Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI 2

MODUL PENGINDERAAN

Disusun oleh :

Kelompok C1

Syed Muhammad Zulfikar Fikri I11112016

Muthiah Azzahra I11112071

Rizka Ristanti I1011131011

Sundari I1011131012

Jonathan Martino Samosir Pakpahan I1011131015

Atika I1011131018

RR. Syarifah Rafiqah Sri W.A I1011131021

Muhammad Ihsanuddin I1011131025

Meliani Fransiska Andita I1011131031

Asjat Gapur I1011131035

Melvy Purwanti I1011131038

Rina Rostiana I1011131039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Telinga terdiri dari tiga bagian yakni telinga luar, tengah dan dalam. Bagian luar dan
tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi
cairan, untuk memperkuat energi suara dalam proses tersebut. Telinga dalam berisi
dua sistem sensorik yang berbeda, yakni koklea yang mengandung reseptor-reseptor
untuk mengubah gelombang suara menjadi implus-implus saraf sehingga kita dapat
mendengar; dan aparatus vestibularis, yang penting untuk sensasi keseimbangan.1
Aparatus vestibular, merupakan organ sensoris untuk mendeteksi sensasi
keseimbangan. Alat ini terbungkus dalam suatu sistem tabung tulang dan ruangan
ruangan yang terletak dalam bagian petrosus (bagian seperti batu, bagian keras) dari
tulang temporal, yang disebut labirin tulang. Di dalam sistem ini terdapat tabung
membran dan ruangan yang disebut labirin membranosa, yang merupakan bagian
fungsional aparatus vestibular. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur di
dalam bagian terowongan tulang temporal dekat koklea-kanalis semisirkularis dan
organ otolit, yaitu unikulus dan sakulus. Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan
posisi dan gerakan kepala. Dalam setiap aparatus vestibular terdapat tiga buah kanalis
semisirkularis, dikenal sebagai kanalis semisirkularis anterior, posterior dan lateral
(horizontal), yang tersusun tegak lurus satu sama lain.2
Pada ujung akhir setiap kanalis semisirkuklaris terdapat pembesaran yang disebut
ampula, dan kanalis. Ampula ini terisi cairan yang disebut endolimfe. Pada setiap
ampula terdapat tonjolan kecil yang disebut Krista ampularis. Pada puncak Krista
terdapat jaringan longgar massa gelatinosa, yang disebut kupula. Kedalam kupula
terdapat ratusan penjuluran silia dari sel-sel rambut yang terletak pada sepanjang
Krista ampularis.2
Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi kepala rotasional atau angular,
misalnya ketika kita mulai atau berhenti berputar, jungkir-balik, atau menengok. Masing-
masing telinga mengandung tiga kanalis semisirkularis yang tersusun dalam bidang tiga
dimensi yang tegak lurus satu sama lain. Sel-sel rambut reseptif masing-masing kanalis
semisirkularis terletak di atas suatu bubungan yang terletak di ampula suatu pembesaran di
dasar kanalis. Rambut-rambut terbenam di dalam lapisan gelatinosa di atasnya, kupula, yang
menonjol kedalam endolimfe di dalam ampula. Kupula bergoyang sesuai arah gerakan cairan,
seperti rumput laut yang miring kearah gelombang laut.1
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di
tempatkan di berbagai posisi.Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu
keseimbanganstatis :kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap
(sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan keseimbangan); keseimbangan
dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak. 1

1.2 Tujuan
1. Memahami peran alat vestibuler dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh.
2. Mendemonstrasikan pengaruh aliran endolimfe pada krista ampularis dengan
menggunakan model kanalis semisirkularis
3. Memahami peran alat vestibuler dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh
4. Menerangkan pengaruh percepatan sudut serta cara mendemonstrasikannya
dengan OP yang diputar di atas kursi Barany terhadap terjadinya nistagmus.
5. Mendemonstrasikan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan
tubuh dengan menggunakan kursi Barany
6. Menerangkan pengaruh percepatan sudut serta cara mendemonstrasikannya
terhadap kejadian penyimpangan penunjukan.
7. Untuk mengidentifikasikan pengaruh perubahan kecepatan terhadap posisi
terhadap sensasi OP.
8. Memahami dasar-dasar 3 cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan
garpu tala (penala) dan interpretasinya

BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan bahan


1. Tongkat atau statif yang panjang
2. Kursi Barany
3. Penala berfrekuensi 512 Hz
4. Kapas
5. Stopwatch

2.2 Cara kerja


2.2.1 Model kanalis semisirkularis
1. Pelajari pengaruh berbagai kedudukan kepala terhadap posisi setiap
kanalis semisirkularis.
2. Pelajari pengaruh pemutaran terhadap aliran endolimfe dan perubahan
posisi krista ampularis.

2.2.2 Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis


1. Instruksikan orang percobaan (OP), dengan mata tertutup dan kepala
ditundukkan 30º, berputar sambil berpegangan pada tongkat atau statif,
menurut arah jarum jam sebanyak 10 kali dalam 30 detik.
2. Instruksikan OP untuk berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan
lurus ke depan.
3. Perhatikan apa yang terjadi.
4. Ulangi percobaan nomor 1-3 dengan berputar menurut arah yang
berlawanan dengan jarum jam.

2.2.3 Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadp


keseimbangan badan
1. Instruksikan OP untuk berjalan mengikuti suatu garis lurus di lantai
dengan mata terbuka dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa.
Perhatikan jalannya dan tanyakan apakah ia mengalami kesulitan dalam
mengikuti garis lurus tersebut.
2. Ulangi percobaan nomor 1 dengan mata tertutup.
3. Ulangi percobaan nomor 1 dan 2 dengan:
a. kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
b. kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan.

