Referat Uti Anestesi (Dr. Muh Rizal)
Referat Uti Anestesi (Dr. Muh Rizal)
Disusun Oleh:
Ida Ayu Putri Herdayanti, S.Ked
14 18 777 14 309
Pembimbing :
dr. Muhammad Rizal, Sp. An
Bagian Anestesiologi
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. Liliana
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 81 kg
Tinggi badan : 149 cm
Alamat : Jl. bantilan
Pekerjaan : PNS
Agama : islam
Diagnosa pra bedah : GIV PIII A0 gravid aterm + PEB belum inpartu, Riwayat SC 1
kali (tahun 2017)
Jenis pembedahan : SC TP
Tanggal operasi : 14 juni 2021
Jenis anestesi : Regional Anestesi Subarachnoid Unilateral
Anestesiology : dr. Muhammad Rezza. Sp.An
Ahli bedah : dr. Abd. Faris, Sp.OG (K)
A. S-O-A-P
1. Subjektif :
Keluhan Utama : Nyeri perut tembus ke belakang
Riwayat penyakit sekarang : Pasien usia 35 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri
pada perut atas bagian tengah tembus ke belakang yang dirasakan sejak tadi malam.
Nyeri dirasakan hilang timbul. Pusing (+), keluhan Mual (+), Muntah (-), demam (-).
BAB dan BAK lancar.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat penyakit hipertensi (+), Riwayat HT kehamilan anak ke tiga.
- Riwayat penyakit asma (-)
- Riwayat alergi obat dan makanan (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat trauma atau kecelakaan (-)
- Riwayat merokok (-)
- Riwayat operasi (+) pada tahun 2017 dengan tehnik anestesi SAB
- Riwayat konsumsi obat (+) : Biocombin , Procalma (vit B12) dan Nifedipine 10 mg
- Riwayat Kejang (-)
2. Objektif :
Pemeriksaan Fisik : (B1-B6)
B1 (Breath)
- Gigi Palsu (+) pada incivus superior, Gigi Goyang (-)
- Mallampati Score : 1, leher pendek (-)
- Thyroid Mandibular Distanced (-)
- Pernapasan regular, pengembangan dada kiri dan kanan simetris
- Bunyi pernapasan vesikuler ++
- Suara napas tambahan, Rhonki -/- , Wheezing -/-
- RR 20 x per menit
B2 (Blood)
- Tekanan darah : 160/90 mmHg
- Nadi : 80 x per menit. Reguller, kuat angkat
- konjungtiva : anemis -/-
- Akral : hangat
- CRT : < 2 Detik
B3 (Brain)
- Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 M6 V5
- Mata : sclera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+)
- Suhu : 36,7oc
- VAS :2
B4 (Bladder)
- Buang Air Kecil lancar
- Urine berwarna kuning
B5 (Bowel)
- Nyeri perut (+), mual (+), muntah (-)
- Defence Muscular (-)
- Distensi abdomen (+)
- Nyeri Perut (+)
- Peristaltik (+) kesan normal
- BAB Lancar
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Hasil Rujukan
Hemoglobin 10,5 11,7-15,5 g/dl
RBC 3,9 106/ul
Eritrosit 4,3 3,8-5,2 x 106/ul
Hematokrit 31 35-47%
Trombosit 273 150-440 x 103/ul
GDS 82 80-199 mg/dl
Waktu
8’00” 4-10 m.det
pembekuan
Waktu
3’00” 1-5 m.det
perdarahan
1 DIABETES
2. Glucose puasa
3. GD2PP
4. TtGO
5. hbA1c
3. Assesment
Status fisik ASA PS kelas II
Rencana anestesi : Regional Anestesi
Diagnosis pra-bedah : GIV PIII A0 gravid aterm + PEB belum inpartu, Riwayat SC 1
kali
5. Persiapan Premedikasi :
- Diberikan obat anti emetic yaitu ondansentron injeksi 4 mg via (iv)
6. Persiapan di kamar operasi :
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah :
Komponen STATICS (Tabel 6)
Mesin anestesi
Obat-obat anastesia
Obat-obat resusitasi, misalnya ; epinefrine, atropine, lidocain 2% dan lain-lainnya.
Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG.
Alat-alat pantau yang lain sesuai dengan indikasi, misalnya; “Pulse Oxymeter” dan
“Capnograf”.
Kartu catatan medik anesthesia
Evaluasi status anesthesi
8. Postoperatif :
Pemantauan di Recovery Room
Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik. Pada pasien tekanan darah 114/81 mmhg, nadi 82
x/menit, dan laju respirasi 20x/menit. bromage score 0 maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
Bromage Score (Spinal Anestesi) Skor ≤ 2 boleh pindah ruangan. Pada pasien didapatkan skor
0.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pre Operatif
Pada kasus ini seoran wanita usia 37 tahun dengan diagnosis G IV PIII A0 gravid aterm +
PEB belum inpartu dan Riwayat SC 1 kali.Tindakan anestesi yang digunakan pada kasus adalah
SAB ( sub arachnoid blok ). Sebelum dilakukan tindakan anestesi, terlebih dahulu dilakukan tindakan
pra-anestesi yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk menentukan
status fisik ASA dan resiko operasi. Pada pasien ini termasuk dalam ASA PS kelas II. American
Society of Anestesiology (ASA) 2020 membuat klasifikasi status fisik pra-anestesi menjadi 6 kelas
yaitu :
Manajemen pre-operatif
- Persiapan darah untuk mencegah terjadinya syok saat dilakukan operasi maupun post operasi.
kardiovaskuler dan respirasi, fungsi ginjal, hepar dan koagulasi. Kontrol kejang dapat dilakukan
dengan pemberian agen anti konvulsi atau dengan preparat magnesium sulfat. Pemberian diazepam
sangat terbatas dan kurang disukai karena efek depresi pada janin, sedangkan fenitoin dapat
digunakan dengan dosis 10 mg/kgBB bolus dalam 100 cc salin diberikan 50 mg/menit karena efek
depresinya kecil pada janin. Magnesium bersifat vasodilator serebral yang kuat, dan memberikan
kontrol kejang yang lebih baik daripada pemberian diazepam, dan difenil hidantoin. Dosisnya 40–80
mg/kgBB. Cara kerjanya berdasar blokade influx kalsium pada saluran subtipe glutamat N-metyl- D-
aspartat (NMDA).
kebutuhan cairan/ balance cairan, kontrol tekanan darah, oksigenasi yang cukup dan uji laboratorium
pasien ini mempunyai Riwayat hipertensi dan telah mendapat penanganan dengan obat
oral (nifedipine).
kehamilan disertai dengan proteinuria. Gejala klinik preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan
dan preeklampsia berat. Preeklampsia berat adalah Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria > 5 g/24 jam. Preeklampsia dan
eklampsia dapat timbul pada sebelum, selama, serta setelah persalinan. Tanda-tanda adanya penyakit
Sehingga pada pasien ini diberikan obat antihipertensi (nifedipine) karena tekanan
darah pasien saat awal masuk yaitu 160/90 mmHg, sehingga untuk mengontrol tekanan
darahnya diberikan nifedipine. Nifedipine menjadi pilihan utama pada pasien karena fungsi dari
nifedipine sendiri dapat menurunkan tekanan darah dan juga dapat mengahambat terjadinya kontraksi
vasodilator anterial dan biasa digunakan dalam hipertensi, angina pektoris dan penyakit kardiovaskuler.
Nifedipin bekerja dengan menghambat masuknya kalsium kedalam sel-sel otot jantung dan sel-sel otot
polos dinding arteri. Secara farmakokinetika, nifedipin di absorbsi secara cepat setelah pemberian rute
oral. Kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu 20-45 menit dan paruh waktu eliminasinya (t½)
±2,5 jam dengan masa kerja ±8-12 jam, ±95% terikat protein plasma akan tetapi ketersediaan hayatinya
lebih rendah (sekitar 45-75%) dengan dosis lazim yang digunakan yaitu 20-40 mg sehari 8 jam. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pasien harus meminum obat 3 kali dalam sehari,dengan regimen yang terlalu
sering tidak jarang kepatuhanpasien dalam penggunaan obat ini tidak berjalan sesuai ketentuan dan
anastesi, meminta pasien untuk tidak memakai gigi palsu (jika ada) serta perhiasan,
memasang kateter, memasang cairan infus yaitu Ringer Laktat, menggunakan tranfusi set
Pada persiapan periopeatif dilakukan juga puasa sebelum operasi. Puasa preoperatif pada pasien
pembedahan bertujuan untuk mengurangi volume lambung tanpa menyebabkan rasa haus dan dehidrasi.
