Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konseling Kelompok

Dosen pengampu : P. Dr. Stefanus Lio, SVD, MA

OLEH KELOMPOK 1

NATALIA TWIGNARTI ALFILIA (11121006)


MARIA DAMARIS BEREK (11121032)
CLAUDIUS ROBERT NANA (11121036)
CLEOFAS AGUNG BINTARA GURU (11121039)
FEBRIANUS BORKONDA TANIS (11121043)
HESTI NOFITA TANGGELA (11121045)
KASILDA MALI MUSU (11121046)
YENI GRADINA KEHI (11121069)

PROGRAM STRUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKUTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

KUPANG – 2023

1
A. SEJARAH KONSELING KELOMPOK
PENGARUH AWAL
Konseling kelompok berakar dari pengaruh dinamika kelompok dan prosedur
yang lebih mapan yang digunakan dalam bimbingan kelompok dan psikoterapi
kelompok. Ledakan kelompok yang berhubungan dengan konseling sejak pertengahan
tahun 1960an telah menyebabkan para profesional di bidang tersebut kesulitan dalam
mendefinisikan dan memprofesionalkan konsep konseling orang dalam kelompok.
Beberapa orang berpendapat bahwa masalah-masalah yang sangat pribadi lebih baik
ditangani dalam konseling individual.
Meskipun demikian, kelompok merupakan fenomena alam dalam sejarah
manusia. Cikal bakal kelompok terorganisir antara lain berbagai gerakan keagamaan,
drama, dan drama moralitas. Beberapa sejarawan mengutip karya Mesmer sebagai
pelopor perlakuan kelompok. Namun sebagian besar mencatat karya “metode kelas”
J. H. Pratt, seorang dokter Boston, sebagai awal dari pengobatan kelompok ilmiah
(Flournoy, 1934) di Amerika Serikat. Pada tahun 1905, Pratt menggunakan
metodologi pengajaran direktif dengan pasien tuberkulosisnya saat dia memberi
instruksi kepada mereka tentang kebersihan. Niat awalnya adalah untuk meningkatkan
semangat mereka melalui kebersihan yang lebih efektif. Metode ini lebih mirip
dengan apa yang kita anggap sebagai pedoman saat ini. Diragukan apakah Pratt
sepenuhnya memahami dampak psikologis dari metode kelompoknya, khususnya
pada tahap awal. Segera menjadi jelas bahwa pasiennya mendapatkan lebih banyak
manfaat dari suasana mendukung kelompok dibandingkan dari informasi yang
diberikan dalam ceramah. Beberapa waktu kemudian, Alfred Adler dan J. L. Moreno
mulai menggunakan metode kelompok di Eropa. Adler akan menasihati anak-anak di
depan kelompok, dengan tujuan utama untuk memberikan bimbingan kepada
profesional lain dalam konseling individu. Sekali lagi, pengamatan dilakukan bahwa,
alih-alih ikut campur, kelompok atau penonton, ketika mereka mengajukan
pertanyaan dan berinteraksi, memiliki dampak positif. Dampaknya pada konseling.
Metodologi ini terus digunakan oleh Adlerian masa kini dengan tujuan ganda yaitu
pengajaran dan konseling. Sebelum meninggalkan Eropa untuk berlatih di Amerika
Serikat, J. L. Moreno menggunakan teknik kelompok dengan orang-orang jalanan di
Wina. Dia bekerja dengan anak-anak, pengungsi, dan pelacur saat dia menemukannya
di lingkungan mereka. Menurut Gazda (1982, hal. 10), Moreno “kemungkinan besar
adalah orang yang paling berwarna, kontroversial dan berpengaruh dalam bidang

