Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

“Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)”

Oleh :

Nama : Sonia Hijrawati


NIM : A1H1 22 053
Kelas : III A

JURUSAN PENDIDIKAN GURU-PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji beserta syukur kepada Allah S.W.T yang
telah memberikan berlimpah kenikmatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Dalam makalah ini kami membahas tentang “ Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK)”

Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Olehnya itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, walaupun makalah ini


masih memiliki kekurangan. Saya membutuhkan kritik dan saran dari pembaca
yang membangun. Terima kasih.

Kendari, 21 September 2023

Sonia Hijrawati

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

A. Tunanetra.............................................................................................. 3
B. Tunarungu ............................................................................................ 7
C. Tunalaras .............................................................................................. 12
D. Tunadaksa ............................................................................................ 14
E. Tunagrahita .......................................................................................... 18
F. Autisme ................................................................................................ 21
G. Rett”s Disorder ..................................................................................... 25
H. ADHD .................................................................................................. 28
I. Anak Berkesulitan Belajar ................................................................... 31
J. Anak Berbakat (Gifted) ........................................................................ 34

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 37

A. Kesimpulan .......................................................................................... 37
B. Saran ..................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak setiap anak yang dilahirkan di dunia ini selalu mengalami
perkembangan normal.Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya
mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko
sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau
intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak
berkebutuhan khusus atau anak luar biasa.
Dalam memahami anak berkebutuhan khusus atau anak luara biasa, sangat
diperlukan adanya pemahaman mengenai jenis-jenis kecacatan (anak berkebutuhan
khusus) dan akibat-akibat yang terjadi pada penderita. Anak berkebutuhan khusus
disebut sebagai anak yang cacat dikarenakan mereka termasuk anak yang
pertumbuhan dan perkembangannya mengalami penyimpangan atau kelainan, baik
dari segi fisik, mental, emosi, serta sosialnya bila dibandingkan dengan nak yang
normal.
Karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan
dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi
tingkat perkembangan sensorik motor, kognitif, kemampuan berbahasa,
keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi social, serta
kreatifitasnya.Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan
khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntut memiliki
kemampuan beraitan dengan cara mengombinasikan kemampuan dan bakat setiap
anak dalam beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi kemampuan berpikir,
melihat, mendengar, berbicara, dan cara besosialisasikan. Hal-hal tersebut
diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu perubahan
perilaku kearah pendewasaan.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari jenis-jenis anak berkebutuhan khusus (ABK)?
2. Apa faktor penyebab dari jenis-jenis anak berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana karakteristik dari jenis-jenis anak berkebutuhan khusus?
4. Bagaimana klasifikasi dari jenis-jenis anak berkebutuhan khusus?

C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian dari jenis-jenis anak berkebutuhan khusus (ABK)
2. Mengetahui faktor penyebab dari jenis-jenis anak berkebutuhan khusus
3. Mengetahui karakteristik dari jenis-jenis anak berkebutuhan khusus
4. Mengetahui klasifikasi dari jenis-jenis anak berkebutuhan khusus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. TUNANETRA
1. Pengertian Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya,
berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi
pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.

2. Faktor Penyebab Anak Tunanetra


Anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan memiliki faktor
penyebab yang berbeda, ada yang berasal dari dalam diri mereka sendiri ataupun
dari luar diri mereka. Berikut adalah klasifikasi faktor penyebab individu
mengalami tunanetra:
a. Prenatal (Sebelum Kelahiran)
Tahap prenatal yaitu sebelum anak lahir pada saat masa anak di
dalam kandungan dan diketahui sudah mengalami ketunaan. Faktor prenatal
berdasarkan periodisasinya dibedakan menjadi periode embrio, periode
janin muda, dan periode janin aktini. Pada tahap ini anak sangat rentan
terhadap pengaruh trauma akibat guncangan, atau bahan kimia. Faktor lain
yang menjadi faktor anak mengalami tunanetra berkaitan dengan kondisi
anak sebelum dilahirkan yaitu gen (sifat pembawa keturunan), kondisi
psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, virus, dan sebagainya.
b. Neonatal (Saat Kelahiran)
Periode neonatal yaitu periode dimana anak dilahirkan. Beberapa
faktornya yaitu anak lahir sebelum waktunya (prematurity), lahir dengan
bantuan alat (tang verlossing), posisi bayi tidak normal, kelahiran ganda
atau kesehatan bayi.

3
c. Posnatal (Setelah Kelahiran)
Kelainan pada saat posnatal yaitu kelainan yang terjadi setelah anak
lahir atau saat anak dimasa perkembangan. Pada periode ini ketunaan bisa
terjadi akibat kecelakaan, panas badan yang terlalu tinggi, kekurangan
vitamin, bakteri. Serta kecelakaan yang sifatnya ekstern seperti masuknya
benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan
kendaraan, dan lain-lain.

Dapat dipahami bahwa terdapat tiga tahapan faktor penyebab terjadinya


tunanetra pada diri anak yaitu tahap prenatal yang meliputi pengaruh trauma
akibat guncangan atau bahan kimia. Tahap neonatal meliputi anak lahir sebelum
waktunya, posisi bayi tidak normal, kelahiran ganda, dan kesehatan bayi yang
bersangkutan. Serta tahap posnatal yang meliputi kecelakaan, panas badan yang
terlalu tinggi, kekurangan vitamin, bakteri, dan sebagainya.

3. Karakteristik Anak Tunanetra


Anak tunanetra secara fisik sama dengan anak-anak pada umumnya, namun
terdapat beberapa hal yang membedakan antara keduanya. Terdapat beberapa
karakteristik yang ada pada anak tunanetra diantaranya:
a. Kognitif
Keterbatasan atau ketidakmampuan penglihatan berpengaruh pada
perkembangan dan proses belajar siswa. Lowenfeld sebagaimana yang
dikutip oleh Ardhi Wijaya menggambarkan dampak kebutaan dan lowfision
terhadap perkembangan kognitif anak.
b. Akademik
Kemampuan akademik anak tunanetra secara umum sama dengan
anak normal lainnya. Ketunanetraan mereka berpengaruh pada
keterampilan membaca dan menulis mereka. Untuk memenuhi kebutuhan
membaca dan menulis mereka dibutuhkan media dan alat yang sesuai. Anak
dengan tunanetra total dapat membaca dan menulis dengan huruf braille,

4
sedangkan anak low fision menggunakan huruf cetak dengan ukuran yang
besar.
c. Fisik
Keadaan fisik anak tunanetra yang sangat mencolok yaitu kelainan
pada organ matanya. Terdapat beberapa gejala tunanetra yang dapat diamati
yaitu mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah,
mata infeksi, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair
(mengeluarkan air mata), serta pembengkakan pada kulit tempat tumbuh
bulu mata.
d. Motorik
Hilangnya kemampuan penglihatan tidak memberi pengaruh besar
pada keadaan motorik anak. Anak hanya membutuhkan belajar dan waktu
yang sedikit lebih lama untuk melakukan mobilitas. Seiring berjalannya
waktu anak dapat mengenali lingkungannya dan beraktivitas dengan aman
dan efisien.
e. Perilaku
Secara tidak langsung kondisi ketunaan anak tunanetra
menimbulkan masalah pada perilaku kesehariannya. Wujud perilaku
tersebut dapat berupa menggosok mata secara berlebihan, menutup atau
melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala
ke depan, sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang
sangat memerlukan penggunaan mata, berkedip lebih banyak daripada
biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan, membawa
bukunya ke dekat mata, tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh,
menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi, tidak tertarik perhatiannya pada
objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan,
janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata, dan
menghindar dair tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau
memerlukan penglihatan jarak jauh. Ardhi menambahkan bahwa anak
tunanetra juga sering menekan mata, membuat suara dengan jarinya,
menggoyang-goyangkan kepala dan badan atau berputarputar. Untuk

