Anda di halaman 1dari 10

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬

“MENANAMKAN AKHLAQUL KARIMAH SEJAK DINI


DI BULAN PENUH BERKAH”
(AKHLAK KEPADA SESAMA MANUSIA)
Oleh: Faqih Aulia (14.3887)
MUQADDIMAH:
Anak adalah buah hati setiap orang tua, dambaan di setiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi
keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja, anak terlahir dari buah cinta sepasang hamba Allah
subhanahu wa ta’ala yang merupakan amanat wajib untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik oleh orang
tua. Karena setiap amanat akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana hadist sahih yang diriwayatkan
Imam Bukhari dari Ibnu Umar yang berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
‫ واملرأة َر اِعَيٌة على بيت‬،‫ والرجل َر اٍع على أهل بيته‬، ‫ واألمري َر اٍع‬:‫ وكلكم مسؤول عن َر ِعَّيِتِه‬، ‫كلكم َر اٍع‬
‫ وكلكم مس**ؤول عن‬، ‫ «كلكم َر اٍع‬:‫ ويف لف**ظ‬.»‫ وكلكم مس**ؤول عن َر ِعَّيِتِه‬، ‫ فكلكم رَاٍع‬،‫زوجها وولده‬
‫ واملرأة َر اِعَي ٌة يف بيت‬،‫ والرج**ل َر اٍع يف أهل**ه ومس**ؤول عن َر ِعَّيِتِه‬،‫ اإلم**ام َر اٍع ومس**ؤول عن َر ِعَّيِتِه‬:‫َر ِعَّيِتِه‬
‫ فكلكم َر اٍع ومس*ؤول عن‬،‫ واخلادم َر اٍع يف م*ال س*يده ومس*ؤول عن َر ِعَّيِتِه‬،‫زوجها ومسؤولة عن َر ِعَّيِتَه ا‬
‫ِعَّيِتِه‬
‫َر‬
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Seorang Amir
adalah pemimpin, laki-laki adalah pemimpin untuk keluarganya, wanita adalah pemimpin di rumah suami dan
anak-anaknya. Jadi setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas
kepemimpinannya." Dalam redaksi lain, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab
atas kepemimpinannya. Seorang Imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, laki-
laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, wanita adalah
pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimipinannya, seorang pembantu adalah
penjaga harta tuannya dan bertanggung jawab atas apa yang dijaganya. Setiap kalian adalah pemimpin dan
bertanggung jawab atas kepemimpinannya".
Keterangan:
Setiap kalian adalah penjaga dan bertanggung jawab atas apa yang dijaganya serta akan dimintai pertanggungan
jawab. Penguasa akan ditanya tentang rakyatnya di hari kiamat. Demikian pula seorang laki-laki
bertanggungjawab menjaga keluarganya; memerintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan melarang mereka
dari mendurhakai-Nya, juga melaksanakan kewajibannya terhadap keluarganya, dan dia akan ditanya tentang
hal itu pada hari kiamat. Seorang wanita bertanggung jawab menjaga rumah suaminya, demikian pula
bertanggung jawab terhadap anak-anak, dan ia akan ditanya tentang hal itu pada hari kiamat. Seorang budak
adalah penjaga dan penanggung jawab atas harta tuannya, dan pada hari kiamat kelak ia akan ditanya tentang
tanggungjawab ini. Jadi semua orang diberi amanat dan terpercaya atas apa yang berada dalam wewenangnya,
dan ia akan ditanya tentang hal itu di hari kiamat.
Pertanggung jawaban orang tua tersebut baik di dunia ataupun di akherat, namun tatkala anak sudah baligh
maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggung jawaban tersebut
adalah dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka:

1
‫َي ا َأُّيَه ا اَّل ِذ يَن آَم ُن وا ُق وا َأْنُف َس ُك ْم َو َأْه ِليُك ْم َن اًر ا َو ُقوُدَه ا الَّن اُس َو اِحْلَج اَر ُة َعَلْيَه ا َم الِئَك ٌة ِغالٌظ ِش َد اٌد اَل‬
)6( ‫َيْع ُصوَن الَّلَه َم ا َأَم َر ُه ْم َو َيْف َعُلوَن َم ا ُيْؤ َم ُر وَن‬
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-
Tahrim {66}: 6)
Keterangan:
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dengan mentaati perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya dari api neraka, yakni dari murka Allah yang menyebabkan kamu diseret ke dalam
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; ada manusia yang dibakar dan ada manusia yang
menjadi bahan bakar; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga tidak ada malaikat yang bisa disogok untuk
mengurangi atau meringankan hukuman; dan mereka patuh dan disiplin selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan Allah kepada mereka.
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api neraka yang
bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga
diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah untuk
menyelamatkan mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya
baik jasmani maupun rohani.
Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman
Allah: Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. (thaha/20: 132)
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat. (asy-Syu'ara'/26: 214)
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, 'Umar berkata, "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri
kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah saw menjawab, "Larang mereka mengerjakan apa
yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkan mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah
kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang
kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan
penyiksaan di dalam neraka. Mereka adalah para malaikat yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.
