Anda di halaman 1dari 17

A.

Perilaku Yang Etis

Saat kita menjalani hidup sehari-hari, kita diarahkan oleh banyak pengaruh. Sebagai warga
masyarakat yang berkesadaran social, kita ingin melakukan apa yang benar secara moral,
etis dan menurut hukum. Kata ethics berasal dari bahasa yunani ethos, yang berarti karakter.
Etika adalah seperangkat prinsip moral atau nilai-nilai yang menegaskan benar atau salah
bagi seseorang atau suatu kelompok. Semua individu termasuk manajer harus bertanggung
jawab pada masyarakat atas perilaku mereka. Untuk itu perilaku yang etis dapat
didefinisikan sebagai perilaku yang memenuhi prinsip-prinsip yang benar dan salah yang
telah diterima oleh masyarakat.

2.1.1 Etika dan Sifat-Sifat Dasar Pekerjaan Manajemen


Etika individu dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain pengaruh keluarga, factor
situasi, nilai moral dan agama, pengalaman dan pengaruh dari teman. Definisi yang lebih
luas lagi, etika berkaitan dengan hubungan organisasi dengan pihak luar maupun pihak
dalam organisasi. Perhatian terhadap etika dalam organisasi dapat dibagi tiga :
1. Hubungan organisasi dengan karyawan, antara lain organisasi harus menyediakan system
kompensasi yang adil dan layak berdasarkan peraturan yang berlaku, organisasi
menyediakan kondisi kerja yang baik, adanya kesempatan karyawan untuk dipromosikan,
dan lain-lain.
2. Hubungan karyawan dengan organisasi, antara lain bahwa karyawan harus berperilaku
jujur dan loyal terhadap organisasi dalam arti dapat menjaga rahasia organisasi
3. Hubungan organisasi dengan pihak luar, berkaitan dengan bagaimana berperilaku yang
etis terhadap konsumen, pesaing, pemerintah, pemegang saham, masyarakat, dll.
Sebagai contoh, Wal-Mart memiliki pedoman yang tegas sehubungan dengan perilaku etis
karyawan. Siapa saja yang menerima sesuatu yang berharga (makan malam, uang tip, dan
sebagainya) dari perusahaan yang memiliki hubungan usaha dengan Wal-Mart, akan segera
diberhentikan. Bahkan karyawan Wal-Mart tidak mengijinkan perwakilan perusahaan lain
membelikan mereka secangkir kopi. Selanjutnya, untuk mendorong karyawan berperilaku
etis, maka semua pemasok dan mitra dagang Wal-Mart diminta untuk melakukan transaksi
dengan karyawan Wal-Mart diruang kaca sehingga dapat dilihat oleh setiap orang yang
berjalan melewati lobby kantor pusat. Terakhir, di dinding setiap ruang kaca tersebut dihiasi
dengan poster bertuliskan, “barang apa saja yang diterima (dari pemasok dan mitra dagang)
akan dikembalikan atas biaya si pengirim”.
Perilaku menejemen yang tidak etis terjadi bila mana manajer secara pribadi melanggar
prinsip-prinsip benar dan salah yang telah disepakati. Wewenang dan kekuasaan yang
melekat pada beberapa posisi manajemen dapat mendorong manajer untuk terlibat dalam
tindakan tidak etis. Karena manajer sering kali menguasai sumber-sumber daya perusahaan,
maka terdapat resiko dimana beberapa manajer dapat menyalahgunakan pemakaian yang
sah atas sumber-sumber daya tersebut untuk kepentingan pribadi. Seperti misalnya,
mengajak tamu untuk makan malam adalah umum dan kegiatan yang sah diberbagai
perusahaan. Akan tetapi, jika manajer meminta karyawan untuk membantu pekerjaan
pribadi seperti mengambil pakaian manajer dibinatu, adalah perilaku yang tidak etis.
Menangani informasi adalah salah satu bidang dimana manajer harus berhati-hati dalam
berperilaku etis. Informasi adalah suatu bagian penting dari pekerjaan manajemen. Manajer
mengumpulka, menganalisis, melakukan tindakan, dan menyebarkannya. Mereka juga
diharapkan untuk memperoleh informasi yang benar dan jika diperlukan, menyimpan
informasi rahasia. Membocorkan rahasia perusahaan kepada pesaing memainkan angka,
menyembunyikan informasi atau berbohong merupakan beberapa kemungkinan
penyalahgunaan informasi yang dipercayakan kepada manajer. Sebagai contoh, di
Hongkong, “Ba Dan” secara harfiah berarti lembar putih. Di divisi Bausch & Lomb’s
Hongkong, manajer menggunakan istilah “Ba Dan” untuk angka penjualan palsu yang
mereka kirim kepada kantor pusat setiap bulan. Untuk mempertahankan kedudukannya
sebagai divisi internasional Bausch & Lomb’s yang teratas, manajer Hongkong memalsukan
angka penjualan untuk pelanggan asia tenggaranya. Kemudian untuk membuat agar angka
palsu itu terlihat sebagai penjualan yang asli, mereka mengirim produknya ke gudang
pelanggan yang palsu. Bausch & Lomb’s menggunakan auditor keuangan perusahaan
ditambah departemen keamanan internal yang dikelola oleh mantan agen rahasia dan
mantan perwira polisi untuk mengadakan operasi “sengat” untuk menangkap karyawan
yang melakukan kenakalan “Ba Dan” di Hongkong.
Bidang ketiga dimana manajer harus berhati-hati jika hendak menerapkan perilaku etis
adalah cara mereka mempengaruhi perilaku orang lain terutama bawahan mereka.
Pekerjaan manajerial memberikan kekuasaan yang besar untuk mempengaruhi orang lain.
Jika manajer meminta karyawan melakukan tindakan tidak etis (atau menghadapi perilaku
kasar), seperti “memalsukan angka untuk mendapatkan hasil”, maka mereka
menyalahgunakan wewenang manajerial. Hal ini kadang-kadang disebut sindroma “kerjakan
atau keluar.” Sindroma dijumpai apabila seorang manajer mengatakan kepada karyawannya,
“kerjakan, karena anda dibayar untuk itu. Jika anda tidak dapat mengerjakannya, kami akan
mencari orang lain yang dapat mengerjakannya.”
Menetapkan sasaran adalah cara lain yang digunakan manajer untuk mempengaruhi
perilaku karyawan mereka. Seperti misalnya, di Bausch & Lomb yang mendapat tekanan
yang sangat besar untuk mencapai kenaikan pendapatan dua angka setiap tahun. Seorang
mantan pimpinan perusahaan berkata, “sekali anda menyetujui jumlah target penjualan
anda, anda diharapkan untuk mencapainya,” tanpa alasan. Tekanan untuk mencapai angka
penjualan begitu besar, sehingga Bausch & Lomb mengatakan kepada pembeli bahwa
mereka bias memperoleh produk kacamata dan lensa kontak Bausch & Lomb yang terbaik
hanya jika mereka juga membeli produk lainnya yang kurang laku dan tidak mereka
butuhkan. Kemudian saat pesaing muncul dengan lensa kontak yang dapat dibuang, Bausch
& Lomb dengan mudah menawarkan lensa kontak biasa yang telah dipasarkan selama 15
tahun, kemudian mengganti kemasannya dan menjualnya kepada konsuman sebagai
produk baru yang juga dapat dibuang.
Terdapat beberapa sumber potensial yang dapat menimbulkan dilemma dalam masalah
etika bagi seorang manajer, antara lain :
1. Diskriminasi, dimana manajer menolak promosi seseorang atau lamaran kerja calon
karyawan dikarenakan ras, agama, jenis kelamin, umur, dan kriteria-kriteria lain yang tidak
berkaitan dengan pekerjaan.