2
psikoterapi kelompok. . . Moreno memperkenalkan psikodrama ke Amerika pada
tahun 1925; pada tahun 1931 ia menciptakan istilah terapi kelompok dan pada tahun
1932, psikoterapi kelompok.” Orang lain yang memiliki pengaruh besar terhadap
terapi kelompok di Amerika Serikat termasuk S. R. Slav son, yang pada tahun 1930an
memperkenalkan metode yang kemudian dikenal sebagai terapi kelompok aktivitas.
Metodenya dikembangkan pada anak-anak yang mengalami maladaptasi sosial.
Rudolph Dreikurs menerapkan prinsip Adlerian dalam pekerjaannya dengan
kelompok keluarga dan anak-anak di Chicago. Carl Rogers dan pendekatan yang
berpusat pada klien atau fenomenologis membantu mempopulerkan kerja kelompok
setelah Perang Dunia II. Kurangnya personel yang cukup terlatih dan kebutuhan yang
besar akan terapi rekonstruktif dan suportif mempercepat adaptasi prinsip-prinsip
yang berpusat pada klien ke dalam kerja kelompok dengan para veteran. Asal muasal
konseling kelompok masih belum jelas, karena pengaruh psikoterapi kelompok dan
dinamika kelompok. Selain itu, banyak penulis awal menggunakan istilah bimbingan,
konseling, dan psikoterapi secara bergantian. R. D. Allen (1931) tampaknya adalah
orang pertama yang menggunakan istilah konseling kelompok di media cetak.
Namun, pengamatan yang cermat menunjukkan bahwa metode dan prosedur yang dia
jelaskan adalah apa yang disebut sebagai panduan kelompok saat ini. Meskipun para
praktisi berusaha untuk memperjelas istilah bimbingan kelompok dan konseling
kelompok, banyak kontroversi yang terjadi pada akhir tahun 1930an dan 1940an.
Psikoterapi kelompok bergerak maju pada tahun 1942, ketika S. R. Slavson
mendirikan American Group Psychotherapy Association (AGPA). AGPA adalah
organisasi profesional kelompok yang paling lama berdiri dan didedikasikan untuk
eksplorasi interdisipliner dalam praktik dan penelitian psikoterapi kelompok.
Organisasi ini menerbitkan Jurnal Internasional untuk Psikoterapi Kelompok dan
mengawasi pendaftaran klinis psikoterapis kelompok bersertifikat. George dan Dustin
(1988) menulis tentang pengaruh dinamika kelompok dan gerakan National Training
Laboratories (NTL). Pada pertengahan tahun 1940-an, sebuah kelompok pelatihan di
Bethel, Maine, merancang sebuah metode untuk menganalisis perilaku mereka
sendiri. Para pemimpin kelompok ini pernah bekerja sama dengan Kurt Lewin,
seorang psikolog di Massachusetts Institute of Technology yang mengembangkan.

3
B. RATIONALE KONSELING KELOMPOK
Konseling adalah sebuah profesi yang sifatnya membantu (helping profession).
Sebagai sebuah helping profession, konseling dilakukan dengan berbagai prosedur,
salah satunya adalah melalui prosedur konseling kelompok. Munurut Ward (Berg,
Landreth dan Fall, 2006) prosedur kelompok dalam konseling dan psikoedukasi telah
lama dipertimbangkan dan digunakan oleh konselor sebagai metode yang dipandang
lebih bijaksana dalam membantu konseli Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
kelompok untuk berbagai fungsi pendidikan dan konseling memberikan keuntungan
yang bermanfaat. Sementara itu, Corey & Corey, (2006); Gazda, Ginter, & Horne
(2001) mengatakan bahwa program konseling kelompok dapat memberikan individu
berbagai macam pengalaman kelompok yang membantu mereka belajar berfungsi
secara efektif, mengembangkan toleransi terhadap stres dan kecemasan, dan
menemukan kepuasan dalam bekerja dan hidup bersama orang lain. Inilah sekelumit
alasan logis penyelenggaraan konseling kelompok yang harus dipahami dengan jelas
sebelum konselor mencobanya. Konselor tampaknya tidak akan efektif
menyelenggarakan konseling kelompok jika mereka tidak memahami landasan
berpikirnya. Berg, Landreth dan Fall, (2006) menjelaskan secara rinci rasional
penggunaan kelompok sebagai salah satu prosedur konseling sebagai berikut:
1. Kelompok sebagai Lingkungan Pencegahan
Kebanyakan konselor dalam setting pendidikan dan hampir pada
semua lembaga bantuan psikologis, berkonsentrasi pada konsell yang telah
mengalami kesulitan emosional atau akademis. Padahal bagi sebagian siswa
baik masalah emosional maupun akademik yang dialaminya merupakan
pradisposisi kebiasaan belajar mal-adaptif dan sikap buruk, yang pada
gilirannya menyebabkan prestasi rendah. Bahkan pada akhirnya secara
psikologis mereka cenderung hyper resistant, yakni seperangkat karakteristik
mental yang cenderung memunculkan reaksi penolakan terhadap harapan
masyarakat. Konseling kelompok seyogianya bersifat preventif dan pengem-
bangan dengan penekanan pada pencegahan terapeutik masalah emosional
atau penyesuaian siswa. Pencegahan atas kebiasaan akademis mal-adaptif dan
sikap yang mungkin berasal dari masalah tersebut akan memungkinkan siswa
memperoleh pengalaman pendidikan yang diperlukan sebagai kontribusi
positif bagi diri dan masyarakat.

