Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

HERPES SIMPLEKS

Oleh:
Yusi Rizky Novianty
2010221033

Pembimbing:
dr. Hiendarto, Sp.KK

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT DR. GUNAWAN MANGUNKUSUMO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

1
PERIODE 12 SEPTEMBER – 01 OKTOBER 2022

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
HERPES SIMPLEKS

Disusun oleh:
Yusi Rizky Novianty
2010221033

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian


Departemen Ilmu Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit dr. Gunawan Mangunkusumo Ambarawa

Ambarawa, September 2022


Telah diterima dan disahkan oleh,
Pembimbing

dr. Hiendarto, Sp. KK

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Herpes Simpleks”.
Laporan kasus ini dapat selesai karena adanya bantuan dari berbagai pihak,
penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hiendarto, Sp.KK yang telah
membimbing dan memberikan ilmunya, serta seluruh teman-teman kepaniteraan
klinik Departemen Ilmu Kulit dan Kelamin atas kerjasama dan bantuan selama
penyusunan tugas ini.
Penulis mengetahui bahwa banyak kekurangan yang harus diperbaiki
dalam penulisan laporan kasus ini. Penulis mengharapkan saran serta kritik yang
membangun dari pembaca untuk laporan kasus selanjutnya yang lebih baik.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca,
dan bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Ambarawa, September 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................................2
KATA PENGANTAR..................................................................................................................3
DAFTAR ISI................................................................................................................................4
BAB I............................................................................................................................................5
PENDAHULUAN........................................................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................7
II. 1 Herpes Simpleks................................................................................................................7
Gambar 1. Herpes Virus...............................................................................................................7
Gambar 2. Patofisiologi infeksi herpes.........................................................................................9
Gambar 3. Herpes genitalis infeksi primer pada penis (A) vulva (B)........................................10
Gambar 4. Herpes genitalis infeksi rekuren pada penis (A) dan vulva (B)................................11
BAB III.......................................................................................................................................20
STATUS PASIEN......................................................................................................................20
III.1 Identitas Pasien............................................................................................................20
III.2 Anamnesis....................................................................................................................20
III.2.1 Keluhan Utama.........................................................................................................20
III.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang......................................................................................20
III.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu.........................................................................................20
III.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga......................................................................................20
III.2.5 Riwayat Penggunaan Obat.......................................................................................21
III.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................................21
III.4 Resume.........................................................................................................................23
III.5 Diagnosis Kerja............................................................................................................24
III.6 Diagnosis Banding.......................................................................................................24
III.7 Tata Laksana................................................................................................................24
III.8 Prognosis......................................................................................................................25
BAB IV.......................................................................................................................................26
PEMBAHASAN.........................................................................................................................26
BAB V KESIMPULAN.............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................29
4
BAB I
PENDAHULUAN

Virus herpes simpleks merupakan patogen yang ada di mana-mana dan dapat
beradaptasi dengan hospes yang menyebabkan keadaan penyakit yang bervariasi. Ada dua tipe
virus herpes simpleks yaitu Herpes Simpleks Virus tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2).
Keduanya mirip tetapi berbeda secara epidemiologi. HSV-1 biasanya merupakan penyakit
orofasial, sedangkan HSV-2 merupakan penyakit genital. Akan tetapi, lokasi lesi tidak selalu
menunjukkan tipe virus. Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan
seksual seperti orogenital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang
disebabkan oleh HSV tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan
HSV tipe II. 1
Infeksi herpes genitalis adalah infeksi genitalia yang disebabkan oleh Herpes Simpleks
Virus terutama HSV tipe 2. Dapat juga disebabkan oleh VHS tipe 1 pada 10–40% kasus. Rute
primer penularan infeksi HSV-2 ialah melalui kontak seksual dengan partner seksual yang
terinfeksi baik yang simtomatis maupun yang asimtomatis, dimana risiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan jumlah partner seksual. 1
HSV merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam famili Herpesviridae. Setelah
infeksi primer, virus tersebut tetap mempunyai kemampuan untuk mengadakan reaktivasi
kembali sehingga dapat terjadi infeksi yang berulang.2 Reaktivasi ini berhubungan dengan
kuantitas latent virus di ganglia, sistem kekebalan tubuh host, iradiasi UV, hipertermia, trauma
lokal, dan stressor psikologis.2

Masa inkubasi infeksi VHS umumnya berkisar antara 3–7 hari tetapi dapat juga lebih
lama.1,2 Gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat
rekuren. Manifestasi klinis herpes genitalis dapat dibedakan antara episode pertama (episode
primer) dan episode kekambuhan (episode rekuren). Angka kekambuhan bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain, infeksi oleh karena HSV tipe 2 sekitar 16 kali lebih sering
dibanding infeksi genital oleh karena HSV tipe 1 dan terjadi sekitar 3 sampai 4 kali pertahun.2
Pengobatan herpes genitalis secara umum dibagi 3 bagian yaitu: terapi episode pertama,
terapi rekurensi, dan terapi pencegahan rekurensi. 1 Prognosis herpes genitalis akan lebih baik