Dan hal ini dapat diwujudkan dengan memberi menanamkan akhlak untuk buah hati dengan pendidikan yang
baik sesuai Al Qur’an dan As sunnah sebagai bekal perjalanan di dunia maupun di akherat. Sebagaimana
perkataan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, “Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang
tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan
ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.”
Pendidikan tersebut banyak cabangnya satu diantaranya adalah pendidikan akhlak, akhlak anak yang baik dapat
menyenangkan hati orang lain baik orangtua atau orang-orang di lingkungan. Bahkan akhlak yang sesederhana
sekalipun misalnya memberikan wajah berseri saat bertemu dengan saudara muslim yang lain.
Disamping ikhtiar dengan pendidikan akhlak yang bagus hendaknya orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya
agar mereka tumbuh dengan naungan kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala pula. Karena doa orangtua atas
anaknya termasuk doa yang mustajab.
Muhammad bin Isma’il Al Bukhari membawakan dalam kitab Al Adabul Mufrod beberapa riwayat mengenai
doa orang tua. Di antara riwayat tersebut, Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
‫َثَالُث َدَعَو اٍت ُمْس َتَج اَباٌت ُهَلَّن َال َش َّك ِفْيِه َّن َدْع َو ُة اْلَم ْظُلْو ِم َو َدْع َو ُة اْلُم َس اِفِر َو َدْع َو ُة اْلَو اِلَد ْيِن َعلَى َو َلِد َمِها‬
“Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang
yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al
Adabul Mufrod no. 32. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrod no. 24).
2
Keterangan:
Hadits ini menunjukkan bahwa doa jelek orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab.

Sebagaimana para nabi dan rosul dahulu yang selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak cucu mereka.
Do’a Nabi Zakaria ‘alaihissalam sebagaimana firman Allah:
)38( ‫ُه َناِلَك َدَعا َزَك ِر َّيا َر َّبُه َقاَل َر ِّب َه ْب يِل ِم ْن َلُد ْنَك ُذِّر َّيًة َطِّيَبًة ِإَّنَك ِمَس يُع الُّد َعاِء‬
“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar
doa.” (Q.S. Ali-Imran {3}: 38)
Keterangan:
Demi melihat keistimewaan Maryam dan nilai keberkahan mihrab tersebut, Zakaria menjadikan tempat yang
diberkahi itu untuk memohon seorang anak kepada Allah. Di sanalah, di mihrab tempat Maryam beribadah itu,
Zakaria berdoa kepada Tuhannya, dengan penuh kekhusyukan dan keyakinan. Dia berkata," Ya Tuhanku,
melalui keberkahan mihrab ini, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, karena aku sendiri tidak tahu
bagaimana caranya. Yang aku tahu sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa setiap hamba yang memohon
kepada-Mu."
Pada ayat yang lalu telah diceritakan perihal keluarga Imran, maka pada ayat ini dipaparkan cerita seputar
keluarga Zakaria, di antara keduanya terjalin hubungan yang sangat erat, dalam rangka mengemukakan
keutamaan keluarga Imran. Tatkala Zakaria melihat kemuliaan dan martabat yang begitu tinggi pada Maryam di
hadapan Allah, timbullah keinginannya untuk mempunyai seorang anak serupa dengan Maryam dalam
kecerdasan dan kemuliaannya di sisi Allah.
Walaupun Zakaria mengetahui bahwa istrinya adalah seorang perempuan yang mandul dan sudah tua, namun
dia tetap mengharapkan anugerah dari Allah. Di dalam mihrab tempat Maryam beribadah, Zakaria
memanjatkan doa kepada Allah, semoga Dia berkenan menganugerahkan kepadanya seorang keturunan yang
saleh, dan taat mengabdi kepada Allah. Doa yang timbul dari lubuk hati yang tulus dan penuh kepercayaan
kepada kasih sayang Allah yang Maha Mendengar dan memperkenankan segala doa, maka segera doanya
dikabulkan Allah.
Doa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimussalam:
‫ي‬ ‫َّبَنا ا ْلَنا ِل ِنْي َلَك ِم ُذِّر َّيِتَنا ُأَّم ًة ِل ًة َلَك َأِر َنا َناِس َك َنا ُت َل َناۖ ِإَّنَك َأْن الَّتَّو ا الَّر ِح‬
‫ُم‬ ‫َت ُب‬ ‫َو ْب َع ْي‬ ‫َو َم‬ ‫ُمْس َم‬ ‫َو ْن‬ ‫َر َو ْجَع ُمْس َم‬
“Ya Rabb kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara
anakcucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (Q.S. Al-Baqoroh {2}: 128)
Keterangan:
Ibrahim dan Ismail melanjutkan doanya, "Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang-orang yang berserah
diri dan tunduk kepada-Mu, dan jadikanlah juga anak cucu kami menjadi umat yang berserah diri dengan penuh
keimanan kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara, yakni manasik dan tempat-tempat melakukan
ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima tobat yang begitu
banyak, Maha Penyayang dengan kasih sayang yang amat luas."