4
Penerapan prosedur konseling kelompok yang dapat memenuhi
kebutuhan individu cenderung berkembang, dirangsang oleh pene- rimaan
yang lebih baik dari pendekatan preventif untuk menghadapi masalah dan
pengakuan yang terus meningkat atas efektivitas konseling kelompok.
Penelitian dan pengalaman yang cukup dengan prosedur konseling kelompok
terakumulasikan untuk mendukung penggunaan pendekatan ini sebagai bagian
dari proses membantu individu untuk tumbuh. Sebagai hasil dari penelitian
yang luas dan pengalaman dalam konseling kelompok, Ward (2004)
mengomentari dukungan empiris dan anekdot efektivitas kelompok, dan
Gazda (1989) mengusulkan bahwa konseling kelompok memungkinkan
dijadikan modus pilihan treatment bagi banyak individu.
2. Kelompok sebagai Peluang untuk Menemukan Diri
Pada saat manusia berada dalam konteks kelompok, ia tidak bisa terus
mengandalkan hanya pada dirinya sendiri untuk melihat dirinya sendiri.
Melalui kelompok ia mengalami kontak kelompok yang membawanya pada
kesadaran diri bahwa ada cara pandang yang berbeda dengan dirinya
mengenai dirinya sendiri. Ia dihadapkan dengan persepsi lain tentang dirinya.
Melalui sifat katalitik reaksi kelompok membawa manusia
mempertimbangkan persepsi lain dari dirinya juga. Ini terjadi dalam kesadaran
yang tulus, yang difasilitasi oleh interaksi kelompok. Melalui proses ini
manusia lebih diperkaya dari dirinya yang memungkinkan manusia untuk
melepaskan potensi penuh positif kepada masyarakat (Cohn, 1967: 1). Jika ini
terjadi maka kelompok dapat menjadi peluang untuk menemukan diri siapa
aku dan harus bagaimana aku sesungguhnya. Proses memfasilitasi masing-
masing anggota dalam menemukan diri dapat terjadi melalui pengungkapan
kepada orang lain dalam kelompok. Konseling kelompok menyediakan
individu dengan kesempatan untuk eksplorasi pola perilaku sendiri.
3. Kelompok sebagai Sarana Penemuan Hal Lain
Bagi orang-orang yang merasa terancam oleh konseling individual,
kelompok menyediakan tingkat anonimitas. Dalam kelom- pok mereka bisa
menemukan bahwa bukan hanya dirinya yang bermasalah, sehingga anggota
kelompok merasa bahwa masalah mereka tidak khusus untuk dirinya saja,
tetapi juga bisa berbagai dengan orang lain. Mereka bisa bersantai dan menjadi
kurang defensif karena mereka bisa terlepas oleh isolasi anggapan yang salah
5
selama ini. Yang paling menakutkan dari perasaan terisolasi dan kesepian
adalah khayalan bahwa tidak ada orang lain memiliki kesulitan yang sama.
Namun, ketika individu memahami bahwa anggota lain juga memiliki
masalah, perasaan empati dan rasa memiliki mulai berkembang bahkan meski
masalah yang disampaikan berbeda (Kline, 2003).