2. Pelecehan seksual
3. Konflik kepentingan, misalnya jika manajer meminta suatu imbalan untuk pengambilan
keputusan yang dapat menguntungkan si pemberi imbalan.
4. Menyalahgunakan kepercayaan konsumen, misalnya manajer memiliki informasi tertentu
tentang konsumen dan membaginya dengan orang lain.
5. Manajer menggunakan fasilitas kantor untuk kepantingan pribadi.

2.1.2 Penyimpangan di Tempat Kerja


Penyimpangan di tempat kerja adalah perilaku tidak etis yang melanggar norma-norma
organisasi mengenai benar dan salah. Penyimpangan produksi yaitu merusak mutu dan
jumlah hasil produksi. Penyimpangan hak milik adalah perilaku tidak etis terhadap harta
milik perusahaan. Penyusutan adalah pencurian barang dagangan milik perusahaan oleh
karyawan. Penyimpangan politik menggunakan pengaruh seseorang untuk merugikan
orang lain di perusahaan. Penyerangan pribadi adalah sikap bermusuhan atau perilaku
menyerang terhadap orang lain.

B. Bagaimana Mengambil Keputusan Yang Etis ?

Dimusim dingin, di tengah badai salju, sekolah-sekolah ditutup dan banyak orang
memutuskan untuk berdiam di rumah. Akan tetapi, Richard Addressi telah selesai mandi,
bercukur dan berpakaian untuk ke kantor. Ayah Addresi telah bekerja di IBM selama 36
Tahun, sedangkan dia kurang 4 bulan dari peringatan ke-30 masa kerjanya di perusahaan
itu. Addresi berpamitan mencium Istrinya, Joan, tetapi sebelum ia memcapai mobilnya, ia
terjatuh di lantai garasi dan meninggal karena serangan jantung. Dia telah bekerja di IBM
sejak usia 18 tahun dan baru saja mencapai usia 48.
Anda adalah wakil presiden yang berwenang mengurus kesejahteraan karyawan IBM.
Addressi hanya kurang 4 bulan sebelum mencapai pensiun penuh, apakah anda akan
memberikan pension sepenuhnya kepada istri Addressi dan anak-anaknya? Jika anda
menjawab ya, mereka akan menerima uang pension penuh sebesar $ 1800 per bulan dan
bebas biaya pengobatan seumur hidup. Jika anda mengatakan tidak, istri Addresi dan anak-
anaknya hanya akan menerima $ 340 sebulan. Mereka juga harus membayar $473 per bulan
untuk melanjutkan asuransi kesehatannya. Sebagai wakil presiden yang menangani
kesejahteraan karyawan di IBM, tindakan etis apa yang harus dilakukan?
2.2.1 Pengaruh Pada Pengambilan Keputusan yang Etis
Karena Richard Addessi telah bekerja 30 tahun kurang 4 bulan, pimpinan IBM tidak
mempunyai pilihan lain kecuali memberikan Joan Addressi dan kedua anak perempuannya
bagian dana pensiun yang lebih kecil. Apakah keputusan IBM adalah etis? Mungkin anda
akan mengatakan tidak. Anda bayangkan bagaimana perusahaan begitu tega tidak
memberikan pensiun penuh kepada keluarga Richard Addressi yang anda yakini mereka
berhak akan itu. Mungkin orang lain berpendapat bahwa IBM telah melakukan tindakan
yang etis dengan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan dalam program pensiun. Lagi
pula, bertindak adil berarti menerapkan peraturan yang sama kepada setiap orang.

A. Intensitas Etika dari keputusan


Para manajer tidak sama dalam memperlakukan semua keputusan etika. Perbedaan
keputusan yang akan diperlakukan adalah intensitas etika, yaitu seberapa besar perhatian
seseorang pada permasalahan etika. Ketika menghadapi masalah-masalah dengan
intensitas etika yang tinggi, manajer lebih berhati-hati atas dampak dari keputusan mereka
kepada orang lain. Mereka mungkin memandang keputusan tersebut sebagai keputusan
etika atau moral dari pada sekedar keputusan ekonomi. Mereka merasa lebih khawatir
dalam melakukan “hal yang benar”.
Intensitas etika tergantung kepada enam factor, yaitu:
1. Besarnya akibat adalah jumalh kerugian atau keuntungan yang dihasilkan dari suatu
keputusan etika. Makin banyak orang yang dirugikan atau semakin besar kerugian yang
diderita oleh orang-orang itu, maka semakin besar akibatnya.
2. Kesepakatan social adalah kesepakatan apakah suatu perilaku itu baik atau buruk.
Sebagai contoh, selain dari tindakan mempertahankan diri, banyak orang belum sepakat
apakah membunuh adalah salah. Namun, banyak orang belum sepakat terhadap aborsi atau
hukuman mati.
3. Kemungkinan akibat adalah kesempatan dimana sesuatu akan terjadi dan mengakibatkan
kerugian bagi orang lain. Misalnya, kamungkinan akibat adalah rokok. Kita tahu bahwa
merokok akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan jantung, penyakit kanker,
paru-paru, impotensi, dan gangguan pada janin.
4. Kesiapan sementara adalah waktu diantara tindakan dengan akibat yang ditimbulkannya.
Kesiapan sementara lebih kuat apabilamanajer harus memberhentikan karyawan minggu
depan dibandingkan dengan tiga bulan kedepan.
5. Kedekatan akibat adalah jarak social, kejiwaan, budaya, atau fisik dari pengambil
keputusan dengan mereka yang terkena dampak dari keputusannya.
6. Konsentrasi akibat adalah seberapa besar suatu tindakan mempengaruhi rata-rata orang.
Misalnya, menipu 10 investor masing-masing senilai $10.000, menghasilkan konsentrasi
akibat yang lebih besar dari pada menipu 100 investor dengan masing-masing senilai
$1.000.

