Anda di halaman 1dari 3

Muhammad Syauqi Akbar

202010230311204
Konflik Budaya
Pendahuluan
Keberagaman etnis, agama, dan golongan di Indonesia, menjadikan negara
ini kaya akan budaya. Keberagaman ini tentunya sebuah anugrah untuk Indonesia.
Di sisi lain, keberagaman sangat rentan terhadap konflik, karena konflik seringkali
muncul dari perbedaan. Di Indonesia sendiri konflik yang disebabkan oleh
pertentangan antar identitas budaya tidak jarang terjadi. Badan Pusat Statistik
mencatat jumlah kematian akibat konflik antara tahun 2015 hingga 2020
berjumlah 3.356 orang. Hal ini memang mengerikan, tetapi tentu saja tidak
selamanya konflik itu jahat dan memakan korban. Konflik dapat memiliki sifat
yang membangun jika dikelola dengan baik, tetapi akan menjadi masalah ketika
tidak ditangani dengan baik. Konflik sendiri dapat terjadi karena beberapa faktor
diantaranya, disebabkan oleh perbedaan individu, perbedaan kebudayaan, dan
perbedaan kepentingan (Harbani, 2022). Karena keberagaman dan perbedaan
sering mengundang konflik, dan Indonesia adalah negara yang memiliki banyak
ragam budaya, maka dari itu diperlukan cara-cara maupun strategi yang jitu dalam
mengatasi konflik. Karena bila konflik ini tidak ditangani dengan baik,
konsekuensinya bisa sangat menyeramkan. Dan jika konflik dapat teratasi dengan
baik, Indonesia dengan segala keberagamannya akan menjadi negara yang damai
dan harmonis.
Perbedaan dan Konflik
Kenapa perbedaan seringkali mendatangkan konflik? Jawabannya simpel,
karena manusia cendrung tidak suka perbedaan, sebaliknya manusia sangat suka
keseragaman. Manusia sejak jaman purba dulu selalu hidup berkelompok, inilah
yang menjadikan manusia sebagai mahluk sosial. Akan tetapi, manusia cendrung
lebih suka bersosial dengan kelompoknya atau orang-orang yang memiliki
persamaan dengannya, daripada dengan orang-orang yang berbeda. Ini hal yang
sangat manusiawi, karena manusia berevolusi dengan altruisme parokial. Hal
inilah yang menyebabkan manusia cendrung kooperatif dan altruisme hanya pada
antara anggota kelompok yang sama (“cinta dalam kelompok”) dan cendrung
tidak suka dengan kelompok lain (Rusch, Böhm, dan Herrmann, 2016). Manusia
adalah mahluk sosial bersyarat, yang lebih mungkin mencerminkan dan kemudian
berempati dengan orang yang cendrung memiliki kesamaan dengannya (Haidt,
2020).
Kondisi ini yang membuat keberagaman rentan terhadap konflik. Dan
karena inilah Indonesia rentan terhadap konflik. Namun, hal yang perlu diingat
bahwa perbedaan mungkin memang sering mengundang konflik, tetapi bukan
berarti perbedaan akan selalu mendatangkan konflik. Seringkali kita berasumsi
bahwa konflik timbul dari kurangnya rasa persatuan diantara kita, kita
menganggap konflik muncul dari ketidakmampuan kita untuk melebur menjadi
satu dan menepikan perbedaan, atau konflik muncul karena kita terlalu cinta
terhadap identitas agama, suku, budaya yang melekat pada diri kita masing-
masing. Asumsi itu sangat tidak salah, namun tidak sepenuhnya benar. Kita tidak
dapat menepikan perbedaan dengan imbalan persatuan. Memahami perbedaan
adalah kunci persatuan.
Dalam usaha untuk mengurangi konflik, solusi-solusi yang sistematis telah
banyak diberikan untuk menanggulangi masalah konflik budaya di Indonesia.
Salah satunya adalah dengan pendidikan multikultural. Menurut Banks & Banks
(1995) pendidikan multikultural adalah bidang studi dan disiplin yang muncul
yang tujuan utamanya adalah untuk menciptakan kesempatan pendidikan yang
sama bagi siswa dari beragam ras, etnis, kelas sosial, dan kelompok budaya.
Dengan tiga program pendidikan yang diusulkannya, yaitu; Content-Oriented
Programs, program ini berusaha mengintegrasikan materi tentang kelompok
cultural yang berbeda-beda dalam kurikulum. Student-Oriented Programs,
program yang berorientasi pada siswa, dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi
akademik kelompok-kelompok minoritas, bahkan ketika mereka tidak melibatkan
perubahan ekstensif dalam isi kurikulum. Socially-Oriented Programs, program
ini berfokus pada penerapan keterampilan berpikir kritis untuk mengkritisi
masalah rasisme, seksisme, dan aspek-aspek represif lainnya. Pendidikan
multikultural ini sangat baik jika diterapkan di Indonesia. Karena pendidikan
mengenai budaya masih kurang. Misalnya saja pelajaran tentang agama, sekolah
yang mayoritas muslim hanya mengajari pelajaran agama Islam, dan sekolah yang
mayoritas Kristen hanya mengajari pelajaran agama kristen. Seharusnya sekolah
memvasilitasi pelajaran untuk semua agama, agar siswa bisa mengenal agama-
agama lain. Jika pemerintah berhasil menerapkan kurikulum ini, konflik mungkin
dapat dikurangi, dan pemahaman akan budaya akan lebih baik. Pendidikan
multikultural sebaiknya menjadi prioritas untuk diwujudkan dalam kurikulum
pendidikan kita, mengingat peranan pendidikan multikultural yang sangat penting
bagi peningkatan pemahanan mengenai budaya.
Selain itu, solusi lain yang mungkin dapat efektif adalah dengan
membangun pemahaman akan perbedaan. Kita selama ini terlalu banyak
menghabiskan energi untuk bersatu, tetapi tanpa mau memahami terlebih dahulu
apa itu perbedaan. Sama seperti koki amatir yang mencampurkan secara
sembarangan bahan-bahan masakan ke wajan. Persatuan sebenarnya adalah
konsekuensi dari mampu memahami dan menghargai perbedaan. Sama seperti
makanan yang enak, yang merupakan makanan yang terbuat dari kombinasikan
berbagai bahan makanan dengan proporsional. Dalam menerapkan solusi ini, kita
adalah pihak-pihak yang penting dan berkewajiban untuk menerapkannya. Karena
pemahaman ini adalah alat persatuan kita, tanpa alat ini persatuan akan sukar
untuk dinikmati.
Kesimpulan
Indonesia adalah negara dengan beragam budaya didalamnya.
Keberagaman ini tidak jarang menjadi sebab munculnya konflik budaya, ras,
ataupun agama di Indonesia. Konflik ini sebenarnya dapat ditanggulangi dengan
menumbuhkan pemahaman akan perbedaan. Karena dengan hal inilah toleransi
akan datang. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan
pemahaman akan budaya-budaya lain, adalah dengan menerapkan kurikulum
pendidikan multikultural. Selain itu, kesadaran kita akan pentingnya memahami
perbedaan juga sangat penting dalam upaya mengurangi konflik.

