Anda di halaman 1dari 36

DAMPAK KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP

PERILAKU SOSIAL ANAK

PROPOSAL

OLEH
Muhammad Faqih
NIM C7432011010025

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


STKIP YAPIS DOMPU
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA & SASTRA INDONESIA
Tahun 2023

1
ii
DAMPAK KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP
PERILAKU SOSIAL ANAK

PROPOSAL
Diajukan kepada
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) Yapis Dompu
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S-1)
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

OLEH
Muhammad Faqih
NIM C7432015010025

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


STKIP YAPIS DOMPU
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA & SASTRA INDONESIA
Tahun 2023

iii
Skripsi oleh Muhammad Faqih ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Dompu, 29 Maret 2023


Pembimbing I,

Hasan, M.Pd.
NIDN. 0829088701

Dompu, 12 Maret 2020


Pembimbing II,

Sumiati, M.Pd.
NIDN. 0828088801

Mengetahui/Mengesahkan
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia,
Ketua,

Sugerman, M. Pd.
NIDN. 0812118603

ii
Skripsi oleh Muhammad Faqih ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada Tanggal 12 Mei 2020.

Dewan Penguji:
Ketua,

Hasan, M.Pd.
NIDN. 0829088701

Anggota I,

Sumiati, M.Pd.
NIDN. 0828088801

Anggota II,

Idhar, M.Pd.I.
NIDN. 0820088502

Anggota III,

Idhar, M.Pd.I.
NIDN. 0820088502

Mengetahui/Mengesahkan
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia,
Ketua,

Sugerman, M. Pd.
NIDN. 0812118603

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada allah SWT yang telah memberikan rahmat kepada
kpenulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Dampak
Broken Home Terhadap Perilaku Anak Proposal ini merupakan salah satu syarat
dalam menyelesaikan pendidikan pada Progran Studi …. (S-1) yang Penulis
tempuh di STKIP Yapis Dompu. Penulis menyadari bahwa dalam proses
penulisan proposal/skripsi ini tidak terlepas dari peran, dorongan, dukungan,
arahan, dan saran dari berbagai pihak.
Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada …. (nama) Ketua Yayasan Pendidikan Islam (Yapis) Dompu …. Terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada ....
(nama) Ketua STKIP Yapis Dompu yang telah.... Terima kasih penulis sampaikan
kepada …. (nama) Waket I Bidang Akademik yang telah …. Terima kasih penulis
sampaikan kepada …. (nama) Waket II Bidang Administrasi dan Keuangan yang
telah …. Terima kasih penulis sampaikan kepada …. (nama) Waket III Bidang
Kemahasiswaan yang telah ….dan seterusnya
Akhirnya, dengan segala keterbatasan dan kelebihannya, semoga
proposal/skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu.

Dompu, 12 November 2023


Penulis,

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL............................................................................... i
HALAMAN LOGO.................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL.................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ............................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................. 2
1.2 Batasan Masalah........................................................................... 3
1.3 Rumusan Masalah......................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 5
1.5 Istilah Operasional Variabel ........................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 7


2.1 Kajian Teori.................................................................................. 8
2.2 Kerangka Berpikir........................................................................ 9
2.3 Hipotesis Penelitian...................................................................... 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................ 11


3.1 Jenis Penelitian............................................................................. 12
3.2 Populasi dan Sampel..................................................................... 13
3.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 14
3.4 Instrumen Penelitian..................................................................... 15
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................... 16

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................... 17

v
vi
BAB I
PENDAHULUAN

Pada Bab ini akan dibahas mengenai: 1.1. Latar belakang, 1.2. Batasan
Masalah, 1.3. Rumusan Masalah, 1.4. Tujuan Penelitian, 1.5. Manfaat Penelitian,
1.6. Istilah Operasional Variabel.
1.1. Latar Belakang

Keluarga adalah tempat di mana anak berkembang dan bertumbuh,

baik secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011), keluarga

adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau

suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan

anaknya. Keluarga merupakan tempat yang paling penting di mana anak

memperoleh dasar dalam membentuk kemampuannya agar kelak menjadi

orang berhasil di masyarakat.

Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus

merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam

hubungannya dengan perkembangan individu sering dikenal dengan

sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan

berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Fungsi

keluarga ialah merawat, memelihara dan melindungi anak dalam rangka

sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial

(Prijatna, 2012).

Namun pada kenyataannya, ada sebagian anak dan remaja yang

hidup di dalam keluarga yang tidak dapat menjalankan fungsinya dengan

baik yakni keluarga yang mengalami perpecahan (broken home). Ulwan

(2002) mengatakan bahwa broken home adalah kurangnya perhatian dari

1
keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orangtua sehingga membuat

mental seorang anak menjadi frustasi,brutal dan susah diatur (dalam

Sujoko, 2011).

Broken home diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak

harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan

sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang

menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian (Willis, 2009).

Keluarga yang terpecah (broken home) dapat dilihat dari dua aspek yaitu:

(1) keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu

dari kepala keluarga itu meninggal atau telah bercerai, (2) orang tua tidak

bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau

ibu sering tidak dirumah, dan atau tidak memperlihatkan hubungan kasih

sayang lagi (Willis, 2009).