Kesadaran bahwa masalah pribadi sebagai masalah umum merupakan
proses yang membantu anggota kelompok untuk mengakui masalah mereka
sendiri ke kesadaran penuh dan berurusan dengan mereka dalam konteks
hubungan peduli. Dengan demikian, para anggota masalah tidak lagi khusus
bagi mereka, dan mereka menemukan bahwa orang lain masing- masing saling
berbagi perjalanan sendiri.
4. Kelompok sebagai Wahana Mendefinisikan Kembali tentang Diri
Sebelum mengikuti konseling kelompok individu sering kali
mengalami distorsi diri. Melalui proses hubungan konseling kelompok,
anggota menemukan makna memberi dan menerima dukungan emosional dan
pemahaman dalam beragam perbedaan. Persepsi diri kemudian dapat
didefinisikan kembali dalam konteks yang sama dengan yang awalnya. Ini
terjadi karena proses kelompok memiliki kekuatan rekapitulasi yang dapat
menjadi “pengalaman emosional korektif”.
5. Kelompok sebagai Wahana untuk Mengembangkan Kesadaran Interpersonal
Sebagian besar masalah pada dasarnya sosial dan interpersonal. Dalam
hubungan konseling kelompok, anggota dapat mengidentifikasi dengan orang
lain dan mengembangkan pemahaman ke dalam kesulitan mereka sendiri
dengan mengamati perilaku orang lain. Kelompok ini memberikan
kesempatan langsung untuk menemukan hal baru dan lebih memuaskan cara
berhubungan dengan orang. Ketika individu mulai merasa aman, dipahami,
dan diterima, mereka akan mencoba kontak sosial. Anggota kelompok
kemudian dihadapkan pada hubungan interpersonal yang memberikan umpan
balik. Melalui pengalaman ini, individu mengenali dan mengalami
kemungkinan perubahan.
Pada prinsipnya memiliki rekan anggota kelompok yang berefek
memfasilitasi pada perilaku sosial mereka. Untuk melihat dan mendengar
orang lain memperluas dirinya sendiri secara terbuka sesungguhnya sebagai
upaya untuk lebih memahami diri sendiri agar dapat mendorong kata hati
6
untuk mencoba perilaku serupa. Dalam hubungan konseling kelompok,
perasaan dan sikap tentang diri dan orang lain mendesak individu memahami
dan meningkatkan keterampilan sosial dan interpersonal.
6. Kelompok sebagai Realitas Pengujian Laboratorium Sosial
Kelompok ini mewakili realitas sosial langsung dan memungkin kan
anggota untuk menguji perilaku mereka. Akibatnya kelompok berfungsi
sebagai lapangan latihan di mana anggota dapat menjad sadar akan perasaan
mereka sendiri, bagaimana mereka merasa dan bertindak terhadap orang lain,
dan bagaimana orang lain meman dang dan bertindak ke arah mereka. Oleh
sebab itu kelompok dipandang sebagai minisociety langsung, yang
memberikan kesempatan untuk bereksperimen dengan cara mereka sendir
dengan realitas seperti yang dirasakan oleh mereka.

