Terapi ini memiliki variasi yang sangat luas, namun secara umum
menekankan pada hubungan tidak langsung antara perilaku dengan
lingkungan. Dimana, perilaku dan perasaan yang mengganggu
merupakan refleksi dari konflik internal.
Terapi ini berguna untuk depresi, chemical abuse, and social
distress.
Experiential psychotherapy
Group psychotherapy (GP) adalah suatu bentuk terapi yang terdiri atas
sejumlah kecil individu yang saling bertemu di bawah bimbingan
seorang terapis terlatih profesional, selain untuk membantu individu,
terapi ini juga bertujuan membantu anggota lain dalam kelompok
(www.groupsinc.org, diunduh 15 Oktober 2012) .
Filosofi yang mendasari GP adalah individu dibesarkan dalam
lingkungan, yang dengan kata lain merupakan kelompok, lingkungan
ini merupakan tempat individu tumbuh dan berkembang sebagai
manusia. GP pun seperti itu, menyediakan tempat yang dapat
didatangi bersama dengan individu lainnya. Suatu tempat untuk
berbagi masalah, memahami dengan lebih baik situasi yang dialami,
belajar dari orang lain serta belajar bersama orang lain
(www.groupsinc.org, diunduh 15 Oktober 2012).
GP membantu individu untuk mempelajari mengenai diri mereka sendiri
serta mengembangkan hubungan interpersonal mereka. GP juga
membantu individu untuk membuat perubahan yang signifikan dalam
diri anggota kelompok, sehingga mereka dapat memiliki kualitas hidup
yang lebih baik.
Prinsip-prinsip dalam GP juga dapat diterapkan pada pada berbagai
keadaan dan situasi lain seperti bisnis, sekolah, komunitas, juga
organisasi.
Dalam sejumlah penelitian yang membandingkan antara GP dan IP, GP
telah menunjukkan keefektifannya dan seringkali bahkan lebih efektif ,
utamanya dalam kasus medis. Terdapat bukti bahwa GP membantu
penderita untuk melakukan penyesuaian dengan lebih baik terhadap
sakit yang mereka alami, dalam beberapa kasus seperti kanker payudara,
terdapat bukti bahwa GP mampu membantu untuk meningkatkan
kesempatan hidup lebih lama (www.groupsinc.org, diunduh 15 Oktober 2012).
Tujuan umum GP antara lain sbb:
• Menjadi pendengar yang baik (Carrol & Wiggins dalam Sadarjoen 2011).
• Tempat melampiaskan perasaan-perasaan kelompok secara konstruktif (Frank dalam
Sadarjoen 2011).
• Tempat untuk mengembangkan kepekaan dan penerimaan terhadap orang lain (Carrol
& Wiggins dalam Sadarjoen 2011).
• Tempat untuk menguatkan harga diri (Frank dalam Sadarjoen 2011).
• Tempat untuk meningkatkan kesadaran diri dan mengembangkan identitas diri (Carrol
& Wiggins dalam Sadarjoen 2011).
• Tempat untuk menghadapi dan mengatasi masalah yang dialami (Frank dalam Sadarjoen
2011).
• Tempat untuk belajar mempercayai orang lain seperti halnya mempercayai diri
sendiri (Carrol & Wiggins dalam Sadarjoen 2011).
• Tempat untuk mengenali area kepercayaan dan nilai-nilai tanpa
diikuti rasa takut akan represi (Carrol & Wiggins dalam Sadarjoen, 2011).
• Tempat untuk merasakan rasa kepemilikan dan mengatasi
perasaan terisolasi (Carrol & Wiggins dalam Sadarjoen, 2011).
• Tempat untuk meningkatkan keterampilan dalam menganalisa dan
mengatasi konflik interpersonal serta intrapersonal (Frank dalam
Sadarjoen, 2011).
• Tempat untuk meningkatkan kemampuan anggota kelompok guna
melakukan konsolidasi dan mempertahankan makna terapetik
yang diperoleh (Frank dalam Sadarjoen, 2011).
• Mentransfer apa yang individu pelajari dalam kelompok melalui
penerimaan rasa tanggungjawab untuk mengatasi problemnya
sendiri (Carrol & Wiggins dalam Sadarjoen, 2011).
Fungsi-fungsi terapetik dari GP dapat dibagi dalam 4 faktor (MacKenzie,
2002), yaitu:
1. Faktor dukungan
a. Universalitas dengan cara memahami bahwa orang lain memiliki
pengalaman yang mirip.
b. Adanya perasaan diterima oleh kelompok.
c. Mengalami altruisme dengan menolong anggota lain.
d. Mengembangkan harapan bahwa perubahan adalah sesuatu
yang mungkin terjadi.