Broken home yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi

keluarga tidak berjalan dengan rukun, damai dan sejahtera karena sering

terjadi keributan serta perselisihan dan kondisi keluarga yang strukturnya

tidak utuh lagi (perceraian).

Saat terjadinya broken home menyebabkan hilangnya gairah

hidup dalam melakukan aktivitasnya. Dalam penelitian Mulyana &

Purnamasari (2010) mengungkapkan bahwa remaja dari keluarga broken

home seringkali tidak mendapatkan dukungan, diabaikan dan direndahkan

atau bahkan menerima perlakuan yang buruk dari orangtuanya. Kondisi

keluarga seperti ini akan menyebabkan anak atau remaja mengalami stres

atau tekanan.

2
Selanjutnya penelitian Junaidi (2007), menyatakan bahwa anak dari

keluarga broken home ada yang terjerumus hal-hal negatif dan berakhir

dengan kematian. Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Pria Tangerang

tercatat bahwa sejumlah 61 anak telah berbuat kejahatan dengan latar

belakang keluarga yang broken home. Tercatat 91 % dari anak-anak

itu telah menjadi perampok dan pemerkosa. Data ini memperkuat bukti

pengaruh buruk broken home pada perkembangan remaja.

Namun tidak semua remaja yang mengalami keluarga pecah

mengalami dampak buruk dari perpecahan keluarga tersebut. Ada juga

anak broken home seperti Presiden Republik Indonesia SBY dan Presiden

Amerika Serikat Obama yang menjadikan broken home sebagai titik balik

kesuksesannya (dalam Fitriana, 2012). Hal itu karena adanya kemampuan

seseorang untuk bangkit dari keadaan yang tidak menyenangkan itu

sebagai kekuatan atau pemicu untuk berubah ke arah yang lebih baik atau

yang lebih dikenal dengan istilah resiliensi.

Buku Wikipedia Mengatakan Perilaku sosial adalah perilaku yang

secara khusus ditujukan kepada orang lain. Perilaku mempengaruhi aksi

sosial dalam masyarakat yang kemudian menimbulkan masalah-masalah.

Menyadari permasalahan-permasalah dalam masyarakat sebagai sebuah

penafsiran. Akan halnya tingkatan suatu perilaku adalah rasional (menurut

ukuran logika atau sains atau menurut standar logika ilmiah), maka hal ini

dapat dipahami secara langusung.

3
Dimaksudkan disini adalah setiap manusia akan bertindak dengan

cara yang berbeda dalam situasi yang salam, setiap perilaku seseorang

merefleksikan kumpulan sifat unik yang dibawanya ke dalam suasana

tertentu yaitu perilaku yang di tunjukkan seseroang ke orang lain

Bermula dari uraian di atas, peneliti sangat tertarik untuk

mengetahui permasalahan tersebut dan ingin mengungkapnya dalam

penelitian ilmiah, dengan mengambil judul “Dampak Broken Home

Terhadap Perilaku Sosial Anak”.

1.2. Batasan Masalah


Penelitian ini akan berfokus pada Broken Home yang diartikan sebagai
kondisi keluarga yang tidak berjalan dengan rukun, damai, dan sejahtera, baik
karena perceraian maupun karena ketidakutuhan struktur keluarga. penelitian
ini akan dibatasi pada anak usia 10-18 tahun untuk mengetahui yang pertama
faktoor factor yang mempengaruhi mengapa terjadi broken home serta
dampaknya.

1.3. Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Broken Home pada


keluarga dengan anak usia 10-18 tahun?
2. Bagaimana dampak Broken Home terhadap perkembangan psikososial
anak usia 10-18 tahun?
3. Apakah terdapat perbedaan dalam pengalaman dan persepsi anak usia 10-
18 tahun terhadap Broken Home akibat perceraian dan ketidakutuhan
struktur keluarga?
4. Bagaimana resiliensi anak usia 10-18 tahun dalam menghadapi
konsekuensi psikososial akibat Broken Home?

4
5. Apakah terdapat peran dukungan sosial dan bimbingan psikologis yang
dapat mengurangi dampak negatif Broken Home pada anak usia 10-18
tahun?

Penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang


faktor-faktor penyebab, dampak, perbedaan pengalaman, resiliensi, serta peran
dukungan sosial dan bimbingan psikologis terhadap anak usia 10-18 tahun
yang mengalami Broken Home, baik akibat perceraian maupun ketidakutuhan
struktur keluarga