Orang-orang Arab diingatkan bahwa yang membangun Baitullah itu adalah nenek moyang mereka yang
bernama Ibrahim dan putranya Ismail. Ibrahim adalah nenek moyang orang-orang Arab melalui putranya
Ismail. Sedangkan orang Israil melalui putranya Ishak. Seluruh orang Arab mengikuti agama Ibrahim.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa yang membangun Baitullah ialah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail.
Tujuannya adalah untuk beribadah kepada Allah bukan untuk yang lain, sebagai peringatan bagi dirinya, yang
akan diingat-ingat oleh anak cucunya di kemudian hari. Bahan-bahan untuk membangun Ka'bah itu adalah
benda-benda biasa sama dengan benda-benda yang lain, dan bukan benda yang sengaja diturunkan Allah dari
langit. Semua riwayat yang menerangkan Ka'bah secara berlebih-lebihan, adalah riwayat yang tidak benar,
3
diduga berasal dari Isra'i1iyat. (Mengenai al-hajar al-Aswad) 'Umar bin al-Khatthab r.a. berkata pada waktu ia
telah menciumnya: "Dari Umar semoga Allah meridainya, bahwa dia telah mencium Hajarul Aswad dan
berkata: "Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa engkau batu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak
pula memberi manfaat. Kalau aku tidak melihat Rasulullah saw mencium engkau, tentu aku tidak akan
mencium engkau." (Muttafaq 'Alaih)

Menurut riwayat ad-Daraqutni, Rasulullah saw pernah menyatakan sebelum mencium Hajar Aswad bahwa itu
adalah batu biasa. Demikian pula halnya Abu Bakar r.a., dan sahabat-sahabat yang lain. Dari riwayat-riwayat di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hajar Aswad adalah batu biasa saja. Perintah menciumnya berhubungan
dengan ibadah, seperti perintah salat menghadap ke Ka'bah, perintah melempar jamrah di waktu melaksanakan
ibadah haji dan sebagainya. Semuanya dilaksanakan semata-mata melaksanakan perintah Allah.
Setelah Ibrahim dan Ismail selesai meletakkan fondasi Ka'bah, mereka berdua berdoa: "Terimalah dari kami",
(maksudnya ialah terimalah amal kami sebagai amal yang saleh, ridailah dan berilah pahala ...) "Allah Maha
Mendengar" (maksudnya: Allah Maha Mendengar doa kami), dan "Allah Maha Mengetahui" (maksudnya:
Allah Maha Mengetahui niat-niat dan maksud kami membangun dan mendirikan Ka'bah ini).
Dari ayat di atas dapat diambil hukum bahwa sunah hukumnya berdoa dan menyerahkan semua amal kita
kepada Allah apabila telah selesai mengerjakannya. Dengan penyerahan itu berarti tugas seorang hamba ialah
mengerjakan amal-amal yang saleh karena Allah, dan Allah-lah yang berhak menilai amal itu dan memberinya
pahala sesuai dengan penilaian-Nya.
Dari ayat di atas juga dapat dimengerti bahwa Ibrahim a.s. dan putranya, Ismail a.s., berdoa kepada Allah
setelah selesai mengerjakan amal yang saleh dengan niat dan maksud perbuatan itu semata-mata dilakukan dan
dikerjakan karena Allah. Karena sifat dan bentuk perbuatan yang dikerjakannya itu diyakini sesuai dengan
perintah Allah, maka ayah dan anak itu yakin pula bahwa amalnya itu pasti diterima Allah. Hal ini berarti
bahwa segala macam doa yang dipanjatkan kepada Allah yang sifat, bentuk dan tujuannya sama dengan yang
dilakukan oleh Ibrahim a.s. dengan putranya, pasti diterima Allah pula dan pasti diberi pahala yang baik dari
sisi-Nya.
Pada ayat berikutnya (128) Ibrahim a.s. melanjutkan doanya, agar keturunannya menjadi umat yang tunduk dan
patuh kepada Allah. Di dalam perkataan "Muslim" (tunduk patuh) terkandung pengertian bahwa umat yang
dimaksud Ibrahim a.s. itu mempunyai sifat-sifat:
1. Memurnikan kepercayaan hanya kepada Allah. Hati seorang Muslim hanya mempercayai bahwa yang
berhak disembah dan dimohonkan pertolongan hanya Allah Yang Maha Esa. Kepercayaan ini bertolak dari
kesadaran Muslim bahwa dirinya berada di bawah pengawasan dan kekuasaan Allah. Allah saja yang dapat
memberi keputusan atas dirinya.
2. Semua perbuatan, kepatuhan dan ketundukan, dilakukan hanya karena dan kepada Allah saja, bukan karena
menurut hawa nafsu, bukan karena ingin dipuji dan dipandang baik oleh orang, bukan karena pangkat dan
jabatan, dan bukan pula karena keuntungan duniawi.