2.2.4 Percobaan dengan kursi barany


A. Nistagmus
1. Perintahkan OP duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya
memegang erat lengan kursi.
2. Perintahkan OP memejamkan kedua matanya dan menundukkan
kepalanya 30 ke depan.
3. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa
sentakan.
4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba.
5. Perintahkan OP untuk membuka mata dan melihat jauh ke depan.
6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan
komponen cepat nistagmus tersebut.

B. Tes penyimpangan penunjukan


1. Perintahkan OP duduk tegak di kursi Barany dan memejamkan kedua
matanya.
2. Pemeriksa berdiri tepat di depan kursi Barany sambil mengulurkan
tangan kirinya ke arah OP.
3. Perintahkan OP meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat
menyentuh jari tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. Perintahkan OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian
dengan cepat menurunkannyakembali sehingga menyentuh jari
pemeriksa lagi.Tindakan #1 s/d #4 merupakan persiapan untuk tes yang
sesungguhnya, sebagai berikut:
5. Perintahkan OP dengan kedua tangannya memegang erat lengan kursi.
OP menundukkan kepala 30 ke depan.
6. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa
sentakan.
7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikan dengan tiba-tiba, dan
instruksikan OP untuk menegakkan kepalanya dan melakukan tes
penyimpangan penunjukan seperti telah disebutkan di atas (langkah #1
sampai #4).
8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukan oleh OP. Bila
terjadi penyimpangan, tetapkanlah arah penyimpangannya. Teruskan
tes tersebut sampai OP tidak salah lagi menyentuh jari
tanganpemeriksa.

C. Tes jatuh
1. Perintahkan OP duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya
memegang erat lengan kursi!
2. Tutup kedua matanya dengan saputangan dan tundukkan kepala dan
bungkukkan badannya ke depan sehingga posisi kepala membentuk
sudut 120 dengan sumbu tegak.
3. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa
sentakan.
4. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba.
Instruksikan OP untuk menegakkan kembali kepala dan badannya.
5. Perhatikan ke mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP itu ke
mana rasanya ia akan jatuh.
6. Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada OP lain dengan
a. Memiringkan kepala ke arah bahu kanan sehingga kepala miring
90o terhadap posisi normal.
b. Memiringkan kepala ke arah bahu kiri sehingga kepala miring 90o
terhadap posisi normal.
c. Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60o
terhadap posisi normal.
7. Hubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran
endolimfe pada kanalis semisirkularis yang terangsang.

D. Sensai (kesan)
1. Gunakan OP yang lain.
2. Perintahkan OP duduk di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya
dengan saputangan.
3. Putar kursi tersebut ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur
bertambah dan kemudian kurangi kecepatan putarannya secara
berangsur-angsur pula sampai berhenti.
4. Tanyakan kepada OP arah perasaan berputar:
a. sewaktu kecepatan putar masih bertambah
b. sewaktu kecepatan putar menetap
c. sewaktu kecepatan putar dikurangi
d. segera setelah kursi dihentikan
5. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan
berputar yang dirasakan oleh OP.

2.2.5 Peran mata dan propriosepsi dalam keseimbangan


1. Berdiri dengan 1 kaki selama 2 menit, tangan terbentang ke kanan dan kiri
(tidak boleh berpegangan atau bertumpu pada benda lain di sekitar.
2. Catat apa yang terjadi pada OP.
3. Istirahat 1 menit.
4. Lakukan lagi percobaan seperti langkah 1 tetapi dengan kedua mata
tertutup
5. Catat apa yang terjadi pada OP.

2.2.6 Binaural localization of sound


1. With both eyes closed, the subject is asked to locate the source of a sound
(e.g., a vibrating tuning fork).
2. The vibrating tuning fork is placed at various positions (front, back, and
sides about a foot from the subject’s head), and the subject is asked to
describe the location of the tuning fork.
3. Repeat the above procedures with one of the subject’s ears plugged.

2.2.7 Pemeriksaan fungsi pendengaran dengan garputala


A. Tes rinne
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz (lihat Gambar 2) dengan cara
memukulkan salah satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan
memukulkannya pada benda keras.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu
telinga OP. Tangan pemeriksa tidak boleh menyentuh jari-jari penala.
3. Tanyakan kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung
di telinga yang diperiksa. Bila mendengar, OP disuruh mengacungkan
jari telunjuk. Begitu tidak mendengar lagi, jari telunjuk diturunkan.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari prosesus mastoideus
OP dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya ke
depan liang telinga OP. Tanyakan apakah OP mendengar dengungan
itu.
5. Catat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut:
Rinne Positif (+) : Bila OP masih mendengar dengungan melalui
hantaran aerotimpanal.
Rinne Negatif () : Bila OP tidak lagi mendengar dengungan melalui
hantaran aerotimpanal.

B. Tes weber
1. Getarkan penala yang berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan
salah satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya
pada benda keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada dahi OP di garis median.
3. Tanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala
sama kuat di kedua telinganya atau terjadi lateralisasi?
4. Pada OP yang tidak mengalami lateralisasi, Saudara dapat mencoba
menimbulkan lateralisasi buatan dengan menutup salah satu telinga OP
dengan kapas dan mengulangi pemeriksaannya.

