NIM : 049450981
Soal
1. Konstruksi pengertian iman dalam Al-quran berkaitan dengan assyaddu hubban (QS.
Al- Baqarah (2) : 165), qalbu, mata, dan telinga (QS. Al-A’raaf (7):179).
a. Tuliskan ayat dan terjemah QS. Al- Baqarah (2) : 165 dengan teliti dan benar!
i. Jelaskan pengertian hubban dalam ayat tersebut?
ii. Jelaskan pengertian iman kepada Allah SWT menurut ayat tersebut?
b. Tuliskan ayat dan terjemah QS. Al-A’raaf (7):179 dengan teliti dan benar!
c. Jelaskan pengertian iman kepada Allah SWT menurut ayat QS. Al-A’raaf
(7):179 tersebut?
d. Jelaskan secara ringkas pengertian iman kepada Allah SWT dari kedua ayat
tersebut?
2. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya dari segi fisik, non fisik dan tujuan
penciptaannya. Namun, kesempurnaan manusia lebih ditekankan kepada aspek non
fisik dan pencapaian tujuan penciptaan tersebut daripada aspek fisik. Hal ini
diantaranya diisyaratkan dalam kandungan ayat-ayat Q.S. Ali-Imran (3) : 190-191 dan
Q.S. Qaaf (50) : 16.
a. Tuliskan terjemah Q.S. Ali-Imran (3) : 190-191 dan jelaskan secara ringkas
hakikat manusia menurut kedua ayat tersebut!
b. Tuliskan terjemah Q.S. Qaaf (50) : 16 dan jelaskan secara ringkas hakikat
manusia menurut ayat tersebut!
c. Jelaskan hakikat kesempurnaan manusia menurut ketiga ayat tersebut!
3. Manusia dari sisi perwujudannya sebagai makhluk sosial, bertempat tinggal dan
berinteraksi dengan sesamanya dalam waktu yang lama dalam suatu masyarakat.
a. Jelaskan pengertian terminologis tentang masyarakat ?
b. Jelaskan asal-usul masyarakat menurut fitrah manusia dalam QS. Al-Hujuraat:
13 dan QS. Az-Zukhruf: 32
c. Jelaskan kriteria masyarakat beradab dan sejahtera dari sudut pandang
masyarakat madani!
d. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip umum masyarakat beradab dan
sejahtera!
Jawaban
i. Berdasarkan redaksi ayat tersebut iman identik dengan asyaddu hubban lillah.
Hub artinya kecintaan atau kerinduan. Asyaddu adalah kata superlative syadiid
(sangat). Asyaddu hubban berarti sikap yang mengajukan kecintaan dan
kerinduan luar biasa. Lillah artinya kepada atau terhadap Allah. Orang-orang
yang beriman kepada Allah berarti orang yang rela mengorbankan jiwa dan
raganya untuk mewujudkan harapanatau kemauan yang dituntut oleh Allah
kepadanya.
ii. Iman identik dengan asyaddu hubban lillah. Hub artinya kecintaan atau
kerinduan. Asyaddu adalah kata superlative syadiid (sangat). Asyaddu hubban
berarti sikap yang mengajukan kecintaan dan kerinduan luar biasa. Lillah
artinya kepada atau terhadap Allah. Dari ayat tersebut tergambar bahwa iman
adalah sikap (attitude), yaitu kondisi mental yang menunjukkan
kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap Allah. Orang-orang yang
beriman kepada Allah berarti orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya
untuk meweujudkan harapan atau kemauan yangn di tuntut oleh Allah
kepadanya.
b. QS. Al-A’raf : 179
َو َلَقْد َذ َر ْأَنا ِلَجَه َّنَم َك ِثي ًر ا ِم َن ا ْل ِج ِّن َو ا ِإْل ْنِس ۖ َلُه ْم ُقُلو ٌب اَل َيْف َق ُه و َن ِبَه ا
c. Berdasarkan tafsiran QS. Al-A’raf ayat 179 dapat diketahui, bahwa rukun (struktur)
iman ada 3 aspek yaitu ; kalbu, lisan, dan perbuatan. Tepatlah jika iman didefinisikan
dengan pendirian yang diwujudkan dalam bentuk bahasa dan perilaku. Jika pengertian
ini diterima, mka istilah iman identik dengan kepribadian manusia seutuhnya, atau
pendirian yang konsisten. Orang yang beriman berarti orang yang memiliki
kecerdasan, kemauan dan keterampilan.
d. Iman merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Iman adalah
kepribadian yang mencerminkan keperpaduan antara kalbu, ucapan, dan perilaku
menurut ketentuan Allah. Ada 3 aspek iman, yaitu pengetahuan, kemampuan, dan
kemauan. Orang yang beriman kepada Allah adalah orang yang tidak menyekutukan
Allah dan orang yang sangat besar cintanya kepada Allah, tidak ada yang lebih ia
cintai selain Allah. Iman adalah meyakini dengan hati, dinyatkan dengan lisan atau
tulisan dan dibuktikan dalam amal perbuatan dengan menggunakan seluruh indera
yang ada.
