Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KEGAWATDARURATAN DENGUE DAN DIGIGIT ULAR

Dosen Pengampu:

Novi Mustahdiati Nasri, Ns., M. Kep

Disusun Oleh:

MUTIARA KHADIJAH

NIM. 2010913320006

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2023
Pengertian dengue shock syndrom

Dengue Shock Syndrome (SSD)/ Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus deman berdarah
dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Shok
Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) menyebar dengan luas dan tiba-tiba,
tetapi juga merupakan permasalahan klinis. Karena 30 – 50% penderita demam berdarah
dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak
ditangani secara dini dan adekuat. enyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati. Demam Dengue berdarah adalah penyakit yang
bermanifestasi perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni.Dengue Syok Sindrom adalah
penyakit DHF yang mengalami kesadaran menurun atau renjatan.

Etilogi

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus
dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh
karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue
berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan
nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius.
Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber
penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum
demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus
dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan
berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar
saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik),
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam
tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah
menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak
membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk betina
sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan
menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00.
Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari
satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari
manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif
bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai
kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD
menjadi lebih mudah terjadi.
Morfologi nyamuk penular DBD

a. Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-
rata nyamuk yang lain. Mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian
badan dan kaki.

b. Pupa (Kepompong) Pupa atau kepompong berbentuk seperti “Koma”. Bentuknya lebih
besar namun lebih ramping dibandingkan larva (jentik)nya. Pupa nyamuk Aedes aegypti
berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

c. Larva (jentik) Ada 4 tingkat (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva

i. Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm.

ii. Larva instar II berukuran 2,5-3,8 mm.

iii. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II.

iv. Larva instar IV berukuran paling besar 5mm.

Larva dan pupa hidup pada air yang jernih pada wadah atau tempat air buatan seperti pada
potongan bambu, dilubang-lubang pohon, pelepah daun, kaleng kosong, pot bunga, botol
pecah, tangki air, talang atap, tempolong atau bokor, kolam air mancur, tempat minum kuda,
ban bekas, serta barang-barang lainnya yang berisi air yang tidak berhubungan langsung
dengan tanah. Larva sering berada di dasar container, posisi istirahat pada permukaan air
membentuk sudut 45 derajat, sedangkan posisi kepala berada di bawah.

d. Telur Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih 0,80 mm. Telur berbentuk oval yang
mengapung satu persatu pda permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding
penampungan air, Aedes aegypti betina bertelur diatas permukaan air pada dinding vertikal
bagian dalam pada tempat-tempat yang berair sedikit, jernih, terlindung dari sinar matahari
langsung, dan biasanya berada di dalam dan dekat rumah. Telur tersebut diletakkan satu
persatu atau berderet pada dinding tempat air, di atas permukaan air, pada waktu istirahat
membentuk sudut dengan permukaan air.

Pengertian digigit ular

Gigitan ular adalah sebuah penyakit lingkungan yang diakibatkan oleh sebuah gigitan ular
yang sangat berbisa yang bisa menimbulkan kematian pada semua makhluk hidup atau
manusia. Di karenakan ular yang berbisa kaya akan racun peptida dan protein yang dapat
mematikan reseptor jaringan pada daerah yang tergigit tersebut.

Gigitan ular sering terjadi umunya di bagian tangan dan kaki manusia, jika salah dalam
mengantisipasi gigitan ular dapat mengancam jiwa dan menimbulkan kematian.

Luka didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tubuh oleh sebab-sebab fisik,
mekanik, kimia dan termal. Luka, baik luka terbuka atau luka tertutup, merupakan salah satu
permasalahan yang paling banyak terjadi di praktek sehari-hari ataupun di ruang gawat
darurat. Penanganan luka merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh dokter
umum. Tujuan utama manajemen luka adalah mendapatkan penyembuhan yang cepat dengan
fungsi dan hasil estetik yang optimal.Tujuan ini dicapai dengan pencegahan infeksi dan
trauma lebih lanjut serta memberikan lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka

Debridement adalah proses mengangkat jaringan mati dan benda asing dari dalam luka untuk
memaparkan jaringan sehat di bawahnya. Jaringan mati bisa berupa pus, krusta, eschar (pada
luka bakar), atau bekuan darah.

Patofisiologi digigit ular

Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksik. Toksik dapat menyebar
melalui peredaran darah dan menyebar hanya ke jaringan sekitar gigitan, yang dapat
mengganggu berbagai system. Seperti sistem neurologist, sistem kardiovaskuler dan sistem
pernapasan.

Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf sehingga terjadi neuro
toksik yang berakibatkan terjadinya gangguan pada hipotalamus sehingga control suhu dan
nyeri terganggu dan menyebabkan masalah hipotermi dan gangguan rasa nyaman.

Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan timbulnya reaksi endotoksik yang dapat menimbulkan miokard sehingga
terjadinya masalah penurunan curah jantung. Sedangkan pada sistem pernapasan toksik dapat
mengenai mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat
mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk
bernapas dan timbulah masalah pola napas tidak efektif dan terjadi koagulopati hebat yang
dapat mengakibatkan gagal napas.

Pada toksik yang menyebar hanya di jaringan sekitar gigitan dapat mengakibatkan inflamasi
yang menimbulkan rasa nyeri sehingga muncul masalah gangguan rasa nyaman dan nyeri
akut, penurunan imun yang menimbulkan masalah resiko infeksi. Toksik yang menyebar
hanya di jaringan sekitar gigitan juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada klien yang
mengakibatkan harusnya dilakukan tindakan operasi debridement yang akan menimbukan
masalah nekrosis, resiko infeksi dan gangguan integritas kulit.

Tanda gejala digigit ular

Derajat 1 = tidak ada gejala (minor) : terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, tidak
terdapat adanya edem, tidak terasa nyeri, tidak ada koagulopati, serta tidak didapati gejala
sistemik.

Derajat 2 = gejala lokal (moderate) : terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, serta oedem
lokal, tidak disertai gejala sistemik dan koagulopati.

Derajat 3 = gejala berkembang pada daerah regional (severe) : terdapat sebuah tanda bekas
gigitan/taring, disertai edem regional 2 segmen dari ekstremitas, terdapat nyeri yang tidak
dapat diatasi dengan obat analgesik, tidak ada gejala sistemik dan koagulopati.
Derajat 4 = gejala sistemik (major) : terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, disertai
oedem yang cukup luas dan terdapat tanda sistemik (mual, muntah, pusing, nyeri kepala,
sakit pada perut, dan dada syok), serta trombosis sistemik.

Pada umumnya gigitan ular ini terjadi pada derajat 2 moderate dan derajat 4 (major). Pada
derajat 2 = gejala lokal moderate biasanya terjadi pada luka bekas gigitan ular berbisa
berubah warna menjadi kemerahan, bengkak, terdapat pendarahan, terasa seperti terbakar,
nyeri,ekimosis dan kesemutan. Sedangkan di derajat 4 = gejala sistemik major ini yang harus
diwaspadai antara lain seperti gangguan pengelihatan (kabur atau buram), gejala neurologis
(sakit kepala, pusing), gejala pada kardiovaskuler (berdetak kencang atau keras, hipotensi),
gejala sistem pencernaan (terasa mual-mual, muntah-muntah), dan gejala lainnya yang
muncul seperti kelemahan otot, hipersallivasi, serta demam.

Pathway digigit ular

Tampilan bekas gigitan ular


Perbedaan gigitan ular berbisa dan tidak berbisa
REFERENSI

Afni, A. C. N., & Sani, F. N. (2020). Pertolongan pertama dan penilaian keparahan
envenomasi pada pasien gigitan ular. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, 91-98.

Candra, A. (2010). Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. ASPIRATOR-Journal of Vector-borne Disease Studies, 2(2). Ekasari, D.
P., & Nugraha, R. H. (2020). Tinjauan literatur: Efek astaxanthin pada angiogenesis
dan jaringan granulasi luka bakar. Majalah Kesehatan FKUB, 7(2), 137-148.

Niasari, N., & Latief, A. (2016). Gigitan ular berbisa. Sari Pediatri, 5(3), 92-8.

Podung, G. C., Tatura, S. N., & Mantik, M. F. (2021). Faktor risiko terjadinya sindroma syok
dengue pada demam berdarah dengue. Jurnal Biomedik: Jbm, 13(2), 161-166.
Suwaryo, P. A. W., Agustin, W. R., Utama, Y. A., Sari, S. M., & Sahara, R. M.
(2022). Keperawatan Gawat Darurat. Get Press.
SOAL & JAWABAN

1. Dengue shock syndrome disebut juga dengan…

a. Demam berdarah

b. Kejang

c. Demam disertai kejang

d. Cacat lahir

e. Lidah pendek

2. Penyebab dari dengue shock syndrome adalah…

a. Gigitan ular

b. Komplikasi rongga mulut

c. Gigitan nyamuk

d. Cacat bawaan

e. Konsumsi gula berlebih


3. Yang menyebabkan gigitan ular berbahaya adalah…

a. Penyakit bawaan

b. Bisa

c. Volikel

d. Epidermis

e. Vena

4. Ciri gigitan ular berbisa yaitu…

a. Bentuk gigitan memanjang

b. Warna kekuningan

c. Bentuk gigitan bulat/titik

d. Tidak ada bengkak

e. Ada lepuhan

5. Tanda gejala digigit ular derajat 1, kecuali…

a. Tidak ada gejala

b. Ada tanda bekas gigitan

c. Tidak terasa nyeri

d. Tidak ada gejala sistemik

e. Pasien meninggal

Anda mungkin juga menyukai