5
menghilangkan perilaku stereotip anak, anak dapat diarahkan untuk
memperbanyak aktivitas atau dengan strategi perilaku tertentu contohnya
mengarahkan pada perilaku positif, serta memberi pujian apabila
melakukan perilaku yang positif, dan masih banyak lagi.
f. Pribadi dan Sosial
Keterbatasan penglihatan anak tunanetra berdampak pada
kemampuan sosial mereka. Mereka kesulitan dalam mengamati dan
menirukan perilaku sosial dengan benar. Mereka memerlukan latihan dalam
pengembangan persahabatan dengan sekitar, menjaga kontak mata atau
orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan
gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara dalam
mengekspresikan perasaan, serta menyampaikan pesan yang tepat saat
berkomunikasi.23 Sementara karakteristik sosial yang umum terlihat pada
anak tunanetra yaitu hambatan kepribadian seperti curiga, mudah
tersinggung, dan ketergantungan yang besar pada orang di sekelilingnya.

4. Klasifikasi Anak Tunantra


Tunanetra memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Secara pedagogis
membutuhkan pelayanan pendidikan khusus dan belajarnya di sekolah.
Berdasarkan tingkatannya, dibedakan atas:
a. Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang dikatakan penglihatannya normal, apabila hasil tes
Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter.
Sedangkan untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori
low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki
ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m. kondisi yang demikian sesungguhnya
penderita masih dapat melihat dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya
untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan kategori berat, atau
The blind, yaitu penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman
penglihatan 6/60m atau kurang. Untuk yang kategori berat ini masih ada dua
kemungkinan yaitu:

6
• Penderita adakalanya masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan,
ataupun
• Hanya dapat membedakan gelap dan terang.

Sedangkan tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan dengan


visus 0, sudah sama sekali tidak dapat melihat.

b. Berdasarkan Adaptasi Pedagogis


Kirk,SA (1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra
berdasarkan kemampuan penyesuaiannya dalam pemberian layanan
pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi yang dimaksud adalah:
• Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), dimana pada
taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang
dilakukan oleh orang awas dengan menggunakan alat bantu kgusus serta
dengan bantuan cahaya yang cukup.

• Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability). Pada


taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang
akurat meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan modifikasi,
sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakan
tugas-tugas visual.
• Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability).
Pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-
tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih
detail seperti membaca dan menulis. Untuk itu mereka sudah tidak dapat
memanfaatkan penglihatannya dalam pendidikan, dan mengandalkan
indra perabaan dan pendengaran dalam menempuh pendidikan.

B. TUNARUNGU
1. Pengertian Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara

7
verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih
tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

2. Penyebab Tunarungu
Menurut Somad dan Hernawati (1995), penyebab ketunarunguan dapat
terjadi sebelum lahir (prental), ketika lahir (natal) dan sesudah lahir (post natal).
Terdapat beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab ketunarunguan, yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor Internal
• Keturunan dari salah satu kedua orangtuanya yang mengalami
ketunarunguan. Banyak kondisi genetik yang berbeda sehingga dapat
menyebabkan ketunarunguan. Transmisi yang disebabkan oleh gen
yang dominan represif dan berhubungan dengan jenis kelamin.
Meskipun sudah menjadi pendapat umum bahwa keturunan merupakan
penyebab dari ketunarunguan, namun belum ada kepastian berapa
persen ketunarunguan yang disebabkan oleh faktor keturunan.
• Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman
(Rubella). Penyakit Rubella pada masa kandungan tiga bulan pertama
akan berpengaruh buruk pada janin. Penelitian melaporkan 199 anak-
anak yang ibunya terkena Virus Rubella selagi mengandung selama
masa tahun 1964 sampai 1965, 50% dari anak-anak tersebut mengalami
kelainan pendengaran. Rubella dari pihak ibu merupakan penyebab
yang paling umum yang dikenal sebagai penyebab ketunarunguan.
• Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah Toxaminia,
hal ini bisa menyebabkan kerusakan pada plasenta yang mempengaruhi
terhadap pertumbuhan janin. Jika hal tersebut menyerang syaraf atau
alat-alat pendengaran maka anak tersebut akan terlahir dalam keadaan
tunarungu.
b. Faktor Eksternal
• Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran. Misal, anak
terserang Harpes Imlex, jika infeksi ini menyerang alat kelamin ibu

8
dapat menular pada saat anak dilahirkan. Demikian pula pada penyakit
kelamin yang lain, dapat ditularkan melalui terusan jika virusnya masih
dalam keadaan aktif. Penyakit-penyakit yang ditularkan kepada anak
yang dilahirkannya dapat menimbulkan infeksi yang dapat
menyebabkan kerusakan pada alat-alat atau syaraf pendengaran.
• Meningitis atau radang selaput otak, dari hasil penelitian para ahli
ketunarunguan yang disebabkan karena meningitis yang dilakukkan
oleh Vermon (1968) sebanyak 8,1%, Ries (1973) melaporkan 4,9%,
sedangkan Trybus (1985) memberikan keterangan sebanyak 7,33%.
• Otitis media (radang pada bagian telinga tengah) adalah radang pada
bagian telinga tengah, sehingga menimbulkan nanah, dan nanah tersebut
mengampil dan mengganggu hantaran bunyi. Jika kondisi ini kronis
tidak segera diobati, penyakit ini bisa menimbulkan kehilangan
pendengaran yang tergolong ringan sampai sedang. Otitis media adalah
salah satu penyakit yang sering terjadi pada kanak-kanak sebelum
mencapai usia enam tahun.
• Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan
alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.

3. Karakteristik Tunarungu
Menurut Sutjihati (2006), karakteristik anak yang mengalami tunarungu
adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik fisik
Cara berjalannya kaku dan sedikit bungkuk, gerakan matanya cepat,
agak beringas, gerakan tangan dan kakinya cepat atau lincah, pernafasannya
pendek dan agak terganggu.
b. Karakteristik intelegensi
Secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi
anak normal pada umumnya. Namun demikian secara fungsional
intelegensi anak tunarungu di bawah anak normal disebabkan oleh kesulitan
anak tunarungu dalam memahami bahasa karena terbatasnya pendengaran.

9
Anak-anak tunarungu sulit dapat menangkap pengertian yang abstrak, sebab
untuk dapat menangkap pengertian yang abstrak diperlukan pemahaman
yang baik akan bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Tidak semua aspek
intelegensi anak tunarungu terhambat, yang mengalami hambatan hanya
bersifat verbal, misalnya dalam merumuskan pengertian, menarik
kesimpulan, dan meramalkan kejadian.
c. Karakteristik emosi
Emosi anak tunarungu selalu bergolak, di satu pihak karena
kemiskinan bahasanya dan di lain pihak karena pengaruh-pengaruh dari luar
yang diterimanya. Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak
tunarungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Anak
tunarungu mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk
memahami dan mengikutinya secara menyeluruh sehingga menimbulkan
emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan kurang percaya diri.
d. Karakteristik sosial
Dalam pergaulan anak tunarungu cenderung memisahkan diri
terutama dengan anak normal, hal ini disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan untuk melakukan komunikasi secara lisan.
e. Karakteristik bahasa
Miskin dalam kosakata, sulit dalam mengartikan ungkapan-
ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, sulit mengartikan kata-kata
abstrak, kurang menguasai irama dan gaya bahasa. Hal ini disebabkan
adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman
pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses
peniruan sehingga para anak tunarungu sangat terbatas dalam segi bahasa.