Bila kepercayaan dan ketundukan itu tidak murni kepada Allah, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung bagi
mereka. Allah berfirman: Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai
tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya? (al-Furqan/25:43)
Allah membiarkan sesat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan mengunci mati hatinya,
karena Allah mengetahui bahwa mereka tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya. Allah
berfirman: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah
membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta
meletakkan tutup atas penglihatannya? (al-Jasiyah/45:23)
Pada ayat 124 yang lalu, Ibrahim a.s. berdoa agar keturunannya dijadikan imam, Allah menjawab, "Keturunan
Ibrahim yang zalim tidak termasuk di dalam doa itu." Karena itu pada ayat 128 ini Ibrahim a.s. mendoakan agar
sebagian keluarganya dijadikan orang yang tunduk patuh kepada Allah.
Dalam hubungan ayat di atas terdapat petunjuk bahwa yang dimaksud dengan keturunannya itu ialah Ismail a.s.
dan keturunannya yang akan ditinggalkan di Mekah, sedang ia sendiri kembali ke Syam. Keturunan Ismail a.s.
4
inilah yang menghuni Mekah dan sekitarnya, termasuk Nabi Muhammad saw. Inilah yang dimaksud dengan
firman Allah. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang
Muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini. (al-hajj/22:78)
Ibrahim dan Ismail memohon kepada Allah agar ditunjukkan cara-cara mengerjakan segala macam ibadah
dalam rangka menunaikan ibadah, tempat wuquf, tawaf, sa'i, dan sebagainya, sehingga dia dan anak cucunya
dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan yang diperintahkan Allah.
Di dalam ayat ini, Ibrahim a.s. memohon kepada Allah agar diterima tobatnya, padahal Ibrahim adalah seorang
nabi dan rasul, demikian pula putranya. Semua nabi dan rasul dipelihara Allah dari segala macam dosa
(ma'sum). Karena itu maksud dari doa Ibrahim dan putranya ialah:
1. Ibrahim a.s. dan putranya Ismail a.s. memohon kepada Allah agar diampuni segala kesalahan yang tidak
disengaja, yang tidak diketahui dan yang dilakukannya tanpa kehendaknya sendiri.
2. Sebagai petunjuk bagi keturunan dan pengikutnya di kemudian hari, agar selalu menyucikan diri dari segala
macam dosa dengan bertobat kepada Allah, dan menjaga kesucian tempat mengerjakan ibadah haji.
"Allah Maha Penerima tobat" ialah Allah sendirilah yang menerima tobat hamba-hamba-Nya, tidak ada yang
lain. Dia selalu menerima tobat hamba-hamba-Nya yang benar-benar bertobat serta memberi taufik agar selalu
mengerjakan amal-amal yang saleh. "Allah Maha Penyayang" ialah Allah Maha Penyayang kepada hamba-
hamba-Nya yang bertobat dengan menghapus dosa dan azab dari mereka.
Selanjutnya Ibrahim a.s. berdoa agar Allah mengangkat seorang rasul dari keturunannya yang memurnikan
ketaatan kepada-Nya, untuk memberi berita gembira, memberi petunjuk dan memberi peringatan. Allah swt
mengabulkan doa Nabi Ibrahim dengan mengangkat dari keturunannya nabi-nabi dan rasul termasuk Nabi
Muhammad saw, nabi yang terakhir. Rasulullah saw bersabda: Aku adalah doa Ibrahim dan yang diberitakan
sebagai berita gembira oleh Isa. (Riwayat Ahmad).
Sifat dari rasul-rasul yang didoakan Ibrahim a.s. ialah:
1. Membacakan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan kepada mereka, agar ayat-ayat itu menjadi pelajaran
dan petunjuk bagi umat mereka. Ayat-ayat itu mengandung ajaran tentang keesaan Allah, adanya hari
kebangkitan dan hari pembalasan, adanya pahala bagi orang yang beramal saleh dan siksaan bagi orang
yang ingkar, petunjuk ke jalan yang baik, dan sebagainya.
2. Mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Al-Kitab ialah Al-Qur'an. Al-Hikmah ialah
mengetahui rahasia-rahasia, faedah-faedah, hukum-hukum syariat, serta maksud dan tujuan diutusnya para
rasul, yaitu agar menjadi contoh yang baik bagi mereka sehingga mereka dapat menempuh jalan yang lurus.
3. "Menyucikan mereka" ialah menyucikan diri dan jiwa mereka dari segala macam kesyirikan, kekufuran,
kejahatan, budi pekerti yang tidak baik, sifat suka merusak masyarakat dan sebagainya.
Ibrahim a.s. menutup doanya dengan memuji Tuhannya, yaitu dengan menyebut sifat-sifat-Nya, Yang
Mahaperkasa, dan Yang Mahabijaksana. "Mahaperkasa" ialah yang tidak seorang pun dapat membantah
perkataan-Nya, dan tidak seorang pun dapat mencegah perbuatan-Nya. "Maha-bijaksana" ialah Yang Maha
Menciptakan segala sesuatu dan penggunaan-nya sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya.
