Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ni Komang Ayu Valintiana Dewi

NIM :231106044

Kelas : D3 Farmasi B

PENGELOLAAN OBAT KEDALUWARSA UNTUK MENGATASI


DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN

Pendahuluan

Dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa setiap


warga negara memiliki hak untuk menjalani kehidupan dalam lingkungan yang
baik dan sehat. Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk melindungi
warganya dengan membuat peraturan yang menjamin keberlanjutan lingkungan
hidup (UUD 1945, tanpa tahun). Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang berfokus pada pelestarian lingkungan
dan penghentian kehilangan keanekaragaman hayati (United Nation, tanpa tahun).

Pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah farmasi telah menjadi


kekhawatiran global. Temuan jejak limbah farmasi di lingkungan akuatik
menunjukkan potensi dampak berbahaya bagi kehidupan di dalamnya. Salah satu
sumber utama limbah farmasi dalam lingkungan adalah pembuangan obat-obatan
yang sudah kedaluwarsa, tidak terpakai, atau sisa-sisa dari rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan oleh Shaaban, Alghamdi, Alhamed, Alziadi, dan
Mostafa pada tahun 2018 menyimpulkan bahwa sebagian besar obat yang telah
kedaluwarsa dibuang melalui limbah rumah tangga atau sistem pembuangan air.
Praktik ini berpotensi menimbulkan dampak merugikan bagi manusia dan satwa
liar. Meskipun mayoritas masyarakat menyadari bahaya obat-obatan, tidak semua
memiliki kesadaran penuh akan keterkaitan bahaya atau risikonya terhadap
lingkungan.
Bahan berbahaya dan beracun, yang disingkat sebagai B3, merujuk pada
zat, energi, atau komponen lain yang karena sifatnya, konsentrasinya, atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, memiliki potensi
mencemari atau merusak lingkungan hidup. Selain itu, B3 juga dapat
menimbulkan ancaman terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang dikenal
sebagai Limbah B3, merupakan hasil sisa dari suatu kegiatan atau usaha yang
mengandung B3 (Kementrian LHK RI, 2009).

Limbah medis dari pelayanan kesehatan memiliki ciri khas yang berbeda
dari limbah perusahaan atau limbah rumah tangga, sehingga memerlukan
manajemen yang lebih khusus. Jika penanganan tidak dilakukan dengan benar,
dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan dan lingkungan. Dampak pencemaran
lingkungan oleh limbah medis dapat merugikan kesehatan individu dan komunitas
sekitarnya. Manajemen limbah medis merupakan tantangan bagi fasilitas
pelayanan kesehatan karena melibatkan biaya yang besar dan kepatuhan pada
regulasi yang dikenakan oleh produsen limbah. Limbah Farmasi, mencakup
produk farmasi yang telah kedaluwarsa, tidak terpakai, tumpah, atau
terkontaminasi, tergolong dalam kategori limbah B3. Produk farmasi, seperti obat
kedaluwarsa, harus memenuhi standar identitas, kemurnian, kekuatan, dan
kualitas saat digunakan, dengan syarat disimpan sesuai panduan produsen
mengenai suhu, kelembaban, paparan cahaya, dan integritas kemasan.

Berdasarkan studi litelatur awal yang dilakukan oleh peneliti pada lima
puskesmas, terlihat bahwa obat yang sudah kedaluwarsa masih seringkali belum
dikelola dengan melakukan pemilahan, penyimpanan, dan pemusnahan yang
efektif. Keadaan tersebut berpotensi menyebabkan dampak negatif terhadap
lingkungan dan kesehatan masyarakat, sehingga penanganan obat kedaluwarsa
perlu dilaksanakan secara efisien dan sesuai prosedur yang benar.
Pembahasan

Kebijakan pengelolaan limbah farmasi dapat dianalisis dari dua perspektif,


yakni upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup melalui langkah-langkah
seperti pengurangan, pemilahan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan,
penguburan, dan penimbunan limbah B3. Selain itu, terdapat aspek pengelolaan
obat yang melibatkan fungsi penyimpanan, pemusnahan, serta pencatatan dan
pelaporan. Dalam konteks Puskesmas, pengelolaan limbah farmasi, khususnya
obat yang telah kedaluwarsa, mencakup praktik penyimpanan, pemusnahan, serta
pencatatan dan pelaporan.

Obat yang telah melewati masa kedaluwarsa, sebagai jenis limbah B3,
diatur dalam hal pengelolaan, termasuk cara penyimpanannya. Panduan
penyimpanan Limbah B3 (LB3) mengharuskan pematuhan terhadap berbagai
aspek, seperti tempat penyimpanan yang khusus, penggunaan wadah yang sesuai
dengan klasifikasi limbah B3, pemberian kode warna pada kemasan, dan
penambahan simbol dan label sesuai dengan sifat limbah B3. Standar warna
cokelat telah ditetapkan sebagai tanda pengenal untuk wadah obat yang telah
kedaluwarsa menurut regulasi Kementrian LHK RI tahun 2015. Agar
keamanannya terjamin, disarankan untuk menyimpan obat kedaluwarsa secara
terpisah dari obat yang masih berlaku, dalam ruang yang terkunci. Limbah
farmasi yang telah kedaluwarsa atau tidak terpakai dalam jumlah besar sebaiknya
dikembalikan kepada pemasok atau entitas yang memiliki izin untuk pemusnahan,
sementara limbah bahan kimia dalam jumlah kecil dapat dikumpulkan bersama
dengan limbah infeksius.