5
bila dilakukan pengobatan secara dini sehingga penyakit berlangsung lebih singkat dan
rekurensi lebih jarang.3
Herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan prevalensi yang tinggi
di berbagai negara dan penyebab terbanyak penyakit ulkus genitalis. Insiden herpes genitalis
tidak dapat dilaporakan secara pasti tetapi diestimasikan ada 500.000 kasus baru terjadi tiap
tahun.3 Sebuah penelitian menunjukkan jumlah kunjungan penderita baru herpes genitalis di
Divisi IMS RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2005– 2007 (3 tahun) mempunyai
kecenderungan mengalami peningkatan, wanita lebih banyak daripada laki-laki dengan rasio
1,96:1. Umur terbanyak adalah 25–34 tahun, lebih banyak pada penderita yang sudah
menikah. Pasangan seksual terbanyak adalah suami/istri penderita sendiri. 3

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Herpes Simpleks


II. 1. 1 Definisi
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai
oleh adanya vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Sinonim herpes
genitalis, herpes labialis, cold sore, fever blister, herpes febrilis. 2
II. 1. 2 Epidemiologi
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan
frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks tipe I biasanya dimulai
pada usia anak-anak, sedangkan infeksi VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade II atau III,
dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. 2
II. 1. 3 Etiologi
VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus DNA.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic
marker, dan lokasi klinis (tempat predileksi). 2

Gambar 1. Herpes Virus

7
Dua jenis virus herpes simpleks yang dapat menyebabkan herpes genitalis:

1. HSV-1. Ini adalah jenis yang biasanya menyebabkan luka atau vesikel
meradang di sekitar mulut, meskipun dapat menyebar ke area genital selama
seks oral.

2. HSV-2. Ini adalah jenis yang biasanya menyebabkan herpes genitalis. Virus
menyebar melalui kontak seksual dan kulit-ke-kulit. HSV-2 adalah sangat
umum dan sangat menular, apakah ada atau tidak memiliki luka terbuka. 2
II. 1. 4 Patogenesis dan Patofisiologi

Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet
pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV-2
biasanya ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes, terjadi
penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi serta menimbulkan
kelainan pada kulit. Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik.
Keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan
gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke
ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi orofaring
HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital
HSV-2 menimbulkan infeksi laten di ganglion sakral. Bila pada suatu waktu ada faktor
pencetus (trigger factor), virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali
sehingga terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada
antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat
pada waktu infeksi primer. Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau
koitus, demam, stres fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan
dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya.
Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito genital, ano genital
maupun oro genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan
kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV
dimulai dari kontak virus dengan mukosa (orofaring, serviks, konjungtiva) atau kulit
yang abrasi. Replikasi virus dalam sel epidermis daan dermis menyebabkan destruksi
seluler dan keradangan. 1,3,4,9,14,15

8
Gambar 2. Patofisiologi infeksi herpes

II. 1. 5 Gejala Klinis


Infeksi HSV ini berlangsung dalam 3 tingkat.
1. Infeksi primer
Tempat predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut
dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak inokulasi dapat terjadi secara
kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi atau pada orang yang
sering menggigit jari (herpetic whit-low). Virus ini juga sebagai penyebab herpes
ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat di daerah genital,
juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus. Daerah predileksi
sering kacau karena adanya cara hubungan seksual seperti oro-genital, sehingga
herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe I,
sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe II.
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan
sering disertai gejala sistemik misalnya demam, malaise, dan anoreksia, dan dapat
ditemukan pembengkakkan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis yang
dijumpai berupa vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan
eritematosa, berisi cairan jernih menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak
terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi
9
gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan
antibodi virus herpes simpleks. Pada Wanita 80% infeksi HSV pada genitalia
eksterna disertai infeksi pada serviks. 2

Gambar 3. Herpes genitalis infeksi primer pada penis (A) vulva (B)

2. Fase laten
Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis tetapi VHS dapat
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 2
3. Infeksi rekurens
Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif,
dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan
gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi,
kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma psikis (gangguan
emosional, menstruasi) dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman
yang merangsang. Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer
dan berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodormal lokal
sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat
timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain/tempat disekitarnya (non
loco). 2