1.4. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis Faktor-Faktor Penyebab Broken Home: Meneliti dan


menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya Broken
Home pada keluarga dengan anak usia 10-18 tahun, baik yang berkaitan
dengan perceraian maupun ketidakutuhan struktur keluarga.
2. Menilai Dampak Psikososial Terhadap Anak Usia 10-18 Tahun:
Mengidentifikasi dan mengevaluasi dampak psikososial yang mungkin
terjadi pada anak usia 10-18 tahun akibat Broken Home, dengan fokus
pada aspek perkembangan psikologis dan sosial mereka.
3. Meneliti Perbedaan Pengalaman Akibat Perceraian dan
Ketidakutuhan Struktur Keluarga: Menyelidiki apakah terdapat
perbedaan dalam pengalaman dan persepsi anak usia 10-18 tahun
terhadap Broken Home, tergantung apakah itu disebabkan oleh
perceraian atau ketidakutuhan struktur keluarga.
4. Menganalisis Tingkat Resiliensi Anak Terhadap Dampak Broken
Home: Mengukur tingkat resiliensi anak usia 10-18 tahun dalam
menghadapi konsekuensi psikososial akibat Broken Home dan
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat resiliensi tersebut.
5. Mengeksplorasi Peran Dukungan Sosial dan Bimbingan Psikologis:
Meneliti peran dukungan sosial dari lingkungan keluarga, teman sebaya,
dan bimbingan psikologis dalam mengurangi dampak negatif Broken
Home pada anak usia 10-18 tahun..

5
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Secara Teoritis

1) Pengembangan Teori Keluarga dan Perkembangan Anak:


Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada pengembangan
teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Broken Home dan
dampaknya pada perkembangan anak usia 10-18 tahun.
2) Perkayaan Literatur Ilmiah: Menambah literatur ilmiah yang
relevan dalam bidang psikologi perkembangan, sosiologi keluarga,
dan studi keluarga, yang dapat digunakan sebagai referensi bagi
peneliti dan akademisi.
3) Pemahaman Lebih Mendalam tentang Resiliensi Anak:
Memberikan wawasan lebih lanjut tentang bagaimana anak-anak
dapat mengembangkan resiliensi dalam menghadapi stres dan
perubahan dalam lingkungan keluarga.

1.5.2. Secara Praktis

1) Panduan Intervensi dan Dukungan: Memberikan panduan bagi


para praktisi, konselor, dan pihak yang terlibat dalam memberikan
dukungan kepada anak-anak yang mengalami Broken Home untuk
mengembangkan intervensi dan dukungan yang lebih efektif.
2) Pengembangan Kebijakan Keluarga dan Sosial: Menyediakan
dasar empiris untuk pengembangan kebijakan yang dapat
mendukung keluarga yang mengalami kondisi Broken Home, baik
melalui program pencegahan maupun intervensi.
3) Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya mendukung keluarga dan anak-anak
yang mengalami Broken Home, sehingga masyarakat lebih
memahami dan bersedia memberikan dukungan.
4) Pengembangan Program Bimbingan Keluarga: Menyediakan
dasar untuk pengembangan program bimbingan keluarga yang
dapat membantu mencegah atau mengatasi masalah keluarga,

6
termasuk upaya untuk meminimalkan risiko terjadinya Broken
Home.

Dengan manfaat ini, penelitian diharapkan dapat memberikan


kontribusi positif baik pada tingkat teoritis maupun praktis, serta
memberikan wawasan yang lebih baik dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan anak-anak yang mengalami Broken Home.

1.6. Istilah Operasional Variabel

1. Variabel Independen: Faktor-Faktor Penyebab Broken Home


o Operasionalisasi:
 Variabel 1 (X1): Ketidakharmonisan Hubungan Orang
Tua
 Indikator: Skala penilaian tingkat
ketidakharmonisan dalam hubungan orang tua.
 Variabel 2 (X2): Ketidakstabilan Ekonomi Keluarga
 Indikator: Pendapatan keluarga, tingkat
pengangguran, dan kestabilan ekonomi keluarga.
 Variabel 3 (X3): Ketidaksetujuan dalam Pengasuhan
Anak
 Indikator: Tingkat kesepahaman orang tua terkait
metode pengasuhan anak.

2. Variabel Dependan: Dampak Psikososial pada Anak Usia 10-18


Tahun
o Operasionalisasi:
 Variabel 4 (Y1): Perkembangan Psikologis Anak
 Indikator: Skala penilaian perilaku, emosi, dan
kesejahteraan psikologis anak.
 Variabel 5 (Y2): Perkembangan Sosial Anak

7
 Indikator: Skala penilaian kemampuan anak
berinteraksi sosial, pembentukan hubungan, dan
adaptasi sosial.
3. Variabel Ketidakutuhan Struktur Keluarga
o Operasionalisasi:
 Variabel 6 (Z1): Kurangnya Keterlibatan Orang Tua
 Indikator: Tingkat keterlibatan orang tua dalam
kegiatan anak, waktu yang dihabiskan bersama, dan
dukungan emosional.
 Variabel 7 (Z2): Konflik dalam Keluarga Extended
 Indikator: Tingkat konflik antara anggota keluarga
inti dan keluarga extended.
4. Variabel Resiliensi Anak
o Operasionalisasi:
 Variabel 8 (R1): Kemampuan Mengatasi Stres
 Indikator: Skala penilaian kemampuan anak
mengatasi stres dan tekanan psikososial.
 Variabel 9 (R2): Sikap Positif terhadap Perubahan
 Indikator: Skala penilaian sikap positif anak
terhadap perubahan dan adaptasi.
5. Variabel Dukungan Sosial dan Bimbingan Psikologis
o Operasionalisasi:
 Variabel 10 (D1): Dukungan Sosial Keluarga
 Indikator: Skala penilaian dukungan sosial yang
diberikan oleh keluarga.
 Variabel 11 (D2): Bimbingan Psikologis
 Indikator: Frekuensi dan kualitas layanan
bimbingan psikologis yang diterima oleh anak.