B. Pengembangan Moral
Ada tiga tingkat perkembangan moral yang masing –masing terdoro dari dua tahap. Pada
setiap tahap berikutnya, pertimbangan moral seseorang menjadi semakin berkurang
ketergantungannya pada pengaruh-pengaruh luar. Ketiga tingkatan itu dan keenam
tahapan itu dalam gambar 2.
Gambar 2. Tahap-tahap perkembangan moral
Tingkat Deskripsi Tahap-Tahap
Prinsip 6. Mengikuti prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri bahkan seandainya prinsip-
prinsip itu melanggar hukum
5. menghargai hak-hak orang lain dan mempertahankan nilai-nilai dan hak-hak mutlak
tanpa memperdulikan pendapat mayoritas.
Konvensional 4. Mempertahankan tatanan konvensinya dengan memenuhi kewajiban-
kewajiban yang telah anda sepakati
3. Menghayati apa yang diharapkan oleh orang-orang yang dekat dengan anda
Pra Konvensional 2. Mentaati peraturan apabila berbuat sedemikian itu merupakan
kepentingan langsung anda
1. Mentaati peraturan untuk menghindari hukuman fisik

Riset pada tahap-tahap ini memungkinkan kita untuk menarik sejumlah kesimpulan.
Pertama, orang melangkah melalui keenam tahap itu dalam bentuk tangga. Mereka
perlahan-lahan menaiki suatu tangga, tahap demi tahap. Kedua, tidak ada jaminan
berlangsungnya pertumbuhan moral. Pertumbuhan dapat berhenti pada setiap tahap.
Ketiga, mayoritas orang dewasa berada ditahap 4. Mereka terbatas pada memenuhi aturan-
aturan dan akan siap sedia untuk berperilaku secara etis. Misalnya, seorang manajer tahap
ketiga cenderung membuat membuat keputusan-keputusan yang akan mendapatkan
persetujuan rekan sejawat, seorang manajer tahap keempat akan berusaha untuk menjadi
“warga korporasi yang baik” dengan membuat keputusan-keputusan yang menghormati
prosedur-prosedur dan peraturan-peraturan organisasi itu; dan seorang manajer dalam
tahap kelima lebih cenderung menantang praktek-praktek organisasi yang dianggapnya
keliru. Banyak usaha-usaha belakangan ini dilakukan oleh perguruan-perguruan tinggi guna
meningkatkan kesadaran etis para mahasiswa dan pedoman-pedoman dipusatkan untuk
mendorong mereka bergerak ke tingkat yang berprinsip.
C. Prinsip-prinsip Pengambilan keputusan yang etis
Selain dari masalah-masalah intensitas etika yang tingkat kedewasaan moral seorang
manajer, prinsip-prinsip etika tertentu yang digunakan manajer juga akan mempengaruhi
cara mereka memecahkan dilemma etika. Sayangnya tidak ada satupun “prinsip ideal” yang
dapat digunakan untuk mengambil keputusan bisnis yang etis.
Menurut Profesor Larue Hosmer, sejumlah prinsip etika yang berbeda dapat digunakan
untuk mengambil keputusan bisnis, antara lain:
1. Prinsip kepentingan pribadi jangka panjang
Prinsip etika dimana anda tidak perlu melakukan tindakan apapun yang bukan menyangkut
kepentingan jangka panjang pribadi atau organisasi anda.
2. Prinsip kebijaksanaan pribadi
Prinsip etika yang berkeyakinan bahwa anda tidak boleh melakukan apapun yang tidak
jujur, tidak terbuka, tidak tulus dan tidak suka dilaporkan di surat kabar maupun televisi.
3. Prinsip perintah agama
Prinsip etika yang berkeyakinan bahwa anda janganlah melakukan tindakan yang tidak baik
dan tidak menciptakan sikap bermasyarakat, sikap dimana setiap orang berkerja bersama
mencapai tujuan yang diterima masyarakat.
4. Prinsip peraturan pemerintah
Prinsip etika yang menghendaki agar anda tidak melakukan tindakan yang melanggar
hukum, karena hukum mewakili standar moral minimal.
5. Prinsip manfaat bersama
Prinsip etika yang menyatakan bahwa anda tidak boleh melakukan perbuatan yang tidak
menghasilkan kebaikan lebih besar kepada masyarakat. Sebaliknya, lakukan apa yang
menciptakan kebaikan terbesar kepada jumlah terbanyak.
6. Prinsip hak perorangan
Prinsip etika yang meyakini bahwa anda tidak boleh melakukan perbuatan yang melanggar
hak orang lain yang telah disepakati.

7. Prinsip pemerataan keadilan


Prinsip etika yang menyatakan bahwa anda seharusnya tidak melakukan perbuatan yang
merugikan bagi kelompok terkecil diantara kita : yang miskin, tidak berpendidikan dan
pengangguran.
Kesamaan yang dimiliki oleh prinsip-prinsip etika tersebut adalah bahwa prinsip itu
mendorong manajer dan karyawan untuk mempertimbangkan kepentingan orang lain saat
mengambil keputusan yang etis.

