembak dan mengambil sikap
istirahat di tempat;
18. Pada saat komandan pelaksana mengambil sikap sempurna, regu penembak
mengambil sikap salvo ke atas;
19. Komandan pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak
untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana;
20. Komandan pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai
isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata;
21. Komandan pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang
sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara
serentak;
22. Setelah penembakan selesai, komandan pelaksana menyarungkan pedang sebagai
isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata;
23. Komandan pelaksana, Jaksa Eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi terpidana
dan apabila menurut dokter bahwa terpidana masih menunjukkan tanda-tanda
kehidupan, Jaksa Eksekutor memerintahkan komandan pelaksana melakukan
penembakan pengakhir;
24. Komandan pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan
penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam pada
pelipis terpidana tepat di atas telinga;
25. Penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan dokter
masih ada tanda-tanda kehidupan;
26. Pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan
bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana;
27. Selesai pelaksanaan penembakan, komandan regu penembak memerintahkan
anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya; dan Komandan
pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan
“PELAKSANAAN PIDANA MATI SELESAI”
d. Pengakhiran
1. Setelah pelaksanaan pidana mati selesai, komandan pelaksana memerintahkan
komandan regu penembak membawa regu penembak keluar dari lokasi
penembakan untuk konsolidasi;
2. Jaksa Eksekutor memerintahkan komandan regu 2 dengan anggota regunya untuk
membawa dan mengawal jenazah bersama tim medis menuju rumah sakit serta
pengawalan sampai dengan proses pemakaman jenazah;
3. Regu 1 mengumpulkan peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk
pelaksanaan pidana mati dan membersihkan lokasi penembakan; dan Semua regu
melaksanakan konsolidasi yang dipimpin oleh komandan regu masing-masing

Perlu dipahami bahwa ketentuan pemidanaan hukuman mati dengan dasar hukum pasal 11
KUHP WvS sudah diubah dengan Pasal 100 UU Nomor 1 tahun 2023. Namun karena KUHP
Nusantara resmi dapat diterapkan pada tahun 2026, sekarang masih tetap menggunakan KUHP
WvS.

Sumber :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/tata-cara-pelaksanaan-pidana-mati-di-indonesia-cl441/
Dasar Hukum :
UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP
KUHP WvS
Penpres Nomor 2 tahun 1964
Perkapolri Nomor 12 tahun 2020

2. Bedakan siapa itu eksekutor putusan dan eksekutor pidana dan dasar hukumnya
Jawab :
Eksekusi secara umum dipahami sebagai menjalankan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap (res judicata / inkracht van gewijsde) yang bersifat
penghukuman (condemnatoir), yang dilakukan secara paksa, jika perlu dengan bantuan
kekuatan umum. Orang yang bertugas dan bertanggungjawab mengeksekusi putusan
pengadilan disebut sebagai eksekutor.
Perlu dipahami bahwa pengertian eksekutor putusan dengan eksekutor pidana memiliki
segmentasi yang berbeda. Eksekutor putusan merupakan bentuk umum dari orang yang
bertugas mengeksekusi, sedangkan eksekutor pidana merupakan seorang atau lembaga hukum
yang mempunyai tugas dan tanggungjawab mengeksekusi putusan pengadilan pidana (spesifik
pidana). Jadi dapat dikatakan bahwa eksekutor putusan mencakup eksekutor pidana juga.
Dalam ranah pidana, eksekutor dari putusan pengadilan adalah Jaksa. Jaksa berwenang
untuk melakukan penuntutan, dan melaksanakan putusan pengadilan pidana, sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Berbeda
dengan ranah perdata, Pelaksanaan putusan hakim (eksekusi) dalam perkara perdata dilakukan
oleh panitera dan jurusita yang dipimpin oleh ketua pengadilan negeri (Pasal 36 ayat 3
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Pasal 197 ayat 2 HIR/Pasal 209 ayat 1 RBg),
sedangkan jaksa disini bertugas baik didalam atau diluar pengadilan sebagai wakil dari
pemerintah.

3. Sebutkan dan jelaskan lembaga2 pidana


Jawab :
Lembaga pidana di Indonesia tidak selalu dalam naungan yudikatif dan ada beberapa yang
berada diluar yudikatif (sering disebut subsistem peradilan pidana atau SSP). Beberapa
lembaga pidana di Indonesia dibagi menjadi beberapa subsistem yaitu :

a. Subsistem Penyidikan
- Penyidik Polri (Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia)
- Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) (Pasal 6 ayat (1) UndangUndang No. 8 Tahun
1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP))
- Penyidik Kejaksaan (UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI)
- Penyidik Angkatan Laut
- Penyidik Tindak Pidana Korupsi (UU No. 30Tahun 2002 tentang komisi
pemberantasan tindak pidana Korupsi)
b. Subsistem Penuntutan

- Penuntut Umum Lembaga Kejaksaan (Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang


Kejaksaan)
- Lembaga Penuntut Umum KPK (UU No. 30Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan
tindak pidana Korupsi)

c. Subsistem Pengadilan
Di Indonesia, lembaga pengadilan diatur dalam Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945
amandemen dimana pada pasal ini menjelaskan bahwa Mahkamah Agung merupakan
lembaga pengadilan tertinggi

d. Subsistem Pelaksana Pidana


- Lembaga Pemasyarakatan (Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan)

Anda mungkin juga menyukai