Dari doa Nabi Ibrahim ini dapat dipahami bahwa ia memohonkan agar keturunannya diberi taufik dan hidayah,
sehingga dapat melaksanakan dan mengembangkan agama Allah, membina peradaban umat manusia dan
mengembangkan ilmu pengetahuan menurut yang diridai Allah.
Sungguh islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan anakpun diperhatikan dengan serius. Namun
sangat disayangkan orangtua zaman sekarang jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi buah hatinya
lantaran kesibukan mereka atau kejahilan (ketidakmengertian) mereka. Prinsip yang mereka pegang adalah
Membahagiakan anak. Namun kebahagiaan yang semacam apa yang ingin diwujudkan oleh sebagian para
orangtua tersebut?! Ada yang berpendapat bahagia tatkala anaknya bisa mendapatkan sekolah yang favorit dan
menjadi bintang kelas, orang yang berpendapat seperti ini maka akan menggebu-gebu untuk mencarikan tempat
les dimana-mana, hingga lupa menyisakan waktu untuk mengenalkan islam kepadanya. Adalagi pendapat
bahwa kebahagiaan adalah tatkala si anak tidak kekurangan apapun didunia, orangtua tipe ini akan berambisi
untuk mencari materi dan materi untuk memuaskan si anak tanpa disertai pendidikan akhlak bagaimana cara
mengatur serta memanfaatkan harta yang baik. Dan ada pula sebagian yang lain bahwa kebahagiaan adalah
buah dari keimanan kepada Allah dengan bentuk ketenangan dalam hati; bersabar tatkala mendapat musibah
5
dan bersyukur tatkala mendapatkan nikmat. Namun jarang ditemukan orangtua yang sependapat dengan tipe
ketiga ini. Kebanyakan diantara mereka sependapat dengan tipe 1 dan 2. Dan tatkala mereka tiada, mereka akan
berlomba-lomba untuk mewasiatkan harta ini dan itu, padahal telah dicontohkan oleh lukman mengenai wasiat
yang terbaik. Bukan sekedar harta atau perhiasan dunia melainkan sesuatu hal yang lebih berharga dari
keduanya.

Tatkala anak tumbuh menjadi anak pembangkang, suka membantah kepada orangtua bahkan durhaka kepada
orangtua, banyak diantara orangtua yang menyalahkan si anak, salah bergaullah, tidak bermorallah atau alasan-
alasan yang lain. Bukan… bukan lantaran karena anak salah bergaul saja, si anak menjadi seperti itu namun
hendaknya orangtua mawas diri terhadap pendidikan akhlak si anak. Sudahkah dibina sejak kecil? Sudahkah dia
diajari untuk memilih lingkungan yang baik? Sudahkah dia tahu cara berbakti kepada orangtua? Atau sudahkah
si anak tahu bagaimana beretika dalam kehidupan sehari-hari dari bangun tidur hingga tidur kembali? Jika
jawabannya belum, maka pantaslah jika orangtua menuai dari buah yang telah mereka tanam sendiri. Seperti
perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah: “Hendaknya anak dijauhkan dari berlebihan dalam makanan,
berbicara, tidur dan berbaur dengan perbuatan dosa, sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan
menjadi penyebab hilangnya kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut
dan kemaluan sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka akan rusak dan hancur. Berapa
anak tercinta menjadi rusak akibat keteledoran dalam pendidikan dan pembinaan bahkan orangtua membantu
mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang
kepada anak padahal sejatinya telah menghinakan dan membinasakan anak sehingga orangtua tidak
mengambil manfaat daria anak dan tidak meraih keuntungan dari anak baik didunia maupun diakhirat.
Apabila engkau perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari orangtua.”
Mungkin saat si anak masih kecil belum akan terasa dampak dari arti pentingnya akhlak bagi orangtua namun
saat dewasa kelak maka akan sangat terasa bahkan sangat menyakitkan bagi kedua orangtua. Dan perlu
ditekankan bahwa akhlak yang baik dari seorang anak adalah harta yang lebih berharga daripada sekedar harta
yang kini sedang para orang tua obsesikan.
Sebelum terlambat mulailah saat ini menanamkan akhlak tersebut, dari hal yang sederhana:
PERTAMA: DENGAN MEMBERI CONTOH MENGUCAPKAN SALAM.