Puasa preoperatif yang disarankan menurut ASA adalah 6 jam untuk makanan ringan, 8 jam untuk
makanan berat dan 2 jam untuk air putih. Puasa preoperatif yang lebih lama akan berdampak pada kondisi
pasien preoperatif serta pascaoperatif. Pada pasien ini menjalani puasa sekitar ± 6 jam sebelum
operasi dilakukan. Hal ini sudah sesuai teori dimana anjuran puasa perioperative adalah selama 6-8 jam
sebelum operasi.
mg/2ml dalam 1 Ampul 2 ml, dosis 0,05-01 mg/kgBB Ondansentron, sebagai anti emetik, suatu antagonis
selektif 5-HT3, menghambat serotonin dan bekerja berdasarkan mekanisme sentral dan perifer.
Mekanisme sentral dengan mempertinggi ambang rangsang muntah di chemoreceptor trigger zone.
Mekanisme perifer dengan menurunkan kepekaan saraf vagus terminalis di visceral yang menghantar
impuls eferen dari saluran cerna ke pusat muntah.Onset 30 menit, dengan durasi 3 jam. Pada pasien ini
diberikan ondancentron 4 mg (IV) untuk mendapatkan efek emetik sehingga pasien tidak
merasakan mual ataupun muntah saat dilakukan induksi operatif ataupun pasca operatif.
2. Tindakan anestesi
Tipe anestesia dibagi menjadi 3 yaitu anestesia umum, anestesia lokal dan anestesia regional.
Anestesia regional dibagi lagi menjadi 2 teknik yaitu teknik pusat (central technique) seperti anestesia
epidural serta anestesia spinal dan teknik tepi (peripheral technique) seperti blok plexus serta blok saraf
tunggal. Teknik yang sering digunakan dalam operasi seksio sesaria adalah anestesia regional teknik
pusat (anestesia epidural dan anestesia spinal). Anestesia spinal sudah digunakan sejak awal 1900-an
untuk analgesik obstetrik. Teknik ini sudah digunakan selama ratusan tahun tanpa menimbulkan efek
samping yang berarti. Pada tahun 1930- an angka kematian untuk seksio sesaria dilaporkan satu (1) dari
139 dengan anestesia spinal, dan pada tahun 1950-an anestesia spinal dianggap sebagai bentuk anestesia
paling berbahaya dalam obstetrik. Sejak tahun 1960-an sudah banyak berkembang ilmu pengetahuan
untuk meningkatkan keamanan dari anestesia spinal dan anestesia epidural pada pasien obstetrik. Angka
kematian anestesia regional sekarang tujuh belas kali lebih rendah dibandingkan dengan anestesia
Intubasi Trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea kedalam trakhea melalui rima glotis,
sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakhea antara pita suara dan bifurkasio
trakhea. Tindakan intubasi trakhea merupakan salah satu teknik anestesi umum inhalasi, yaitu
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui
antara lain trauma jalan nafas, salah letak dari ETT, dan tidak berfungsinya ETT.
LMA adalah suatu alat bantu jalan napas yang ditempatkan di hipofaring berupa balon yang jika
dikembangkan akan membuat daerah sekitar laring tersekat sehingga memudahkan ventilasi spontan
maupun 14 ventilasi tekanan positif tanpa penetrasi ke laring atau esophagus. Alasan tehnik LMA tidak
digunakan pada kasus ini adalah karena memiliki beberpa komplikasi yang bisa terjadi tiba-tiba dan
menawarkan suatu penerapan lebih luas daripada teknik anestesi spinal. Blok
bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar tengkorak dan di bawah selaput
sacrococcigeal. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm di bagian posterior kedalaman maksimal pada
daerah lumbal. Anestesi epidural dapat dilakukan pada level lumbal, torakal, dan servikal. Teknik
epidural digunakan secara luas pada anestesi, analgesi persalinan, pengelolaan nyeri paska operasi
dan pengelolaan nyeri kronis. Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar
saraf spinal yang terletak di bagian lateral. Awal kerja analgesi epidural lebih lambat dibanding
yang lama dan penekanan saraf pusat pada bayi, serta muntah pada ibu.