Dengan operasionalisasi variabel ini, penelitian dapat dilaksanakan dengan


metode yang sistematis dan terukur untuk mengidentifikasi hubungan antara
faktor-faktor yang mempengaruhi Broken Home dengan dampaknya pada anak
usia 10-18 tahun.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab ini akan dibahas mengenai: 2.1. Kajian teori, 2.2. Kerangka
Berpikir, dan 2.3. Hipotesis Penelitian.
1.1. Kajian Teori
1.1.1. Anak Dan Remaja
1.1.1.1. Pengertian Anak
Secara umum menurut para ahli, dikatakan bahwa anak adalah
anugerah dari tuhan yang maha kuasa yang harus dijaga, dididik sebagai
bekal sumber daya, anak merupakan kekayaan yang tidak ternilai
harganya. Seorang anak hadir sebagai amanah dari Tuhan untuk
dirawat, dijaga dan dididik yang kelak setiap orang tua akan diminta
pertanggungjawaban atas sifat dan perilaku anak semasa didunia. Secara
harfiah anak adalah seorang cikal bakal yang kelak akan meneruskan
generasi keluarga, bangsa dan negara. Anak juga merupakan sebuah
aset sumber daya manusia yang kelak dapat membantu membangun
bangsa dan negara.

Dalam literatur lain dikatakan anak adalah seorang yang


dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang
laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh
wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan
anak,Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang
merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya
manusia bagi pembangunan nasional.Masa depan bangsa dan negara
dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang, Semakin baik
kepribadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa
depan bangsa.Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak tersebut
buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang. Pada
umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa
yang panjang dalam rentang kehidupan

9
Dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja
dalam bidang ilmu pengetahuan (the body of knowledge) tetapi dapat di
telaah dari sisi pandang sentralistis kehidupan.Misalnya agama, hukum
dan sosiologi menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual
dalam lingkungan sosial. Disertai dengan ketentuan hukum atau
persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the low) dapat
memberikan legalitas formal terhadap anak sebagai seorang yang tidak
mampu untuk berbuat peristiwa hukum yang ditentukan oleh ketentuan
peraturan-peraturan hukum itu sendiri, atau meletakan ketentuan hukum
yang memuat perincian tentang klasifikasi kemampuan dan kewenangan
berbuat peristiwa hukum dari anak yang bersangkutan. Hak- hak
privilege yang diberikan negara atau pemerintah yang timbul dari UUD
dan peraturan perundang-undangan
1) Pengertian Anak Menrut Agama Islam
Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama
khususnya dalam hal ini adalah agama Islam, anak
merupakan makhluk yang lemah namun mulia, yang
keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah
SWT dengan melalui proses penciptaan. Oleh karena
anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam
pandangan agama Islam, maka anak harus diperlakukan
secara manusiawi seperti dioberi nafkah baik lahir
maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh
menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat
bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya
untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang.
Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah
SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan
negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai
rahmatan lil‘alamin dan sebagai pewaris ajaran Islam
pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang
dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai

10
implementasi amalan yang diterima oleh orang tua,
masyarakat , bangsa dan negara

2) Pengertian Anak Menurut UUD 1945


Pengertian anak dalam UUD 1945 terdapat di
dalam pasal 34 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-
anak terlantar dipelihara oleh negara” hal ini
mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum
dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara
dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak.6 Dengan
kata lain, anak tersebut merupakan tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat. Terhadap pengertian anak
menurut UUD 1945 ini, Irma Setyowati Soemitri, SH.
Menjabarkan sebagai berikut. “ketentuan UUD 1945,
ditegaskan pengaturanya dengan dikeluarkanya UU No.
4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak
1.1.1.2. Pengertian Remaja

Kemenkes merumuskan remaja sebagai suatu periode kehidupan


manusia yang mana terjadi pertumbuhan dan perkembangan fisik,
psikologis, dan intelektual secara pesat. Ia memiliki ciri khas berupa rasa
ingin tahu yang tinggi, cenderung berani mengambil risiko dari
perbuatannya tanpa mempertimbangkan dengan matang, dan menyukai
hal-hal berbau petualangan.

Sementara itu, menurut World Health Organization (WHO), remaja


merupakan masyarakat yang berada di rentang usia 10 sampai 19 tahun.
Adapun, menurut Peraturan Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja
didefinisikan sebagai penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)
rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.

Adapun menurut Monks dan Haditono, remaja merupakan seseorang


yang berada di rentang usia 12-21 tahun. Masa remaja juga menjadi

11
transisi dari anak-anak ke dewasa. Oleh sebab itu, pola pikir akan
berubah dan berproses menuju dewasa.

Selaras dengan Monks dan Haditono, King juga merumuskan


pengertian remaja. Baginya, remaja merupakan perkembangan manusia
yang ditandai dengan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Masa
remaja biasanya dimulai pada sekitar usia 12 tahun dan berakhir pada
usia 18-21 tahun.