2.2.2 Langkah Praktis untuk Pengambilan Keputusan yang Etis


A. Seleksi dan Penerimaan Karyawan yang Beretika
Sebagai contoh kasus kita biasa lihat; jika anda menemukan sebuah dompet yang berisi
$50, apakah anda akan mengembalikan dengan uangnya? Menurut Majalah Reader’s Digest
meneliti pertanyaan ini dengan cara meninggalkan 120 dompet. Pada penarika contoh yang
terpilih bukan secara ilmiah, yaitu di tiga kota besar, tiga wilayah pinggiran kota, dan tiga
kota kecil. Setiap dompet berisikan $50, nama, alamat setempat, foto keluarga, catatan, dan
kupon seperti yang bias dijumpai dalam sebuah dompet. Hasilnya 67 persen dari dompet
tersebut dikembalikan dengan uang $50. Dompet tersebut lebih banyak dikembalikan oleh
wanita (72 %), dari pria (62 %), dan lebih banyak dikembalikan di kota kecil (80 %) daripada
di kota besar (70 %), pinggir kota (60 %), atau kota menengah (57 %).
Sebagai pengusaha, anda dapat meningkatkan kesempatan untuk menerima karyawan jujur,
yang mengembalikan dompet beserta uangnya, jika anda memberika tes kejujuran kepada
pelamar kerja. Jenis-jenis Tes Kejujuran :
1. Tes Kejujuran Terbuka
Memberikan tes tertulis yang memperkirakan kejujuran karyawan dengan cara bertanya
langsung kepada pelamar kerja mengenai apa pendapat atau perasaan mereka tentang
pencurian atau tentang hukuman terhadap perilaku yang tidak etis.
2. Tes Kejujuran berdasarkan Kepribadian
Tes tertulis yang secara tidak langsung menilai kejujuran karyawan dengan mengukur sifat
kejiwaan seperti misalnya ketergantungan dan ketelitian. Sebagai contoh, penghuni penjara
dikarenakan kejahatan kerah putih ( pemalsuan, penggelapan, dan penipuan) dinilai lebih
rendah dari pada kelompok manajer tingkat menengah dalam hal ukuran kepercayaan,
ketergantungan, kejujuran, ketelitian, dan ketaatan. Hasil ini menunjukkan bahwa
perusahaan dapat menerima karyawan secara selektif dan mempromosikan karyawan yang
lebih beretika.

B. Pelatihan Etika
Tujuan dari pelatihan etika adalah :
1. Membangun kesadaran karyawan tentang etika. Hal ini berarti membantu karyawan
mengenali masalah mana yang merupakan masakah etika dan kemudian menghindari
pembenaran terhadap perilaku yang tidak etis. Dua perusahaan telah menciptakan
permainan lembaga untuk meningkatkan kesadaran akan masalah etika. Citicorp Banks
mamiliki suatu permainan yang disebut “Etika Kerja” di mana pemainnya dinilai menang
atau kalah, tergantung pada jawaban mereka terhadap pertanyaan mengenai hukum,
peraturan, kebijakan, dan pertimbangan.
2. Untuk memperoleh kepercayaan pada karyawan. Tidak mengherankan jika karyawan
menjadi sangat curiga akan alasan manajemen menawarkan pelatiha etika.
3. Untuk melatih karyawan suatu model praktis dari pengambilan keputusan yang etis.
Suatu model dasar dapat membantu mereka memikirkan akibat dari keputusan mereka bagi
orang lain dan mempertimbangkan bagaimana mereka dapat memilih diantara berbagai
pemecahan.

Langkah-Langkah Dalam Membuat Keputusan yang Etis :


1. Menyadari adanya dilemma yang berkaitan dengan etika
2. Mencari Fakta
3. Mengidentifikasi Pilihan
4. Menguji masing-masing pilihan
Apakah tidak melanggar hukum?
Apakah tepat ?
Apakah bermanfaat ?
5. Memutuskan pilihan yang akan diambil
6. Melakukan pemeriksaan ulang terhadap keputusan anda:
Bagaimanakah perasaan saya apabila keluarga saya mengetahui keputusan saya?
Bagaimanakah perasaan saya seandainya keputusan tersebut disebarluaskan dalam surat
kabar setempat ?
7. Melaksanakan keputusan
C. Iklim Etika
Langkah pertama untuk membangun iklim etika adalah agar para manager sendiri bertindak
secara etis. Manajer yang menolak hadiah mewah dari pemasok perusahaan yang hanya
menggunakan telepon, faks, dan mesin copy untuk keperluan usaha dan buka untuk
kepentinga pribadi atau yang menepati janji kepada karyawan, pemasok, dan pelanggan,
akan mendorong orang lain percaya bahwa perilaku etis adalah normal dan diterima.
Langka kedua dalam membangun iklim etika adalah agar manajemen puncak berperan aktif
dalam program etika perusahaan.
Langkah ketiga adalah menciptakan system pelaporan yang mendorong manajer dan
karyawan melaporkan pelanggaran etika. Pengaduan, yaitu melaporkan pelanggaran etika
yang dilakukan oleh orang lain, adalah langkah yang sulit bagi bagi banyak orang. Calon
pelapor sering kali merasa takut bahwa mereka akan dihukum lebih dari pada si pelanggar
etika itu.
Serta langkah yang terakhir dalam pembentukan iklim etika adalah agar manajemen secara
adil dan konsekuen menghukum mereka yang melanggar kode etik perusahaan.