C. Tes schwabach
1. Getarkan penala berfrekuensi 512 Hz dengan cara memukulkan salah
satu ujung jari penala ke telapak tangan. Jangan memukulkannya pada
benda keras.
2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu
telinga OP.
3. Instruksikan OP untuk mengacungkan jarinya pada saat dengungan
bunyi menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari
prosesus mastoideus OP ke prosesus mastoideus sendiri. Bila
dengungan penala masih dapat didengar oleh si pemeriksa, maka hasil
pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMENDEK.
Catatan: pada pemeriksaan menurut Schwabach, telinga pemeriksa
dianggap normal.
5. Apabila dengungan penala yang telah dinyatakan berhenti oleh OP,
juga tidak terdengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin
SCHWABACH NORMAL atau SCHWABACH MEMANJANG.
Untuk memastikan, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
 Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan
ke prosesus mastoideus pemeriksa sampai tidak terdengar lagi
dengungan.
 Kemudian, ujung tangkai penala segera ditekankan ke prosesus
mastoideus OP.
 Bila dengungan masih dapat didengar oleh OP, hasil
pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMANJANG.
 Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa,
juga tidak dapat didengar oleh OP maka hasil pemeriksaan
ialah SCHWABACH NORMAL.
BAB III

HASIL

3.1 Model kanalis semisirkularis


Semua gerakan yang dilakukan oleh OP berupa memiringkan kepala ke kanan
dan ke kiri, memutar kepala ke kanan dan ke kiri, menundukkan kepala dan
menengadahkan kepala. Kemudian OP juga melakukan putaran beberapa kali
sehingga menyebabkan OP merasa pusing.

3.2 Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis


Pada OP yang dengan mata tertutup kepalanya ditundukkan 30 o dan berputar searah
jarum jam kemudian membuka mata dan berjalan lurus ke depan, tampak OP
mengalami deviasi ke arah kanan saat berjalan. Jika dengan kondisi tersebut arah
putaran dibalik (berlawanan dengan arah jarum jam) maka OP akan mengalami
deviasi ke kiri pada saat berjalan.

3.3 Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan
badan
1. Probandus 1 (Laki-laki)
a. Mata terbuka dengan kepala dan badan dalam sikap biasa OP mampu
mengikuti garis yang ada tanpa adanya kesulitan
b. Mata tertutup dengan kepala dan badan dalam sikap biasaOP sudah
tidak bisa mengikuti garis yang ada, keseimbangannya terganggu
c. Mata terbuka dengan kepala dimiringkan dengan kuat kekiriOP
dapat berjalanl urus
d. Mata tetutup dengan kepala dimiringkan dengan kuat kekiri  OP
mulai menunjukkan ketidakseimbangan sehingga lebih cenderung
berjalan kearah kiri
e. Mata terbuka dengan kepala dimiringkan dengan kuat kekanan  OP
masih dapat berjalan lurus
f. Mata tertutup dengan kepala dimiringkan dengan kuat kekanan OP
mulai menunjukkan ketidakseimbangan sehingga lebih cenderung
berjalan kearah kanan
2. Probandus 2 (perempuan)
a. Mata terbuka dengan kepala dan badan dalam sikap biasa  OP
mampu mengikuti garis yang ada tanpa adanya kesulitan
b. Mata tertutup dengan kepala dan badan dalam sikap biasa OP dapat
berjalan lurus
c. Mata terbuka dengan kepala dimiringkan dengan kuat kekiriOP
dapat berjalan lurus
d. Mata tetutup dengan kepala dimiringkan dengan kuat kekiri  OP
mulai menunjukkan ketidakseimbangan pada langkah pertama, namun
dapat berjalan lurus pada langkah selanjutnya
e. Mata terbuka dengan kepala dimiringkan dengan kuat kekanan  OP
masih dapat berjalan lurus
f. Mata tertutup dengan kepala dimiringkan dengan kuat kekanan OP
mulai menunjukkan ketidakseimbangan pada langkah pertama, namun
dapat berjalan lurus pada langkah selanjutnya

3.4 Percobaan dengan kursi barany


1. Nistagmus dan Tes Jatuh

Posisi kepala Jenis dan arah Gerakan


nistagmus kompensasi
30 ke depan bergerak Kanan
60 ke depan bergerak Kiri
120 ke depan Bergerak Kanan
Miring 90 ke bahu Bergerak Tidak jatuh
kanan
Miring 90 ke bahu Bergerak Kiri
kiri

2. Penyimpangan arah penunjukan


Saat putaran dihentikan dan mata OP dibuka, OP tidak dapat menyentuh tangan
pemeriksa didepannya. Namun setelah beberapa saat OP sudah bisa menyentuh
tangan pemeriksa.
3. Kesan (sensasi)
OP merasa pandangannya berputar dan saat akan berdiri seketika terjatuh dan
terduduk dilantai, arah jatuh ke sebelah kiri, OP bisa menyampaikan apa yang
dirasakannya saat dilakukannya variasi putaran, pada saat baru diputar OP
mengatakan ia diputaran ke arah kanan dan pada kondisi putaran konstan OP tidak
bisa menebak arah putaran yang terjadi, namun pada saat kursi di hentikan, OP
tidak merasakan sensasi arah selain itu yang dirasakannya setelah putaran
dihentikan hanya pusing dan keseimbangannya hilang hingga menyebabkannya
tidak mampu berdiri dan terjatuh ke arah kiri.