4. Klasifikasi Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ
pendengaran atau telinga seorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka
mengalami hambatan atau keterbatasan merespon bunyi-bunyi yang ada
disekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar,

10
yaitu umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak turarungu secara umum,
yaitu:
a. Klasifikasi umum
• The deaf, atau tuli, yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat
dengan tingkatan ketulian diatas 90 dB.
• Hard of hearing, atau kurang dengar, yaitu penyandang tunarungu
ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20-90 dB.
b. Klasifikasi khusus
• Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat
ketulian 25-45 dB. Yaitu seseorang yang mengalami ketunarunguan
taraf ringan, dimana ia mengalami kesulitan untuk merespon suar-suara
yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seorang anak
secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya
di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat duduk dibagian
depat, dekat dengan guru.
• Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami
tingkat ketulian 46-70 dB. Yaitu seseorang yang mengalami
ketunarunguan taraf sedang, dimana ia hanya dapat mengerti
percakapan pada jarak3-5 feet secara berhadapan, tetapi tidak dapat
mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami
ketunarunguan taraf inimemerlukan adanya alat bantu dengar (hearing
aid), dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan
irama.
• Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat
ketulian 71 – 90 dB. Seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf
berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat
dan diperkeras. Siswa dengan kategori ini juga memerlukan alat bantu
dengar dalam mengikuti pendidikanya di sekolah. Siswa juga sangat
memerlukanadanya pembinaan-pembinaan atau latihan-latihan
komunikasi dan pengembangan bicaranya.

11
• Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang
mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin
seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin
masih bisa merespon melalui getaran-getaran yang ada. Untuk kegiatan
pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu kategori ini
lebih mengandalkan kemampuan visual atau penglihatannya.

C. TUNALARAS
1. Pengertian Tunalaras
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam
lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga
merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan
pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.

2. Penyebab Tunalaras
Sebab-sebab anak menjadi tunalaras secara garis besarnya dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Rusli Ibrahim, 2005: 48), di antaranya:
a. Faktor Psychologis
Gangguan tingkah laku yang disebabkan terganggunya faktor
psycologis. Terganggunya faktor psycologis biasanya diwujudkan dalam
bentuk tingkah laku yang menyimpang, seperti: abnormal fixation, agresif,
regresif, resignation, dan concept of discrepancy.
b. Faktor Psychososial
Gangguan tingkah laku yang tidak hanya disebabkan oleh adanya
frustrasi, melainkan juga ada pengaruh dari faktor lain, seperti pengalaman
masa kecil yang tidak atau kurang menguntungkan perkembangan anak.
c. Faktor Physiologis
Gangguan tingkah laku yang disebabkan terganggunya proses
aktivitas organ-organ tubuh, sehingga tidak atau kurang berfungsi

12
sebagaimana mestinya, seperti terganggu atau adanya kelainan pada otak,
hyper thyroid dan kelainan syaraf motoris.

3. Karakteristik Tunalaras
Karakteristik anak tunalaras menurut Rusli Ibrahim (2005: 49-50), sebagai
berikut:
a. Intelegensia dan Prestasi Akademis
Anak tunalaras rata-rata memiliki kecerdasan (IQ) yang setelah diuji
menghasilkan sebaran normal 90, dan sedikit yang memiliki nilai di atas
sebaran nilai anak-anak normal dan kemungkinan besar memiliki nilai IQ
keterbelakangan mental serta ada juga yang memiliki kecerdasan sangat
tinggi dalam nilai tes kecerdasan. Anak tunalaras biasanya tidak mencapai
taraf yang diharapkan pada usia mentalnya dan jarang ditemukan yang
berprestasi akademisnya meningkat, dan rendahnya prestasi mereka pada
pelajaran membaca dan matematika sangat menonjol.
b. Persepsi dan Keterampilan Motorik
Anak tunalaras sulit melakukan aktivitas yang kompleks, merasa enggan
dalam aktivitas, malas dan merasa tidak mampu dalam melakukan aktivitas
jasmani. Keterampilan motorik sangat menunjang bagi pertumbuhan dan
perkembangan individu di samping keuntungan lain, seperti perkembangan
sosial, kemampuan berpikir dan kesadaran persepsi. Oleh karena itu, di
sinilah penting letaknya pembelajaran pendidikan jasmani seperti
permainan sepak bola bagi anak tunalaras.

4. Klasifikasi Tunalaras
Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berkebutuhan khusus
yang mengalami kelainan perilaku social ini adalah :
a. Berdasarkan perilaku
• Beresiko tinggi ; hiperaktif suka berkelahi, memukul, menyerang,
merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit berkonsentrasi,
tidak mau bekerja sama, sok aksi, ingin menguasai orang lain,

13
mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka
mencuri, mengejek, dan sebagainya.
• Beresiko rendah ; autism, khawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan,
tidak mau bergaul, menarik diri, kurang percaya diri, bimbang, sering
menangis, malu, dan sebagainya.
• Kurang dewasa ; suka berfantasi, berangan-angan, mudah dipengaruhi,
kaku, pasif, suka mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya.
• Agresif ; memiliki gang jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal
terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut
malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
b. Berdasarkan kepribadian
• Kekacauan perilaku
• Menarik diri(withdrawll)
• Ketidakmatangan(immaturity)
• Agresi social

D. TUNADAKSA
1. Pengertian Tunadaksa
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.

2. Penyebab Tunadaksa
Terdapat 3 faktor penyebab Tuna Daksa, yakni Prenatal (sebelum
kelahiran), faktor Neonatal (saat lahir) dan Postnatal (setelah kelahiran).
a. Faktor Prenatal (sebelum kelahiran)
Kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi
sebelum bayi lahir atau ketika dalam kandungan dikarenakan faktor genetik
dan kerusakan pada sistem saraf pusat. Faktor yang menyebabkan bayi
mengalami kelainan saat dalam kandungan adalah: Anoxia prenatal, hal ini
disebabkan pemisahan bayi dari plasenta, penyakit anemia, kondisi jantung