Dari beberapa pengerian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja


merupakan fase atau masa peralihan dari masa anak-anak ke masa
dewasa, biasanya terjadi pada rentang usia 10 sampai 18 tahun. Pada
masa remaja, biasanya terjadi perkembangan baik fisik, psikologi, dan
intelektual. Ia menjadi bagian masa perkembangan manusia.

Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat

pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai

saat ia mencapai kematangan seksual (Sarwono, 2011). Masa remaja

disebut juga sebagai masa perubahan, meliputi perubahan dalam sikap,

dan perubahan fisik (Pratiwi, 2012). Remaja pada tahap tersebut

mengalami perubahan banyak perubahan baik secara emosi, tubuh,

minat, pola perilaku dan juga penuh dengan masalah-masalah pada

masa remaja (Hurlock, 2011).

1.1.2. Keluarga
Keluarga adalah sekelompok orang yang terikat dengan hubungan
darah, ikatan kelahiran, hubungan khusus, pernikahan, atau yang lainnya.
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan serta orang
orang yang selalu menerima kekurangan dan kelebihan orang yang ada di
sekitarnya baik buruknya anggota keluarga, tetap tidak bisa mengubah

12
kodrat yang ada, garis besarnya yang baik diarahkan dan yang buruk
diperbaiki tanpa harus menghakimi.
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua
atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing
dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Berdasar Undang-Undang 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I pasal 1 ayat 6
pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri; atau suami (Kepala keluarga), istri dan anaknya yang di sebut
dengan Rumah Tangga atau dengan sebutan lainnya ialah keluarga kecil;
sedangkan yang disebut dengan keluarga besar selain suami, istri dan
anak-anaknya dirumah tangga tersebut terdapat orang tua atau disebut
ayah dan ibu dari pihak suami dan juga terdapat anak-anaknya orang tua
yang lain termasuk orang tua dari ayah (Kakek dan nenek), Menurut Paul
B. Horton bahwa Masyarakat adalah kumpulan manusia yang memiliki
kemandirian dengan bersama-sama untuk jangka waktu yang lama dan
juga mendiami suatu daerah atau wilayah tertentu. Di mana dalam
wilayah tersebut memiliki kebudayaan yang tidak namun memiliki adat
yang berbeda di dalam wilayah, daerah tersebut.
1.1.3. Broken Home
1.1.3.1. Pengertian Broken Home
Broken home adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keluarga yang terpisah atau tidak lagi hidup
bersama. Keluarga yang terpisah atau broken home dapat
terjadi karena beberapa alasan seperti perceraian, kematian
salah satu orang tua, atau perpisahan lainnya.
Anak-anak yang tinggal di broken home biasanya harus
tinggal dengan salah satu orang tua atau diasuh oleh keluarga
lain. Keluarga broken home dapat mengalami kesulitan

13
ekonomi dan emosional, serta memiliki risiko yang lebih tinggi
terhadap masalah kesehatan mental dan sosial.
1.1.3.2. Ciri – Ciri Broken Home
Berikut ini adalah beberapa ciri yang umumnya dimiliki oleh
keluarga broken home:

1) Anak-anak tinggal dengan salah satu orang tua atau


diasuh oleh keluarga lain: Anak-anak yang tinggal di
broken home biasanya harus tinggal dengan salah satu
orang tua atau diasuh oleh keluarga lain, terutama jika
orang tua yang lain telah meninggal atau tidak lagi
tinggal bersama.
2) Kontak dengan orang tua yang lain terbatas: Anak-anak
yang tinggal di broken home biasanya memiliki kontak
yang terbatas dengan orang tua yang lain, terutama jika
orang tua tersebut tinggal jauh atau tidak lagi memiliki
hubungan yang baik.
3) Kesulitan ekonomi: Keluarga broken home sering
mengalami kesulitan ekonomi karena hanya
mendapatkan pendapatan dari salah satu orang tua atau
karena tidak adanya sumber pendapatan yang stabil.
4) Masalah kesehatan mental dan sosial: Anak-anak yang
tinggal di broken home memiliki risiko yang lebih tinggi
terhadap masalah kesehatan mental dan sosial, seperti
depresi, kecemasan, dan masalah perilaku.
Perubahan-perubahan drastis dalam kehidupan: Keluarga
broken home biasanya mengalami perubahan-perubahan
drastis dalam kehidupan seperti pindah tempat tinggal atau
perubahan dalam rutinitas sehari-hari.