10
Gambar 4. Herpes genitalis infeksi rekuren pada penis (A) dan vulva (B)

Gambar 5. Progresifitas lesi pada infeksi herpes

11
II. 1. 6 Diagnosis
Diagnosis herpes genitalis dapat ditegakkan berdasarkan criteria diagnosis secara
klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan mikroskopis langsung, pemeriksaan kultur
jaringan, dan pemeriksaan serologi. 2
Diagnosis klinis infeksi herpes genitalis bila ditemukan kelompok vesikel multipel
1,2,5
berukuran sama, timbulnya lama dan sifatnya sama dan nyeri. Infeksi herpes genitalis
juga dibedakan dengan penyebab lain ulkus genital seperti ulkus yang disebabkan
Treponema pallidum, walaupun dapat terjadi koinfeksi antara keduanya.2,5 Pemeriksaan
laboratorium untuk membantu diagnosis herpes genitalis antara lain Tzank smear, isolasi
virus, deteksi DNA HSV dengan PCR, deteksi antigen HSV secara enzyme immunoassay
(EIA) dan peningkatan titer antibodi anti-HSV pada serum, yang bermanfaat pada episode
pertama infeksi.
Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada keadaan tidak
ada lesi dapat diperiksa antibodi VHS. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa
dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear. 2

12
II. 1. 7 Diagnosis Banding
Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo
vesiko bulosa. Pada daerah genitalia harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole, dan
ulkus mikstum, maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum. 2

a) Ulkus Durum

Pada sifilis stadium I (ulkus durum), ulkus bersih, indolen, terdapat indurasi, dan tanda
tanda radang akut tidak terdapat. Jika terjadi pembesaran kelenjar getah bening regoinal
juga tidak disertai tanda-tanda radang akut kecuali tumor, tanpa disertai periadenitis dan
perlunakan. Pada ulkus mole, hasil pemeriksaan sediaan hapus dengan mikroskop lapangan
gelap sebanyak tiga kali berturut-turut negatif. T.S.S. yang diperiksa tiap minggu sampai
satu bulan, kemudian tiap bulan sampai tiga bulan, tetap negatif.1,9

b) Ulkus Mole

Ulkus mole adalah infeksi pada alat kelamin yang akut, yang disebakan oleh
Streptobaccilus ducrey ( haemophilus ducey) dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus
nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi dan sering disertai pernanahan kelenjar getah
bening regional. Gejala klinis : mula-mula kelaianan kulit berupa papul, kemudian menjadi
vesikopustul pada tempat inokulasi, cepat pecah menjadi ulkus. Ulkus kecil, lunak pada
perabaan, tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan
dikelilingi halo yang eritematosa. Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik, dasar ulkus
berupa jaringan granulasi yang mudah berdarah dan pada perabaan terasa nyeri.1
c) Limfogranuloma Venerum
Limfogranuloma Venerum adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Chlamydia thracomatis.1 Gejala yang timbul 3 hari atau lebih setelah infeksi. Biasanya
pada penis atau vagina terbentuk lepuhan kecil berisi cairan yang tidak terasa nyeri.

13
Lepuhan ini kemudian menjadi luka terbuka (ulkus) yang cepat membaik sehingga tidak di
perhatikan oleh penderitanya. Gejala-gejala lain yang dapat di temukan adalah demam, rasa
tidak enak badan, sakit kepala, nyeri sendi, nafsu makan berkurang, muntah, sakit punggung,
dan infeksi rectum yang menyebabkan keluarnya nanah bercampur darah.1,12 Pada L.G.V. afek
primer tidak spesifik dan cepat hilang, perlunakannya tidak serentak. Tilter tes ikatan
komplemen untuk L.G.V. kurang dari 1/16 dan tes ulangan tidak meninggi.9

II. 1. 8 Tatalaksana

a) Edukasi
Pasien dengan herpes genitalis harus di nasehati untuk menghindari hubungan
seksual selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan
menggunakan kondom antara perjangkitan gejala. Terapi supresi dengan
antiviral dapat menjadi pilihan untuk individu yang peduli transmisi pada
pasangannya.

b) Obat Antiviral

Pengobatan dengan obat antivirus dapat membantu luka sembuh lebih cepat
selama infeksi awal, mengurangi keparahan dan durasi gejala pada infeksi
berulang, mengurangi frekuensi kekambuhan, dan meminimalkan
kemungkinan penularan virus herpes ke orang lain.

Obat antivirus yang digunakan untuk herpes genitalis meliputi:


a. Idoksuridin.
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) dengan
cara aplikasi, yang sering dengan interval beberapa jam. Analog timidin,
dimasukkan ke dalam DNA virus menggantikan timidin mengakibatkan