7. Dalam Kelompok Diperoleh Pengalaman Hubungan Bermakna


Hubungan bermakna yang berkembang di dalam kelompok merupakan
kontribusi terhadap perubahan perilaku. Anggota kelompok masuk pada
proses kelompok dengan fungsi ganda yakni sebagai konseli terapis/konselor.
Melalui proses pengalaman ini, anggota kelompok tampaknya belajar untuk
menjadi pembantu yang lebih baik atau anggota terapis. Oleh sebab itu ada
semacam kesepakatan umum bahwa dalam hubungan konseling kelompok
anggota kelompok belajar untuk memberi serta menerima bantuan.
8. Tekanan Dinamis terhadap Pertumbuhan
Dalam hubungan konseling kelompok muncul suatu keharusan untuk
meningkatkan, yakni meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan. Ini
merupakan pendorong untuk menuju kesehatan mental anggota kelompok.
Tekanan kelompok untuk mengubah atau memperbaiki perilaku anggota
kelompok yang berasal dari interaks dengan anggota lain. Dalam mekanisme
ini anggota kelompok mengamati perilaku anggota lain, memberikan umpan
balik, dan dengan demikian mendorong orang lain untuk mengomentari
perilaku mereka. Sistem umpan balik memberikan dorongan untuk tumbuh
kembang terhadap anggota kelompok. Tekanan ini diarahkan untuk bergerak
maju ke arah yang positif yang secara kreatif mendorong anggota untuk
menjauh dari defensif dan rasionalisasi.
9. Dukungan Lingkungan dalam Kelompok sebagai Terapi bagi Individu
7
Sebagai anggota kelompok dalam hubungan membantu, mereka
menyadari nilai hubungan manusiawi. Mengalami realitas yang dipahami oleh
orang lain, mengurangi hambatan dan mekanisme pertahanan diri. Anggota
kelompok kemudian didorong untuk menangani masalah mereka karena
mereka merasa diterima dan didukung oleh kelompok. Ini proses yang
dipahami dan diterima oleh orang lain sebagai hasil yang layak untuk melihat
dirinya sendiri dengan cara yang lebih positif, untuk memahami diri sebagai
sesuatu yang berharga dan dapat diterima. Pengalaman merasa percaya dan
dipercaya dapat sangat efektif dalam memenuhi kebutuhan individu.
Kelompok memberikan jangkar dengan realitas dan sistem umpan balik di
mana anggota kelompok belajar yang berbeda dan bereaksi terhadap mereka
dengan cara yang berbeda. Memberi dan menerima penghargaan, jaminan, dan
dukungan dari orang lain dalam kelompok adalah terapi.

C. KETERBATASAN KONSELING KELOMPOK


Meskipun konseling kelompok mempunyai banyak keuntungan dan seringkali
merupakan cara konseling yang disukai, fasilitator kelompok pemula harus menyadari
keterbatasan alamiah terhadap efektivitas konseling kelompok. Setiap orang tidak
merasa aman dalam kelompok, dan akibatnya individu tertentu mungkin tidak siap
untuk berinvestasi secara emosional dalam pengalaman kelompok. Berpikir bahwa
setiap orang akan mendapat manfaat dari konseling kelompok adalah sebuah
kesalahan. Beberapa individu secara alamiah merasa lebih nyaman dan aman dalam
hubungan empat mata dan akan dengan mudah mengeksplorasi masalah-masalah
yang sangat pribadi yang bahkan mereka enggan untuk menyebutknnya dalam
kelompok. Individu lain mungkin terlalu marah atau bermusuhan untuk mendapatkan
manfaat dari faktor terapeutik dalam suatu kelompok.
Usia juga harus dianggap sebagai batasan karena rentang usia yang luas
biasanya harus dihindari ketika menentukan komposisi kelompok, terutama untuk
kelompok yang melibatkan anak-anak dan remaja. Anak-anak dibawah usia 5 tahun
biasanya tidak memiliki keterampilan sosial dan interaktif yang diperlukan agar
sebagian beasar kelompok konseling bisa efektif. Bahkan terapis bermain yang paling
berpengalaman pun sering kali menganggap bekerja dengan kelompok usia ini dalam
terapi bermain keompok adalah pengalaman yang sanagat menantang.