14
1.1.4. Perilaku Sosial
Perilaku merupakan suatu cerminan kongkrit atau nyata yang
tampak dalam sikap, perbuatan dan katakatanya sebagai reaksi
seseorang yang muncul karena adanya pengalaman proses
pembelajaran dan rangsangan dari lingkungan (Tulus, 2004: 64). Hal
ini menunjukkan bahwa perilaku bisa dilihat langsung sebagai reaksi
dari rangsangan yang seseorang terima dari lingkungan sekitar. Anak
membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Menurut Yusuf (2012:29) dengan lingkungan sosialnya secara
efektif. Bentuk-bentuk perilaku sosial adalah berselisih atau
bertengkar, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa,
dan simpati.
Selanjutnya Ahmad (2009: 137), mengatakan perilaku sosial
adalah kegiatan yang berhubungan dengan orang lain, kegiatan yang
berkaitan dengan pihak lain yang memerlukan sosialisasi dalam hal
bertingkah laku yang dapat diterima oleh orang lain, belajar
memainkan peran sosial serta upaya mengembangkan sikap sosial
yang layak diterima oleh orang lain.
Hurlock (2013:261) berpendapat bahwa perilaku sosial
menunjukkan kemampuan untuk menjadi orang yang bermasyarakat.
Lebih lanjut lagi, perilaku
sosial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perilaku umum yang ditunjukkan oleh individu dalam masyarakat,
yang pada dasarnya sebagai respons terhadap apa yang dianggap dapat
diterima atau tidak dapat diterima oleh kelompok sebaya seseorang.
Perilaku tersebut ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap,
keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Perilaku
sosial adalah suatu aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang
lain atau sebaliknya dalam rangka untuk memenuhi diri atau orang
lain yang sesuai dengan tuntutan social (Hurlock, 2013 :262).

15
Perilaku secara bahasa berarti cara berbuat atau menjalankan
sesuatu sesuai dengan sifat yang layak bagi manusia. Secara sosial
berarti segala sesuatu mengenai masyarakat atau kemasyarakatan.
Sedangkan secara istilah diartkan sebagai berikut ini:
Perilaku sosial adalah aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap
orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi kebutuhan diri
atau orang lainyang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock,
2013:264). Perilaku juga sering disebut dengan akhlak atau moral.
Moral ialah kelakuan yang sesuai dengan ukuran- ukuran (nilai-nilai)
masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang
disertai pula oleh rasa tanggungjawab atas kelakuan atau tindakan
tersebut (Drajat, 2015:89).
Dari pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
social seseorang merupakan sifat relative untuk menanggapi orang
lain dengan cara yang berbeda-beda. Sebagai contoh, dalam
melakukan kerjasama, ada orang yang melakukannya diatas
kepentingan pribadinya, ada orang yang bermalas-malasan, tidak
sabar dan hanya ingin mencari untung sendiri.
1.2. Kerangka Berpikir

Penelitian ini didasarkan pada beberapa teori terkait yang telah


dipaparkan dalam tinjauan pustaka. Berikut adalah argumentasi teoretik yang
mendukung pelaksanaan penelitian ini:

1. Teori Sistem Keluarga (Family Systems Theory):


o Argumentasi:
 Teori ini menyatakan bahwa keluarga adalah sistem
dinamis di mana perubahan dalam satu elemen keluarga
dapat memengaruhi seluruh sistem.
 Faktor-faktor seperti ketidakharmonisan, ketidaksetujuan
dalam pengasuhan, dan ketidakstabilan ekonomi dapat
dianggap sebagai gangguan dalam sistem keluarga yang
dapat menyebabkan perubahan signifikan.

16
o Kaitan dengan Penelitian:
 Variabel independen penelitian (faktor-faktor penyebab
Broken Home) dapat dianalisis dalam konteks teori sistem
keluarga untuk memahami bagaimana perubahan dalam
satu aspek dapat memengaruhi dinamika keluarga secara
keseluruhan.
2. Teori Perkembangan Anak (Child Development Theory):
o Argumentasi:
 Teori ini menekankan bahwa pengalaman anak dalam
keluarga dapat berpengaruh signifikan pada perkembangan
psikososial mereka.
 Broken Home dapat menjadi faktor risiko yang
memengaruhi perkembangan anak, baik dari segi psikologis
maupun sosial.
o Kaitan dengan Penelitian:
 Variabel dependen penelitian (dampak psikososial pada
anak) dapat dianalisis dalam konteks teori perkembangan
anak untuk memahami bagaimana pengalaman Broken
Home dapat membentuk perilaku dan kesejahteraan anak.
3. Teori Resiliensi (Resilience Theory):
o Argumentasi:
 Teori ini menyoroti kemampuan individu untuk pulih dan
berkembang positif meskipun menghadapi stres dan
tantangan.
 Dalam konteks Broken Home, resiliensi anak dapat menjadi
faktor pelindung yang membantu mereka mengatasi
dampak psikososial negatif.
o Kaitan dengan Penelitian:
 Variabel resiliensi anak dapat dianalisis untuk
mengeksplorasi bagaimana faktor-faktor tertentu, seperti
dukungan sosial dan bimbingan psikologis, dapat

17
meningkatkan kemampuan anak untuk mengatasi
konsekuensi Broken Home.

Dengan mengintegrasikan ketiga teori ini, penelitian ini memiliki dasar teoretis
yang kokoh untuk menganalisis kompleksitas fenomena Broken Home dan
dampaknya pada anak usia 10-18 tahun. Guna mendukung pemahaman tersebut,
berikut adalah bagan kerangka konseptual:

Teori Sistem Keluarga

Variabel Independen: Faktor-Faktor


Penyebab Broken Home

Teori Perkembangan Anak

Variabel Dependan: Dampak Psikososial


pada Anak

Teori Resiliensi

Variabel Resiliensi Anak

Kerangka konseptual ini menggambarkan hubungan antara variabel-variabel yang


diteliti serta keterkaitan dengan teori-teori yang mendukung penelitian ini.