Daftar Pustaka
Banks, J. A. & Banks, C. A. M. (1995). Handbook of research on multicultural
education. New York: MacMillan Publishing, Inc.
Haidt, J. (2020). The Righteous Mind. Jakarta: KPG.
Harbani, R. I. (2022, Januari 4). 3 Faktor Penyebab Terjadinya Konflik di
Masyarakat, Kamu Bisa Sebutkan? Retrieved from detik.com:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5883417/3-faktor-penyebab-terjadinya-
konflik-di-masyarakat-kamu-bisa-sebutkan
Rusch H, Böhm R, and Herrmann B (2016) Editorial: Parochial Altruism: Pitfalls
and Prospects. Front. Psychol. 7:1004. doi: 10.3389/fpsyg.2016.01004
Tempo.co. (2015, Mei 21). Konflik yang Dipicu Keberagaman Budaya Indonesia.
Retrieved from nasional.tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/668047/konflik-
yang-dipicu-keberagaman-budaya-indonesia
Pahlevi, R. (2021, 12 20). Jumlah Kematian Akibat Konflik di Indonesia
Terendah pada 2020. Retrieved from databoks.katadata.co.id:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/20/jumlah-kematian-akibat-
konflik-di-indonesia-terendah-pada-2020

Anda mungkin juga menyukai