3.5 Peran mata dan propriosepsi dalam keseimbangan


1. Probandus 1 (laki-laki)
a. Percobaan 1 : saat probandus berdiri dengan 1 kaki selama 2 menit, tangan
terbentang ke kanan dan kiri diperoleh hasil keadaan seimbang dari
probandus.
b. Istirahat 1 menit
c. Percobaan 2 : melakukan percobaan seperti langkah 1 tetapi dengan kedua
mata tertutup diperoleh hasil berupa keadaan tidak seimbang dan probandus
melakukan gerakan diluar perintah namun masih berdiri dengan satu kaki.
2. Probandus 2 (perempuan)
a. Percobaan 1 : saat probandus berdiri dengan 1 kaki selama 2 menit, tangan
terbentang ke kanan dan kiri diperoleh hasil keadaan seimbang dari
probandus.
b. Istirahat 1 menit
c. Percobaan 2 : melakukan percobaan seperti langkah 1 tetapi dengan kedua
mata tertutup diperoleh hasil berupa keadaan tidak seimbang dan probandus
melakukan gerakan diluar perintah namun masih berdiri dengan satu kaki.
3.6 Binaural localization of sound

Probandus Arah
Depan Belakang Kiri Kanan
Laki-laki Dapat Dapat Tidak dapat Dapat
menentukan menentukan menentukan menentukan
arah suara arah suara arah suara arah suara
Perempuan Dapat Dapat Dapat Dapat
menentukan menentukan menentukan menentukan
arah suara arah suara arah suara arah suara

3.7 Pemeriksaan fungsi pendengaran

Probandus Rinne Weber Schwabach


Laki-laki + Tidak lateralisasi Normal
Perempuan + Tidak lateralisasi Normal
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Model kanalis semisirkularis


Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di
sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibular di labirin, organ
visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan
diolah di sistem saraf pusat sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat
itu. Pada kondisi normal reseptor keseimbangan pada kanalis semisirkularis dan
vestibule dikenal sebagai apparatus vestibular, mengirim sinyal ke otak dan untuk
memulai refleks diperlukan perubahan yang sederhana.1
Kanalis semisirkularis berperan dalam mendeteksi akselerasi atau deselerasi
kepala rotasional atau angular. Masing-masing telinga mengandung tiga kanalis
semisirkularis yang tersusun dalam bidang tiga dimensi yan tegak lurus satu sama
lainnya. Akselerasi atau deselerasi sewaktu rotasi kepala dalam arah apapun
menyebabkan gerakan endolimfe paling tidak pada salah satu kanalis semisirkularis,
karena susunan tiga dimensi ketiganya. Ketika kepala digerakkan, tulang kanalis dan
sel-sel rambut yang terbenam di dalam kupula bergerak bersama dengan kepala.1
Cairan di dalam kanalis tidak melekat pada tengkorak, sehingga cairan kanalis
ini tidak bergerak searah dengan rotasi kepala tetapi tertinggal dibelakang akibat
adanya inersia. Inersia atau kelembaman ini memiliki arti bahwa benda yang diam
akan tetap diam, dan benda yang sedang bergerak akan terus bergerak kea rah yang
sama kecuali benda tersebut mendapat gaya luar yang menyebabkan perubahan.
Ketika endolimfe tertinggal di belakang saat memutar kepala, cairan dalam bidang
yang sama dengan arah gerakan pada hakikatnya bergeser dalam arah berlawanan
dengan gerakan. Gerakan cairan ini menyebabkan kupula miring dalam arah
berlawanan dengan gerakan kepala, menekuk rambut-rambut sensoris yang terbenam
didalamnya. 1
Jika gerakan kepala berlanjut dengan kecepatan dan arah yang sama, maka
endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala sehingga rambut-
rambut tersebut kembali keposisnya yang tidak melengkung. Ketika kepala melambat
dan berhenti, terjadi situasi yang terbalik. Endolimfe sesaat melanjutkan gerakan
kearah rotasi sementara kepala anda melambat untuk berhenti. Akibatnya kupula dan
rambut-rambutnya secara transien melengkung kea rah putaran sebelumnya, yaitu
berlawanan dengan arah lengkung mereka sewaktu akselerasi.1
Jika kepala dimiringkan, maka rambut-rambut akan menekuk sesuai arah
kemiringan karena gaya gravitasi yang mengenai lapisan gelatinosa. Rambut utrikulus
juga bergerak oleh setiap perubahan pada gerakan linier horizontal. Contohnya ketika
kita berjalan maju, membrane otolit mula-mula tertinggal di belakang endolimfe dan
sel rambut karena inersianya yang lebih besar. Karena itu rambut akan bergerak
berlamwanan, namun jika kecepatan langkah dipertahankan maka lapisan gelatinosa
tersebut segera menyamai dan bergerk dengan kecepatan yang sama.1
4.2 Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis
Kepala OP ditundukan 30o kedepan agar cairan endolimfe masuk ke kanalis
anterior dan kanalis semisirkularis lateralis berada pada bidang horizontal. Dalam
keadaan ini sumbu kanalis semisirkularis horizontal menjadi poros rotasi. Akibatnya,
sesudah dilakukan pemutaran kearah kanan OP menjadi berjalan dengan deviasi
kekanan pada waktu OP diminta untuk berjalan lurus. Hal ini timbul karena setelah
dihentikan pemutaran kepala akan melekuk searah dengan putaran (kekanan)
sehingga OP akan berjalan kearah kanan.3