14
yang gawat, shock, dan percobaan pengguguran kandungan atau aborsi,
gangguan metabolisme pada ibu, bayi dalam kandungan terkena radiasi,
radiasi langsung mempengaruhi sistem syaraf pusat sehingga sehingga
struktur maupun fungsinya terganggu, ibu mengalami trauma (kecelakaan).
Trauma ini dapat mempengaruhi sistem pembentukan syaraf pusat.
Misalnya ibu yang jatuh dan mengalami benturan keras pada perutnya dan
mengenai kepala bayi akan mengganggu sistem syaraf pusat, infeksi atau
virus yang menyerang ibu hamil sehingga mengganggu perkembangan otak
bayi yang dikandungnya.
b. Faktor Neonatal (saat lahir)
Mengalami kendala saat melahirkan, seperti: Kesulitan melahirkan
karena posisi bayi sungsang atau bentuk pinggul ibu yang terlalu kecil,
pendarahan pada otak saat kelahiran, kelahiran prematur, penggunaan alat
bantu kelahiran berupa tang karena mengalami kesulitan kelahiran yang
mengganggu fungsi otak pada bayi, gangguan plasenta yang mengakibatkan
kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan terjadinya anoxia dan
pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan adalah contoh faktor Neonatal
penderita Tuna Daksa. Pemakaian anestasi yang berlebihan ketika proses
operasi juga dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi yang
berakibat pada disfungsi otak.
c. Postnatal (setelah kelahiran)
Walaupun proses melahirkan sudah berlalu, tidak ada jaminan
seorang individu untuk terbebas dari Tuna Daksa seumur hidupnya.
Penyakit seperti meningitis (radang selaput otak), enchepalitis (radang
otak), influenza, diphteria, dan partusis adalah beberapa penyakit yang
dapat berdampak fatal menyebabkan disfungsi otak. Selain itu, mengalami
benturan keras di bagian kepala, dan terjatuh dari tempat yang tinggi tanpa
menggunakan pengaman kepala juga merupakan faktor penyebab Tuna
Daksa.

15
3. Karakteristik Tunadaksa
Pada umumnya, penyandang tuna daksa mengalami gangguan psikologis
karena kondisi fisik yang dialaminya. Disamping karakteristik tersebut terdapat
problem lain yang biasanya memengaruhi karakteristik penderita, di antaranya:
a. Karakteristik kognitif
Karakteristik anak tuna daksa bisa terlihat dari kemampuan
kognitifnya. Empat aspek yang memengaruhi perkembangan kognitif
adalah:
• Perkembangan susunan saraf.
• Hubungan timbal balik antara lingkungan dan dunianya
• Transmisi sosial, yaitu pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya
dengan lingkungan sosial.
• Ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan mengatur dalam diri anak. Hasil
konkritnya bisa terlihat dari angka indeks kecerdasan (IQ). Seseorang
dengan keadaan ini akan mengalami kesulitan belajar dan
perkembangan kognitif.
b. Karakteristik inteligensi
Karakter ini bisa terlihat dengan menggunakan beberapa tes khusus.
Tes tersebut antara lain hausserman test (untuk tunadaksa ringan), illinois
test, dan peabody picture vocabulary test.
c. Karakterisik kepribadian
Karakteristik tunadaksa ini terlihat dari munculnya perasaan frustasi
akibat keterbatasan fisik yang dialami. Apalagi ditambah dengan perlakuan
orang-orang terhadap penyandang disabilitas menyebabkan dirinya berbeda
dari orang lain. Efek tidak langsung yang dihadapi ini menimbulkan sifat
harga diri yang rendah, menurunnya rasa percaya diri, serta menghambat
kreativitas.
d. Karakteristik fisik
Secara umum perkembangan fisik seseorang dengan kondisi ini
hampir sama dengan orang normal pada umumnya, kecuali pada bagian-
bagian tubuh yang mengalami kerusakan atau terpengaruh oleh kerusakan

16
tersebut. Penyandang tunadaksa sering kali menganggap
ketidaksempurnaan anggota tubuhnya membuat potensi yang dimilikinya
tidak utuh.
e. Karakteristik bahasa
Jika gangguan fisik yang terjadi dipengaruhi oleh penyakit polio, hal
tersebut akan memengaruhi perkembangan bahasa dan bicara. Namun lain
halnya jika terkait dengan cerebral palsy, keadaan membuat penderita
kesulitan mengatur artikulasi, phonasi, dan sistem respirasi.

4. Klasifikasi Tunadaksa
Menurut tingkat kelainannya, anak-anak tunadaksa dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Cerebral Palsy (CP)
• Ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat
menolong dirinya sendiri.
• Sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan
mengurus dirinya sendiri.
• Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan
menolong diri sendiri.
b. Berdasarkan letaknya
• Spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya
• Dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya
kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan (rigid).
• Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak
berfungsi, dan cara berjalannya gontai.
• Campuran, yang mengalami kelainan ganda.
c. Polio
• Tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan
kaki.
• Tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi
yang menyebabkan adanya gangguan pernafasan.

17
• Tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair.
• Encephalitis, yang umumnya ditandai dengan adanya demam,
kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.

E. TUNAGRAHITA
1. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami
hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata(IQ
dibawah 70) sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan
khusus. Hambatan ini terjadi sebelum umur 18 tahun.

2. Penyebab Tunagrahita
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya tunagrahita pada anak yaitu
sebagai berikut.
a. Faktor keturunan
Riwayat keturunan dalam sebuah keluarga dapat mempengaruhi
bahkan meningkatkan risiko terjadinya tunagrahita.Sebab itu, masalah
genetik menjadi penyebab terbesar karena beberapa kromosom
diwariskan dari orangtua, sehingga terjadi kerusakan struktur biokimia
dalam tubuh dan ketidaknormalan kromosom.Tidak hanya itu, bisa juga
terjadi kesalahan saat gen bergabung.Dengan kata lain, saat bayi
menerima gen, kemungkinan gen tersebut berubah ketika bayi
berkembang dalam kandungan atau sejak awal bayi memang telah
menerima gen abnormal.Kondisi genetik yang bisa saja terjadi, yaitu
down syndrom, fragile x syndrome, dan fenilketonuria.
b. Adanya masalah saat kehamilan dan persalinan
Ketika seorang ibu mengalami masalah saat masa kehamilan atau
terjadi komplikasi, perkembangan bayi dalam tubuh akan terhenti atau
bahkan tidak ada sama sekali. Hal tersebut bisa jadi karena beberapa
faktor, salah satunya kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada masa

18
kehamilan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. Sementara itu, tunagrahita juga bisa disebabkan
oleh masalah yang terjadi pada saat persalinan, seperti kelahiran yang
disertai hypoxia (kurangnya kadar oksigen). Sehingga, bayi yang
dilahirkan berisiko menderita kejang, napas yang pendek, hingga
kerusakan otak.
c. Infeksi dan keracunan
Adanya infeksi dan keracunan juga menjad salah satu penyebab
terjadinya tunagrahita pada anak. Infeksi dan keracunan tersebut
menimbulkan berbagai penyakit selama janin berada dalam kandungan,
misalnya batuk rejan, rubella, syphilis bawaan, dan syndrome gravidity
beracun.
d. Cedera kepala
Cedera atau kerusakan yang terjadi bisa bersifat sementara atau
permanen. Karena itu, sangat penting untuk menggunakan helm saat
menaiki kendaraan bermotor, memakai sabuk pengaman saat di mobil,
dan menjaga bagian lainnya saat masa kehamilan sebagai upaya
menghindari cedera kepala pada calon bayi.
e. Trauma dan zat radioaktif
Trauma terjadi pada saat bayi dilahirkan. Biasanya disebabkan oleh
kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat bantu. Selain itu, dapat
juga dikarenakan terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh si bayi,
terutama otak, saat dilahirkan. Sementara itu, janin yang terpapar zat
radioaktif setelah tiga bulan kehamilan bisa menyebabkan bayi
menderita microcephaly dan tunagrahita yang disertai dengan
ketidaknormalan pada kulit dan kelainan organ visual.