1.3. Hipotesis Penelitian

1) Faktor-Faktor Penyebab Broken Home

 H0: Tidak ada perbedaan signifikan dalam persepsi orang tua terkait
faktor-faktor penyebab Broken Home antara keluarga dengan
perceraian dan keluarga dengan ketidakutuhan struktur keluarga.

18
 H1: Terdapat perbedaan signifikan dalam persepsi orang tua terkait
faktor-faktor penyebab Broken Home antara keluarga dengan
perceraian dan keluarga dengan ketidakutuhan struktur keluarga.

2) Dampak Psikososial pada Anak

 H0: Tidak ada perbedaan signifikan dalam dampak psikososial pada


anak usia 10-18 tahun antara keluarga dengan perceraian dan keluarga
dengan ketidakutuhan struktur keluarga.
 H1: Terdapat perbedaan signifikan dalam dampak psikososial pada
anak usia 10-18 tahun antara keluarga dengan perceraian dan keluarga
dengan ketidakutuhan struktur keluarga.

3) Perbedaan Pengalaman Akibat Perceraian dan Ketidakutuhan


Struktur Keluarga

 H0: Tidak ada perbedaan signifikan dalam pengalaman anak usia 10-
18 tahun terkait Broken Home antara keluarga dengan perceraian dan
keluarga dengan ketidakutuhan struktur keluarga.
 H1: Terdapat perbedaan signifikan dalam pengalaman anak usia 10-
18 tahun terkait Broken Home antara keluarga dengan perceraian dan
keluarga dengan ketidakutuhan struktur keluarga.

4) Resiliensi Anak

 H0: Tidak ada perbedaan signifikan dalam tingkat resiliensi anak usia
10-18 tahun terkait Broken Home antara keluarga dengan perceraian
dan keluarga dengan ketidakutuhan struktur keluarga.
 H1: Terdapat perbedaan signifikan dalam tingkat resiliensi anak usia
10-18 tahun terkait Broken Home antara keluarga dengan perceraian
dan keluarga dengan ketidakutuhan struktur keluarga.

19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada Bab ini akan dibahas mengenai: 3.1. Jenis Penelitian, 3.2. Populasi dan
Sampel, 3.3. Teknik Pengumpulan Data, 3.4. Instrumen Penelitian, 3.5. Teknik
Analisa Data.

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk


memahami fenomena Broken Home dan dampaknya pada anak usia 10-18
tahun secara mendalam, serta menggali pemahaman dari perspektif orang tua
dan anak.

3.2. Kehadiran Peneliti

Peneliti hadir secara langsung dalam proses pengumpulan data.


Kehadiran peneliti akan memberikan kesempatan untuk mengamati langsung
interaksi dan dinamika dalam keluarga yang mengalami Broken Home.

3.3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kelurahan Bali Bunga. Pemilihan lokasi ini


dilakukan karena kelurahan ini memiliki jumlah kasus Broken Home yang
signifikan, dan keberagaman sosial dan ekonomi yang dapat memberikan
gambaran yang representatif.

3.4. Sumber Data

Sumber data utama adalah keluarga dengan anak usia 10-18 tahun
yang mengalami Broken Home. Data diperoleh melalui wawancara
mendalam dengan orang tua dan anak, observasi langsung dalam kehidupan
sehari-hari, dan studi dokumentasi terkait perceraian atau ketidakutuhan
struktur keluarga.

20
3.5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara Mendalam

 Dilakukan dengan orang tua dan anak secara terpisah untuk


mendapatkan pemahaman mendalam tentang faktor penyebab,
pengalaman, dan dampak Broken Home.

b. Observasi

 Melibatkan observasi langsung kehidupan sehari-hari keluarga untuk


mendapatkan konteks dan dinamika interaksi.

c. Studi Dokumentasi

 Mengumpulkan data dari dokumen resmi seperti dokumen perceraian,


catatan keuangan keluarga, dan catatan sekolah anak.

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara tematik, melibatkan langkah-langkah


sebagai berikut:

a) Pengkodean Data
o Identifikasi pola dan tema utama dari data wawancara, observasi,
dan studi dokumen.
b) Pengelompokan Tema
o Pengelompokan tema menjadi kategori yang saling terkait.
c) Pengembangan Narasi
o Penyusunan narasi yang menggambarkan hasil analisis dan temuan
utama.

3.7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Pengecekan keabsahan temuan dilakukan melalui triangulasi data,


dengan membandingkan hasil dari berbagai sumber data (wawancara,
observasi, dan studi dokumen) untuk memastikan konsistensi temuan.

21
3.8. Tahap-Tahap Penelitian

a. Perencanaan

 Menyusun rencana penelitian, menentukan pertanyaan penelitian, dan


mengidentifikasi responden.

b. Pengumpulan Data

 Melakukan wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen.

c. Analisis Data

 Menganalisis data secara tematik dan mengidentifikasi pola dan tema


utama.

d. Interpretasi dan Pembuatan Narasi:

 Menginterpretasi temuan dan menyusun narasi hasil penelitian.

e. Pengecekan Keabsahan:

 Melakukan triangulasi data dan memastikan keabsahan temuan.

f. Penyusunan Laporan:

 Menyusun laporan penelitian yang mencakup temuan, analisis, dan


interpretasi.