3) Blok dapat disesuaikan guna memberikan analgesi yang cukup pada persalinan operatif
rencana tindakan SCTP. Tetapi pada kasus ini tidak digunakan karena tidak tersedia di kota palu.
Anestsi spinal atau subarachnoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal. Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis obat yang
digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intra abdomen, lengkung
tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan pertama, dan penyebaran
obat.
Pada pasien ini dilakukan tehnik anestesi SAB karena adanya beberapa factor yang
dipertimbangkan yaitu :
- Merupakan indikasi dari SAB : pembedahan tungkai bawah, pembedahan obstetric dan
- Mula kerja dan masa pulihnya cepat, relative lebih mudah, simple dan kualitas blok
motoric dan sensorik yang baik. (jurnal komplikasi anestesi-volume 2 nomor 3, agustus
2015).
- Pada spinal anestesi SAB, pasien tetap sadar dan bisa melihat lahirnya buah hati.
Anestesi /Sub Arachnoid Blok adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat
anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan anagesi setinggi dermatom tertentu dan
relaksasi otot rangka. Spinal merupakan injeksi agen anestesi ke dalam ruang intratekal, secara langsung
ke dalam cairan cerebrospinalis sekitar region lumbal di bawah 1 atau 2 dimana modula spinalis berakhir.
Anestsi spinal atau subarachnoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal. Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek
vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intra abdomen, lengkung tulang belakang, operasi
tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan pertama, dan penyebaran obat.
Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi rendah lokasi penyuntikkan, untuk
mendapatkan blokade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas, dan hal ini tergantung banyak
faktor, anatar lain posisi pasien selama dan setelah penyuntikkan, barisitas dan berat jenis obat. Berat
jenis obat lokal anestesi dapatdiubah-ubah dengan mengganti komposisinya, hiperbarik diartikan bahwa
obat lokal anestesi mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada berat jenis cairan secebrospinal, yaitu
dengan menambahkan larutan glukosa, namun apabila ditambahkan NaCl atau aquadest akan menajdi
hipobarik.
Secara antomis dipilih segmen L2 kebawah pada permukaan oleh kerna ujung bawah daripada
medulla spinalis setinggi L2 dan ruang intersegmental lumbal ini relative lebih besar dan datar
dibangdingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi intersapce ini dicari dengan cara menghubungkan
crista iliaca kiri dan kanan, maka titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus
Sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan adanya kontra indikasi untuk
dilakukannya tehnik anestesi SAB. Adapun kontraindikasi tehnik Anestesi SAB adalah :
Pada pasien ini, untuk obat anestesinya sendiri diberikan obat Bupivacaine 10 mg
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-
mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan
disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 1963 15. Secara komersial bupivakain
tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada
motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah.