14
cacat sintesis DNA & akhirnya penghambatan replikasi virus. Juga
menghambat timidilat fosforilase.1,2
b. Asiklovir
Analog nukleosida purin sintetik dengan aktivitas terhadap sejumlah
herpesvirus, termasuk herpes simplex dan varicella-zoster. Sangat selektif
untuk sel yang terinfeksi virus karena afinitas tinggi untuk enzim timidin
kinase virus. Efek ini berfungsi untuk memusatkan monofosfat asiklovir
dalam sel yang terinfeksi virus. Monofosfat kemudian dimetabolisme
menjadi bentuk trifosfat aktif oleh kinase seluler. Molekul ini
menginhibisi polimerase HSV dengan 30-50 kali potensi polimerase DNA
alpha manusia.
Preparat asiklovir yang dipakai secara topikal tampaknya
memberikan masa depan yang lebih cerah dibanding idoksuridin. Klinis
hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Dosis ganda disarankan
untuk herpes simpleks infeksi proktitis atau okular. Infeksi pada mata
dapat juga diobati dengan asiklovir topikal.
1) Pengobatan infeksi primer: 200 mg per oral setiap 4 jam (5 kali /
hari) selama 7-10 hari, atau 400 mg per oral 3 kali / hari selama 5-10
hari.
2) Terapi intermiten untuk rekurensi: 200 mg per oral setiap 4 jam (5
kali / hari) selama 5 hari, dimulai di awal tanda atau gejala rekurensi.
3) Supresi untuk rekurensi (bila rekuren >8 kali / tahun): 400 mg per
oral 2 kali / hari sampai 12 bulan, regimen alternatif berkisar dari
200 mg 3 kali / hari sampai 200 mg 5 kali / hari.
4) Ensefalitis HSV: 10-15 mg/kgBB intravena setiap 8 jam selama 14-
21 hari.
c. Famsiklovir.
Prodrug yang ketika berbiotransformasi menjadi metabolit aktif,
penciclovir, dapat menghambat sintesis / replikasi DNA virus. Digunakan
untuk melawan virus herpes simpleks dan varicella-zoster. Diindikasikan

15
untuk pengobatan episode rekuren atau terapi supresif dari herpes genital
pada orang dewasa imunokompeten.
1) Pengobatan episode rekuren: 1000 mg per oral 2 kali / hari selama 1
hari, dimulai dalam waktu 6 jam dari onset gejala atau lesi.
2) Terapi supresif: 250 mg per oral 2 kali / hari sampai 1 tahun.
3) Pengobatan episode primer (off-label): 250 mg per oral 3 kali / hari
selama 5-10 hari
d. Valacyclovir.
Prodrug yang cepat dikonversi ke obat aktif asiklovir. Lebih mahal namun
memiliki regimen dosis lebih nyaman dibandingkan asiklovir.
1) Episode primer: 1 g per oral setiap 12 jam selama 10 hari, CrCl 10-29
mL / menit: 1 g per oral per hari, CrCl <10 mL / menit: 500 mg per
oral per hari.
2) Episode rekuren: 500 mg setiap 12 jam selama 3 hari (tidak ada data
tentang kemanjuran jika mulai> 24 jam), CrCl <30 mL / menit: 500
mg per oral per hari.
3) Supresi, imunokompeten: 1 g per oral per hari, CrCl <30 mL / menit:
500 mg per oral per hari
4) Supresi, imunokompeten dan 9 atau kurang rekurensi per tahun: 500
mg per oral per hari, CrCl <30 mL / menit: 500 mg per oral setiap 48
jam
5) Pengurangan transmisi, sumber pasangan : 500 mg per oral per hari

Obat diberikan bila mengalami gejala infeksi. Dapat juga minum obat
setiap hari, bahkan ketika tidak mengalami tanda-tanda infeksi, untuk
meminimalkan peluang infeksi berulang. Pasien yang mengalami komplikasi
berat mungkin perlu dirawat di rumah sakit, sehingga mereka dapat menerima
obat antiviral intravena.

Untuk mencegah rekurens macam-macam usaha dapat dilakukan dengan


tujuan meningkatkan imunitas seluler, misalnya pemberian preparat lupidon H
(untuk VHS tipe I) dan lupidon G (untuk VHS tipe II) dalam satu seri
16
pengobatan. Pemberian levamisol dan isoprinosin atau asiklovir secara
berkala menurut beberapa peneliti memberikan hasil yang baik. Efek
levamisol dan isoprinosin ialah sebagai imunostimulator. Pemberian vaksinasi
cacar sekarang sudah tidak dianut lagi.1,6

Penatalaksanaan herpes genitalis pada kehamilan (episode awal, dengan


gejala berat): asiklovir oral 5 x 200 mg/hari selama 7 sampai 10 hari. Dosis
supresif rutin tidak dianjurkan untuk episode rekurens selama kehamilan atau
dekat akhir kehamilan.

Bila ibu mengidap herpes genital primer pada saat persalinan pervaginam
harus diberikan profilaksis asiklovir intravena kepada bayi selama 5 sampai 7
hari dengan dosis 3 x 10 mg/ kgBB/ hari. Pengobatan asiklovir 10mg/kgBB/
tiap 8 jam selama 10 sampai 21 hari, atau Ara-A 30 mg/kgBB/ hari
menurunkan angka kematian di bandingkan dengan penderita yang tidak
mendapat pengobatan. Cara pengobatan ini dapat mencegah progresifitas
penyakit (infeksi pada susunan saraf pusat atau infeksi diseminata).11,13

1.2 Topikal
Pensiklovir krim 1 % (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Asiklovir krim 5% (5
kali sehari selama 5 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah
munculnya gejala, meskipun juga pemberian yang terlambat juga di laporkan
masih efektif dalam mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi.

Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan radikal,
artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode rekurens secara tuntas.
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topical berupa salap/krim yang mengandung
preparate idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) dengan cara aplikasi, yang
sering dengan interval beberapa jam. Preparate asiklovir (zovirax) yang dipakai secara
topikal mempunyai cara kerja mengganggu replikasi DNA virus. Jika timbul ulserasi
dapat dilakukan kompres. Pengobatan oral berupa preparate asiklovir memberikan
hasil yang lebih baik. Penyakit berlangsung singkat dan masa rekurensnya lebih
panjang. Dosisnya 5x200mg sehari selama 5 hari. Pengobatan parenteral dengan

17
asiklovir terutama ditujukan kepada penyakit yang lebih berat atau jika timbul
komplikasi pada alat dalam. Begitu pula dengan preparat adenin arabinosid
(vitarabin), interferon sebuah preparat glikoprotein yang dapat menghambat
reproduksi virus juga dapat dipakai secara parenteral. Untuk mencegah rekurens
macam-macam usaha yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan imunitas selular,
pernah dilakukan pemberian preparate lupidon H (untuk VHS tipe I) dan lupidon G
(untukVHS tipe II) dalam satu seri pengobatan. Pemberian levamisol dan isoprinosin
atau asiklovir secara berkala menurut beberapa penyelidik memberikan hasil yang
baik. Efek levamisol dan isopmosin ialah sebagai imunostimulator.2

II. 1. 9 Komplikasi
Komplikasi yang terkait dengan herpes genitalis dapat meliputi:

a. Infeksi menular seksual lainnya. Memiliki luka genitalis meningkatkan risiko


penularan atau tertular infeksi menular seksual lainnya, termasuk virus AIDS.
b. Infeksi TORCH dan infeksi bayi baru lahir. Bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi dapat terkena virus selama proses kehamilan dan kelahiran. Selama
hamil, dapat menyebabkan kelainan seperti infeksi TORCH lain, sepertio
mikrosefali, mikroftalmia, kalsifikasi intrakranial, dan korioretinitis. Hal ini
18
dapat menyebabkan kerusakan otak, kebutaan atau kematian bagi bayi
yang baru lahir.1,2,3,4,9
c. Masalah kandung kemih. Dalam beberapa kasus, luka yang berhubungan
dengan herpes genitalis dapat menyebabkan peradangan di sekitar uretra,
pipa yang mengalirkan urin dari kandung kemih ke dunia luar.
Pembengkakan dapat menutup uretra selama beberapa hari, membutuhkan
pemasangan kateter untuk menguras kandung kemih.
d. Meningitis. Dalam kasus yang jarang, infeksi HSV menyebabkan radang
selaput dan cairan serebrospinal di sekitar otak dan sumsum tulang
belakang.
e. Inflamasi rektal (proktitis). Herpes genitalis dapat menyebabkan
peradangan pada lapisan rektum, terutama pada pria yang berhubungan
seks dengan laki- laki.

II. 1. 10 Prognosis
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

 Selama pencegahan rekurens masih merupakan problem, hal tersebut secara


psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat akan
memberi prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih
singkat dan rekurensi lebih jarang.1
 Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya pada penyakit-penyakit
dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan
yang lama atau fisik yang sangat lemah, menyebabkan infeksi ini dapat
menyebar ke alat- alat dalam dan dapat fatal. Prognosis akan lebih baik seiring
dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa.1

19
BAB III
STATUS PASIEN

III.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Panjang, Ambarawa
Rekam Medik : 18xxxx-2019
Tanggal Periksa : 13 September 2022
III.2 Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien di poli kulit dan kelamin RSUD dr.
Gunawan Mangunkusumo Ambarawa tanggal 13 September 2022 pukul 12.00
WIB.
III.2.1 Keluhan Utama
Keputihan sejak 3 minggu yang lalu.
III.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Ambarawa dengan
keluhan keputihan berwarna putih susu. Keluhan keputihan pada pasien sudah
dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Keputihan muncul setelah melakukan
hubungan badan dengan suami. Keluhan keputihan disertai muncul bintil berair di
daerah kemaluan, disertai rasa gatal, panas, perih dan nyeri.
III.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
a. Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
b. Riwayat alergi obat (-), alergi makanan (-)
c. HT (-), DM (-), asma (-)
III.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa
- Riwayat alergi obat (-), alergi makanan (-)
- HT (-), DM (-), asma (-)

20
III.2.5 Riwayat Penggunaan Obat
Pasien sudah 2 minggu mengonsumsi obat-obatan untuk mengobati
keluhannya sendiri dengan cara bertanya kepada saudaranya yang merupakan
seorang tenaga kesehatan. Obat-obatan yang dikonsumsi pasien :
1) Miconazole cr 2x1
2) Paracetamol 2x1
3) Doksisiklin 1x1
4) Metilprednisolon 8 mg 2x1
5) Ciprofloxacin 2x1
6) Imboost 1x1
7) Cetirizine 1x1