C. Dua Pandangan Yang Berbeda

Pandangan Klasik (The Classical View) adalah pandangan bahwa satu-satunya tanggung
jawab manajemen adalah untuk memaksimalkan keuntungan atau laba. Pendukung dari
pandangan klasik ini adalah Milton Friedman. Ia mengatakan bahwa kebanyakan manajer
sekarang ini adalah manajer profesional, yang berarti mereka tidak memiliki perusahaan
yang mereka jalankan. Mereka adalah karyawan, hanya bertanggung jawab kepada para
pemegang saham. Oleh karena itu tanggung jawab utama mereka adalah menjalankan
usaha itu demi kepentingan terbaik bagi para pemegang saham tadi. Dan kepentingan yang
terbaik bagi para pemegang saham adalah pendapatan finansial.
Menurut Friedman, apabila manajer-manajer memutuskan sendiri untuk menghabiskan
sumber daya organisasi mereka bagi “kebaikan sosial” mereka menggerogoti mekanismen
pasar. Seseorang harus membayar pendistribusian ulang aset-aset ini. Apabila tindakan-
tindakan yang secara sosial bertanggung jawab itu mengurangi laba dan deviden, maka
para pemegang saham akan rugi. Apabila upah dan tunjangan-tunjangan harus dikurangi
untuk membayar tindakan-tindakan sosial, para konsumen akan rugi. Seandainya harga-
harga lebih tinggi ditolak oleh para konsumen dan penjualan merosot, usaha itu barangkali
tidak akan berlangsung terus menerus, dalam hal ini, semua unsur organisasi akan rugi.
Apalagi Friedman mengatakan apabila manajer-manajer profesional mengejar sesuatu yang
lain daripada laba, mereka secara implisit mengangkat diri mereka sendiri sebagai pembuat
kebijakan yang tidak dipilih. Ia mempertanyakan apakah para manajer perusahaan-
perusahaan bisnis itu mempunyai keahlian untuk menentukan bagaimana masyarakat itu
seharusnya. Hal itu, kata Friedman, merupakan masalah yang harus diputuskan oleh
perwakilan-perwakilan politik yang kita pilih.
Pandangan Sosial Ekonomi (The socioeconomic view) adalah pandangan bahwa tanggung
jawab sosial manajemen jauh melampaui sekedar memperoleh laba melainkan juga
mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Para sosial ekonomi melawan dengan mengatakan bahwa jaman telah berubah, dan
bersama dengan jaman harapan-harapan masyarakat terhadap bisnis berubah pula. Ini
paling baik diilustrasikan dalam pembentukan perusahaan-perusahaan secara hukum.
Perusahaan itu terdaftar oleh pemerintah, dan pemerintah memberikan ijin untuk
mencabutnya. Jadi perusahaan-perusahaan itu bukanlah badan-badan mandiri yang hanya
bertanggung jawab pada pemegang saham. Mereka pun mempunyai tanggung jawab
terhadap masyarakat yang lebih luas yang menciptakan dan mendukung mereka. Salah
seorang penulis, dalam mendukung pandangan sosial ekonomi itu mengingatkan kita
bahwa “memaksimalkan laba merupakan prioritas kedkedua perusahaan , bukan prioritas
utama. prioritas pertama adalah menjamin kelangsungan hidupnya.

No. Argumen-Argumen Yang Mendukung Dan Melawan Tanggung Jawab Sosial


Argumen yang mendukung Argumen yang menentang
1 Harapan-harapan masyarakat, harapan-harapan masyarakat terhadap perusahaan telah
meningkat secara dramatis sejak tahun 1960-an. Pendapat umum sekarang mendukung
agar perusahaan mengejar sasaran-sasaran sosial maupun ekonomis. Menghalangi
memaksimalkan laba, hal ini merupakan inti sudut pandangan klasik. Bisnis menjadi
bertanggung jawab secara sosial apabila secara ketat memperhatikan kepentingan-
kepentingan ekonominya dan membiarkan kegiatan-kegiatan lain ditangani lembaga-
lembaga lain.
2 Laba jangka panjang, perusahaan-perusahaan yang secara sosial bertanggung jawab itu
cenderung memiliki laba jangka panjang yang lebih terjamin. Lunturnya tujuan, mengejar
sasaran-sasaran sosial itu melunturkan maksud utama perusahaan, yitu produktivitas
ekonomi.
3 Kewajiban etis, sebuah perusahaan bisnis dapat dan seharusnya bertanggung jawab
secara sosial, sebab tindakan tindakan-tindakan yang bertanggung jawab itu benar demi
dirinya sendiri. Biaya-biaya, banyak tindakan yang secara sosial bertangung jawab tidak
menutup biaya-biayanya. Bisnis harus menyerap ongkos-ongkos itu atau membebankannya
kepada konsumen melalui harga yang lebih tinggi.
4 Citra Masyarakat, perusahaan-perusahaan berusaha untuk meningkatkan citra mereka di
masyarakat guna meningkatkan penjualan, mendapatkan karyawan yang lebih baik, akses
pendanaan, dan keuntungan-keuntungan lain. Terlampau banyak kekuasaan, perusahaan itu
sudah merupakan salah satu sektor masyarakat kita yang paling berkuasa. Apabila
perusahaan itu mengejar tujuan-tujuan sosial, perusahaan itu bahkan akan memilki
kekuasaan yang lebih besar lagi.
5 Lingkungan yang lebih baik, keterlibatan usaha dapat menolong memecahkan masalah-
masalah yang sulit, menolong menciptakan mutu kehidupan yang lebih baik dan
masyarakat yang lebih menyenangkan di mana perusahaan dapat menarik dan
mempertahankan keryawan-keryawan yang terampil. Kurangnya keterampilan, pandangan
dan kemampuan para pemimpin bisnis terutama diarahkan pada ekonomi. Usahawan itu
tidak memilki kualifikasi yang baik untuk menangani masalah-masalah sosial.
6 Menghambat peraturan pemerintah lebih lanjut, peraturan pemerintah menambah biaya
ekonomi dan membatasi fleksibilitas keputusan para manajer. Dengan menjadi
bertanggung jawab secara sosila, perusahaan dapat mengharapkan berkurangnya peraturan
pemerintah. Kurangnya pertanggungjawaban, para pemimpin bisnis beranggapan tidak ada
garis-garis tanggung jawab sosial langsung dari sektor bisnis kepada masyarakat umum.
7 Keseimbangan tanggung jawab dengan kekuasaan, perusahaan memiliki sejumlah besar
kekuasaan di dalam masyarakat. Dibutuhkan jumlah tanggung jawab yang sama besar
untuk mengimbanginya. Kurangnya dukungan dari masyarakat luas, tidak ada mandat luas
atau teriakan dari masyarakat terhadap bisnis untuk terlibat dalam masalah-masalah sosial.
8 Kepentingan-kepentingan pemegang saham, tanggung jawab sosial akan memperbaiki
harga saham perusahaan dalam jangka panjangnya.
9 Kepemilikan sumber-sumber, organisasi bisnis memiliki sumber-sumber keuangan,
keahlian teknis, dan bakat manajerial untuk mendukung proyek-proyek masyarakat dan
amal yang memerlukan bantuan.
10 Keunggulan pencegahan atas penanganan masalah, masalah-masalah sosial harus
ditangani pada waktu tertentu.