Pertanyaan:
1. Apa maksud menundukkan kepala OP 30o kedepan?
Jawaban: Kepala OP ditundukan 30o ke depan agar cairan endolimfe masuk ke
kanalis anterior dan kanalis semisirkularis lateralis berada pada bidang horizontal.
Dalam keadaan ini sumbu kanalis semisirkularis horizontal menjadi poros rotasi.
Akibatnya, sesudah dilakukan pemutaran ke arah kanan OP menjadi berjalan
dengan deviasi ke kanan pada waktu OP diminta untuk berjalan lurus. Hal timbul
karena setelah dihentikan pemutaran kepala akan melekuk searah dengan putaran
(ke kanan) sehingga OP akan berjalan ke arah kanan.
2. a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada OP ketika berjalan lurus ke
depan setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam?
Jawaban: Keseimbangan pasien dalam berjalan akan berkurang dan pada saat
berjalan pasien tampak akan berdeviasi ke arah kanan.
b. Bagaimana penjelasannya?
Jawaban: Saat dilakukan gerakan pertama kali aliran endolimfe bergerak
berlawanan arah dengan arah putaran sedangkan setelah rotasi dihentikan aliran
endolimfe bergerak searah dengan putaran. Gerakan endolimfe akan
menyebabkan penekukan kupula ke kanan. Keadaan ini menyebabkan OP
mengalami ketidakseimbangan berupa deviasi ke kanan ketika diminta untuk
berjalan lurus ke depan.

4.3 Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan
badan
Bila kepala di miringkan terjadi perangsangan asimetris pada reseptor
proprioseptif di otot leher dan alat vestibuler yang menyebabkan tonus yang asimetris
pula pada otot-otot ekstrimitas.Dalam keadaan seperti di atas mata yang terbuka
berusaha untuk mempertahankan sikap badan yang seimbang sebagai kompensasi.
Bila mata ditutup ketidakseimbangan ini akan lebih jelas.4
Hal di atas dipengaruhi oleh4:
1. Proprioseptif leher4
Apparatus vestibular hanya mendeteksi orientasi dan gerakan kepala. Oleh
karena itu, pada prinsip nya pusat-pusat saraf juga menerima informasi
yang sesuai mengenai orientasi kepala sehubungan dengan keadaan tubuh.
Bila kepala condong kesalah satu sisi akibat menekuknya leher, impuls
yang berasal proprioseptif leher dapat mencegah sinyal yang terbentuk di
dalam apparatus vestibular mencetuskan rasa ketidak seimbangan pada
seseorang.
2. Informasi proprioseptif dan eksteroseptif dari bagian-bagian tubuh
lainnya.4
Informasi proprioseptif yang berasal dari bagian tubuh selain leher juga
penting untuk menjaga keseimbangan.
Pertanyaan:

3. Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap


keseimbangan badan?
Jawaban: pengaruhnya adalah saat kepala dimiringkan, maka mata akan ikut
miring kearah miringnya kepala. Mata akan membantu agar tetap fokus pada
titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh
selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan memegang peran
penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan
tempat kita berada.

4.4 Percobaan dengan kursi barany


a. Nistagmus
Nistagmus adalah gerakan menyentak khas pada mata yang tampak pada awal
dan akhir periode rotasi. Gerakan ini sebenarnya merupakan refleks untuk
mempertahankan fiksasi penglihatan di titik-titik yang diam dimana tubuh
bergerak.1
Sewaktu rotasi dimulai, mata bergerak lambat dalam arah berlawanan dengan
arah rotasi, untuk mempertahankan fiksasi penglihatan (refleks vestibulo-okular,
VOR). Komponen lambat dicetuskan oleh impuls dari labirin, sedangkan
komponen cepat dicetuskan oleh pusat di batang otak. 1
Arah gerakan mata pada nistagmus dinyatakan oleh arah komponen cepat.
Arah komponen cepat pada saat rotasi sama dengan arah rotasi, namun arah
komponen cepat nistagmus pascarotasi seperti yang dilakukan pada praktikum,
berlawanan arah. Sehingga komponen cepat mata mengarah ke kiri dan komponen
lambat mata mengarah ke kanan (rotasi dilakukan ke arah kanan). Hal ini dapat
terjadi karena adanya VOR untuk menstabilkan gambar pada retina selama kepala
digerakkan dengan memproduksi gerakan mata ke arah yang berlawanan dengan
gerakan kepala, sehingga mempertahankan gambar untuk tetap berada di pusat
bidang visual.1

Pertanyaan:
4. Apa yang dimaksud nistagmus pemutran dan nistagmus pasca
pemutaran?
Jawaban: nistagumus pemutaran adalah gerakan involunter searah rotasi
ketika rotasi sedang berlangsung. Sedangkan nistagmus pascapemutaran
adalah bila nistagmus komponen cepat berlawanan arah dengan arah rotasi
saat rotasi telah dihentikan.

b. Tes penyimpangan penunjukan (past pointing test of barany)


Pada OP terjadi nistagmus dan OP masih bisa menunjuk dengan deviasi
kearah kanan. Saat mata OP dalam keadaan tertutup, terdapat koordinasi yang
salah dari OP karena sensasi putaran yang dialaminya. Namun setelah mata
dibuka, OP dapat menyentuh jari tangan yang sebernarnya bisa dilakukan dengan
tepat. Deviasi dari tes dapat terjadi namun belum tentu karena kelainan, namun
karena koordinasi yang salah.4
Pertanyaan:
5. Bagaimana penjelasan terjadinya penyimpangan penunjukan?
Jawaban: penyimpangan penunjukan kearah kiri yang terjadi setelah OP
diputar ke kanan bukan suatu refleks, tetapi merupakan tindakan
berdasarkan keinginan. Saat mata OP dalam keadaan tertutup, terdapat
koordinasi yang salah dari OP karena sensasi perputaran yang dialaminya.
Namun, setelah mata dibuka, OP dapat menyentuh jari tangan dengan
tepat.