III.3 Pemeriksaan Fisik


Status generalis
- Keadaan umum : Tampak sakit ringan
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital
TD : 120/80
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Suhu : 37.60c
SpO2 : 98%
Head to toe
a. Kepala : Normocephal
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor +/+
c. Telinga : liang telinga dbn
d. Hidung : Cavum nasi dbn, sekret (-), deviasi septum (-)
e. Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
f. Tenggorokan : T1 – T1 tenang, faring tidak hiperemis

21
g. Leher : tidak teraba KGB
h. Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan & kiri simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Perkusi perbandingan kanan dan kiri sama sonor
Auskultasi : Bunyi vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dbn
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
i. Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) dbn
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatospleenomegali (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
j. Kulit : Warna kulit sawo matang, ikterik (-)
k. Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat (+), edema (-)
l. Status Dermatologis
- Lokasi I : Genitalia eksterna
- UKK : Vesikel berkelompok (+), erosi (+), eritema (+)
- Lokasi II : Introitus vagina
- UKK : Duh tubuh (+) berwarna putih susu

22
Gambar 6. Lesi di genitalia eksterna Gambar 7. Duh tubuh pada vagina

III.4 Resume
Pasien dengan keluhan keputihan berwarna putih susu sejak 3 minggu yang lalu.
Keluhan keputihan muncul satu hari setelah berhubungan badan dengan suami. Keluhan
disertai muncul bintil-bintil berisi air di daerah kelamin serta BAK yang terasa nyeri,
perih dan terasa panas. Pasien juga merasakan badannya demam. Sebelumnya pasien
sudah mengobati keluhannya sendiri dengan cara meminta resep obat ke saudaranya
yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan lalu diberikan obat Miconazole cr 2x1,
Paracetamol 2x1, Doksisiklin 1x1, Metilprednisolon 8 mg 2x1, Ciprofloxaxin 2x1,
Imboost 1x1, Cetirizine 1x1, namun keluhan masih tetap sama dirasakan oleh pasien.
Pasien memiliki 1 orang anak berusia 2,5 tahun. Pasien bekerja sebagai karyawan sebuah
kantor, sedangkan pekerjaan suami pasien adalah karyawan proyek di luar kota.
Pemeriksaan fisik
Tanda vital : dalam batas
normal
Status generalis: dalam batas normal
Status venerologi :
I. Lokasi : Genitalia eksterna
UKK : Vesikel berkelompok (+), Eritema (+), erosi (+)
II. Lokasi: Introitus vagina
UKK: Duh tubuh (+) berwarna putih susu
23
III.5 Diagnosis Banding
a. Herpes simpleks
b. Ulkus durum
c. Ulkus mole
III.6 Diagnosis Kerja
Herpes simpleks
III.7 Tata Laksana
a. Nonmedikamentosa (Edukasi):

- Menjelaskan kepada pasien berupa penjelasan mengenai penyakit yang


diderita serta anjuran untuk menghindari melakukan pengobatan sendiri
tanpa pemeriksaan ke dokter.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini bisa kambuh apabila daya
tahan tubuhnya lemah, stress, kelelahan, kurang tidur, dll.
- Menyarankan agar suaminya sebaiknya memeriksakan diri dan mendapatkan
pengobatan yang sama, untuk mencegah terjadinya infeksi berulang akibat
efek pingpong.
- Pasien sebaiknya diberikan arahan mengenai perilaku seksual yang aman
menggunakan prinsip ABC:
A (abstinence): menghindari seks bebas atau hubungan seks di luar
nikah B (be faithful): tidak berganti-ganti pasangan

C (condom): jika tidak dapat menghindari poin A dan B, gunakan


kondom
- Anjurkan juga pasien untuk menjalani pemeriksaan pap smear setiap 3 tahun
sekali.
- Menjelaskan cara dan waktu penggunaan obat kepada pasien.
- Meminta pasien untuk tidak menggaruk lesi agar tidak terjadi infeksi
sekunder.
- Istirahat yang cukup, hindari stress psikologis.
- Kontrol 1 minggu kemudian.