D. Etika Manajerial

Etika adalah aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang merumuskan perilaku benar dan salah,
dalam hal ini kita ingin meninjau dimensi etis keputusan-keputusan manajerial. Banyak
keputusan yang dibuat para manajer menuntut mereka untuk merenungkan siapa yang
dapat terkena, dalam rangka hasilnya ataupun prosesnya.
Menurut Stephen P Robbins dan Mary Coulter, terdapat empat pandangan tentang etika,
yakni :
Ulititarian view of ethics (pandangan etika utilitarian)
Pandangan ini menyatakan bahwa keputusan-keputusan etika dibuat semata-mata
berdasarkan hasil atau akibat keputusan itu. Keputusan ini biasanya didasarkan pada
perhitungan kuantitatif, sehingga teori ini didasarkan pada metode kuantitatif. Sasaran
utilitarianisme adalah memberikan manfaat tebesar bagi jumlah terbesar. Di satu pihak,
utilitarianisme mendorong efisiensi dan produksivitas dan sesuai dengan sasaran
maksimalkan laba. Namun dilain pihak, pandangan itu dapat menyebabkan melencengnya
alokasi sumber daya, terutama apabila beberapa orang yang kena dampak keputusan itu
tidak memiliki perwakilan atau suara dalam keputusan tersebut. Utilitarianisme dapat juga
menyebabkan hak-hak sejumlah orang yang berkepentingan menjadi terabaikan.
Theory of justice view of ethics (pandangan etika teori keadilan)
Pendekkatan ini menyatakan bahwa para manajer harus menerapkan, memaksakan,
mendorong peraturan secara adil dan tidak memihak serta tindakan itu dilakukan dengan
mengikuti seluruh peraturan dan perundang-undangan di bidang hukum. Misalnya, seorang
manajer akan menggunakan sudut pandang teori keadilan dalam menentukan pembayaran
seorang karyawan baru tingkat dasar sebesar $1,50 sejam di atas upah minimum, karena
yang berpendapat bahwa upah minimum itu tidak memadai untuk memungkinkan
karyawan-karyawan memenuhi kewajiban-kewajiban dasar keuangan mereka. Menerapkan
standar-standar keadilan juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sikap itu melindungi
kepentingan-kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan yang barangkali tidak
mempunyai kekuasaan; tetapi pandangan tersebut dapat mendorong suatu perasaan
mempunyai hak yang boleh jadi membuat para karyawan mengurangiusaha menempuh
risiko, berinovasi, dan produktivitas.
Rights view of ethics (pandangan etika hak)
Pandangan ini menekankan bahwa manajer peduli terhadap pernghormatan dan
perlindungan hak terhadap kerahasiaan, kebebasan pribadi individu, misalnya hak terhadap
kerahasiaan, kemerdekaan berbicara dll. Segi positif sudut pandang hak-hak ini adalah
bahwa sudut pandang tersebut melindungi kerahasiaan dan kebebasan individu-individu.
Tetapi pandangan tersebut memiliki sisi negatif dalam organisasi. Pandangan itu dapat
menimbulkan hambatan-hambatan terhadap produktivitas dan efisiensi yang tinggi dengan
menciptakan iklim kerja yang lebih memperhatikan perlindungan legal hak-hak individu
daripada menyelesaikan pekerjaan.
Integrative social contracts theory (pandangan etika teori kontrak social terpadu)
Pandangan ini menyarankan kepada manajer bahwa etika keputusan yang diambil harus
didasarkan pada sejumlah factor empiris (apa yang ada) dan factor normatis (apa yang
seharusnya). Misalnya, dalam menentuka berapa upah yang harus dibayar kepada para
pekerja di sebuah pabrik baru di Ciuad Jurez, Mexico, teori kontrak sosial terpadu akan
mengatakan bahwa sebuah organisasi akan mendasarkan keputusan tersebut pada tingkat-
tingkat upah yang telah ada di masyarakat. Pandangan etika bisnis ini berbeda dengan
ketiga yang lain dalam pandangan tersebut menyarankan bahwa para manajer harus
melihat norma-norma etis yang ada di industri-industri dan perusahaan-perusahaan untuk
menentukan apa yang merupakan tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang benar
dan yang salah. Pandangan ini didasarkan pada dua kontrak, yakni kontrak social umum dan
kontrak khusus. Kontrak umum adalah suatu kontrak yang mengizinkan dunia bisnis
menjalankan dan mendefinisikan peraturan dasar yang dapat diterima, sedangkan kontrak
khusus adalah mencakup cara berperilaku yang dapat diterima diantara para anggota
komunitas tertentu.

2.4.1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA MANAJERIAL


Gambar.3 faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku etis dan tingkah laku tidak etis
Ciri-ciri individu
Ditemukan dua variabel kepribadian yang mempengaruhi tindakan-tindakan individu
menurut keyakinan-keyakinannya tentang apa yang benar dan salah: kekuatan ego dan
tempat kendali. Kekuatan ego adalah ukuran kepribadian tentang kekuatan keyakinan-
keyakinan seseorang . orang yang tinggi skor kekuatan egonya cenderung melawan
dorongan-dorongan dan lebih sering mengikuti keyakinan-keyakinan mereka daripada
orang-orang yang rendah kekuatan egonya.
Tempat kendali adalah suatu sifat kepribadian yang mengukur derajat sampai di mana
orang berpendapat bahwa mereka adalah berkuasa atas nasib mereka sendiri, sementara
orang-orang yang memilki tempat kendali eksternal berpendapat bahwa apa yang terjadi
terhadap mereka dalam hidup itu disebabkan oleh keberuntungan atau kebetulan. Dari
sudut pandang etis, orang-orang yang etis, orang –orang yang eksternal itu kurang
cenderung memikul tanggung jawab pribadi bagi akibat-akibat perilaku mereka dan lebih
cenderung mengandalkan kekuatan –kekuatan eksternal. Orang-orang internal itu,
sebaliknya, lebih cenderung memikul tanggung jawab bagi akibat-akibat dan
mengandalkan standar batin mereka sendiri mengenai benar dan salah untuk membimbing
perilaku mereka.

Variabel-variabel struktural
Desain struktural sebuah organisasi menolong membentuk perilaku moral manajer-
manajernya. Struktur-struktur tertentu memberikan bimbingan kuat, sementara struktur-
struktur lain hanya menciptakan ketidakjelasan bagi para manajer. Desain-desain struktural
yang meminimalkan ketidakjelasan dan terus-menerus mengingatkan para manajer tentang
apa yang “etis” lebih cenderung mendorong perilaku etis.

Budaya organisasi
Budaya yang kuat akan lebih banyak mempengaruhi para manajer daripada kebudayaan
yang lemah . apabila budaya itu kuat dan menopang standar etika yang tinggi, budaya itu
tentunya akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat dan positif tehadap perilaku etis
seorang manajer.