c. Tes jatuh
Pada saat posisi kepala direbahkan pada posisi 60 o kebelakang dan diputar
kekanan menyebabkan kanalis semisirkularis posterior terletak dalam posisi
horizontal. Ketika kepala diputar kekanan, Endolimfe yang berada di dalam
kanalis semisirkularis posterior ikut bergerak pada pemutaran maksimal. Pada saat
kanalis semisirkularis superior mulai diputar kekanan, endolimfe yang berada di
dalam kanalis semisirkularis posterior tertinggal sehingga krista ampularis
posterior bergerak kearah yang berlawanan dari arah gerak putar. Kemudian
setelah beberapa saat berputar stabil. Endolimfe mengikuti arah gerak putaran.
Saat dihentikan, endolimfe dalam kanalis semisirkuris masih bergerak kearah
gerak putar, sedangkan kanalisnya sudah berhenti berputar. Sehingga krista
ampularis bergerak kearah yang berlawanan dengan arah gerak pertamanya tadi,
yaitu kearah kanan. Akibatnya OP masih bergerak kekanan dan merasa akan jatuh
kekanan. Otomatis tubuh akan bergerak mengompensasi hal tersebut dengan
menjatuhkan tubuh kearah kiri.1
Pertanyaan:
6. Apa yang dimaksud dengan kepala OP menunduk pada sudut 120 o
kearah depan?
Pada saat kepala menunduk pada sudut 120 o dan diputa rkekanan
menyebabkan kanalis semisirkularis posterior terletak dalam bidang
horizontal sehingga saat diputar kekanan, menyebabkan endolimfe dalam
kanalis semisirkularis posterior ikut bergerak pada putaran maksimal.
Endolimfe dalam kanalis semisirkularis posterior tertinggal sehingga krista
ampularis bergerak kearah berlawanan dengan arah berputararah putar.
Kemudian apabila berputar stabil menyebabkan endolimfe bergerak
mengikuti arah putaran, endolimfe dalam kanalis tersebut masih berputar
sehingga krista ampularis bergerak kearah yang berlawanan dengan arah
pertamanya yaitu kearah kanan. Akibatnya OP masih bergerak kekanan
dan merasa akan jatuh kekanan. Otomatis tubuh bergerak mengompensesi
hal tersebut dengan menjatuhkan diri atau mencondongkan tubuh kearah
kiri.
7. Apa maksud tindakan seperti tersebut pada langkah #6a dan #6b?
Jelaskan!
Jawaban: pada saat kepala dimiringkan 90o kebahu kanan dan diputar
kekanan, membuat kanalis semisirkularis superior berada dalam sumbu
mendatar sehingga saat diputar kekanan, endolimfe dalam kanalis
semisirkularis lateral ikut bergerak pada putaran maksimal. Berbeda
dengan percobaan sebelumnya. Karena kepala dimiringkan kekanan. Arah
(kompensasi) putaran endolimfe saat rotasi. Putaran kearah kiri berarti
depan dan kanan berarti kebelakang. Pada mulanya kanalis semisirkularis
diputar kearah kanan, endolimfe dalam kanalis semisirkularis lateral
tertinggal sehingga krista ampularis bergerak kearah yang berlawanan
dengan arah putar. Kemudian setelah beberapa saat berputar stabil,
endolimfe bergerak mengikuti arah putaran. Saat dihentikan, endolimfe
masih berputar mengikuti arah gerak, sedangkan kanalis sudah berhenti
berputar. Sehingga krista ampularis bergerak kearah yang berlawanan
dengan arah gerak pertamanya tadi. Kearah depan. Akibatnya OP masih
merasa bergerak kedepan. Otomatis tubuh bergerak mengompensasi hal
tersebut dengan menahan atau mencondongkan tubuh kearah belakang.
Sedangkan pada posisi kepala dimiringkan 90o kekiri. Berlawanan dengan
arah percobaans ebelumnya. Kompensasi gerakan tubuh juga sebaliknya.
Tubuh akan mengompensasi gerakan tersebut dengan mencondongkannya
kearah depan.

d. Kesan (sensasi)
Perasaan berputar dikarenakan adanya gangguan keseimbangan pada organ
timpani pada telinga. Saat kursi mulai diputar kekanan. Endolimfe akan berputar
kearah sebaliknya, yaitu kekiri. Akibatnya, kepala akan bergerak kekiri, dan OP
akan merasa berputar kekiri. Kemudian, kepala, akan bergerak kekanan searah
dengan putaran kursi sehingga OP akan merasa bergerak kekanan. Saat kecepatan
mulai konstan, kepala dalam posisi tegak sehingga OP akan merasa tidak berputar.
Saat kursi dihentikan, kepala akan bergerak kearah sebaliknya, yaitu kekanan,
sehingga OP masih merasa berputar kekanan, Namun, pada praktikum OP masih
merasa berputar kekanan saat kecepatan konstan dan merasa berputar kekanan dan
kekiri bergantian saat kecepatan putaran dikurangi. Kemudian setelah dihentikan
perasaan pusing berkurang. Dengan adanya sesasi dari arah kanan. Maka reaksi
tubuh pasien bergerak kesebelah kiri. Namun, jika putarannya konstan tidak terasa
berputar dan jika dihentikan mengikuti arah putaran.1

4.5 Peran mata dan propriosepsi dalam keseimbangan


Secara umum keseimbangan dipengaruhi oleh banyak faktor dibawah ini
adalah faktor yang mempengaruhi keseimbangan pada tubuh manusia yaitu2,3:
1. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pad semua benda
baik benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi terdapat pada titik
tengah benda tersebut, fungsi dari Center of gravity adalah untuk
mendistribusikan massa benda secara merata, pada manusia beban tubuh
selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang.2,3
2. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang berada
vertikal melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh
hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan base of
support (bidang tumpu).2,3
3. Bidang tumpu (Base of Support-BOS)
Base of support merupakan bagian tubuh yang berhubungan dengan
permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada dibidang tumpu,
tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya
area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi
stabilitas.2,3
4. Kekuatan otot (Muscle Strength)
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau group otot
menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara
dinamis maupun secaca statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot
yang maksimal.2,3