3. Karakteristik Tunagrahita
Karakteristik anak tunagrahita menurut tingakat ketunagrahitaan. (Wardani,
2011: 6.21) tunagrahita pada masa perkembangannya sebagai berikut ini:

19
a. Masa bayi
Pada masa ini ciri-ciri tunagrahita yaitu tampak mengantuk saja,
apatis, tidak perna sadar, jarang menangis dan jika menangis terus-terusan,
terlambat duduk, bicara dan berjalan.
b. Masa kanak-kanak
Saat masa ini tunagrahita sedang memiliki ciri seperti kepala besar,
dan kepala kecil. Tunagrahita ringan seperti sulit memulai sesuatu,
melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang, penglihatan
kosong, melamun, ekspresi muka datar, bereaksi cepat tetapi tidak tepat, dan
tampak aktif.
c. Masa sekolah
Adanya kesulitan belajar pada hampir semua mata pelajaran
(membaca, berhitung, dan menulis). Tidak dapat melihat perbedaan antara
dua hal yang mirip bentuknya ataupun ukurannya, sukar membedakan arah
dan posisi, seperti huruf b dan d, n dan m, ikan dan kain.
d. Masa pubertas
Pada saat masa ini anak tunagrahita mengalami hal yang sama
dengan anak remaja lainnya. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi
perkembangan berpikir dan kepribadian berada dibawah usianya.
mengalami kesulitan dalam brgaul, mengendalikan diri, dan setelah lulus
sekolah belum siap untuk bekerja.

4. Klasifikasi Tunagrahita
Untuk memahami klasifikasi anak tunagrahita maka perlu disesuaikan
dengan klasifikasinya karena setiap kelompok tunagrahita memiliki klasifikasi
yang berbeda-beda. Klasifikasi akademik tunagrahita berdasarkan barbagai
tinjauan diantaranya :
a. Anak Tuna Grahita Ringan (IQ 55-70)
Anak tuna grahita ringan masih dapat belajar membaca, menulis,
dan berhitung sederhana. Kecerdasannya berkembangan dengan kecepatan
antara setengah dan tiga per empat kecepatan anak normal dan berhenti pada

20
usia muda. Setelah dewasa anak tunagrahita mampu berdiri sendiri dan
kecerdasannya mencapat tingakat usia normal 9 dan 12 tahun.
b. Anak Tuna Grahita Sedang (IQ 55-40)
Tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-
pelajaran akedemik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak
tunagrahita ringan. Berkomunikasi dengan beberapa kata dan dapat
membaca serta menulis seperti nama sendiri, alamat rumah, nama orang tua,
dan lain-lain.
c. Anak Tuna Grahita Berat dan Sangat Berat (IQ 40-25 kebawah)
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan
bergantung kepada pertolongan dan bantuan orang lain. anak tunagraita
tidak dapat memelihara diri sendiri (makan, minum, berpakaian, dan
sebagainya), tidak dapat membedakan hal bahaya dan tidak bahaya, hanya
mampu mengucapkan kata-kata sederhana saja.

F. AUTISME
1. Pengertian Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam
interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
2. Penyebab Autisme
Menurut Para ahli penyebab autis dan diagnosa medisnya adalah:
a. Konsumsi obat pada ibu menyusui
Obat migrain, seperti ergotamine obat ini mempunyai efek samping
yang buruk pada bayi dan mengurangi jumlah ASI.
b. Faktor Kandungan (Pranatal)
Kondisi kandungan juga dapat menyebabkan gejala autisme. Pemicu
autisme dalam kandungan dapat disebabkan oleh virus yang menyerang
pada trimester pertama. Yaitu syndroma rubella.

21
c. Faktor Kelahiran
Bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur, dan lama dalam
kandungan (lebih dari 9 bulan) beresiko mengidap autis. Selain itu bayi
yang mengalami gagal napas (hipoksa) saat lahir juga beresiko mengalami
autis.
d. Peradangan dinding usus
Sejumlah anak penderita gangguan autis, umumnya, memiliki
pencernaan buruk dan ditemukan adanya peradangan usus. Peradangan
tersebut diduga disebabkan oleh virus.
e. Faktor Genetika
Gejala autis pada anak disebabkan oleh factor turunan. Setidaknya
telah ditemukan dua puluh gen yang terkait dengan autisme. Akan tetapi,
gejala autisme baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen.
f. Keracunan logam berat
Kandungan logam berat penyebab autis karena adanya sekresi
logam berat dari tubuh terganggu secara genetis. Beberapa logam
berat,seperti arsetik (As), antimony (Sb), Cadmium (Cd), air raksa (Hg),dan
timbale (Pb), adalah racun yang sangat kuat.
g. Faktor Makanan
Zat kimia yang terkandung dalam makanan sangat berbahaya untuk
kandungan. Salah satunya pestisida yang terpapar pada sayuran. Diketahui
bahwa pestisida mengganggu fungsi gen pada saraf pusat,menyebabkan
anak autis.

3. Karakteristik Autisme
Anak autis juga memiliki karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi
sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi sebagai berikut:
a. Komunikasi
• Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
• Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi
kemudian sirna.

22
• Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
• Mengoceh tanpa arti berulangulang dengan bahasa yang tidak dapat
dimengerti orang lain.
• Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi.
• Senang meniru atau membeo (echolalia). Bila senang meniru, dapat
hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya.
• Sebagian dari anak ini tidak berbicara (nonverbal) atau sedikit berbicara
(kurang verbal) sampai usia dewasa. Senang menarik-narik tangan
orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin
meminta sesuatu.
b. Interaksi sosial
• Penyandang autistik lebih suka menyendiri.
• Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan.
• Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.
• Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.
c. Gangguan sensoris
• Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
• Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
• Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
• Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
d. Pola bermain
• Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
• Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
• Tidak kreatif, tidak imajinatif.
• Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu
rodanya diputar-putar.
• Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda.
• Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus
dan dibawa kemana-mana.
e. Perilaku

23
• Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (deficit).
• Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakan tangan, berputar-putar dan melakukan gerakan yang
berulang-ulang.
• Tidak suka pada perubahan.
• Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
f. Emosi
• Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis
tanpa alasan.
• Tempertantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang tidak diberikan
keinginannya.
• Kadang suka menyerang dan merusak.
• Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.
• Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

4. Klasifikasi Autisme
Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
a. Autis ringan
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata
walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit
respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka,
dan dalam berkomunikasi secara dua arah meskipun terjadinya hanya
sesekali. Tindakan-tindakan yang dilakukan masih bisa dikendalikan dan
dikontrol dengan mudah. Karena biasanya perilaku ini dilakukan masih
sesekali saja, sehingga masih bisa dengan mudah untuk mengendalikannya.
b. Autis sedang
Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan sedikit kontak
mata, namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan
agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik
yang stereotipik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa
dikendalikan.

24
c. Autis berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-
tindakan yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-
mukulkan kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus-menerus
tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak
memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada
dipelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya.
Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur.
Kondisi yang lainnya yaitu, anak terus berlarian didalam rumah sambil
menabrakkan tubuhnya ke dinding tanpa henti hingga larut malam, keringat
sudah bercucuran di sekujur tubuhnya, anak terlihat sudah sangat kelelahan
dan tak berdaya. Tetapi masih terus berlari sambil menangis. Seperti ingin
berhenti, tapi tidak mampu karena semua diluar kontrolnya. Hingga
akhirnya anak terduduk dan tertidur kelelahan.