Intensitas masalah
Gambar 4.Ciri-ciri yang menentukan Intensitas masalah
2.4.2 BEBERAPA PEMBENARAN TERHADAP PERILAKU YANG TIDAK ETIS
Mengapa orang yang normal mungkin bertindak tidak etis? Seperti, memberikan tawaran
dengan memanfaatkan informasi dari pihak dalam, melakukan suap untuk mendapatkan
bisnis di luar negeri, memanipulasi rekening-rekening biaya dan sebagainya. Anda mungkin
bertanya “mengapa orang melakukan hal-hal seperti itu? Terdapat empat hal yang dapat
dijadikan alasan untuk membenarkan tindakan-tindakan yang salah semacam itu:
1. Meyakinkan diri sendiri bahwa tindakan semacam itu benar-benar tidak melanggar
hukum. Hal tersebut mencerminkan suatu keyakinan yang salah, bahwa tindakan seseorang
akan diterima, khususnya dalam situasi yang tidak jelas. Apabila anda menghadapi situasi
yang “mendua”, sehingga sulit bagi anda untuk menentukan mana yang baik dan mana
yang buruk, pemecahannya sebenarnya sangat sederhana: bila anda ragu-ragu terhadap
keputusan atau tindakan yang anda ambil, jangan melakukannya.
2. Meyakinkan diri sendiri bahwa tindakan tersebut benar-benar demi kepentingan banyak
orang. Jawaban tersebut mengandung anggapan yang tidak benar bahwa karena seseorang
memperoleh manfaat dari tindakannya, maka tindakan tersebut juga dianggap untuk
kepentingan orang lain atau organisasi. Untuk mengatasi pembenaran semacam itu
bergantung kepada kemampuan untuk melihat lebih lanjut dari hasil jangka pendek
tersebut dikaitkan dengan dampaknya dalam jangka panjang serta melihat lebih lanjut cara-
cara yang digunakan dalam memperoleh hasil tersebut. Misalnya, untuk menanggapi
pertanyaan berikut, “sejauh mana saya bias memaksakan sesuatu supaya tujuan tercapai?”.
Jawaban yang sebaiknya diberikan adalah “Jangan mencobanya untuk mencarinya”
3. Meyakinkan diri sendiri bahwa tak seorang pun merasa bahwa anda melakukan sesuatu
yang salah. Mereka secara tidak benar percaya bahwa perilaku yang masih perlu
dipertanyakan tersebut adalah benar-benar “aman” dan tidak akan pernah ditemukan atau
disebarluaskan. Kurang bertanggung-jawab, tekanan yang tidak masuk akal untuk
melakukan sesuatu, dan seorang bos yang lebih suka memilih “untuk tidak tahu”, dapat
mendorong tumbuhnya pemikiran seperti itu. Cara terbaik untuk mencegahnya adalah
dengan cara menanamkan kepada semua orang bahwa apabila sampai terbukti, tindakan
yang salah semacam itu pasti akan dihukum.
4. Meyakinkan diri sendiri bahwa organisasi akan melindungi anda. Ini merupakan persepsi
yang salah tentang loyalitas. Orang percaya bahwa kepentingan organisasi adalah di atas
segalanya. Akibatnya, orang percaya bahwa pimpinan akan membenarkan tindakan serta
melindungi karyawan tersebut dari ancaman. Namun loyalitas terhadap suatu organisasi
tidak berarti membenarkan suatu tindakan yang salah, loyalitas organisasional sebaiknya
tetap berpijak pada moralitas hukum dan social.

E. Tanggung Jawab Sosial


Tanggung jawab sosial dapat diartikan sebagai wujud pelaksanaan etika dalam organisasi.
Tanggung jawab sosial juga dapat didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan untuk
merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, dan melaksanakan tindakan yang
memberikan manfaat kepada masyarakat. Sayangnya, karena tidak ada kesepahaman yang
kuat tentang kepada siapa dan untuk apa perusahaan bertanggung jawab sosial, akan sulit
bagi manajer untuk mengetahui apa yang dianggap sebagai perilaku perusahaan yang
bertanggung jawab sosial.

2.5.1 Peran Kepada Siapa Organisasi Bertanggung Jawab sosial


Terdapat dua pandangan tentang kepada siapa organisasi bertanggung jawab social, yaitu
sebagai berikut :
1. Model Pemegang saham (Shareholder)
Pandangan tentang tanggung jawab social yang menyebutkan bahwa sasaran organisasi
yang utama adalah memaksimalkan keuntungan bagi manfaat para pemegang saham. Lebih
spesifik lagi, apabila keuntungan meningkat, maka nilai saham perusahaan yang dimiliki
oleh pemegang saham akan meningkat juga.
2. Model Pihak yang berkepentingan (Stakeholder)
Teori tentang tanggung jawab social perusahaan yang mengatakan bahwa tanggung jawab
manajemen yang terpenting, kelangsungan hidup jangka panjang (bukan hanya
memaksimalkan laba), dicapai dengan memuaskan keinginan berbagai pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan (bukan hanya pemegang saham).
Pihak yang berkepentingan adalah orang atau kelompok dengan kepentingan yang sah
dalam suatu perusahaan. Karena pihak berkepentingan memiliki minat dan dipengaruhi
oleh tindakan organisasi, maka mereka memiliki suatu “taruhan” dalam tindakan tersebut.
Akibatnya, kelompok yang berkepentingan akan mencoba untuk mempengaruhi
perusahaan agar bertindak menurut keinginan mereka.
Bertanggung jawab bagi berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) menimbulkan
dua pertanyaan pokok. Pertama, bagaimana perusahaan mengenali stakeholder organisasi ?
kedua, bagaimana perusahaan mengimbangi kebutuhan dari stakeholder yang berbeda ?
dengan membedakan stakeholder primer dan sekunder , akan dapat menjawab pertanyaan
tersebut.
a. Stakeholder Primer adalah kelompok-kelompok, seperti pemegang saham, karyawan,
pelanggan, pemasok, pemerintah, dan masyarakat sekitar, dimana organisasi bergantung
untuk kelanjutan hidup jangka panjang.
Sebagai contoh, saat Kmart menghadapi masalah keuangan, ia terlambat melakukan
pembayaran kepada tiga pemasok utamanya. Para pemasok ini memperingatkan Kmart
bahwa mereka tidak akan mengirim lagi produk mereka ke toko-toko Kmart, kecuali jika
dibayar tunai sebelumnya atau pada saat pengiriman. Bahayanya bagi Kmart adalah apabila
masalah ini menyebar kepada kelompok stakeholder lain. Ketika mendengar bahwa Kmart
tidak dapat melunasi pemasok ini, maka pemasok Kmart yang lain juga menginginkan
pembayaran tunai sebelum pengiriman. Karena semakin sedikit barang yang dikirim ke
toko, maka pelanggan mungkin berhenti berbelanja di Kmart karena tidak dapat
memperoleh barang yang mereka butuhkan. Selanjutnya hal ini dapat mengganggu usaha
jangka panjang Kmart.
b. Stakeholder Sekunder adalah media dan kelompok khusus yang berkepentingan, yang
dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan.
Sebagai contoh, kebanyakan anak-anak Amerika di tahun 1960 tumbuh karena menyantap
roti selada ikan tuna, masakan tuna (dengan keripik kentang diatasnya). Akan tetapi pada
pertengahan 1980an anggapan umum tentang nelayan dan industry tuna berubah menjadi
negative, ketika kelompok lingkungan hidup mengumumkan kenyataan bahwa terdapat
sekitar seratus ribu ikan lumba-lumba terbunuh setiap tahun oleh jala penangkap ikan tuna.
Akibatnya banyak restoran dan sekolah melakukan protes dengan menghapuskan ikan tuna
dari daftar makanan mereka.