24
b. Medikamentosa
- Asiklovir 3x400 mg
- Paracetamol 3x1 kalau perlu
- Pirotop® (Mupirocin) cr 3x/hari
- Lycoxy® (Multivitamin) tab 1x1 (siang)
III.8 Prognosis
- Quo Ad vitam : Bonam
- Quo Ad functionam : Bonam
- Quo Ad sanationam : Dubia ad Bonam

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. A berusia 32 tahun terdiagnosa Herpes Simpleks.. Dari hasil anamnesis
didapatkan keluhan keputihan berwarna putih susu sejak 3 minggu SMRS serta mengaku
awalnya terasa nyeri dan panas saat berkemih setelah berhubungan dengan suaminya.
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti saat ini. Suami
pasien sehari-hari berada di luar kota, bekerja sebagai karyawan proyek dan jarang pulang
ke rumah. Terakhir melakukan hubungan suami isteri 3 minggu yang lalu. Awal muncul
keluhan keputihan dan merasakan nyeri, perih dan panas pada saat BAK adalah satu hari
setelah berhubungan seksual. Pasien juga merasakan kadang demam sumer-sumer dan
terasa badannya lemas, lalu muncul keluhan luka bintil –bintil berair seperti sariawan di
daerah kemaluan, keluhan tersebut disertai rasa gatal, nyeri dan panas sejak 3 minggu
yang lalu, semakin lama bintil-bintil semakin banyak, pasien juga mengeluh BAK terasa
nyeri.
Sesuai dengan kepustakaan, herpes simpleks adalah suatu infeksi akut yang disebabkan
oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan,
sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens, gejala klinis lokal
herpes genitalis berupa nyeri, gatal, disuria, discharge vagina dan uretra serta nyeri
kelenjar inguinal. Gejala sistemik umumnya berupa demam, nyeri kepala, malaise, dan
myalgia. Bentuk lesi genitalia dapat berupa vesikel, pustul, dan ulkus eritematosus, Pada
laki-laki umumnya terdapat pada gland penis atau preputium, sedangkan pada wanita bisa
terdapat pada vulva, perineum, bokong, vagina maupun serviks.2
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan vesikel berkelompok, eritema, erosi
pada daerah vulvovaginal. Didapatkan duh vagina berwarna putih susu. Berdasarkan
kepustakaan, diagnosis klinis infeksi herpes genitalis bila ditemukan kelompok vesikel
1,2,5
multipel berukuran sama, timbulnya lama dan sifatnya sama dan nyeri. Infeksi herpes
genitalis juga dibedakan dengan penyebab lain ulkus genital seperti ulkus yang
disebabkan Treponema pallidum, walaupun dapat terjadi koinfeksi antara keduanya. 2,5
Herpes simpleks dapat didiagnosis banding dengan ulkus mole, dan ulkus durum.
Pada sifilis,primer atau ulkus durum gejala yang pertama timbul adalah chancre yang

26
akan menghilang sendiri. Setelah itu akan muncul lesi berbentuk polimorfik yang tidak
gatal, sering kali disertai pembesaran KGB generalisata, pada pasien ini tidak dijumpai
adanya chancre dan lesi terasa nyeri. Selanjutnya herpes simpleks dapat didiagnosis
banding dengan ulkus mole atau chancroid. Pada chancroid akan didapatkan ulkus
genitalia yang sangat nyeri, berbatas tegas, tanpa indurasi, dengan eksudat berwarna
kekuningan atau abu-abu. Lesi ini akan mudah berdarah jika dikerok. Selain itu, pada
chancroid juga tidak dijumpai adanya gejala prodromal.
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu diagnosis herpes genitalis antara lain
Tzank smear, isolasi virus, deteksi DNA HSV dengan PCR, deteksi antigen HSV secara
enzyme immunoassay (EIA) dan peningkatan titer antibodi anti-HSV pada serum, yang
bermanfaat pada episode pertama infeksi. Jika dikaitkan dengan teori maka kasus pada
pasein dengan dugaan herpes genitalis ini didapatkan faktor yang memperkuat
kecurigaan pada herpes karena dari pemeriksaan fisik didapatkan manifestasi klinis lesi
berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan cepat membentuk erosi superfisial
atau ulkus yang nyeri pada regio genitalia. Prevalensi dengan perbandingan lebih banyak
wanita dengan herpes genitalis yang umumnya ditemukan pada dewasa muda. Dari
status efloresensi dermatologisnya didapatkan lesi vesikel berkelompok diatas dasar
eritema di labia mayor dan labia minor. Didapatkan erosi di labia mayora. Serta
didapatkan fluor albus dari introitus vaginalis.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan obat secara peroral
dan topikal. Obat peroral yang diberikan adalah asiklovir 400mg 3x/hari. Pada teori yang
telah dikemukakan bahwa antivirus yang merupakan first line adalah asiklovir yang
efektif pada herpes simpleks dan dosis yang digunakan telah sesuai dengan kepustakaan.
Lalu pemberian obat simtomatik peroral yaitu paracetamol untuk meringankan nyeri dan
demam pada pasien. Dosis yang diberikan adalah paracetamol 500 mg 3x1 atau jika
perlu. Pemberian multivitamin adalah untuk menjaga daya tahan tubuh pasien, serta obat
topikal yaitu antibiotik mupirocin cream 3x/hari untuk mencegah infeksi sekunder oleh
bakteri. Selain itu perlu juga dilakukan edukasi pada pasien agar tidak berhubungan
seksual terlebih dahulu ketika masih ada lesi, tidak berganti ganti pasangan, jika
berhubugan seksual harus menggunakan kondom, menjaga kebersihan, cukup istirahat,
menjaga mood agar tidak mudah stress. Prognosis dari herpes genitalis yang diderita
pasien pada umumnya baik bila ditangani segera dan diobati dengan benar dan juga

27
menghindari faktor pencetus dan predisposisi.