4.6 Binaural localization of sound


Kemampuan untuk melokalisir arah kedatangan kebisingan, yaitu melokalisasi
arah sumber, tergantung terutama pada perbedaan fase dan intensitas suara yang
diterima oleh kedua telinga. Di atas sekitar 1500 Hz, perbedaan dalam intensitas suara
diterima di dua telinga diproduksi sebagian besar oleh hamburan suara di sekitar
kepala. Kepala ini memberikan bayangan akustik yang mengurangi intensitas di
telinga jauh (far ear). Perbedaan intensitas meningkat dengan frekuensi. Di bawah ini
tentang Hz 1500, mekanisme utama dari lokalisasi adalah perbedaan waktu
kedatangan suara di dua telinga. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam fasa antara
suara di dua telinga. Telinga bergabung membentuk array twoelement. Keakuratan
lokalisasi jauh lebih besar pada bidang horisontal dari pada di. Hal ini karena suara
yang terletak pada bidang vertikal tiba di kedua telinga pada waktu yang hampir
sama, tanpa bayangan dari kepala. Lokalisasi dalam arah horizontal adalah lebih
akurat untuk sumber-sumber di depan pendengar, untuk frekuensi bawah 1500 Hz dan
di atas 2.500 Hz, dan untuk broadband dari pada suara narrowband. Lokalisasi
meningkat ketika pendengar bebas untuk bergerak kepalanya. Meskipun secara
signifikan berkurang, beberapa lokalisasi tetap bahkan dengan satu telinga. Hal ini
diyakini terkait dengan perbedaan dalam pergeseran fase untuk frekuensi yang
berbeda yang dihasilkan oleh kepala dan pinna telinga. Kita melatih otak kita untuk
memahami bagaimana tergantung pada frekuensi pergeseran terkait dengan lokasi
sumber dengan mendengar suara dari sumber dapat kita lihat.5,6,7
Pada sebagian individu hilangnya suatu fungsi alat indera berpengaruh
terhadap ketajaman fungsi alat indera lain. Telinga merupakan organ pendengaran
dan keseimbangan, hilangnya fungsi penglihatan tidak berpengaruh dalam
menentukan arah sumber suara, karena saraf auditori menerima rangsang suara yang
akan di olah oleh Saraf otak stato acustikus dan diterjemahkan berupa sumber suara
dan suatu informasi.5,6,7
Ada dua isyarat yang digunakan untuk suara lokalisasi oleh manusia dan
hewan:
1. Isyarat Monaural
Untuk isyarat mono, Kepala dan bentuk telinga serta batang tubuh
bertindak sebagai arah tergantung filter frekuensi untuk gelombang suara
tiba di gendang telinga. Ini disebut head-related-transfer-function (HRTF)
yang bervariasi antara individu.,5,6,7
2. Isyarat Binaural
Untuk isyarat binaural informasi terbagi dalam dua kategori:
a. PerbedaanWaktu Interaural (ITDs)
Perbedaan waktu Interaural disebabkan oleh propagasi waktu yang
berbeda gelombang suara dari sumber kekedua telinga. Misal sumber
kekiri, gelombang suara akan mencapai telinga kiri sedikit sebelum
mencapai telinga kanan.5,6,7
b. Perbedaan Tingkat Interaural (ILDs)
Perbedaan tingkat Interaural disebabkan oleh akustik "bayangan" dari
kepala. Misal sumber kekiri, gelombang suara akan tiba di telinga kiri
sedikit lebih keras dari pada di telinga kanan.5,6,7

4.7 Pemeriksaan fungsi pendengaran dengan garputala


Test ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dari
nada c dengan frekwensi 2048 Hz,1024 Hz, 512Hz,256 Hz dan 128 Hz. Keuntungan
test garpu tala ialah dapat diperoleh dengan cepat gambaran keadaan pendengaran
penderita. Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi
karena tergantung cara menyentuhkan garpu tala yaitu makin keras sentuhan garpu
tala makin keras pula intensitas yang didengar. Sentuhan garpu tala harus lunak tetapi
masih dapat didengar oleh telinga normal. Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif.
Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber, dan tes
Schwabach.2,3
a. Tes rinne
Tes rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang sehat. Cara melakukan tes Rinne adalah
penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak
terdengar penala dipegang di depan teling kira-kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar
disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif. Pemeriksaan
fungsi pendengaran pada probandus atau op laki-laki dan perempuan didapatkan
hasil tes rinne positif (+). Pada OP dilakukan tes rinne dengan hasil normal
atau positif. Tes Rinne yang positif menandakan bahwa OP memiliki konduksi
udara yang lebih baik dibandingkan dengan konduksi tulangnya. Hal ini
disebabkan olehproses ossikular yang dimiliki oleh sistem pendengaran. Pada saat
suaragarputala diperdengarkan melalui udara, maka daun telinga akan
mengumpulkan suara dan menggetarkan gendang telinga. Gendang telinga
kemudian akan menggetarkan tulang maleus, inkus, stapes, dan tingkap oval.
Tingkap oval memiliki lubang yang jauh lebih kecil dibandingkan
dengan gendang telinga. Hal ini mengakibatkan peningkatan getaran yang
berlipat ganda. Kemudian, terdapat pengaruh lever dari tulang malues, inkus dan
stapes. Tulang-tulang pendengaran ini juga berperan dalam meningkatkan getaran
suara yang berasal dari gendang telinga. Pada akhirnya, kedua mekanisme ini
menghasilkan peningkatan hingga 20 kali lipat dan menyebabkan konduksi
udara. melalui proses ossikular, jauh lebih baik dibandingkan konduksi tulang.
Apabila tes rinne positif maka air conduction lebih besar dari pada bone
conduction (AC>BC) dan dapat dikatakan normal. Seseorang dengan hasil
pemeriksaan positif (AC=BC ) artinya hantaran udara sama dengan hantaran
tulang maka mengalami gangguan tuli sensorineural. Seseorang dengan hasil
pemeriksaan negatif (AC<BC) artinya hantaran udara lebih kecil dibandingkan
hantaran tulang maka mengalami gangguan tuli konduktif.2,3
Pertanyaan:
8. Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar dengungan pada
tindakan butir 3?
Jawaban: hantaran konduktif
9. Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar dengungan pada
tindakan butir 4?
Jawaban: hantaran neural