Gambar 5. Model Stakeholder dari Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

2.5.2 Untuk Apa Organisasi Bertanggung Jawab Sosial ?


Perusahaan dapat memberi manfaat terbesar kepada Stakeholder dengan cara memenuhi
tanggung Jawab ekonomi, hukum, etika, dan kebijaksanaan.
a. Tanggung Jawab Ekonomi
Harapan bahwa perusahaan akan menghasilkan keuntungan dengan memproduksi barang
atau jasa yang bernilai. Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab perusahaan yang
paling mendasar.
b. Tanggung Jawab Hukum
Harapan bahwa perusahaan akan mematuhi hukum dan peraturan masyarakat ketika
mereka berusaha memenuhi tanggung jawab ekonomi.
c. Tanggung Jawab Etika
Harapan bahwa perusahaan tidak akan melanggar prinsip-prinsip benar atau salah yang
telah diterima ketika menjalankan usaha. Karena stakeholder yang berbeda mungkin tidak
setuju tentang apa yang etis atau tidak, memenuhi tanggung jawab etika lebih sulit
daripada memenuhi tanggung jawab ekonomi atau hukum.

d. Tanggung Jawab Kebijaksanaan


Harapan bahwa perusahaan akan sukarela menjalankan peran sosialnya diluar tanggung
jawab ekonomi, hukum dan etika. Tanggung jawab kebijaksanaan adalah kesukarelaan.

Gambar 6. Tanggung Jawab Sosial Keseluruhan

Gambar 6 diatas menunjukkan bahwa tanggung jawab ekonomi dan hukum memainkan
bagian yang lebih besar dalam tanggung jawab social perusahaan daripada tanggung jawab
etika dan kebijakan. Namun kepentingan relatifitas dari tanggung jawab ekonomi, hukum,
etika dan kebijakan tergantung pada harapan yang dimiliki masyarakat terhadap tanggung
jawab social perusahaan pada suatu waktu tertentu. Seabad yang lalu, masyarakat berharap
agar perusahaan memenuhi tanggung jawab ekonomi, hukum, dan lainnya. Namun
sekarang, sejak masyarakat menilai apakah perusahaan sudah bertanggung jawab social,
maka tanggung jawab etika dan kebijakan menjadi lebih penting dari biasanya.

2.5.3 Tanggapan atas Tuntutan akan Tanggung Jawab Sosial


Kepekaan social adalah strategi yang dipilih oleh perusahaan untuk menanggapi harapan
Stakeholder dalam bidang ekonomi, hukum, etika, atau kebijaksanaan, berkaitan dengan
tanggung jawab social.

Terdapat empat strategi kepekaan social, yaitu :


1. Strategi Reaktif
Strategi kepekaan social dimana perusahaan memilih untuk berbuat kurang dari apa yang
diharapkan masyarakat dan mengabaikan tanggung jawab atas masalah.

2. Strategi Defensif
Strategi kepekaan social dimana perusahaan memilih untuk mengakui tanggung jawabnya
atas suatu masalah tetapi melakukan usaha terkecil untuk memenuhi harapan masyarakat.
3. Strategi Akomodatif
Strategi kepekaan social dimana perusahaan memilih untuk menerima tanggung jawab atas
masalah dan melakukan semua yang diharapkan masyarakat untuk memecahkan persoalan.

4. Strategi Proaktif
Strategi kepekaan social dimana perusahaan akan mengantisipasi tanggung jawab atas
masalah sebelum terjadinya dan akan berusaha lebih dari apa yang diharapkan masyarakat
untuk menyelesaikan

F. Manajemen Berbasis Nilai-Nilai


Manajemen berbasis nilai-nilai adalah sebuah pendekatan terhadap pengelolaan di mana
para manajer menetapkan, memajukan, dan mempraktekan nilai-nilai bersama sebuah
organisasi. Nilai-nilai suatu organisasi mencerminkan apa yang dibelanya dan apa yang
diyakininya. Nilai-nilai organisasi yang dirasakan bersama merupakan budaya organiasi
tersebut dan mempengaruhi cara organisasi itu beroperasi serta perilaku para karyawannya.
Misalnya, di Tom’s of Maine, sebuah pabrik produk-produk perawatan pribadi ilmiah, nilai-
nilai bersama perusahaan itu telah menjadi bagian strategi bisnis keseluruhan. Setiap
keputusan manajerial di Tom’s of Maine dievaluasi dalam terang nilai-nilai yang terdapat
dalam pernyataan keyakinan dan pernyataan misi. Tom’s berniat sekaligus memikul
tanggung jawab sosial dan laba. Bagi setiap perusahaan yang yakin dan mempraktekan
manajemen berbasis nilai, nilai-nilai korporasi bersama mempunyai banyak tujuan.
2.6.1 Tujuan dari Nilai Bersama
Nilai-nilai bersama sebuah perusahaan bertindak sebagai tonggak-tonggak pedoman bagi
tindakan dan keputusa bersama manajerial. Misalnya, di pabrik pakaian Blue Bell Inc. Suatu
tradisi kuat nilai-nilai perusahaan membimbing sewaktu mereka merencana,
mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan kegiatan-kegiatan organisasi

Anda mungkin juga menyukai