28
BAB V
KESIMPULAN

Pasien Ny.A usia 32 tahun, datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSGM
pada tanggal 13 September 2022 dengan keluhan keputihan yang sudah dirasakan sejak 3
minggu yang lalu. Pasien mengatakan keputihan berwarna putih susu, gatal, dan berbau
disertai nyeri dan perih saat BAK, Keluhan keputihan awalnya dirasakan satu hari setelah
berhubungan dengan suami. Kemudian muncul bintil-bintil berair di daerah kemaluan
yang dirasakan panas, nyeri, dan gatal. Pasien juga merasakan badannya demam.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan venereologis yang
mendukung ke arah herpes genital. Herpes genital merupakan penyakit infeksi akut
pada genital dengan gambaran khas berupa vesikel berkelompok pada dasar
eritematosa, dan cenderung bersifat rekuren. Umumnya disebabkan oleh herpes
simpleks virus tipe 2 (HSV-2) menyerang genitalia. Pada penyakit herpes genital
diagnosa ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan
dasar eritem dan bersifat rekuren, serta adanya gejala konstitusi seperti demam, malaise,
dan lemas seluruh tubuh merupakan gejala prodromal pada herpes genital. Selain itu,
pada pemeriksaan status venereologis genitalia eksterna, ditemukan adanya vesikel
berkelompok, eritema disertai erosi. Pada kasus ini, ditemukan adanya duh
vaginaberwarna putih susu. Pasien juga belum pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami variasi klinis herpes
genital berupa herpes genital pada infeksi primer.
Tatalaksana herpes simpleks pada pasien adalah dengan pemberian obat antivirus
yang diberikan pada pasien adalah asiklovir oral tab 400 mg 3x1. Obat simptomatik yang
diberikan adalah golongan analgetik antipiretik yaitu paracetamol tab 500 mg 3x1. Pasien
juga diberikan obat antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder dengan memberikan obat
topical pirotop krim yang mengandung mupirocin cream yang digunakan tiga kali sehari.
Lalu pasien juga diberikan lycoxy 1x1 sebagai multivitamin untuk menjaga daya tahan
tubuhnya. Pasien akan memiliki prognosis baik apabila faktor risiko penyakit dihindari dan
juga menghindari faktor-faktor pencetus kekambuhan, mematuhi edukasi yang diberikan,
serta taat mengonsumsi obat guna mencegah kekambuhan.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP. Herpes Simpleks. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. Hal.
381-3.

2. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
3. Salvaggio MR, Lutwick LI, Seenivasan M, et al. Herpes Simplex. Diakses: 17
September 2022. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/218580-
overview.
4. Handoko R.P. Herpes Simpleks.dlm Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Djuanda
Adhi, Hamzah M, Aisah S (ed).ed 3 cet.4 2004. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,
hal: 359-361
5. Mayo Clinic. Genital Herpes. Diakses: 17 September 2022. Tersedia di:
http://www.mayoclinic.com/health/genital-herpes/DS00179.
6. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, et al. Herpes Genitalis. Dalam:
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, et al. Ilmu Kandungan. Jakarta:
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. Hal 273-4.
7. Gawkrodger DJ. Viral Invection – Herpes Simpleks and Herpes Zoster.
Dermatology An Illustrated Colour Text 3 rd Edition. London : Mosby Elsevier.
2008.
8. Richwald GA, Warren TJ. The Diagnosis and Management of Genital Herpes:
The Silent Epidemic. Diakses: 17 September 2022. Tersedia di:
http://www.medscape.org/viewarticle/439752.
9. Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et
al. Fitzpatrick’s Dermatology Ini General Medicine. Seventh Edition. USA:
McGraw Hill Companies Inc.; 2008. Hal. 1873-84.
10. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, et al. Herpes Simplex. In: Fitzpatrick TB,
Johnson RA, Wolff K, et al. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.
Third Edition. USA: McGraw Hill Companies Inc.: 1997.

30
11. Ural SH, Peng TCC. Genital Herpes in Pregnancy. Diakses: 17 September 2022.
Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/274874-overview.
12. Corey L, Wald A. Maternal and Neonatal Herpes Simplex Virus Infection. N Engl
J Med 2009;361:1376-85

13. V, Linda J. et al. Lymphogranuloma Venereum. Medline Plus. 2012


14. Wang F, Kieff E Medical Virology. In: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci
AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18 th ed.
New York: McGraw-Hill. 2012
15. Corey L. Herpes Simplex Viruses. In: Kasper DL, Fauci A. Harrison’s Infection
disease. 18th ed. New York: McGraw-Hill. 2008

31
32

Anda mungkin juga menyukai