Mengenai lama kerja anestetik ditentukan oleh kecepatan absorbsi sistemiknya, jenis anestesi
lokal, besarnya dosis, vasokonstriktor dan penyebaran anestesi lokal. Semakin tinggi daya ikat protein
terhadap reseptor semakin panjang lama kerjanya. Dikatakan bahwa lama kerja blokade sensorik dan
motorik bupivakain hiperbarik lebih panjang dibandingkan dengan bupivakain isobarik. Sedangkan
penelitian menemukan fakta yang berlainan yaitu pada 20 sampel yang mendapatkan anestesi spinal
dengan bupivakain 0,5% 10 mg hiperbarik mempunyai lama kerja blokade sensorik dan motorik 2 kali
dan motorik 2 kali lebih panjang dibandingkan bupivakain 0,5% hiperbarik. Pemberian bupivakain 0,5%
isobarik 15 mg telah dilaporkan dapat menghasilkan efek spinal blok anestesi yang lebih cepat jika
dibandingkan dengan pemberian bupivakain 0,5% 15 mg hiperbarik. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi hasil ini antara lain: umur, tinggi badan, anatomi batang spinal, tehnik injeksi, volume
Cerebro Spinal Fluid (CSF), density CSF dan baricity obat anesthesi, posisi pasien, dosis serta volume
obat anestesi. Bupivakain 0,5% isobarik diberikan secara injeksi akan bercampur dengan CSF (paling
sedikit 1:1), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat blockade neural meliputi tingkat injeksi,
tinggi badan dan anatomi kolumna vertebralis, Sedangkan bupivakain 0,5% hiperbarik dapat diberikan
tergantung dari area spinal (secara normal T4-T8 dalam posisi telentang).15
Pada tehnik diatas bupivacaine dikombinasikan dengan fenthanyl, dimana kita tau
Penambahan opioid intratekal pada anestesi lokal dianggap meningkatkan kualitas anestesia dan
analgesia. Opioid intratekal secara selektif menurunkan input afferen nosiseptif dari serabut αδ dan serat
C (C fiber) sehingga sinyal nyeri tidak terjadi. Penggunaan opioid lipofilik seperti fentanyl dan sufentanil
mempercepat mula kerja serta durasi kerja anestesi. Mekanisme ini dipercaya didasarkan atas adanya
reseptor opioid di medula spinalis dan mekanisme ini disebut sebagai supraspinal analgesia. Fentanyl
adalah opioid dengan sedikit larut lemak yang sering ditambahkan ke anestesi lokal. Fentanyl
menimbulkan analgesia setelah disuntikan intratekal hanya dengan dosis 10 µg (Hadzic A, 2017;
Butterworth et al.,
2018).
Penambahan fentanyl pada anestesi lokal untuk anestesi spinal memunculkan efek sinergis antara
anestesi lokal dan fentanyl dengan dampak analgesia viseral dan somatic tanpa meningkatkan blokade
simpatik. Sebagai tambahan, penambahan fentanyl menurunkan barisitas dan mungkin akan
mempengaruhi distribusi di CSF. Jadi dosis efektif fentanyl yang dapat ditambahkan ke obat anestesi
µg.
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai
penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk
menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan
menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang
persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik
narkotika15.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek
samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat
menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah
efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum
pengobatan dihentikan.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB) meningkatkan
kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia pascaoperasi. Durasi biasa pada efek
analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis
injeksi Fentanyl 12,5 µg menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek
Pada saat setelah pemberian Bupivacain dan fenthanyl, terjadi penurunan tekanan
darah (Hipotensi) pada pasien ini. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal sering terjadi.
Biasanya terjadinya pada 10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap
10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 2 menit selama periode ini.
Jika tekanan darah sistolik turun dibawah 75 mmHg (10 kPa), atau terdapat gejala-gejala penurunan
tekanan darah, maka kita harus bertindak cepat untuk menghindari cedera pada ginjal, jantung dan otak.
Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi.
Sehingga untuk mengatasi komplikasi dari bupivacaine itu sendiri, pasien diberikan injeksi efedrin
sebanyak 10 mg. Efedrin merupakan obat yang masuk dalam jenis obat emergensi yang memiliki fungsi
meningkatkan tekanan darah pasien akibat dari efek samping obat anestesi lainnya saat operasi
berlangsung. Dimana untuk penggunannya sendiri efedrin biasanya diencerkan dalam NaCL 0.9% dalam
Pada pasien ini sempat diberikan tramadol untuk obat analgesiknya. Tramadol
merupakan sintesis analgesik opioid yang memiliki fungsi sebagai analgesik sentral dan penghilang rasa
- cyclohexanol hydrochloride. senyawa ini tersedia dalam bentuk kristal berwarna putih , pahit, dan tidak
berbau. Untuk kelarutannya, Tramadol stabil dalam air dan etanol serta memiliki harga pKa 9,14.
Beberapa kelompok dimetilaminometil tramadol adalah nitrogen ring code dan morfin
yang dimetilasi untuk mengikat MOR. Tramadol memiliki efek dual analgesik dimana bertindak secara
sinergis sebagai agonis opioid dan inhibitor reuptake serotonin dan norepinerfin secara monoaminergik.