‫ قاَل َرُس وُل اِهلل َص َّلى اُهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم “َال َتْد ُخ ُلوا اَجلَّن َة َح ىَّت ُتْؤ ِم ُن وا َو ال‬: ‫َو َعْن َأيِب ُه َر ْيَر َة َر ِض َي اُهلل َعْنُه َقاَل‬
‫ِل‬ ‫ِإ‬ ‫ُّل‬ ‫ِم‬
‫ َأَو َال َأُد ُك ْم َعَلى َش ٍئ َذا َفَعْلُتُم وُه حَت َاَبْبُتْم ؟ َأْفُش وا الَّسَالم َبْيَنُك م” َرَو اُه ُمْس ٌم‬،‫ُتْؤ ُنوا َح َّىت َحتاُّبوا‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian
tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan kalian tidak disebut beriman sampai kalian saling
mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang apabila kalian melakukannya, kalian pasti
saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)
Faedah Hadits:
1. Sempurnanya iman dapat dicapai jika saling mencintai.
2. Baiknya hubungan sesama manusia adalah dengan saling mencintai karena Allah.
3. Tidak akan masuk surga kecuali dengan iman.
4. Hadits ini menunjukkan perintahkan menyebarkan salam pada yang dikenal dan tidak dikenal.
5. Saling mengucapkan salam adalah sebab saling mencintai sesama.
6. Salam adalah syiarnya orang Islam.
7. Hadits ini mengajarkan untuk tawadhu’ pada orang beriman.
8. Dengan mengucapkan salam akan menghilangkan permusuhan.
KEDUA: MEMPERHATIKAN ETIKA DALAM MAKAN.

6
،‫ ُك نُت غالم *ًا يف ِح ْج ِر رس**ول الَّل ه َص ّلى اُهلل َعَلْي ِه وَس َّلم‬:‫عن عمر بن أيب َس َلَم َة رضي الَّل ه عنهما قال‬
‫َّل‬ ‫ِه َّل‬ ‫َّل‬ ‫ِة‬ ‫ِد ِط‬
‫ «َيا ُغالُم َس ِّم ال ه تعاىل َو ُك ْل‬:‫وَك انْت َي ي َت يُش يف الَّصْح َف فقال يل رس*وُل ال ه َص ّلى اُهلل َعَلْي وَس م‬
‫بيميِنَك وكْل َّمِما َيِليَك » متفٌق عليه‬

Dari Sayyidina Umar bin Abu Salamah, ia telah berkata: “Saya -pada ketika itu- adalah seorang anak yang ada
di bawah pengawasan Rosulullah saw. tanganku berputar-putar ke sekitar piring kalau makan. Lalu Rosulullah
saw. bersabda kepadaku yang maksudnya: “Hai anak, ucapkanlah Bismillah, makanlah dengan tangan
kananmu dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.” (HR; Muslim)
Keterangan:
Adab makan yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, yaitu dengan mengawalinya
dengan menyebut Asma Allah (basmalah), menggunakan tangan kanan, serta memakan makanan yang berada
paling dekat dengan kita
KETIGA: MENGAJARKAN RASA KEBERSAMAAN DENGAN SAUDARA MUSLIM YANG LAIN,
MISALNYA DENGAN MENJENGUK ORANG SAKIT.
‫َعْن َأيِب ُه ْي َة – رضي اهلل عنه – َق اَل َرُس وُل َالَّل ِه – صلى اهلل عليه وس**لم – َح ُّق َاْلُمْس ِلِم َعَلى َاْلُمْس ِلِم‬
‫َر َر‬
‫ِم‬ ‫ِا‬ ‫ِج‬ ‫ِه‬ ‫ِق‬ ‫ِس‬
‫ َو ِإَذا َعَطَس َفَح َد َالَّل َه َفَس ِّم ْتُه‬,‫ َو ِإَذا ْس َتْنَص َح َك َفاْنَص ْحُه‬,‫ َو ِإَذا َدَع اَك َفَأ ْبُه‬, ‫ ِإَذا َل يَت ُه َفَس ِّلْم َعَلْي‬: ‫ٌّت‬
‫ ا ِل‬. ‫ ِإَذا ا َفا‬, ‫ْد‬ ‫ِإ‬
‫َو َذا َم ِر َض َفُع ُه َو َم َت ْتَبْعُه َرَو ُه ُمْس ٌم‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam.” Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya; (2) apabila engkau diundang, penuhilah
undangannya; (3) apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya; (4) apabila dia bersin lalu dia
memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan
’yarhamukallah’); (5) apabila dia sakit, jenguklah dia; dan (6) apabila dia meninggal dunia, iringilah
jenazahnya (sampai ke pemakaman).” (HR. Muslim)
Faedah Hadits:
1. Islam adalah agama kasih sayang dan mengajarkan untuk memperhatikan hak terhadap sesama.
2. Muslim yang dimaksudkan dalam hadits yang ditunaikan haknya di sini adalah muslim yang
bersyahadat laa ilaha illallah dan tidak melakukan hal-hal yang membatalkan keislamannya.
3. Mengucapkan salam merupakan tanda cinta dan baiknya seorang muslim. Di dalamnya berisi (1) doa
keselamatan dari berbagai penyakit, kejelakan, maksiat, serta selamat dari neraka; (2) doa rahmat supaya
mendapat kebaikan; (3) doa keberkahan supaya kebaikan itu langgeng dan bertambah.