G. RETT’S DISOREDER
1. Pengertian Rett’s Disoreder
Rett’s Disorder adalah jenis gangguan perkembangan yang masuk kategori
ASD. Aspek perkembangan pada anak Rett’s Disorder mengalami kemuduran
sejak menginjak usia 18 bulan yang ditandai hilangnya kemampuan bahasa
bicara secara tiba-tiba. Koordinasi motorinya semakin memburuk dan dibarengi
dengan kemunduran dalam kemampuan sosialnya. Rett’s Disorder hampir
keseluruhan penderitanya adalah perempuan.

2. Penyebab Rett’s Disoreder


Sindrom Rett disebabkan oleh mutasi atau perubahan pada gen yang
mengatur perkembangan otak, yaitu MECP2. Namun, belum diketahui apa
penyebab dari perubahan gen tersebut. Sindrom Rett bukanlah penyakit yang
diturunkan dari orang tua. Meski begitu, anak dari keluarga yang memiliki
riwayat sindrom Rett diduga lebih berisiko menderita kondisi yang sama.

25
Sindrom Rett lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan anak
laki-laki. Akan tetapi, bila sindrom Rett dialami oleh anak laki-laki, gangguan
yang terjadi bisa lebih parah, bahkan biasanya anak sudah meninggal sejak
dalam kandungan.

3. Karakteristik Rett’s Disoreder


Karakteristik pada Sindrom Rett terbagi menjadi empat tahap yang dapat
tumpang tindih antara tahapannya:
a. Tanda awal
Biasanya terjadi stagnasi atau perlambatan perkembangan atau
berhenti sama sekali pada usia 6–18 bulan. Pada tahap ini biasanya
didapatkan:
• Tonus otot lemah (hipotonia);
• Kesulitan makan;
• Gerakan berulang pada tangan atau tungkai;
• Terlambat berbicara;
• Gangguan mobilitas, seperti duduk, merangkak, dan berjalan; dan
• Tidak tertarik dengan mainan.
b. Regresi
Tahap ini juga disebut sebagai tahapan kerusakan yang cepat, karena
anak mulai kehilangan beberapa kemampuannya. Biasanya terjadi pada usia
1–4 tahun. Pada tahapan ini, anak perlahan-lahan akan kehilangan
kemampuan bicara, ingatan, menggunakan tangan, koordinasi, dan fungsi
otak lainnya.
• Kehilangan kemampuan untuk menggunakan tangan dengan sesuai.
Anak cenderung melakukan kegiatan berulang, seperti meremas-remas,
bertepuk tangan, ataupun menggosok-gosokkan tangannya.
• Mudah marah, menangis, serta tertawa keras tanpa alasan dan dalam
waktu lama.
• Tidak tertarik dengan sosial, seperti pada orang di sekitarnya dan tidak
mau berkontak mata.

26
• Tidak tegak dan memiliki gaya berjalan yang tidak normal.
• Gangguan tidur.
• Pertumbuhan kepala yang lambat dan biasanya ukuran kepala kecil
(mikrosefali).
• Sulit makan, mengunyah, ataupun menelan.
• Sering terjadi sakit perut.
• Terjadi gangguan pernapasan, seperti pernapasan yang
cepat/hiperventilasi, perlu usaha yang kuat untuk mengeluarkan atau
menghirup napas, dan sulit mengontrol air liur, serta kejang.
c. Masa stabil
Pada usia 2–10 tahun atau hingga pada hampir seluruh masa hidup
anak dengan sindrom Rett berada pada tahap ini.
• Kejang.
• Gangguan pernapasan menjadi lebih berat
• Gangguan irama jantung.
• Sulit mencapai berat badan normal
d. Gangguan gerak
• Tulang belakang bengkok ke kiri atau ke kanan (skoliosis).
• Kelemahan otot atau spastis (kaku).
• Kehilangan kemampuan untuk berjalan.

4. Klasifikasi Rett’s Disoreder


a. Varian bawaan (varian Rolando): pada subtipe sindrom Rett yang parah ini,
perkembangan pasien dan lingkar kepalanya tidak normal sejak lahir.
Pandangan khas pasien sindrom Rett biasanya tidak ada;
b. Varian Zappella dari Sindrom Rett atau varian ucapan yang diawetkan: pada
subtipe sindrom Rett ini, pasien memperoleh beberapa keterampilan manual
dan sebagian bahasa pulih sekitar usia 5 tahun (yaitu setelah fase regresi).
Tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala seringkali berada dalam
kisaran normal, dan fungsi motorik kasar yang baik dapat diamati.
c. Varian Zappella adalah bentuk sindrom Rett yang lebih ringan;

27
Varian Hanefeld atau varian epilepsi dini. Dalam bentuk sindrom Rett ini, pasien
menderita epilepsi sebelum usia 5 bulan.

H. ADHD (Attention Deficit Disorder With Hyperactive)


1. Pengertian ADHD
ADHD terkadang lebih dikenal dengan istilah anak hiperaktif, oleh karena
mereka selalu bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Tidak dapat duduk
diam di satu tempat selama ± 5-10 menit untuk melakukan suatu kegiatan yang
diberikan kepadanya. Rentang konsentrasinya sangat pendek, mudah bingung
dan pikirannya selalu kacau, sering mengabaikan perintah atau arahan, sering
tidak berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah. Sering mengalami
kesulitan mengeja atau menirukan ejaan huruf.

2. Penyebab ADHD
Faktor penyebab ADHD adalah sebagai berikut.
a. Faktor genetik
Faktor genetik memainkan peran penting dalam ADHD. Studi pada
keluarga dan kembar identik telah menunjukkan adanya kecenderungan
genetik dalam gangguan ini. Anak-anak yang memiliki anggota keluarga
dengan ADHD, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi
ini. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi adanya hubungan antara
ADHD dengan variasi genetik, yang terkait dengan regulasi
neurotransmitter dan fungsi otak dalam mengontrol perhatian, impuls, dan
perilaku.
b. Faktor lingkungan
Selain faktor genetik, faktor lingkungan juga berkontribusi pada
perkembangan ADHD. Paparan anak pada paparan timbal tinggi, polutan
lingkungan, atau zat-zat beracun lainnya dapat meningkatkan risiko ADHD.
Kehamilan yang rumit, paparan alkohol atau obat-obatan selama kehamilan,
serta asap rokok pasif juga dapat berperan dalam perkembangan gangguan
ini. Pola asuh yang tidak konsisten, kurangnya struktur dalam lingkungan,

28
serta kekurangan perhatian dan dorongan positif dapat mempengaruhi
perkembangan perilaku anak.
c. Gangguan neurokimia
ADHD terkait dengan perubahan dalam fungsi dan aktivitas
neurotransmitter di otak, terutama dopamin dan norepinefrin.
Ketidakseimbangan neurokimia ini dapat mengganggu regulasi perhatian,
impuls, dan fungsi eksekutif. Daerah otak yang terlibat dalam pengendalian
perhatian, impuls, dan impulsivitas, seperti korteks prefrontal dan basal
ganglia, mungkin mengalami perubahan struktural dan fungsional pada
individu dengan ADHD.
d. Faktor pra dan perinatal
Beberapa faktor pra- dan perinatal juga dapat mempengaruhi
perkembangan ADHD. Paparan terhadap zat beracun selama kehamilan,
masalah kelahiran prematur atau berat lahir rendah, kekurangan nutrisi,
serta infeksi atau komplikasi pada masa kehamilan, dapat mempengaruhi
perkembangan otak janin dan meningkatkan risiko ADHD.
Paparan zat beracun seperti alkohol, nikotin, atau obat-obatan
selama kehamilan dapat mengganggu perkembangan sistem saraf pusat, dan
berpotensi menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan ADHD.
Selain itu, perubahan dalam pola tidur ibu hamil, stres yang tinggi selama
kehamilan, serta gangguan hormonal juga dapat berperan dalam
perkembangan ADHD pada anak.