8
Beberapa individu mungkin menggunakan kelompok konseling sebagai
tempat untuk bersembunyi. Mereka beralih dari emosional tinggi ke emosiaonal tinggi
dalam berbagai kelompok dan tampaknya tidak mampu membangkitkan keterbukaan
dan intensitas emosi di luar kelompok dalam hubungan sehari-hariyang melibatkan
pasangan, anak, teman, atau hubungan kerja. Mereka merasa diperhatikan dan
dihargai dalam kelompok, dan ahli-ahli mentrasfer pengalaman tersebut keluar
kelompok, mereka malah mencari kelompok lain dan memulai prosesnya lagi. Bagi
individu-individu seperti itu, kelompok pada dasarnya adalah tempat untuk
berventilasi tanpa fokus nyata pada perubahan atau pertumbuhan.
Jenis kelompok konseling tertentu mungkin cocok untuk satu orang tetapi
tidak untuk orang lain. anggota potensial yang mungkin tidak siap atau tidak cocok
dengan kelompok adalah mereka yang menunjukkan perilaku ekstrem yang akan
menguras energi kelompok dan menggangu pembentukan hubungan emosional yang
erat. Individu yang memonopoli verbal, sosiopat, terlalu agresif, sanagat bermusuhan,
atau egois mungkin harus ditempatkan dalam konseling individu. Individu yang tidak
berhubungan dengan kenyataan kemungkinan besar tidak akan mendapatkan manfaat
dari kelompok konseling.

D. ELEMEN-ELEMEN DASAR KONSELING KELOMPOK


1. Setiap Anggot Perlu Merasa Penting dan Bermanfaat
Fasilitator dapat membantu dengan memastikan setiap orang mendapat
kesempatan untuk berbicara, menyampaikan gagasan, dan didengarkan.
Beberapa orang dapat dibantu untuk berpartisipasi dengan memanggil mereka
ketika mereka tampak ingin berbicara tetapi belum melakukannya atau ketika
anggota lain terus menyela atau tidak membicarakan anggota “masuk”.
Tindakan yang penting adalah fasilitator menunjukkan ketertarikan pada setiap
anggota. Setiap kontribusi anggota patut mendapat pertimbangan yang sama.
Fasilitator mungkin menanggapi situasi ini dengan mengatakan, “norma,
sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu, bisakah kamu menceritakan
kepada kami?” atau. “Bob ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia terus
disingkirkan. Mari kita beri kesempatan kepada semua orang”.
2. Setiap Anggota Perlu Merasakan Rasa Memiliki dan Penerimaan
Tidak ada tempat bagi “favorit” dalam kenseling kelompok. Setiap
anggota ingin diinginkan. Fasilitator harus menghindri ketergantungan pada