4. Beberapa pelajaran mengenai ucapan salam:
 Hendaklah mengucapkan salam kepada yang dikenal dan yang tidak dikenal;
 Tetap mengucapkan salam kepada siapa pun meskipun ahli maksiat selama itu muslim;
 Tidak boleh mengucapkan salam kepada lawan jenis jika menimbulkan godaan, apalagi sesama yang
berusia muda;
 Memulai mengucapkan salam disunnahkan. Ibnu ‘Abdil Barr dan selainnya menyatakan bahwa para
ulama berijma’ (bersekapat), memulai mengucapkan salam dihukumi sunnah. Adapun menjawab salam
dihukumi wajib sebagaimana pemahaman dari surah An-Nisa’ ayat 86;
 Ucapan salam yang sederhana adalah “Assalaamu ‘alaikum”, sedangkan yang paling sempurna adalah
“Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh”;

7
 Ucapan salam yang sederhana adalah “Wa’alaikumus salaam” (bisa juga dengan ‘alaikumus salaam),
sedangkan yang paling sempurna adalah “Wa’alaikumus salaam wa rahmatullah wa barakatuh”;
 Tidak boleh memulai mengucapkan salam kepada non-muslim. Namun jika ia mengucapkan salam,
hendaklah membalas salamnya dengan ucapan semisal yang ia ucapkan (tidak lebih dari itu), berarti jika
ia mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum”, maka dijawab “Wa’alaikumus salaam”. Begitu pula jika ia
ucapkan “Assaamu ‘alaikum (celaka kamu)”, maka dijawab “Wa ‘alaikum” atau “Wa’alaikumus saam”
(celaka juga kamu);
 Ucapan salam lebih mulia dari ucapan “selamat pagi” dan semacamnya. Ucapan selamat semacam ini
bukanlah ucapan yang syar’i dan sama sekali tidak bisa menggantikan ucapan salam;
 Membalas salam bukanlah dengan ucapan “ahlan” atau “ahlan wa sahlan”, ini bukanlah ucapan yang
syar’i dalam menjawab salam. Dalam ayat disebutkan (yang artinya), “Apabila kamu diberi
penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik
dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An-Nisa’: 86);
 Dalam hadits disebutkan bahwa jika bertemu, maka ucapkanlah salam. Apakah saat berpisah juga
memberi salam? Ada hadits yang berbunyi, “Jika hadir dalam majelis, hendaklah memberi salam. Jika
berdiri dari majelis, hendaklah memberi salam. Yang mengucapkan pertama kali itu lebih utama dari
yang mengucapkannya belakangan.” (HR. Abu Daud, no. 5208; Tirmidzi, no. 2706; Ahmad, 12:47.
Sanad hadits ini hasan. Syaikh Al-Albani menyebutkan hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-
Shahihah, no. 183);
 Yang afdal adalah yang junior memulai mengucapkan salam kepada yang senior, yang sedikit kepada
yang banyak, yang naik kendaraan kepada yang berjalan, yang berjalan kepada yang duduk. Namun jika
tidak ada yang memulai dahulu, maka salam tersebut tetap diucapkan, itulah yang lebih baik. Dalam
hadits disebutkan, “Khoiruhaa alladzi tabda’u bis salaam”, yang terbaik adalah yang pertama kali
mengucapkan salam.
5. Hendaklah menghadiri undangan, hadits yang dikaji ini menunjukkan undangan tersebut umum baik
undangan walimatul ‘ursy (undangan pernikahan), maupun undangan lainnya. Sebagian ulama menyatakan
menghadiri undangan apa pun wajib karena demi memuliakan dan demi terjalin hubungan yang baik. Ini
adalah pendapat dari ‘Abdullah bin ‘Umar, sebagian tabi’in, ulama Zhahiriyah, dan sebagian ulama
Syafi’iyah. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama menyatakan hukum menghadiri undangan secara umum
adalah sunnah muakkad. Sedangkan Imam Ash-Shan’ani rahimahullah dalam Subul As-Salam menyatakan
bahwa yang wajib adalah menghadiri undangan walimah nikah karena ada ancaman dalam hadits jika tidak
menghadirinya, sedangkan undangan lainnya dihukumi sunnah.
6. Wajib memberikan nasihat kepada saudara kita ketika ia meminta nasihat. Berarti jika ia tidak meminta,
maka tidaklah wajib. Namun jika kita tidak dimintai nasihat, lantas jika ada mudharat atau dosa, maka wajib
tetap menasihati karena ini adalah bentuk menghilangkan kemungkaran pada saudara muslim. Sedangkan
jika saudara kita tidak meminta nasihat dan tidak ada mudharat atau dosa kala itu, juga menganggap bahwa
selain kita itu lebih manfaat dalam memberi nasihat, maka kita tidak wajib menasihati (hanya disunnahkan)
karena termasuk dalam bentuk memberikan petunjuk kebaikan kepada orang lain.
7. Wajib mengucapkan tasymit (yarhamukallah) ketika ada yang bersin lantas mengucapkan alhamdulillah.
Berarti jika yang bersin tidak mengucapkan alhamdulillah, maka tidak ada ucapan tasymit (yarhamukallah).