3. Karakteristik ADHD
Karakteristik ADHD pada anak adalah sebagai berikut.
a. Ketidakmampuan mempertahankan perhatian
• Kesulitan dalam memusatkan perhatian pada tugas-tugas yang
membutuhkan konsentrasi, seperti membaca, mengerjakan pekerjaan
sekolah, atau tugas rumah.
• Individu dengan ADHD mungkin terdistraksi dengan mudah oleh
pikiran, suara, atau rangsangan lainnya.

29
• Tampak sering tidak mendengarkan saat diarahkan oleh orang lain,
seolah-olah ada ketidakmampuan untuk memproses informasi yang
diberikan.
• Kehilangan fokus dan kesulitan mempertahankan perhatian, terhadap
detail yang diperlukan dalam pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
• Kesulitan dalam mengorganisir tugas atau kegiatan, seringkali terlihat
lupa atau kehilangan benda-benda penting yang diperlukan, seperti
kunci, buku, atau alat tulis.
b. Hiperaktivitas
• Gelisah dan sulit untuk duduk diam, terutama dalam situasi yang
membutuhkan ketenangan atau keterampilan sosial, seperti di kelas atau
saat makan malam keluarga.
• Mengalami kebutuhan bergerak terus-menerus dan sering tampak
seperti "terbakar oleh motor" dengan energi yang berlebihan.
• Sulit mengontrol impuls untuk bergerak atau berlari di tempat yang
tidak sesuai, seringkali tampak seperti "terus bergerak".
• Terlihat berbicara terus-menerus, mengganggu orang lain, atau
mengalami dorongan kuat untuk berbicara tanpa henti.
c. Impulsivitas
• Kesulitan menunggu giliran dalam situasi sosial atau permainan,
seringkali terlihat seperti menginterupsi atau mengganggu orang lain.
• Kesulitan memikirkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan
mereka sebelum bertindak. Hal ini dapat mengarah pada keputusan
impulsif yang mungkin merugikan diri sendiri atau orang lain.
• Sulit membatasi diri dalam mengeluarkan kata-kata atau tanggapan.
Individu dengan ADHD mungkin terlihat terburu-buru dalam
menjawab, sebelum pertanyaan selesai diajukan atau mengeluarkan
komentar yang tidak tepat pada saat yang tidak tepat.
• Gejala-gejala ADHD dapat bervariasi dalam tingkat keparahan, dan
dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari individu dengan berbagai
cara

30
• Ada juga individu dengan ADHD tipe kombinasi, di mana mereka
mengalami gejala dari kedua kategori utama (perhatian buruk,
hiperaktivitas, dan impulsivitas).

4. Klasifikasi ADHD
Terdapat 3 jenis ADHD, sesuai dengan gejala tertentu yang lebih
mendominasi pada suatu individu. 3 Jenis ADHD tersebut meliputi:
a. ADHD Inattentive Type
ADHD tipe ini membuat individu sulit untuk mengatur atau
menyelesaikan tugas, memperhatikan detail atau mengikuti instruksi atau
percakapan. Biasanya anak mudah terganggu konsentrasinya sehingga anak
mudah hilang konsentrasi atau lupa detail rutinitas sehari-hari.
b. ADHD Impulsive/Hyperactive Type
ADHD tipe ini, anak cenderung banyak bicara, bisa juga terlihat
gelisah. Anak sulit untuk duduk diam dalam waktu lama (misalnya, untuk
makan atau mengerjakan pekerjaan rumah). Anak-anak yang berusia lebih
kecil akan jauh lebih aktif ketimbang teman-temannya yang lain. Mereka
dapat berlari, melompat, atau memanjat terus-menerus. Ada juga anak yang
impulsif, biasanya mereka sering menggangu orang lain, mengambil barang
dari orang lain atau berbicara pada waktu yang tidak tepat. Biasanya sullit
bagi anak tersebut untuk menunggu giliran atau mendengarkan arahan.
c. ADHD Combined Type
Sesuai dengan namanya, ADHD tipe ini merupakan gabungan dari
kedua jenis ADHD yang telah disebutkan di atas. Kombinasi gejala dari dua
jenis ADHD terjadi pada seseorang.

I. ANAK BERKESULITAN BELAJAR


1. Pengertian anak berkesulitan belajar
Anak yang berkesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan
membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena

31
faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena factor inteligensi
(inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa
kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau
kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka
tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).

2. Penyebab anak berkesulitan belajar


Dari hasil penelitian para ahli diagnostik, ditemukan empat faktor yang
dapat meperberat gangguan dalam belajar yaitu:
a. Kondisi fisik; Meliputi gangguan visual, gangguan pendengaran, gangguan
keseimbangan dan orientasi ruang body image yang rendah, hiperaktif, serta
kurang gizi.
b. Faktor lingkungan; Lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah yang
krang menguntungkan bagi anak, akan menghambat perkembangan sosial,
psikologis, dan pencapaian prestasi akademis
c. Faktor motivasi dan afeksi; Anak yang selalau gagal pada satu mata
pelajaran atau beberapa mata pelajaran cenderung menjadi tidak percaya
diri, mengabaikan tugas dan rendah diri. Kegagalan ini dapat membentuk
pribadi anak menjadi seorang pelajar yang pasif.
d. Kondisi psikologis; Terganggu akibat dari gangguanperhatian, persepsi
visual, persepsi pendengaran, persepsi motorik, ketidakmampuan berpikir,
dan keterlambatan dalam kemampuan berbahasa.

3. Karakteristik anak berkesulitan belajar


Berikut adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dalam
membaca, menulis dan berhitung:
a. Anak yang mengalami kesulitan membaca
• Perkembangan kemampuan membaca terlambat
• Kemampuan memahami isi bacaan rendah
• Kalau membaca sering banyak kesalahan

32
• Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan
5, 6 dengan 9, dan sebagainya
• Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
• Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang
• Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris
b. Anak yang mengalami kesulitan berhitung
• Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan
• Sering salah membilang dengan urut
• Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5,
3 dengan 8, dan sebagainya
• Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

4. Klasifikasi anak berkesulitan belajar


Klasifikasi berdasarkan jenis gangguan atau kesulitan yang dialami anak
yaitu:
a. Dispraksia: merupakan gangguan pada keterampilan motorik, anak terlihat
kurang terampil dalam melakukan aktivitas motorik. Seperti sering
menjatuhkan benda yang di pegang, sering memecahkan gelas kalau
minum.
b. Disgraphia: kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan
pada motoris sehingga tulisannya sulit untuk dibaca orang lain, ada yang
sangat lambat aktivitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo
motorik sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan
yang ditulis.
c. Diskalkulia: adalah kesulitan dalam berhitung dan matematika hal ini sering
dikarenakan adanya gangguan pada memori dan logika
d. Disleksia: merupakan kesulitan membaca baik membaca permulaan
maupun pemahaman
e. Disphasia: kesulitan berbahasa dimana anak sering melakukan kesalahan
dalam berkomunikasi baik menggunakan tulisan maupun lisan.