2. Faktor self revelation (membuka diri)
e. Pengungkapan diri (self-disclosure)
f. Katarsis.
3. Faktor pembelajaran
a. Modeling pada anggota lain.
b. Vicarios learning, belajar dari individu lain dengan melihat
anggota kelompok.
c. Bimbingan malalui sugesti dari anggota lain.
d. Pendidikan lewat pengalaman anggota lain.
4. Faktor psychological work
e. Interpersonal learning melalui interaksi grup.
f. Insight kedalam pola-pola yang dimiliki oleh individu.
Fungsi terapis dalam GP adalah menciptakan budaya kelompok yang
positif dan aman sehingga fungsi-fungsi terapetik dapat berperan.
Berbeda dengan IP dimana terapi berkembang melalui
kebijaksanaan terapis, terapi dalam GP berkembang melalui
pembelajaran interpersonal di antara anggota kelompok.
Proses ini akan digunakan dengan cara yang berbeda tergantung
pada model grup yang digunakan.
Model grup yang digunakan bergantung pada dasar teori yang
dianut oleh terapis.
Meski terdapat bermacam-macam model grup, semuanya
berdasarkan pada interaksi antar anggora yang merupakan kekuatan
dari kelompok sebagai sarana dukungan dan memajukan perubahan
dari kondisi yang dialami (MacKenzie, 2002).
Tugas terapis atau pemandu kelompok (Yalom dalam Prawitasari, 2011) adalah:
1. Membuat dan mempertahankan kelompok.
2. Membentuk budaya.
3. Membentuk norma.
Perilaku efektif terapis atau pemimpin (George & Christiani dalam Prawitasari,
2011) adalah:
4. Mendengarkan dengan aktif.
5. Mengamati proses kelompok dengan seksama.
6. Memberikan umpan balik.
7. Menghubungkan antara satu pernyataan dengan pernyataan lain.
8. Menghubungkan peristiwa satu dengan peristiwa lain.
9. Melakukan konfrontasi.
10. Mempunyai kemampuan untuk memahami proses kelompok.
11. Meringkas apa yang terjadi dalam tiap pertemuan.
12. Menyoroti proses yang terjadi di sini dan saat ini.
Masalah-masalah yang biasanya ditangani menggunakan GP adalah:
1. Kesulitan dalam hal hubungan interpersonal.
2. Masalah-masalah yang berkaitan dengan anak dan remaja.
3. Penuaan.
4. Sakit fisik.
5. Depresi dan kecemasan.
6. Kehilangan
7. Trauma
8. Isu-isu yang berkaitan dengan gaya hidup yang berbeda dengan
budaya tradisional.
9. Gangguan kepribadian.
10. Kecanduan (www.groupsinc.org, diunduh 15 Oktober 2012).
Sebelum membentuk grup, terapis haruslah melakukan asesmen.
Asesmen berfungsi untuk mengidentifikasi masalah yang dialami
oleh individu serta untuk mengembangkan fokus tritmen (MacKenzie,
2002).
Setelah asesmen dilakukan, sebelum individu dimasukkan ke dalam
kelompok, perlu dilakukan persiapan.
Persiapan yang dimaksud adalah pemberian informasi pada individu
mengenai GP. Persiapan akan mendukung terjadinya kohesivitas
kelompok dan mengurangi kemungkinan keluarnya individu dari
kelompok, selain itu juga berguna untuk menjalin ikatan dengan
terapis (MacKenzie, 2002).
Tahapan dalam GP secara umum dapat di bagi menjadi 4 tahap
(MacKenzie, 2002), yaitu:
1. Engagement stages
2. Conflict stages
3. Interpersonal work stages
4. Termination stages
Engagement Stage
Termination
Pada sesi akhir dari terapi, maka terapi difokuskan pada reaksi-
reaksi terhadap terminasi termasuk didalamnya relapse prevention
(MacKenzie, 2002).
Jumlah sesi yang diperlukan dalam GP tergantung pada sejauhmana
grup dapat mencapai kemajuan (MacKenzie, 2002).
Makin cepat grup mencapai kemajuan maka makin sedikit pula sesi
yang diperlukan.
Contoh model GP (MacKenzie, 2002), yaitu:
1. Support groups
2. Group cognitive-behavioral therapy (GCBT)
3. Interpersonal therapy for group (IPT-G)
4. Yalom model interpersonal psychotherapy
5. Psychodinamic group therapy
Metode Intervensi & Perubahan Komunitas
(Markam, 2003)