b. Tes weber
Tes weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga yang sakit dengan telinga yang sehat. Penala digetarkan dan tangkai penala
diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, ditengah-
tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah
satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat
dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut weber tidak
ada lateralisasi. 2,3
Pemeriksaan fungsi pendengaran yang dilakukan pada OP laki-laki dan
perempuan dengan hasil tidak lateralisasi berarti normal. Seseorang dikatakan tuli
konduktif apabila ada lateralisasi ke telinga yang sakit dan seseorang dengan tuli
sensorineural maka adanya lateralisasi ke telinga yang sehat. Lateralisasi dapat
terjadi karena adanya sumbatan pada telinga sehingga hantaran suara konduktif
lemah di bandingkan hantaran melalui tulang yang terdengar lebih jelas.2,3

Pertanyaan:

10. Apakah yang dimaksud lateralisasi?


Jawaban: Lateralisasi adalah suara yang terdengar pada satu sisi telinga
akibat adanya gangguan neural.
11. Kemana arah lateralisasi dan terangkan mekanisme
lateralisasi ini?
Jawaban: Lateralisasi terjadi ke arah telinga yang tertutup oleh
kapas. Penutupan liang telinga menyebabkan hilangnya efek
masking yang seharusnya dimiliki oleh telinga yang bersangkutan,
sehingga suara akan terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup.
Sementara itu pada gangguan sensorineural, suara akan lebih jelas
terdengar pada telinga yang sehat karena telinga yang sakit akibat
gangguan saraf tentunya tidak dapat mendengar dengan baik.
c. Tes schwabach
Tes scwabach berperan dalam menilai konduksi tulang dari seseorang
dibandingkan dengan konduksi tulang dari pemeriksa, dengan catatan pemeriksa
dianggap normal. Pemeriksaan fungsi pendengaran yang dilakukan pada OP laki-
laki dan perempuan dengan hasil normal. Pada orang yang memiliki scwabach
memanjang (konduksi tulang OP lebih baik dibandingkan dengan pemeriksa)
menandakan bahwa terjadi kehilangan efek masking dari orang tersebut.
Sebaliknya pada orang yang memiliki schwabach memendek, maka hal ini
menunjukkan bahwa konduksi tulang yang dimiliki lebih buruk dibandingkan
dengan pemeriksa.2,3

Pertanyaan:
12. Apa tujuan pemeriksaan pendengaran dengan penala
di klinik? Bagaimana interpretasi masing- masing pemeriksaan?
Jawaban: Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk menilai fungsi
telinga terhadap hantaran bunyi konduksi dan hantaran bunyi melalui
telinga sehingga dapat dibedakan antara tuli konduksi dan tuli neural.
Hasil tersebut memberi interpretasi bahwa pada kedua OP tidak terdapat
gangguan pendengaran atau normal.

BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka perlakuan yang dilakukan
terdiri dari 7 macam, yaitu model kanalis semisirkularis, percobaan sederhana
utuk kanalis semisirkularis, pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal
terhadap keseimbangan badan, percobaan dengan kursi barany, peran mata
dan propriosepsi dalam keseimbangan, binaural, dan pemeriksaan pedengaran
dengan garputala.

5.2 Saran
1. Pada perlakuan dan praktikum selanjutnya diharapkan dapat lebih lengkap lagi
tersedia seluruh alat-alat dan bahan yang diperlukan
2. Lebih runtut dan sistematis untuk praktikum berikutnya
3. Teliti dalam membaca hasil pemeriksaan agar pasien tidak salah interpretasi
setelah dilakukan pemeriksan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. FisiologiManusia, darSelkeSistem. Edisi 6. Jakarta:EGC; 2011.


2. Guyton Arthur C, John E. Hall. Buku Ajar FisiologiKedokteranEdisi 11. Jakarta:
PenerbitBukuKedokteran EGC. 2007
3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI, 2007
4. Ganong, W. F., 2000. Fisiologi Kedokteran, terjemahan Adrianto, P., Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
5. T. Gustafsson and B.D. Rao. Source Localization in Reverberant Environments:
Statistical Analysis. Submitted to IEEE Trans. on Speech and Audio Processing,
2000.
6. Kryter, K Effects of Noise on Man. US: Academic Press: 1980.
7. Harris, C. Handbook of Acoustical Measurements and Noise Control. Third edition,
McGraw-Hill: 1991.

Anda mungkin juga menyukai