9
anggota tertentu untuk mendapatkan jawaban atau saran. Setiap anggota ingin
merasa dibutuhkan. Fasilitator dapat membantu dengan menunjukkan minat
yang tulus terhadap apa yang dikatakan setiap anggota. Anggota mengetahui
bahwa mereka termasuk ketika orang lain menunjukkan bahwa mereka
diinginkan dalam kelompok.
3. Setiap Anggota Perlu Merasa Dipahami
Fasilitator dapat membantu dengan menyatakan kembali atau
mengulangi apa yang telah dikatakan oleh seorang anggota atau beberapa
anggota ketika kelompok tampak kebingungan. Memahami orang lain
menyiratkan bahwa anda memberikan perhatian penuh kepada orang tersebut
dan mendengarkan dengan cermat sehingga anda dapat menyatakan kembali
apa yang dikatakan orang tersebut kepadanya. Atau kepuasannya dengarkan
pembicaraan, dan cobahlah untuk memahamibagaiman dia “melihat” masalah
atau situasi bahkan ketika fasilitator tidak memahami sepenuhnya, mencoba
menyatakan kembali sebanyak mungkin sehingga pembicara dapat mengisi
kekosongan akan sanagat membantu pendekatan lain adalah dengan meminta
anggota lain menjelaskan apa yang menurutnya telah dikatakan oleh
pembicara. Melalui pengamatan fasilitator, anggota kelompok lain dapat
belajar bagaimana caranya mendengarkan, memahami, dan memberitahu
pembicara bahwa mereka memahaminya. Kita hanya mengetahui seseorang
memahami kita ketika mereka mengomunukasikan pemahamannya kepada
kita. Oleh karena itu, aturan praktis dalam kelompok mungkin adalah bahwa
seorang anggota yang berbicara selalu ditanggapi oleh seseorang dalam
kelompok.
4. Setiap Anggota Perlu Memahami Tujuan Kelompok atau Topik Diskusi
Peran fasilitator adalah membantu anggota kelompok memahami
“untuk apa kita berada disini”. Fasilitator dapat membantu anggota untuk
memahami secara lebih utuh dengan meminta mereka menyatakan apa yang
menurut mereka merupakan tujuan kelompok. Fasilitator dapat bertanya
“menurut anda apa tujuandiskusi ini bagi kita?” atau “bagaiman mempelajari
lebih lanjut tentang hal ini dapat bermanfaat bagi anda?”. Tunggu tanggapan
atas pertanyaan tersebut. Namun, bagi setiap orang untuk berpartisipasi secara
lisan, setiap sesi tidak diperlukan. Saat anggota mendengarkan gagasan orang
lain, tujuan baru yang tidak terpikirkan oleh mereka akan mulai muncul.
10
5. Setiap Anggota Perlu Berbagi dalam Pengambilan Keputusan Kelompok
Apa yang dilakukan kelompok harus melibatkan setiap anggota dalam
beberapa cara. Kadang-kadang kelompok mungkin memerlukan bantuan
fasilitator dalam melawan satu atau dua anggota yang mencoba memaksakan
gagasannya dan memaksa kelompok untuk menyetujuinya. Dalam situasi
seperti ini, fasilitator dapat membantu dengan mengatakan. “Marilyn, kamu
dan Beth berusaha keras untuk membuat kelompok itu setuju denganmu, tetapi
beberaka anggota tampaknya tidak begitu bersemanagat untuk melakukannya.
Bagaiman perasaan kelian semua tentang hal ini?”.
6. Setiap Anggota Merasa Bahwa Kelompok atau Topik akan Bermanfaat, Bahwa
Upaya itu Layak Diusahakan
Fasilitator dapat membantu dengan meminta anggota untuk memberi
tahu orang di sebelah kanannya satu cara spesifik yang menurut mereka
kelompok atau topik dapat membantu orang tersebut belajar tentang diri
sendiri, idenya adalah untuk saling membantu menemukan sesuatu yang
berharga dalam pengalaman tersebut.
7. Setiap Anggota Harus Dapat Melihat Wajah Anggota Lainnya
Diskusi kelompok yang efektif tidak dapat terlaksana jika semua orang
duduk dalam barisan. Mengatur kursi-kursi itu membentuk lingkaran.
Mengizinkan orang untuk saling bertatapan muka secara psikologis kondusif
bagi interaksi antar pribadi dan, oleh karena itu, merupakan dsar pendekatan
diskusi kelompok. Pengaturan seperti ini merangsang peserta untuk
berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya dan tidak hanya dengan
figur otoritas didepan ruangan.

E. TIPE-TIPE KELOMPOK
1. Kelompok tugas: kelompok tugas terutama berfokus pada memindahkan
kelompok dari A tertentu ke B yang teridentifikasi. Dalam banyak sistuasi
organisasi, kelompok menjadi lumpuh karena berbagai alasan yang berdampak
negatif pada kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya. Fasilitator
kelompok tugas yang baik dapat meningkatkan efesiensi dan produktivitas
organisasi dengan membantu kelompok mengidentifikasi tujuan mereka dan
bekerja sama dengan kelompok untuk menghilangkan hambatan yang