Intinya, jika luput dari mengucapkan alhamdulillah, akan ada dua kerugian: (1) nikmat memuji Allah
hilang; (2) nikmat didoakan oleh saudaranya ketika mendengarnya mengucapkan alhamdulillah juga
hilang. Tasymit adalah mengucapkan yarhamukallah jika ada yang mengucapkan alhamdulillah sampai tiga
kali. Jika sudah yang keempat kalinya, maka ucapkanlah doa agar ia diberikan kesembuhan karena yang
bersin itu berarti sedang sakit, lantas mengucapkan “yahdikumullah wa yushlih baalakum” (semoga Allah
memberimu hidayah dan memperbaiki keadaanmu). Lalu jika non-muslim mengucapkan alhamdulillah saat
bersin, tidak dibalas dengan yarhamukallah, namun langsung mengucapkan yahdikumullah wa yushlih
baalakum” sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempraktikkan hal ini.
8. Menjenguk orang sakit menurut jumhur ulama adalah sunnah. Namun bisa jadi menjenguk orang sakit itu
menjadi wajib jika yang dijenguk adalah kerabat dekat (masih punya hubungan mahram). Misal menjenguk
8
ayah atau ibu yang sakit, hukumnya wajib karena bagian dari berbakti kepada keduanya. Juga menjenguk
saudara yang sakit, hukumnya wajib karena bagian dari silaturahim dengan kerabat. Kaidahnya, makin
dekat hubungan kerabat dan makin dekat dalam hubungan, maka makin ditekankan untuk
menjenguk saat sakit.
9. Yang dijenguk di sini adalah orang yang sakit secara umum, baik yang sakit masih dalam keadaan sadar
ataukah tidak. Begitu pula dianjurkan meskipun yang datang menjenguk tidak diketahui kehadirannya oleh
yang sakit. Karena menjenguk orang sakit punya manfaat: (1) mengurangi duka keluarganya; (2)
mendoakan kebaikan kepada yang sakit; (3) menjenguknya sendiri berbuah pahala.
10. Kita diperintahkan untuk mengantarkan jenazah ke pemakaman dan hukumnya adalah fardhu kifayah. Ini
berlaku bagi jenazah yang dikenal maupun tidak dikenal.
KEEMPAT: MENGAJARKAN KEJUJURAN.
‫ ف**إن‬،‫عليكم بالصدق‬: ‫ قال رس**ول اهلل صلى اهلل عليه وس**لم‬:‫عن عبد اهلل بن مس**عود رضي اهلل عنه قال‬
‫ وم**ا ي**زال الرج**ل يصدق وَيَتَح َّر ى الصدق حىت يكتب‬،‫ وإن ال**رب يه**دي إىل اجلنة‬،‫الصدق يه**دي إىل الِّرِب‬
‫ وما يزال‬،‫ وإن الفجور يهدي إىل النار‬،‫ فإن الكذب يهدي إىل الفجور‬،‫ وإياكم والكذب‬،‫عند اهلل ِص ِّديًق ا‬
.‫الرجل يكذب وَيَتَح َّر ى الكذب حىت يكتب عند اهلل َك َّذ ابا‬
Dari Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', "Hendaknya kalian jujur karena kejujuran itu
menuntun pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu mengantar ke surga. Sungguh seorang yang selalu
jujur dan memilih kejujuran akan dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Jauhilah dusta karena dusta itu
menjerumuskan pada kedurhakaan dan sesungguhnya kedurhakaan itu menjerumuskan kepada neraka. Sungguh
seseorang senantiasa berdusta dan memilih dusta sampai dicatat di sisi Allah sebagai pendusta." Hadis sahih -
Muttafaq 'alaih
Keterangan:
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memotivasi kita untuk jujur dan senantiasa jujur serta memilihnya, dan
menjelaskan akibat serta hasil yang terpuji di dunia dan akhirat. Kejujuran ialah pangkal kebajikan yang
merupakan jalan menuju surga. Seseorang yang senantiasa jujur, maka dicatat bersama orang-orang yang
jujur/benar di sisi Allah. Ini merupakan motivasi agar memiliki akhir yang baik dan isyarat agar menjadi orang
yang terjaga dari akhir yang buruk. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memperingati kita agar berhati-hati
terhadap dusta, menjelaskan bahayanya dan akibatnya yang sial. Dusta adalah pangkal kedurhakaan yang
merupakan jalan menuju neraka.
Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula, generasi pemuda yang taat
kepada Allah, berbakti kepada kedua orangtua dan memperhatikan hak-hak bagi saudara muslim yang
lain. Wallohu a’lam bishowab.

SAUDARA KU…

9
PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK MENDAPATI KU DI DALAM SURGA ALLAH,
MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN TARIK TANGAN KU DAN AJAK AKU
MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU TELAH MENJADI SAKSI DI
HADAPAN ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL DALAM MEMBELA
AGAMA ALLAH (MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).

10

Anda mungkin juga menyukai