Eliminasi obat yang rusak atau kedaluwarsa menjadi isu yang kompleks
bagi Pemerintah Daerah. Mengingat obat tersebut merupakan aset daerah dan
termasuk dalam persediaan, penghapusan barang dapat dilaksanakan untuk
mengatasi masalah obat rusak dan kedaluwarsa. Meskipun demikian, sebagai
bagian dari persediaan daerah, belum ada prosedur administrasi khusus yang
mengatur penghapusan obat, sehingga penghapusan obat rusak dan kedaluwarsa
masih mengacu pada pedoman penghapusan barang milik daerah secara umum
(Widiasih, Zahrulfa, Rustamaji, & Suryawati, 2018).
Kegiatan administratif dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas
mencakup pencatatan dan pelaporan terhadap semua proses dalam manajemen
sediaan farmasi yang diterima, disimpan, didistribusikan, dan digunakan di
Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Fungsi pencatatan dan pelaporan ini
bertujuan sebagai bukti pelaksanaan pengelolaan sediaan farmasi, sebagai sumber
data untuk pengaturan dan pengendalian, serta sebagai sumber informasi untuk
pembuatan laporan sesuai dengan pedoman Kementerian Kesehatan RI tahun
2016. Proses pencatatan dan pembuatan Berita Acara Obat Rusak/Kedaluwarsa
diterapkan untuk obat-obat yang telah kedaluwarsa.

Kesimpulan

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan terkait pengelolaan limbah


farmasi belum terimplementasikan di semua puskesmas. Penyimpanan dan
pemusnahan limbah farmasi belum sepenuhnya dilakukan dengan baik di sebagian
besar puskesmas, Diharapkan agar Dinas Kesehatan, sebagai pemangku
kepentingan, dapat merumuskan kebijakan atau Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang mengatur pengelolaan limbah farmasi di Puskesmas. Selain itu, perlu
ditingkatkan pengawasan dan koordinasi lintas sektor untuk pengelolaan obat
kedaluwarsa.

Referensi:

C, F. (2019). Controlled temperature stor-age of medicinals: good practice


measures in the community pharmacy. Journal of the Malta College of
Pharmacy Practice, 10, 30–33.
Nurfitria, R. S. (2011). Praktek Pengelolaan dan Pemusnahan Limbah Obat pada
Sarana Pelayanan Farmasi Komunitas Wilayah Bandung Timur.
Nuryeti, Y. (2018). Pengelolaan Obat Kedaluwarsa dalam Upaya Pengendalian
Pencemaran Lingkungan di Puskesmas Wilayah Kerja Kota Serang.
Ramadani, M. (2022). Kajian Pengelolaan dan Regulasi Obat Tidak Terpakai dan
Obat Kedaluwarsa di Rumah Tangga di Kabupaten Padang Pariaman.
Widiasih, E. S. (2018). Analisis Dasar Hukum, Kebijakan dan Peraturan
Penghapusan Obat Rusak dan Kedaluwarsadi Dinas Kesehatan
Yogyakarta. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 7, 34–
41.142HIGIENEVOLUME 4, NO. 3, .

2. Gagasan Utama setiap Paragraf


 Paragraf Pertama
Dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa
setiap warga negara memiliki hak untuk menjalani kehidupan
dalam lingkungan yang baik dan sehat.
 Paragraf Kedua
Pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah farmasi telah
menjadi kekhawatiran global
 Paragraf Ketiga
Bahan berbahaya dan beracun, yang disingkat sebagai B3, merujuk
pada zat, energi, atau komponen lain yang karena sifatnya,
konsentrasinya, atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, memiliki potensi mencemari atau merusak
lingkungan hidup.
 Paragraf Kempat
Limbah medis dari pelayanan kesehatan memiliki ciri khas yang
berbeda dari limbah perusahaan atau limbah rumah tangga,
sehingga memerlukan manajemen yang lebih khusus.
 Paragraf Kelima
Obat yang sudah kedaluwarsa masih seringkali belum dikelola
dengan melakukan pemilahan, penyimpanan, dan pemusnahan
yang efektif.
 Paragraf Kenam
Kebijakan pengelolaan limbah farmasi dapat dianalisis dari dua
perspektif, yakni upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup
melalui langkah-langkah seperti pengurangan, pemilahan,
penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, penguburan, dan
penimbunan limbah B3.
 Paragraf Ketujuh
Obat yang telah melewati masa kedaluwarsa, sebagai jenis limbah
B3, diatur dalam hal pengelolaan, termasuk cara penyimpanannya
 Paragraf Kedelapan
Eliminasi obat yang rusak atau kedaluwarsa menjadi isu yang
kompleks bagi Pemerintah Daerah.
 Paragraf Kesembilan
Kegiatan administratif dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas
mencakup pencatatan dan pelaporan terhadap semua proses dalam
manajemen sediaan farmasi yang diterima, disimpan,
didistribusikan, dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan
lainnya.
 Paragraf Kesepuluh
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan terkait pengelolaan
limbah farmasi belum terimplementasikan di semua puskesmas.

3. 5 Verb
- Menjalani
- Membuat
- Mencemari
- Menyimpulkan
- Menimbulkan
5 Nomina
- Penelitian
- Praktik
- Lingkungan
- Limbah
- Bahaya

5 Konjungsi
- Yang
- Meskipun
- Jika
- Dengan
- Dan

Anda mungkin juga menyukai