11
menghambat kemajuan. Meskipun masalah pribadi biasanya bukan fokus
kelompok tugas, pemimpin tugas harus memperhatikan dinamika antarpribadi
yang mungkin membantu atau menghambat pekerjaan (Conyne, 2014).
2. Kelompok psikoedukasi: kelompok psikoedukasi bersifat prefentif dan
mengasumsikan adanya defisit keterampilan dalam anggota kelompok.
Siaslnya, dalam kelompok pengasuhan anak, pemimpin kelompok
mengasumsikan adanya defisit keterampilan pengasuhan anak di pihak
anggotanya: setiap anggota menghadiri kelompok untuk mempelajari
keterampilan mengasuh anak yang baru dan berbeda. Kelompok psikoedukasi
sering kali mengikuti kurikulum yang dirancangkan untuk mengatasi defisit
keterampilan tersebut. Kelompok-kelompok ini seringkali mempunyai waktu
yang terbatas, karena isi kelompok harus dibatasi pada keterampilan-
keterampilan yang teridentifikasi yang dibutuhkan dalam kelompok, yang
harus dirinci sebelum kelompok dimulai.
3. Kelompok konseling: kelompok konseling bersifat unik karana mereka
terutama menggunakan interaksi kelompok saat ini untuk belajar tentang diri
sendiri dan menciptakan peluang untuk perubahan. Sering disebut sebagai
“kelompok pertumbuhan pribadi ,” isi kelompok sering kali memiliki
fokus yang teridentifikasi longgar dan samar-samar, karena tujuan cenderung
muncul secara organik dari interaksi antar pribadi di antara anggota kelompok.
Dalam kelompok ini, proses adalah segalanya, karena pemimpin kelopok
membantu kelompok berpindah dari berbagai eksternal (“pacarku sanagt
frustasi”) ke berbagai internal, di sini dan saat ini (“saya merasa ingin menarik
diri dan melindungi diri sendiri saat ini, sesuatu yang saya lakukan dalam
hubungan ketika saya merasa takut. Saya ingin mengatasinya.”) dalam
kelompok konseling, hubungan antar anggota menjadi agen perubahan.
4. Kelompok psikoterapi: secara histori, kelompok psikoterapi berfokus pada
ketidaksesuaian psikologis yang mengakar yang sangat mengganggu fungsi
sehari-hari. Kelompok-kelompok ini berakar pada psikoanalisis klasik dan
pendekatan psikodinamik yang lebih baru. Sejalan dengan pendekatan teoretis
ini, kelompok-kelompok ini sering kali bersifat jangka panjang, dalam banyak
kasus mencangkup pengobatan bertahun-tahun. Dengan munculnya perawatan
tekelola, kelompok-kelompok ini kesulitan menemukan tempat khusus, dan
dalam melihat kelompok-kelompok yang ditawarkan dan diteliti oleh
12
kelompok-kelompok tersebut. American Group Psychotherapy Association,
nampak terjadi pencapuran atau pengaburan antara tipologi konseling dan
psikoterapi. Meskipun tampaknya hanya ada sedikit minat terhadap
pendekatan tradisional jangka panjang, mungkin inilah saatnya untuk
mempertimbangkan kembali apakah “psikoterapi kelompok merupakan
tipologi yang berdiri sendiri atau lebih tepatnya dipraktikkan sebagai
kelompok yang melakukan pendekatan kelompok dan psikoedukasi
berdasarkan teori psikodinamik.”

Mengapa Tipologi penting: melakukan tipologi dengan benar, sebagai langkah


pertama dalam proses kelompok, sangatlah penting karena kesalahan dalam
tipologi dapat berdampak buruk pada kelompok anda. Dalam artian tertentu, anda
dapat membuat kelompok anda mengalami kegagalan yang membut frustasi
bahkan sebelum dimulai.

13
DAFTAR PUSTAKA

Berg, R. C., Landreth, G. L., & Fall, K. A. (2018). Group Counseling: Concepts and

Procedures. New York: Routledge

Kurnanto, M. Edi. (2014) Konseling Kelompok. Bandung. Alfabeta

14

Anda mungkin juga menyukai