Dengan metodologi ini, diharapkan penelitian dapat memberikan


gambaran yang mendalam dan kontekstual tentang fenomena Broken Home
serta dampaknya pada anak usia 10-18 tahun di Kelurahan Bali Bunga

22
DAFTAR RUJUKAN

file:///C:/Users/ali%20yusril/Downloads/9958-32768-2-PB.pdf
file:///C:/Users/ali%20yusril/Downloads/BAB%20I.pdf
file:///C:/Users/ali%20yusril/Downloads/43879-113584-1-PB.pdf
file:///C:/Users/ali%20yusril/Downloads/347326-dampak-keluarga-broken-home-
tehadap-peri-31d8fffe.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-remaja/#Pengertian_Remaja
https://an-nur.ac.id/broken-home-pengertian-ciri-penyebab-dan-cara-
mengatasinya/
http://repository.umpri.ac.id/id/eprint/976/3/PUTRY%20FERA%20FEBRY
%20YANTI_18060120_PGSD_SKRIPSI_3.pdf
https://deepublishstore.com/blog/contoh-hipotesis-penelitian/
#Contoh_Hipotesis_Penelitian_Kualitatif

23
KARTU KEIKUTSERTAAN SEMINAR

NAMA : Muhammad Faqih

NIM : C722201901001

PROGRAM STUDI : Pendidikan Sejarah

SEMESTER : VIII

KETUA DEWAN
NAMA WAKTU DAN PENGUJI
No PRODI
PEMAKALAH TEMPAT TANDA
NAMA
TANGAN
1 Rosmiati 14.00-16.00 P-SJ Nurjanah, M. Pd.
NIM C722201901001 WITA / R.3
3 dst…………… dst…………… dst…….. dst…………… dst…………
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Mengetahui/Mengesahkan
Program Studi Pendidikan
Sejarah,
Ketua,

Sumiyati, M. Pd.
NIDN. 082828078802

24
BERITA ACARA PEMBIMBINGAN (BAP)
PROPOSAL PENELITIAN/SKRIPSI

Nama : Muhammad Faqih Pas Foto


Warna
NIM : C722201901001
(3x4)
Program Studi : Pendidikan Sejarah

Semester : VIII

Alamat Rumah : Jl. Nusantara, RT 02, RW 05 Lingk. Bada-Dompu

Judul Penelitian : Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing untuk


Meningkatkan Hasil belajar Siswa SMA.

Tanggal,
Tanda Tangan
No. Bulan & Materi Bimbingan
Pembimbing
Tahun
1

dst.

*) cetak yang sesuai

Mengetahui Dompu, 12 Maret 2020


Program Studi Pendidikan Sejarah Pembimbing I/II, *)
Ketua,

Sumiyati, M. Pd. Sugerman, M. Pd.


NIDN 082828078802 NIDN. 0812118603

25
LEMBAR PERBAIKAN PROPOSAL PENELITIAN/SKRIPSI

Nama : ………………..

NIM : ………………..

Program Studi : ………………..

Judul Penelitian :

No
BAB /SUB-BAB MATERI YANG DIREVISI
.

1.

2.

3.

dst.

*
) pilih yang sesuai
Dompu, 12 November 2020
Mengetahui,
Penguji I/II/III/IV *)

Sugerman, M. Pd.
NIDN 0812118603

26
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Muhammad Faqih
NIM : C-273.2011.01.024
Program Studi : PGSD (S-1)
Perguruan Tinggi : STKIP Yapis Dompu

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang Saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya Saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang Saya aku sebagai hasil tulisan atau pikiran Saya
sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,
maka Saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Dompu, 12 November 2020


Yang membuat pernyataan,

materai 6000

Muhammad Faqih
NIM C743202001005

27
RIWAYAT HIDUP

Muhammad Faqih, dilahirkan di Dompu Provinsi NTB pada


Pas foto
tanggal 29 April 1996, anak ke tiga dari empat bersaudara dari
warna
pasangan Abubakar dan Nurhayati. Tamat SDN No. 1 Dompu
3x4cm
(2002) masuk SMP hingga tamat tahun 2004, kemudian
melanjutkan ke SMA dan tamat tahun 2007. Semuanya diikuti di kabupaten
Dompu NTB. Sejak SMA sering mengikuti lomba penulisan karya ilmiah tingkat
nasional yang diselenggarakan Dirjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan
Nasional RI. Berkat prestasi tersebut, pemerintah daerah kabupaten Dompu
memberikan kesempatan kepadanya untuk mengikuti tugas belajar pada Program
Vokational Keuangan dan Perbankan di Universitas Brawijaya Malang-Jatim.
Selama menjadi mahasiswa, aktif dalam FKM (Forum Komunikasi Mahasiswa)
Vokasional. Selain itu, sering menjadi pemakalah dalam seminar bertajuk
perbankan …. dan seterusnya……

28

Anda mungkin juga menyukai