Tramadol memiliki 2 pusat kiral dan digunakan sebagai campuran rasemat 1 : 1 diastereomer enansiomer,
R, R – enansiomer ([+] – Tramadol) yang merupakan inhibitor reutake serotonin yang palin poten dan
S, S – enansiomer ([-] – Tramadol) yang paling kuat adalah norepinerfin dan inhibitor reuptake
serotonin, sehingga ketika mereka bekerja sama akan meningkatkan aktivitas noradrenegik dan
5. Post operasi
Pada saat setelah selesai dilakukan operasi, ada beberapa hal yang harus kita evaluasi pada pasien
dengan pre-eklamsia berat. Yang perlu kita evaluasi pada pasien PEB post OP adalah :
- Tekanan darah pasien : tekanan darah pasien harus tetap dipantau untuk stabil agar tidak
merusak organ-organ vital pada tubub pasien seperti ginjal, jantung dan organ vital
lainnya.
- Volume urine : volume urin yang dihasilkan oleh pasien harus tetap dipantau untuk
menjaga stabilitas cairan pada tubuh pasien. Ketika volume cairan yang masuk dan cairan
yang keluar dari tubuh pasien tidak balance, berarti perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang selanjutnya untuk mencegah terjadinya kerusakan pada fungsi organ ginjal
pasien.
- Kejang : pada pasien PEB biasanya terjadi kejang. Kejang yang terjadi diakibatkan karena
intoksikasi palsenta pasien sendiri. Maka perlu diperhatikan Riwayat kejang pasien saat
post OP.
- Perdarahan : pada pasien dengan hipertensi, volume perdarahan sangat perlu untuk
diwaspadai karena dapat menyebabkan syok. Salah satu cara untuk mencegah syok adalah
dengan menyediakan stok darah post OP bagi pasien sesuai dengan golongan darahnya
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah melahirkan anak hidup
dari ibu yang menderita pre eklampsia. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia dan
eklampsia.
Solusio Plasenta : Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsy penderita eklampsia
penderita eklampsia.
sampai seminggu dapat terjadi perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal
Edema Paru-Paru
vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia tetapi juga
pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal
lainnya.
Komplikasi Komplikasi lain yang terjadi berupa lidah tergigit dan fraktur karena
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa
- Mula kerja dan masa pulihnya cepat, relative lebih mudah, simple dan kualitas blok
motoric dan sensorik yang baik. (jurnal komplikasi anestesi-volume 2 nomor 3, agustus
2015).
- Pada spinal anestesi SAB, pasien tetap sadar dan bisa melihat lahirnya buah hati.
Daftar Pustaka
1. Sibai B, Dekker G, Kupfe
4. Carty DM, Delles C, Dominiczak AF. Preeclampsia and future maternal health. J Hypertens.
5. Duley L. The global impact of pre-eclampsia and eclampsia. Semin Perinatol. 2009;33:130–137.
Amsterdam, the Netherlands: Academic Press Elsevier; 2009. The placenta in normal pregnancy
Navarro R, Hicks-Gomez JJ. Nitric oxide synthesis inhibition suppresses implantation and
10. Ahmed A. New insights into the etiology of preeclampsia: identification of key elusive factors for
the vascular complications. Thromb Res. 2011;127(Suppl 3):S72–75. [PubMed] [Google Scholar]
11. Ahmed A. New insights into the etiology of preeclampsia: identification of key elusive factors for
the vascular complications. Thromb Res. 2011;127(Suppl 3):S72–75. [PubMed] [Google Scholar]
12. Lalenob DC, Lalenob H.J, et.al, Anathesia Manaement In Severe Pre-Eclampsia With Impendin
Eclampsia. Departemen Anastesioloi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam
14. Stamtiou, G. The Effect of Hyperbaric Versus Isobaric Spinal Bupivacaine on Sensory
and Motor Blockade Post Operative Pain and Analgesic Requiretments for Turp.
Anesthesiology : 43-6
15. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October 20th 2011.
16. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology. Terjemahan Sjabana D, Isbandiati E,
17. https://jurnalanestesiobstetri-indonesia.id/ojs/index.php/Obstetri/article/view/v4i1.59/55