33
f. Body awareness: Anak tidak memiliki akan kesadaran tubuh sering salah
prediksi pada aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak bila
berjalan.

J. ANAK BERBAKAT (GIFTED)


1. Pengertian anak berbakat
Anak berbakat (gifted) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan
(intelegensi), kreatifitas, da tanggung jawab terhadap tugas (task commitment)
diatas anak-anak seusianya(anak normal).

2. Penyebab anak berbakat


Faktor-faktor yang mendukung munculnya giftedness pada seorang anak
adalah sebagai berikut:
a. Faktor pembawaan
• Intelgensi dan kreativitas
Seperti yang dikatakan Renzulli, bahwa kriteria keberbakatan adalah
dimilikinya kemampuan di atas rata-rata dan kreativitas. Oleh karena itu
anak yang berbakat harus memiliki kemampuan intelgensi dan
kreativitas yang tinggi untuk mendukung keberbakatannya.
• Kepribadian
Motivasi dan komitmen terhadap tugas mempunyai andil yang cukup
besar dalam mendukung munculnya giftedness. Dengan memiliki
komitmen yang tinggi terhadap tugas dan motivasi yang tinggi pula
maka individu akan mempunyai rasa tanggung jawab untuk
menyelesaikan tugas yang dihadapi, mendorong individu untuk tekun
dan ulet,meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan
dan semuanya itu akan dilakukan atas kehendaknya sendiri.

34
b. Faktor lingkungan
• Keluarga
• Sekolah
• Masyarakat

3. Karakteristik anak berbakat


Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik, sosial/emosi, dan
fisik/kesehatan.
a. Karakteristik Akademik
• Memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar
• Keranjinan membaca
• Menikmati sekolah dan belajar
• Memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus
• Memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan
terminologi dari bidang akademik khusus
• Mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus
yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas bidang lain
• Kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk
mencapai standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik
• Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan
motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan
• Belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus
• Mudah menyerap pelajaran.
b. Karakteristik Sosial/emosi
• Diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa,
• Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka
memberikan sumbangan positif dan konstruktif,
• Kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran
dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,
• Memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur,
• Perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,

35
• Bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional
sehingga relevan dengan situasi,
• Mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan
orang dewasa,
• Mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan
• Memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial
dengan cerdas, dan humor.
c. Karakteristik Fisik/Kesehatan
• Memiliki penampilan yang menarik dan rapi
• Kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata, (studi longitudinal
Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986). Dicontohkan pula oleh Kirk
bahwa seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki tinggi dan berat
badan sama dengan usianya. Yang menunjukkan perbedaan adalah
koordinasi geraknya sama dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka
juga memperlihatkan sifat rapi.

4. Klasifikasi anak berbakat


Anak berbakat dalam konteks ini adalah anak-anak yang mengalami
kelainan intelektual di atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual
ini Cony Semiawan (1997:24) mengemukakan bahwa diperkirakan satu persen
dari populasi total penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 keatas,
merupakan manusia berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang
rentagannya berkisar 120-137 yaitu yaitu yang mencakup rentangan 10 persen
di bawah yang satu persen itu disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki
talen akademik (academic talented) atau keberbakatan intelektual.
Beberapa kalsifikasi yang menonjol dari anak-anak berbakat umumnya
hanya dilihat dari tigkat inteligensinya ,berdasarkan standar Stanford Binet ,
yang meliputi :
a. Kategori rata-rata tinggi ,dengan tingkat kapasitas intelktual (IQ) : 110-119
b. Kategori superior , dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ) : 120-139
c. Kategori sangat superior ,dengan tingkat intelektual (IQ) : 140-169

36
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di
definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan
sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial,
layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat
khusus.

B. Saran
Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan
dengan anak berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat Indonesia
terutama bagi para pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak yang
menyandang berkebutuhan khusus dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan.
Karena pada dasarnya anak seperti itu bukan malah dijauhi akan tetapi didekati dan
diperlakukan sama dengan manusia normal lainnya akan tetapi caranya yang
berbeda.
Demikian yang dapat saya sampaikan mengenai materi yang menjadi
bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kelemahan dan kekurangan karena
terbatasnya pengetahuan, kurangnya rujukan dan referensi yang saya peroleh
hubungannya dengan makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi saya sebagai
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

37
DAFTAR PUSTAKA

Adelia (2023, 25 Maret). Tunanetra: Definisi, Penyebab, Hambatan, dan Layanan


Pendidikan Bagi Anak Tunanetra. Diakses pada 21 September 2023, dari
https://www.liputan6.com/citizen6/read/5237887/tunanetra-definisi-
penyebab-hambatan-dan-layanan-pendidikan-bagi-anak-tunanetra?page=3
Annisa (2015, 13 Juni). Gifted. Diakses pada 21 September 2023, dari
https://www.kompasiana.com/annisaprilyandaniputri/557bb10a28b0bdaa3
6a39dd5/gifted
Gerardus (2021, 05 Februari).5 Penyebab Anak Tunagrahita. Diakses pada 21
September 2023, dari https://www.popmama.com/kid/1-3-years-old/verina-
intan-l/penyebab-anak-tunagrahita?page=all
https://www.halodoc.com/kesehatan/sindrom-rett
https://www.usd.ac.id/pusat/psibk/2018/11/28/faktor-penyebab-tuna-daksa/
Jumadi (2023, 15 Juni). Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Diakses pada 21
September 2023, dari
https://dosen.ung.ac.id/JumadiTuasikal/home/2023/6/15/pendidikan-anak-
berkesulitan-belajar.html
Jurnal Post.com (2023, 25 Mei). Apa Penyebab Terjadinya Anak Tunalaras.
Diakses pada 21 September 2023, dari https://jurnalpost.com/apa-
penyebab-terjadinya-anak-tunalaras/50026/
Muchlisin Riadi (2020, 25 Juli). Tunarungu (Pengertian, Jenis, Penyebab,
Karakteristik dan Proses Komunikasi). Diakses pada 21 September 2023,
dari https://www.kajianpustaka.com/2020/07/tunarungu.html
Nurjannah, Siti. 2015. Anak Berkebutuhan Khusus.
http://httpnurjannah.blogspot.co.id/2015/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Diakses pada 3 September 2017.
Popmama.com (2021, 16 Oktober). Tunadaksa: Penyebab, Jenis, Karakteristik, dan
Perawatan. Diakses pada 21 September 2023, dari
https://doktersehat.com/penyakit-a-z/tunadaksa/
Ramadhayanti, Rizka. 2015. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.
http://rizkaramadhayanti95.blogspot.co.id/2015/06/karakteristik-anak-
berkebutuhan.html.Diakses pada 3 September 2017.
Silvia (2023, 06 Juni). 4 Penyebab Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD), Kenali Gejala dan Penanganannya. Diakses pada 21 September
2023, dari https://www.liputan6.com/hot/read/5311856/4-penyebab-
attention-deficit-hyperactivity-disorder-adhd-kenali-gejala-dan-
penanganannya?page=5
Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Departemen Pendidikan
nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

38

Anda mungkin juga menyukai