2. a. QS. Ali Imran (3) : 190-191
ِب َّلِذ ِر ٍت ِت ِف ِت ِإ يِف ِق
ا يَن. َّن َخ ْل الَّس َم اَو ا َو اَأْلْر ِض َو اْخ اَل الَّلْيِل َو الَّنَه ا آَل َيا ُأِلويِل اَأْلْلَبا
َيْذ ُك ُر وَن الَّلَه ِقَياًم ا َو ُقُعوًدا َو َعَلٰى ُج ُنوِهِبْم َو َيَتَف َّك ُر وَن يِف َخ ْلِق الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر ِض َر َّبَنا َم ا
َخ َلْق َت َٰه َذ ا َباِط اًل ُس ْبَح اَنَك َفِق َنا َعَذ اَب الَّناِر
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-
orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Surat Ali Imran ayat 190 mengatakan bahwa penciptaan langit dan bumi
beserta penggantian malam dan siang merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
Tanda-tanda kekuasaan Allah SWT di alam semesta tersebut hanya disadari oleh ulul
albab.
Kemudian surat Ali Imran ayat 191 menegaskan bahwa ada dua ciri ulul
albab. Yaitu berzikir dan berpikir. Setiap ulul albab selalu mengingat Allah dalam
semua kondisi dan ulul albab juga menggunakan akalnya untuk melakukan tafakur
dan memikirkan penciptaan alam semesta. Tafakur yang benar akan mengantarkan
pada simpulan bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta dan segala sesuatu di
dalamnya tidak ada yang sia-sia karena semua adalah benar dan semuanya
bermanfaat. Tafakur yang benar juga akan melahirkan kedekatan kepada Allah SWT,
mengakui kelemahan makhluk dan juga mengakui kekuasaan Allah SWT, serta akan
memanjatkan doa kepada Allah.
1) Keadilan
Keadilan merupakan sunnatullah dimana Allah menciptakan alam
semesta ini dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Dalam al-Qur'an
keadilan itu disebut sebagai hukum keseimbangan yang menjadi hukum
jagat raya. Karena itu setiap praktik ketidakadilan merupakan suatu bentuk
penyelewengan dari hakikat kemanusiaan yang dikutuk keras oleh al-
Qur'an.
2) Supremasi Hukum
Keadilan seperti disebutkan diatas harus dipraktikkan dalam semua
aspek kehidupan. Dimulai dari menegakkan hukum. Menegakkan hukum
yang adil merupakan amanah yang diperintahkan untuk dilaksanakan
kepada yang berhak. Dalam usaha mewujudkan supremasi hukum itu
maka kita harus menetapkan hukum kepada siapapun tanpa pandang bulu,
bahkan kepada orang yang membenci kita sekalipun, kita tetap harus
berlaku adil.
3) Egalitarianisme (Persamaan)
Egalitarianisme artinya adalah persamaan, tidak mengenal sistem
dinasti geneologis. Artinya adalah bahwa masyarakat madani tidak melihat
keutamaan atas dasar keturunan, ras, etnis, dll. melainkan atas prestasi
4) Pluralisme
Pluralisme adalah sikap dimana kemajemukan merupakan sesuatu
yang harus diterima sebagai bagian dari realitas obyektif. Pluralisme yang
dimaksud tidak sebatas mengakui bahwa masyarakat itu plural melainkan
juga harus disertai dengan sikap yag tulus bahwa keberagaman merupakan
bagian dari karunia Allah dan rahmat-Nya karena akan memperkaya
budaya mealui interaksi dinamis dengan pertukatan budaya yang beraneka
ragam itu. Kesadaran pluralisme itu kemudian diwujudkan untuk bersikap
toleran dan saling menghormati diantara sesama anggota yang berbeda
naik berbeda dalam hal etnis, suku, bangsa, maupun agama.
5) Pengawasan Sosial
Pengawasan sosial ini menjadi penting terutama ketika kekuatan baik
kekuatan uang maupun kekuatan kekuasaan cenderung menyeleweng
sehingga perwujudan masyarakat beradab dan sejahtera hanya slogan
semata. Pengawasan sosial baik secara individu maupun lembaga
merupakan suatu keharusan dalam usaha pembentukan masyarakat
beradab dan sejahtera.